Anda di halaman 1dari 10

Laporan Praktikum Fisiologi Tumbuhan Enzim sebagai Biokatalisator

Disusun Oleh: Nama : Dely Citra NIM : 06091009002 Kelompok :7 Dosen Pengasuh : 1.Dra.Tasmania Puspita,M.Si 2.Dra. Rahmi Susanti,M.Si 3.Ermayanti,S.Pd.,M.Si

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2010/2011

ENZIM SEBAGAI BIOKATALISATOR I. Tujuan: mengamati faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan kerja enzim II. Landasan Teori: Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik.Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi/zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama. Sebagai contoh: X + C XC (1) Y + XC XYC (2) XYC CZ (3) CZ C + Z (4) Meskipun senyawa katalis dapat berubah pada reaksi awal, pada reaksi akhir molekul katalis akan kembali ke bentuk semula. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim -amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa. Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, kofaktor dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH (tingkat keasaman) optimum yang berbeda-beda karena enzim adalah protein, yang dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan keasaman berubah. Di luar suhu atau pH yang sesuai, enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau strukturnya akan mengalami kerusakan. Hal ini akan menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sama sekali. Kerja enzim juga dipengaruhi oleh molekul lain. Inhibitor adalah molekul yang menurunkan aktivitas enzim, sedangkan aktivator adalah yang meningkatkan aktivitas enzim. Banyak obat dan racun adalah inihibitor enzim. Aktivitas Enzim Aktivitas enzim ternyata dipengaruhi banyak faktor. Faktor-faktor tersebut

menentukan efektivitas kerja suatu enzim. Apabila faktor pendukung tersebut berada pada kondisi yang optimum, maka kerja enzim juga akan maksimal. Beberapa faktor yang mempengaruhi kerja enzim: a. Substrat Enzim mempunyai spesifitas yang tinggi. Apabila substrat cocok dengan enzim maka kinerja enzim juga akan optimal. b. pH (keasaman) Enzim mempunyai kesukaan pada pH tertentu. Ada enzim yang optimal kerjanya pada kondisi asam, namun ada juga yang optimal pada kondisi basa. Namun kebanyakan enzim bekerja optimal pada pH netral. c. Waktu Waktu kontak/reaksi antara enzim dan substrat menentukan efektivitas kerja enzim. Semakin lama waktu reaksi maka kerja enzim juga akan semakin optimum. d. Konsentrasi /jumlah enzim Konsentrasi enzim berbanding lurus dengan efektivitas kerja enzim. Semakin tinggi konsentrasi maka kerja enzim akan semakin baik dan cepat. e. Suhu Seperti juga pH. Semua enzim mempunyai kisaran suhu optimum untuk kerjanya. f. Produk Akhir Reaksi enzimatis selalu melibatkan 2 hal, yaitu substrat dan produk akhir. Dalam beberapa hal produk akhir ternyata dapat menurunkan produktivitas kerja enzim. Struktur dan mekanisme Katalisis enzim

Diagram pita yang menunjukkan karbonat anhidrase II. Bola abu-abu adalah kofaktor seng yang berada pada tapak aktif. Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase, sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase Terdapat pula sejumlah kecil katalis RNA, dengan yang paling umum merupakan ribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim. Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga dimensinya (struktur kuaterner).Walaupun struktur enzim menentukan fungsinya, prediksi aktivitas enzim baru yang hanya dilihat dari strukturnya adalah hal yang sangat sulit. Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 34 asam amino) yang secara langsung terlibat dalam katalisis.Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif. Enzim juga dapat mengandung tapak yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk katalisis. Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi. Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik. Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam

