Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Dahulu kala Indonesia di kenal dengan sebutan Nusantara (pada masa kerajaan). Namun dengan dengan diakuinya Negara Indonesia di mata dunia maka sebutan Nusantara tidak di pergunakan. Indonesia merupakan daerah yang terdiri dari banyak suku bangsa. Suku-suku di Indonesia menempati suatu daerah wilayah tertentu. Dari setiap daerah tersebut mempunyai adat istiadat serta budaya yang berbeda-beda dan mempunyai ciri khas masing-masing.

Adat- istiadat tersebut tertanam dalam social masyarakat, serta kebiasaan-kebiasaan dan kepercayaan-kepercayaan. Berangkat dari sanalah adat istiadat tersebut menyentuh dunia arsitektur yang kemudian menjadi suatu budaya yang patut di pelajari untuk di jadikan pedoman maupu pembelajaran yang baik akan seberapa dalam arsitektur yang tertanam dalam budaya suatu suku, yang kemudian dapat di kaji dan diolah mengenai pengetahuan di bidang arsitektur tersebut.

Suku Sunda adalah bagian dari suku bangsa yang mediami suatu wilayah di Indonesia. Suku ini telah ada saat zaman kerajaan terbentuk, sehingga mempunyai nilai historis yang kuat. Di lain sisi suku ini telah memiliki sisi arsitektur yang terkandung dalam bangunan-bangunan yang digunakan sebagai rumah tinggal. Arsitektur sunda terkenal di sebagian wilayah di luar sunda. Karena bagian atap dalam arsitektur sunda menjadi daya tarik utama.

Pengkajian dan pembelajaran tentang arsitektur sunda akan menjadi pembahasan utama dalam makalah ini yang aspek-aspeknya akan meliputi sejarah, budaya serta arsitektur yang tertanam pada pola kehidupan masyarakat sunda.
1

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 1.2.3 1.2.3 1.2.4 1.2.5

Bagaimana sejarah dan system social masyarakat sunda ? Dimana lokasi masyarakat Sunda ? Bagaimana orientasi Arsitektur Sunda ? Bagaimana Arsitektur Tradisional Sunda ? Bagaimana pola Arsitektur Sunda terhadap lingkungan di sekitarnya ?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1
1.3.2 1.3.3 1.3.4

Mengetahui sejarah dan Sistem sosial masyarakat Sunda Mengetahui Lokasi masyarakat Sunda Mengetahui orientasi arsitektur Sunda Mengerti dan memahami Arsitektur Tradisional Sunda Mengerti pola arsitektur Sunda terhadap lingkungan di sekitarnya

1.3.5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah dan Sistem Sosial Masyarakat Sunda.

2.1.1 Sejarah Suku sunda baru muncul di abad ke 8,. Suku sunda adalah kelanjutan dari kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaannya berada disekitar Bogor, sekarang. Sejarah Sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk kekuasaan kompeni Belanda
3

sejak (1610) dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan Mataram (sejak 1625). Menurut RW. Van Bemelan pada tahun 1949, Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai Sahul. Suku Sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indeonesia. Yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat. Daerah yang juga sering disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.

Karajaan Sunda padjajaran mencapai puncak kejayaanya ketika di pimpin oleh Prabu Siliwangi. Menurut Kidung Sunda kerajaan majapahit yang saat itu di pimpin oleh perdana menteri yang sangat terkenal bernama Gadja Mada, mengadakan upacara pernikahan untuk rajanya yang bernama Hayam Wuruk dengan putri dari kerajaan sunda padjajaran. Ketika pernikahan di langsungkan, pada saat upacara terjadi ternyata putrid dari kerajaan Sunda Padjajaran hanya menjadi seorang selir. Sehingga timbulah konflik antara ke dua kerajaan. Perang bubat antara kedua kerajaan terjadi. Seiring perkembangan jatuhnya kerajaan padjajaran di karenakan serangan dari Banten, Demak dan Cirebon.

Arsitektur di masa itu tidak menjadi suatu hal yang terlalu penting bagi masyarakat sunda, karena kehidupan yang nomaden menyebabkan kebutuhan akan tempat tinggal hanya menjadi suatu tempat untuk berlindung. Sehingga tidak ada ragam hias yang tertanam dalam bangunanbangunan dalam masyarakat sunda.

