Anda di halaman 1dari 4

Nama : Khabib Marzuki Prodi : Manajemen I Sore

Kasus-Kasus Pelanggaran Berat HAM Trisakti, Semanggi I dan II


Beberapa kasus pelanggaran berat HAM seperti peristiwa G30S, Tanjung Priok, Warsidi Lampung sampai Kasus Semanggi I dan II kemungkinan bakal digarap KKR. Mungkinkah menuai sukses? Tragedi Trisakti tanggal 12 Mei 1998 menjadi pemicu kerusuhan sosial yang mencapai klimaksnya pada 14 Mei 1998. Tragedi dipicu oleh menyalaknya senapan aparat yang menewaskan empat mahasiswa Trisakti. Kerusuhan, menurut laporan Relawan Kemanusiaan, tidak berlangsung begitu saja. Fakta yang aneh, menurut mereka, setelah terjadi aksi kerusuhan yang sporadis, aparat tampak menghilang, sementara sebagian kecil saja hanya memandangi aksi penjarahan yang berlangsung didepan mereka. Masih menurut laporan Relawan, kerusuhan itu tampak direkayasa. Aksi itu dipimpin oleh sekelompok provokator terlatih yang memahami benar aksi gerilya kota. Secara sporadis mereka mengumpulkan dan menghasut massa dengan orasi-orasi. Ketika massa mulai terbakar mereka meninggalkan kerumunan massa dengan truk dan bergerak ke tempat lain untuk melakukan hal yang sama. Dari lokasi yang baru, kemudian mereka kembali ke lokasi semula dengan ikut membakar, merampon mal-mal. Sebagian warga yang masih dalam gedung pun ikut terbakar. Data dari Tim Relawan menyebutkan sekurangnya 1190 orang tewas terbakar dan 27 lainnya tewas oleh senjata. Tragedi Trisakti kemudian disusul oleh tragedi semanggi I pada 13 November 1998. Dalam tragedi itu, unjuk rasa mahasiswa yang dituding mau menggagalkan SI MPR harus berhadapan dengan kelompok Pam Swakarsa yang mendapat sokongan dari petinggi militer. Pam Swakarsa terdiri dari tiga kelompok, dari latar belakang yang berbeda. Pembentukan Pam Swakarsa belekangan mendapat respon negatif dari masyarakat. Mereka kemudian mendukung aksi mahasiswa, yang sempat bentrok dengan Pam Swakarsa. Dalam tragedi Semanggi I yang menewaskan lima mahasiswa, salah satunya Wawan seorang anggota Tim Relawan untuk Kemanusiaan ini, tampak tentara begitu agresif memburu dan menembaki mahasiswa.

Militer dan polisi begitu agresif menyerang mahasiswa, seperti ditayangkan oleh sebuah video dalam Rapat Dengar Pendapat Umum di DPR Selasa 6 Maret 2001. Rekaman itu memperlihatkan bagaimana polisi dan tentara yang berada di garis depan berhadapan dengan aksi massa mahasiswa yang tenang. Pasukan AD yang didukung alat berat militer ini melakukan penembakan bebas ke arah mahasiswa. Para tentara terus mengambil posisi perang, merangsek, tiarap di sela-sela pohon sambil terus menembaki mahasiswa yang berada di dalam kampus. Sementara masyarakat melaporkan saat itu dari atap gedung BRI satu dan dua terlihat bola api kecil-kecil meluncur yang diyakini sejumlah saksi sebagai sniper. Serbuan tembakan hampir berlangsung selama dua jam. Satu tahun setelah itu, tragedi Semanggi II terjadi. Dalam kasus ini 10 orang tewas termasuk Yun Hap, 22, mahasiswa Fakultas Teknik UI, ikut tewas. Insiden ini terjadi di tengah demonstrasi penolakan mahasiswa terhadap disahkannya RUU Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Kasus ini, menurut Hermawan Sulistyo dari Tim Pencari Fakta Independen menyebut seperti sudah diperkirakan sebelumnya oleh aparat. Dia menurutkan begini; ''Yun Hap ditembak pukul 20:40 oleh konvoi aparat keamanan yang menggunakan sekurangnya enam truk militer yang mendekat dari arah Dukuh Atas. Konvoi menggunakan jalan jalur cepat sebelah kanan alias melawan arus. Paling depan tampak mobil pembuka jalan menyalakan lampu sirine tanpa suara. Sejak masuk area jembatan penyeberangan di depan bank Danamon, truk pertama konvoi mulai menembak. Sejumlah saksi mata melihat berondongan peluru dari atas truk pertama, menyusul tembakan dari truk-truk berikutnya.'' Berdasarkan fakta di lapangan TPFI menegaskan tidak mungkin ada kendaraan lain selain kendaraan aparat. Sebab, jalur cepat yang dilalui truk-truk itu masih ditutup untuk umum. Lagi pula truk-truk itu bergerak melawan arus, jadi tidak mungkin ada mobil lain yang mengikuti. Kini akibat peritiwa itu, sejumlah petinggi TNI Polri sedang diburu hukum. Mereka adalah Jenderal Wiranto (Pangab), Mayjen Sjafrie Sjamsoeddin (mantan Pangdam Jaya), Irjen (Pol) Hamami Nata (mantan kapolda Metro Jaya), Letjen Djaja Suparman (mantan Pangdan jaya) dan Noegroho Djajoesman (mantan Kapolda Metro Jaya).