amino yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi (yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat reversibel maupun ireversibel. Jenis-jenis inihibisi. Klasifikasi ini diperkenalkan oleh W.W. Cleland Artikel utama untuk bagian ini adalah: Inhibitor enzim Laju reaksi enzim dapat diturunkan menggunakan berbagai jenis inhibitor enzim. Inhibisi kompetitif Pada inihibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk berikatan dengan enzim. Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur yang sangat mirip dengan substrat asli enzim. Sebagai contoh, metotreksat adalah inihibitor kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase. Kemiripan antara struktur asam folat dengan obat ini ditunjukkan oleh gambar di samping bawah. Perhatikan bahwa pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi pada tapak pengikatan substrat apabila pengikatan inihibitor mengubah konformasi enzim, sehingga menghalangi pengikatan substrat. Pada inhibisi kompetitif, kelajuan maksimal reaksi tidak berubah, namun memerlukan konsentrasi substrat yang lebih tinggi untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut, sehingga meningkatkan K m . Inhibisi tak kompetitif Pada inhibisi tak kompetitif, inhibitor tidak dapat berikatan dengan enzim bebas, namun hanya dapat dengan komples ES. Kompleks EIS yang terbentuk kemudian menjadi tidak aktif. Jenis inhibisi ini sangat jarang, namun dapat terjadi pada enzim-enzim multimerik. Inhibisi non-kompetitif Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks EI dan EIS tidak aktif. Karena inhibitor tidak dapat dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, V max reaksi berubah. Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, K m tetaplah sama. Inhibisi campuran Inhibisis jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali kompleks EIS memiliki aktivitas enzimatik residual. Pada banyak organisme, inhibitor dapat merupakan bagian dari mekanisme umpan balik. Jika enzim memproduksi terlalu banyak produk, produk tersebut dapat berperan sebagai inhibitor bagi enzim tersebut. Hal ini akan menyebabkan produksi produk melambat atau berhenti. Bentuk umpan balik ini

adalah umpan balik negatif. Enzim memiliki bentuk regulasi seperti ini sering kali multimerik dan mempunyai tapak ikat alosterik. Kurva substrat/kelajuan enzim ini tidak berbentuk hiperbola melainkan berbentuk S.

Koenzim asam folat (kiri) dan obat anti kanker metotreksat (kanan) memiliki struktur yang sangat mirip. Oleh sebab itu, metotreksat adalah inhibitor kompetitif bagi enzim yang menggunukan folat. Inhibitor ireversibel bereaksi dengan enzim dan membentuk aduk dengan protein. Inaktivasi ini bersifat ireversible. Inhibitor seperti ini contohnya efloritina, obat yang digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh protozoa African trypanosomiasis.Penisilin dan Aspirin juga bekerja dengan cara yang sama. Senyawa obat ini terikat pada tapak aktif, dan enzim kemudian mengubah inhibitor menjadi bentuk aktif yang bereaksi secara ireversibel dengan satu atau lebih residu asam amino. Kegunaan inhibitor Oleh karena inhibitor menghambat fungsi enzim, inhibitor sering digunakan sebagai obat. Contohnya adalah inhibitor yang digunakan sebagai obat aspirin. Aspirin menginhibisi enzim COX-1 dan COX-2 yang memproduksi pembawa pesan peradangan prostaglandin, sehingga ia dapat menekan peradangan dan rasa sakit. Namun, banyak pula inhibitor enzim lainnya yang beracun. Sebagai contohnya, sianida yang merupakan inhibitor enzim ireversibel, akan bergabung dengan tembaga dan besi pada tapak aktif enzim sitokrom c oksidase dan memblok pernafasan sel. III. Alat dan Bahan: 1. Centrifuge dan tabung centrifuge 2. Mortar dan alu 3. Tabung reaksi 4. Rak tabung reaksi 5. Pipet tetes 6. Kertas pH

7. Kertas saring 8. Corong kecil 9. Lampu spiritus 10. Tissue 11. Kecambah kacang hijau 12. Larutan amilum 1% 13. Larutan benedict 14. Larutan lugol 15. Larutan HCl encer (10%) 16. Larutan NaOH 1% 17. Larutan glukosa 18. Aquades IV. Langkah kerja: 1. Diambil segenggam kecambah kacang hijau, dimasukkan ke dalam mortar, kemudian digerus, dan ditambahkan aquades 30 ml sambil digerus. 2.