2.1.2 Sistem Sosial Masyarakat Sunda.

Masyarakat sunda memiliki system sosial yang masih memandang hal-hal yang kasat mata maupun tidak kasat mata, selain itu banyak pandanga-pandangan warisan leluhur yang masih di pegang teguh dalam kehidupan bermasyarakat. Berikut akan di bahas secara lebih dalam.

1 . System kepercayaan. Kepercayaan suku meskipun tidak mungkin untuk mengetahui secara pasti seperti apa kepercayaan tersebut, tetapi petunjuk yang terbaik ditemukan dalam puisi-puisi epik kuno (Wawacan) dan di antara suku Badui yang terpencil. Suku Badui menyebut agama mereka sebagai Sunda Wiwitan [orang Sunda yang paling mula-mula. agama suku Badui bersifat animistik. Mereka percaya bahwa roh-roh yang menghuni batu-batu, pepohonan, sungai dan objek tidak bernyawa lainnya. Roh-roh tersebut melakukan hal-hal yang baik maupun jahat, tergantung pada ketaatan seseorang kepada sistem tabu tersebut. Ribuan kepercayaan tabu digunakan dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari. Namun sekarang ini kepercayaan masyarakat sunda pada umumnya beragama Islam. 2. Bahasa Bahasa yang di pakai oleh masyarakat sunda adalah bahasa sunda. Dalam bahasa sunda di kenal tingkatan bahasa yang di pergunakan untuk membedakan usia dan perbedaan status sosial. Adapun tingkatan bahasa tersebut adalah : 1. Bahasa Sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orang tua, orang yang dituakan atau disegani. 2. Bahasa Sunda sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun status sosialnya. 3. Bahasa Sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada orang yang status sosialnya lebih rendah. 3. Organisasi Sosial Sistem kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis keturunan kedua belh phak orang tua. Pada saat menikah, orang Sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal tidak melanggar ketentuan agama. Setelah menikah, pengantin baru bisa tinggal ditempat kediaman istri atau suami, tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal ditempat baru atau neolokal. Dilihat dari sudut ego, orang Sunda mengenal istilh tujuh generasi keatas dan tujuh generasi ke bawah,
5

4. Sistem Ekonomi Secara umum terdapat tiga sumber mata pencaharian yang dilakukan oleh masyarakata sunda. Mata pencaharian pokok tersebut adalah : 1. Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet, dan kina. 2. Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran. 3. Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau. Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.

2.2 Lokasi Masyarakat Sunda

Lokasi masyarakat sunda umumnya 74% tinggal di daerah Jawa Barat. Dimana letak dari wilayah ini berada di barat pulau Jawa. Wilayahnya berbatasan dengan laut Jawa di utara, Jawa tengah di timur, samudra Hindia di selatan serta Banten dan DKI Jakarta di bagian barat. Wilayah ini terbagi menjadi beberapa daerah. Diantaranya adalah Bandung sebagai Ibu kota dari Jawa barat, serta daerah bogor yang memiliki nilai historis yang penting bagi masyarakat sunda. Karena di tempat inilah pusat kota berada saat zaman kerajaan sunda padjajaran saat mencapai puncak kejayaannya.

Daerah Jawa Barat ini umumnya di kelilingi oleh pegunungan dan perbukitan, meskipun begitu ada juga dataran rendah yang menjadi daerah pemukiman dari masyarakat sunda. Di beberapa daerha memiliki gunung berapi yang termasuk dalam kategori aktif, Iklim yang ada di daerah ini adalah iklim tropis dengan rata-rata suhu mencapai oc di Puncak Gunung Pangrango dan 34 oc di daerah dataran rendah. Curah hujan rata-rata pertahun mencapai 2.000 mm per tahun
6

sedangkan di daerah pegunungan mencapai 3.000 sampai dengan 5.000 mm per tahun, sehingga mempunyai kelembapan yang tinggi.

Koordinat Ibu kota Gubernur Luas Penduduk Kepadatan Kabupaten Kota Kecamatan Kelurahan/Desa Suku Agama Bahasa Zona waktu

8 0' - 5 40' LS 106 0' - 109 0' BT Bandung H. Ahmad Heryawan 34.816,96 km [1] 39.140.812 (2004) [1] 1.124,19 /km (2004) 17 9 558 5.778 Sunda (74%), Jawa (11%), Betawi(5%), Cirebon (5%)[2] Islam (93,87%), Protestan (4,34%),Katolik (1,11%), Buddha (0,46%),Hindu (0,22%)[3] Bahasa Sunda, Bahasa Jawa,Bahasa Betawi WIB

Lokasi Jawa Barat

Tanah di daerah Jawa Barat sangat subur. Bertani merupakan salah satu pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat sunda untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Oleh karena itu daerah

ini menjadi salah satu lumbung padi nasional. Karena daerah ini menyumbangkan 15% dari hasil total pertanian di seluruh Indonesia.