Pemantauan Peristiwa Kekerasan Oleh Polisi Terhadap Mahasiswa Universitas Nasional

Harga minyak dunia yang terus melonjak membuat Pemerintah akhirnya mengambil kebijakan untuk menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pengumuman kenaikan harga BBM direncanakan pada Jumat, 23 Mei 2008. Merespon rencana tersebut, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) memberlakukan status Siaga 1 untuk mengantisipasi berbagai reaksi yang mungkin timbul dari masyarakat. Atas dasar kebijakan itu, seluruh jajaran kepolisian termasuk Polda Metro Jaya melakukan apel siaga untuk mengantisipasi gejolak yang mungkin timbul dalam masyarakat. Sesaat setelah pengumuman kenaikan harga BBM yang disiarkan oleh media elektronik pada Jumat, 23 Mei 2008 pukul 21.00 WIB muncul berbagai demonstrasi di sejumlah tempat di Jakarta. Salah satunya di depan kampus Universitas Nasional (Unas). Mahasiswa membuat happening art, berorasi, membakar ban dan memblokir jalan. Sebagai tindakan pengamanan terhadap aksi mahasiswa tersebut, sejumlah polisi didatangkan untuk mengamankan sekitar wilayah Kampus Unas. Aksi mahasiswa tersebut, berjalan sepanjang malam hingga pagi dengan diwarnai sejumlah bentrokan. Pada Sabtu, 24 Mei 2008, pukul 05.00 WIB, anggota kepolisian memaksa masuk ke kampus Unas. Mereka bukan hanya menangkap mahasiswa yang ada di dalam kampus, tapi juga diduga melakukan pengrusakan dan penyiksaan. Beberapa di antara para pelaku adalah un-uniform officer. Mahasiswa kemudian dibawa dan ditahan di Polres Jakarta Selatan. Polisi menyatakan pihaknya menemukan sejumlah gulungan ganja kering dan puluhan botol minuman keras pada saat penangkapan. Selain itu ditemukan pula 2 (dua) buah granat nanas oleh pihak kampus pada sekitar pukul 14.00 WIB.

Penyelidikan dilakukan setelah peristiwa terjadi yaitu pada tanggal 24 Mei 2008, setelah Komnas HAM menerima laporan resmi dari mahasiswa Unas dan pihak keluarga mahasiswa. Komnas HAM membentuk Tim Pemantauan Kekerasan Kepolisian terhadap Mahasiswa Universitas Nasional. Dasar hukum dilakukannya penyelidikan selain UU 39 tahun 199 tentang Hak Asasi Manusia dan peraturan terkait lainnya, juga mempertimbangkan bahwa sebagai salah satu Negara Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, sebagaimana negara-negara anggota lainnya, Indonesia khususnya Polri mempunyai kewajiban untuk mengadopsi saran-saran PBB mengenai pelaksanaan tugas-tugas kepolisian di dunia khususnya yang berkaitan dengan prinsip-prinsip Dasar Hak Asasi Manusia bagi penegak hukum. Dari hasil penyelidikan, tidak hanya penangkapan dan penahanan terhadap mahasiswa/i oleh aparat kepolisian, tetapi kerugian materi pun harus ditanggung oleh warga kampus Unas. Mulai dari hancurnya beberapa motor, mobil, kaca-kaca berserakan, bahkan ruang koperasi pun ikut menjadi sasaran penyerbuan dan hancur. Sebulan pasca bentrokan antara polisi dengan mahasiswa di kampus UNAS, tepatnya pada 20 Juni 2008, Maftuh Fauzi (alm) alias Sader, 27 tahun, salah seorang mahasiswa yang mengalami tindak kekerasan dan ditahan oleh pihak kepolisian meninggal dunia. Sebelumnya, Maftuh Fauzi bersama 30 orang rekan lainnya ditahan oleh pihak kepolisian karena diduga melakukan penyerangan dan mengganggu ketertiban umum. Mereka dibebaskan pada tanggal 2 Juni 2008. Diduga ada pihak-pihak yang ingin memancing di air keruh dalam peristiwa Unas, hal ini bisa dilihat dari ditemukannya dua buah granat nanas di dekat mesjid di lingkungan kampus pada

siang hari justru sekitar 8 jam setelah mahasiswa dibawa ke Polres Jakarta Selatan. Tim juga menerima 15 buah peluru karet yang ditemukan oleh mahasiswa di ruang sekretariat Senat Teknik UNAS. Klarifikasi Tim atas penemuan 2 buah granat dan 15 buah peluru karet kepada jajaran Polda Metropolitan Jakarta Raya diperoleh kesimpulan bahwa granat tersebut bukan jenis standar yang digunakan oleh aparat kepolisian. Setelah Tim bekerja satu bulan lebih untuk mengumpulkan bukti, petunjuk, melakukan wawancara, meminta keterangan kepada pihak-pihak yang mengetahui dan berwenang, dan meminta keterangan kepada saksi-saksi, maka tim telah menyusun rekomendasi sebagai mana tertuang dalam laporan ini masing-masing kepada Presiden RI, Kapolri, Kompolnas, dan Komnas HAM sendiri.

Sumber : http://elsam.minihub.org/kkr/Trisakti.html http://www.komnasham.go.id/portal/id/content/pemantauan-peristiwa-kekerasan-oleh-polisiterhadap-mahasiswa-universitas-nasional

Anda mungkin juga menyukai