Disaring cairan yang didapat dari no. 1, dimasukkan ke dalam tabung centrifuge, dan diputar selama 15 menit dengan kecepatan sedang. 3. Dituangkan cairan supernatan (beningan) yang diperoleh ke dalam tabung reaksi. 4. Disiapkan 11 tabung reaksi dan beri label X, A, B, C, D, E. 5. Diisi tabung X dengan larutan glukosa sebanyak 2,5 ml dan tabung A dengan larutan amilum 1% sebanyak 2,5 ml simpan pada rak tabung reaksi sebagai kontrol. 6. Kemudian pada tabung B sampai E diisi masing-masing 2 ml ekstrak kecambah yang di dapat dari no. 3, lalu: a. Tabung B dipanaskan sampai mendidih, lalu dinginkan kemudian ditambahkan 2,5 ml larutan amilum. Simpan di rak tabung reaksi. b. Tabung C ditambah 1,5 ml larutan HCl, catat pH nya. Kemudian ditambah 2,5 ml larutan amilum, kocok dan disimpan di rak. c. Tabung D ditambah 1,5 ml larutan NaOH, catat pH nya. Kemudian ditambah 2,5 ml larutan amilum, kocok dan disimpan di rak. d. Tabung E disimpan pada suhu 36 o C. Stelah 10 menit ditambahkan 2,5 ml larutan amilum, kocok dengan pengaduk lalu disimpan pada rak. 7. Setelah tabung A sampai dengan E disimpan selama 15 menit, dipindahkan masing-masing isi tabung reaksi yang baru: a. Tabung ke-1: diuji dengan 5 tetesan lugol. Amati perubahan apa yang terjadi? b.

Tabung ke-2: diuji dengan 5 tetesan benedict. Dipanaskan dengan hati-hati, amati perubahan apa yang terjadi? 8. Amati dan catat semua perubahan yang terjadi selama percobaan. 9. Diskusikan hasil pengamatanmu.

V. Hasil Pengamatan Ditetesi Lugol Nama Tabung Perubahan warna yang terjadi A1 Biru tua B1 Kuning C1 Kuning bening D1 Biru E1 Kuning bening Ditetesi benedict Nama tabung Perubahan warna yang terjadi X Orange A2 Kuning Bening B2 Kuning kehijau-hijauan C2 Biru kekuning-kuningan D2 Biru Pekat E2 Kuning

VI. Pembahasan Ditetesi lugol

Pada gambar diatas yang ditetesi dengan lugol.Pada tabung A1 (amilum + lugol), dapat juga dilihat perubahan warna menjadi berwarna biru tua,dan digunakan sebagai variabel kontrol . Hal ini menunjukkan bahwa tabung tersebut hanya mengandung amilum. Pada tabung B1 (ekstrak yang dipanaskan + lugol), seharusnya menunjukkan warna biru sebab masih mengandung amilum walaupun kandungan amilumnya berkurang karena dipanaskan akibat adanya pengaruh suhu terhadap kerja enzim. Tetapi, pada saat praktikum tabung B1 menunjukkan warna kuning bening hal ini mungkin dikarenakan lugol terlalu lama bereaksi terhadap amilum atau mungkin kesalahan praktikan memasukkan larutan dengan pipet tetes yang sama. Pada tabung C1(ekstrak + HCl + amilum + lugol) seharusnya menunjukkan warna biru masih terdapat amilum meskipun telah berkurang atau lebih sedikit,Hal ini dikarenakan adanya pengaruh pH HCl yang terlalu asam, yaitu 1 yang menyebabkan denaturasi enzim sehingga enzim tidak dapat mengubah amilum menjadi glukosa,tapi pada kenyataan nya praktikum yang kami lakukan pada tabung C1 berwarna kuning bening karena kesalahan dalam menggunakan alat maupun bahan. Tabung D1 (ekstrak + NaOH + amilum) terlihat perubahan warna biru , sebab masih terdapatnya amilum meskipun jumlah amilumnya sedikit karena adanya pengaruh akibat pH yang terlalu basa, yaitu 13.Pada tabung E1 (ekstrak yang disimpan pada suhu 36 o C), berubah menjadi warna kuning,hal ini dikarenakan sebagian enzim masih bekerja untuk mengubah amilum menjadi glukosa,Hanya saja di tabung E1 terdapat sedikit sekali amilum dibandingkan dengan tabung kontrol. Jadi, warna biru muda yang berubah menjadi warna mendekati merah bata atau kuning akibat adanya aktivitas enzim.

Anda mungkin juga menyukai