Lokasi dari arsitektur sunda yang masih lestari sampai saat ini tedapat di suatu daerah yang bernama Kampung Naga, terletak di Desa Neglasari Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Lokasi
kampong naga berdiri di daerah lembah subur seluas 10,5 hektar, membujur dari Barat ke Timur. Terbagi menjadi hutan, sungai, daerah persawahan. Dan daerah perkampungan. Setiap daerah memiliki daerahdaerah yang tidak boleh dilanggar. Seperti membangun rumah di daerah persawahan maupun sebaliknya.

Lokasi Kampung Naga

Wilayah Kampung Naga

2.3 Orientasi Arsitektur Sunda

Konsep pemukiman wilayah masyarakat Sunda berbentuk kampung yang dipengaruhi oleh konsep patempatan. Patempatan adalah konsep (norma) tentang tempat, sedangkan kampung terikat dengan batas wilayah penduduk adat istiadat (komunitas). Di pedesaan, pola perkampungan masyarakat Sunda dipengaruhi oleh mata pencaharian yang dimana kampung pasti selalu berada dekat dengan tempat mereka bekerja. Dalam pembentukannya, kampung selalu diawali oleh satu keluarga yang terdiri satu sampai tiga rumah yang disebut umbulan, lalu kumpulan dari beberapa umbulan akan membentuk suatu babakan yan (umumnya terdiri dari lima sampai enam rumah).
8

Kesatuan pemukiman tersebut disebut kampung, yang terdiri dari puluhan rumah,tempat ibadah, ruang terbuka,lumbung padi, kandang ternak, kebun, sawah, serta sarana bangunan fisik lainnya yang berhubungan dengan keperluan kampung. Bila dilihat secara teliti, konsep nama pada kampung-kampung dalam masyarakat Sunda,bahwa konsep tersebut berdasarkan pada fenomena seperti ukuran kampung, letak kampung menurut arah mata angin, tinggi rendah kontur yang terdapat, waktu pembentukan kampung, kedekatan dengan daerah aliran sungai atau gunung yang ada di daerah sekitarnya.

Orientasi arsitektur sunda secara umum lebih kepada bentuk dari perkampungan dalam masyarakat Sunda. Pola perkampungan secara umum terletak rapi. Hal ini di karenakan kepercayaan masyarakat sunda yang mengatakan bahwa rumah tidak boleh menghadap ke bumi ( rumah ) adat. Dengan demikian orientasi dari rumah sunda menghadap ke Timur dan Barat.

Denah Orientasi Rumah Sunda

Orientasi Pemukiman Rumah Sunda

2.4 Arsitektur Tradisional Sunda

Secara umum konsep dari arsitektur traditional masyarakat sunda adalah menyatu dengan alam. Karena alam di anggap mempunyai potensi serta kekuatan yang seharusnya di manfaatkan dengan tepat kegunaannya dalam kehidupan sehari hari. Kesatuan antara alam dengan bangunan merupakan dasar konsep yang selalu di pegang penuh dalam arsitektur masyarakat sunda. Kepercayaan-kepercayaan juga mempengaruhi bentuk dari arsitektur rumah sunda.

2.4.1 Bentuk-Bentuk Rumah Tradisional Sunda

Bentuk dasar dari rumah tradisional rumah sunda secara umum sama dengan rumah traditional lainnya, yaitu rumah panggung. Bentuk rumah panggung itu sendiri mempunyai fungsi untuk menghindari masalah- masalah lingkungan yang ada di sekitarnya serta beberapa maksud lain yang diterapkan pada rumah panggung tersebut.

10

Arsitektur Sunda terkenal di beberapa daerah di luar wilayah Sunda. Hal ini karena penggunaan atap rumah sunda yang memiliki berbagai macam variasi. Variasi-variasi ini memberikan sosok arsitektur yang unik serta memiliki berbagai macam fungsi. Atap ini di sebut dengan Suhunan dalam masyarakat sunda Adapun bentuk bentuk dari arsitektur rumah Sunda adalah sebagai berikut :

1. Jolopong Rumah jolopong adalah rumah dengan atap pelana yang lurus memanjang sering di sebut juga dengan suhunan panjang atau gagajahan. Biasanya menggunakan gelodog (teras)

Perspektif Jolopong 2. Parahu Kumureb Sebutan untuk rumah dengan atap perisai. Di sebut Parahu Kumureb oleh masyarakat Sunda, itu karena rumah tersebut atapnya mirip dengan perahu terbalik yang dalam bahasa sundanya adalah Parahu Kumureb.

11

Perspektif Parahu Kumureb

Rumah Dengan atap Parahu Kumureb

3. Julang Ngapak Bangunan ini terbentuk dengan atap yang memiliki kemiringan berbeda di sudut tertentu. Di pakai untuk bentangan ruang yang lebih lebar pada suatu bangunan. Di sebut dengan Julang Ngapak karena terlihat seperti burung yang sedang terbang dan membentangkan sayapnya.

Perspektif Julang Ngapak

Sketsa Julang Ngapak

12

Rumah dengan atap julang ngapak 4. Badak Heauy Atap dengan ketinggian yang berbeda di salah satu sisi. Atap pada bangunan ini terlihat seperti badak yang sedang membuka mulutnya oleh karena itu di sebut dengan Badak Heauy. Pada ruang dalamya terlihat lebih kecil dan lebih sempit di bandingkan dengan 3 bangunan lain yang menggunakan atap Jolopong, Parahu Kumureb, Julang Ngapak.

Perspektif Badak Heuay

Sketsa Badak Heuay

5. Tagog Anjing Ciri khas dari bangunan ini adalah atapnya terlihat seperti seekor anjing yang sedang duduk. Bangunan dengan ruang dalam yang terbentuk sangat terbatas karena
13

dimensi dari bangunan ini termasuk yang paling kecil dari bangunan adat tradisional sunda lainnya.

Perspektif Tagog Anjing

Sketsa Tagog Anjing

Rumah dengan Atap Togog anjing

6. Capit Gunting Capit gunting adalah bangunan yang bagian atap ujung atas depan dan ujung atas belakangnya menggunakan bambu atau kayu dan saling menyilang menyerupai seperti gunting. Disebut seperti itu mungkin karena bentuknya di asosiasikan menyerupai gunting atau capit udang galah yang besar ( Suganda,2006 )

14

Sketsa Capit Gunting 7. Buka Palayu Buka Palayu berarti menghadap ke bagian panjangnya, yang menunjukkan letak pintu muka dari rumah tersebut menghadap ke arah salah satu sisi dari bidang atapnya (gambar 6). Sehingga jika dilihat dari muka rumah, tampak dengan jelas keselurhan garis susunan yang melintang dari kiri ke kanan. Rumah ini dilengkapi dengan teras panjang didepannya.

Gambar 6: Buka Palayu

8. Buka Pongpok Buka Pongpok berarti menghadap ke bagian pendeknya. Rumah Buka Pongpok adalah rumah yang memiliki pintu masuk pada arah yang sejajar dengan salah satu ujung dari batang suhunan.
15

Gambar 7: Buka Pongpok Bentuk atap yang paling dominan digunakan pada rumah Sunda di Jawa Barat adalah bentuk suhunan Julang Ngapak. Di daerah Baduy bentuk ini disebut Sulah Nyanda, sedangkan di daerah Priangan ada pula yang menyebutnya Jangga Wiranga. Namun saat ini kita juga mengenal berbagai bentuk atap yang lain sebagai akibat pengaruh kebudayaan lain seperti kebudayaan Jawa (Mataram), dalam bentuk rumah ngupuk dengan bentuk atap Jogo Anjing, Jure, dan Limasan dengan bebagai variasinya sesuai dengan lingkungan alam Jawa Barat.

2.4.2 Pola Ruang Pada Rumah Tradisional Sunda

Pembagian ruang pada rumah sunda tidak hanya melihat dari segi fungsi saja, baik untuk melindungi dari dari matahari maupun melindungi diri dari dinginnya malam. Namun pembagian ini juga merupakan bagian dalam pandangan kosmologi sebagaimana tercermin dalam pola serta bentuk dari rumah Sunda yang ada.

Contohnya dalam masyarakat sunda di Kampung Naga, terletak di Desa Neglasari Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Masyarakat di desa tersebut membagi ruang berdasarkan kategori ritual yang memandang jenis kelamin serta peranannya dala keluarga. Dilihat dari hal tersebut kemudian di bagi menjadi, ruang untuk pria berada di depan sedangkan ruang untuk wanita yang mengatur keluarga berada di belakang dan di ruangan
16

lain yang di sebut dengan dapur. Berikut adalah gambaran mengenai ruang pada rumah Sunda :

Denah Rumah Sunda Jolopong

Perspektif Rumah Sunda Jolopong Bagian dalam rumah membentuk suatu ruang yang terbuka sehingga memungkinkan dapat langsung mengalir ke bagian belakang rumah. Untuk lebih jelasnya berikut adalah beberapa bagian-bagian dalam ruangan pada rumah sunda : 1. Golodog ( Tangga ) Golodog terletak Pada bagian depan rumah sebelum masuk ke ruang tamu. Golodog terbuat dari pelupuh (bambu yang di belah dua), namun ada juga yang terbuat dari papan. Golodog biasanya terdiri dari satu atau dua tahapan dengan ketinggian masing-masing 30-40
17

cm dan panjang 1 m. Adapun fungsi lain daripada gelodog adalah sebagai tempat untuk duduk-duduk bersantai menikmati angin. Selain itu juga dapat digunakan untuk aktivitas kerja seperti menganyam. Gelodog selalu di tutupi oleh tritisan atap

Gelodog

Tempat Santai Gelodog

Menganyam

2. Tengah Imah ( Ruang Tengah ) Tengah Imah terletak di bagian tengah dari bangunan tersebut. Sebagai ruang tengah, tengah imah berfungsi sebagai tempat untuk berkumpulnya keluarga. Namun jika kekurangan tempat untuk tidur maka ruang tengah imah dapat menjadi ruang tidur bagi para tamu ataupun sanak saudara yang menginap. Meskipun tidak ada pembatas yang memberikan privasi pada ruang tersebut. 3. Pangkeng ( Ruang Tidur ) Yang dimaksud dengan Pangkeng adalah ruang tidur. Yang terdapat di dalamnya hanyalah tempat tidur. Biasanya pangkeng di gunakan untuk mereka yang bersuami istri. Namun jika luas rumah yang ada memungkinkan maka terdapat dua pangkeng. 4. Dapur dan Goah Dapur dan goah merupakan wilayah kekuasaan kaum perempuan dimana sebagian perempuan tersebut menghabiskan waktunya untuk memasak serta menyiapkan hidangan. Goah adalah lumbung yang di gunakan untuk menyimpan kebutuhan pangan. Dapur dan goah letaknya bersebelahan untuk meringankan beban saat beraktivitas.

18

5. Kolong Imah ( kolong Rumah ) Kolong imah artinya adalah kolong rumah. Ketinggian dari kolong imah 60 cm. Umumnya di gunakan untuk tempat menyimpan peralatan bertani ataupun peralatan lainnya. Kolong imah jugadapat digunakan untuk binatang peliharaan seperti itik dan ayam. Dalam segi arsitektur kolong imah juga di maksudkan untuk kesehatan, dengan tujuan menghindari kelembapan tanah yang dapat mengganggu kesehatan.

2.4.3 Struktur, Serta Elemen Pembentuk Konsep daripada rumah sunda adalah melihat alam sebagai bagian dari kehidupan yang harus di hargai. Oleh karena itu seluruh pembangunan dari rumah sunda mengenai menggunakan bahan-bahan yang bersifat alam. Seperti kayu, bambu, ijuk, batu serta bahanbahan alami lainnya. Di samping itu konstruksi yang di buat untuk membangun masih menggunakan keahlian dari manusia. Adapun konstruksi serta elemen pembentuknya adalah sebagai berikut : 1.Pondasi Pondasi yang ada pada rumah Sunda adalah dengan system umpak, hal ini sama dengan rumah adat tradisional lainnya. Namun yang menjadi pembeda adalah kolom hanya diletakaan di atas sebuah batu datar yang terbentuk secara alami.

Kolom Umpak Yang Diletakkan di Batu

19

Kolom yang di Letakkan di Batu Pondasi ini terbuat dari batu berukuran 40 x 40 x 40 cm. dengan ketinggian dari tanah 50 cm. Dengan pondasi ini membuat adanya kolong yang berfungsi untuk mengalirkan angin dari bawah serta menghindari rayap.

Ketinggian Kolom dari Tanah 2.Lantai Konstruksi pada lantai menggunakan batu yang menopang bambu bulat dan kemudian di atasnya terdapat pelupuh yang agak lebar dan diletakkan berlawanan arah dari bambu penahan dan terakhir palupuh ( bambu yang telah di belah menjadi dua bagian ) yang di letakkan secara rapat.

20

Detail Struktur Lantai Samping

Detail Struktur Lantai Bawah

Lantai pada rumah sunda terbuat dari palupuh ( bambu yang telah di belah menjadi dua bagian ). Hal ini bertujuan untuk memberikan celah untuk dapat mengalirnya udara dari arah bawah sehingga menciptakan kesejukan di dalam rumah. Selain itu dengan penggunaan bamboo dapat mengurangi tingkat kelembapan pada lantai. Di beberapa daerah ada yang menggunakan kayu sebagai bahan dasar pembentuk lantai. Adapun kayu yang digunakan adalah kayu albasia/ sengon. Namun hal ini tidak mengurangi konsep dasar dari arsitektur traditional dari rumah sunda itu sendiri. Konstruksi untuk menghubungkan kayu dasar bangunan dengan cara membuat lubang pada kolom tersebut dan kemudian kayu yang satu di masukkan ke dalam lubang tersebut.

Lantai Dengan Kayu Albasia

21

Struktur Sambungan Kolom Kayu dan Lantai 3.Dinding Dinding terbuat dari anyaman bambu yang berbobot ringan. Anyaman bambu dapat meredam radiasi panas yang di akibatkan matahari. Selain itu celah pada bambu membuat udara dapat masuk untuk membantu sirkulasi dalam rumah. Pintu dan jendela terbuat dari sasag (anyaman kisi-kisi bambu) yang juga dapat di tembus oleh udara. Sasag ini mirip dengan kaca rayban, saat siang hari orang yang ada di dalam rumah dapat melihat ke luar, sedangkan di malam hari orang luar dapat melihat ke dalam bila ada penerangan.

Dinding dari Anyaman Bambu

Jendela dan Pintu dari Sasag

22

4.Atap Konstruksi dari atap di topang dari kolom yang mempunyai cagak untuk membantu menopang bambu. Plafon terbentuk dari bambu bulat yang di atasnya di letakkan pelupuh (bambu belah dua) dan diikat dengan tali yang terbuat dari bambu. Selain sebagai penghias langit-langit plafon juga berfungsi untuk tempat menyimpan barang-barang.

Konstruksi sambungan atap

Detail Plafon

Detail Plafon

Sedangkan bagian luar dari atap menggunakan bahan ijuk yang diikat dengan bambu dan di bawahnya di letakkan daun nipah. Penggunaan material ijuk ini karena ijuk dapat menyerap panas dengan baik sehingga panas tidak menembus ke bagian dalam ruangan. Selain itu Sesuai dengan pikukuh leluhurnya mereka tabu membangun rumah tembok dengan atap genting walaupun secara ekonomi memungkinkan (Suganda, 2006). Pada bagian samping atap terdapat tritisan 2 meter yang berfungsi untuk menutupi badan bangunan saat hujan juga melindungi bagian gelodog dari panas matahari.
23

Trtisan pada Gelodog

Atap dari Bahan Ijuk

Ujung atap antara bangunan yang satu dengan yang lainnya tidak boleh saling bersentuhan. Pada ujung atap di letakkan gelang-gelang. Kemudian gelanang-gelang tersebut di lilit dengan tambang ijuk. Gelang- gelang merupakan ikatan symbol kesatuan dalam kepercayaan masyarakat terhadap alam semesta berserta isinya dimana matahari bergerak dari barat ke timur.

Gelang-Gelang pada Atap Berikut adalah gambaran dari proses terbentuknya sebuah bangunan rumah sunda dari dasar sampai dengan atap yang secara umum di lakukan oleh penduduk masyarakat sunda. Dan juga bahan umum yang sering digunakan untuk bangunan traditional sunda

24

Lantai

Struktur DInding

Dinding dan Bukaan

Struktur Atap

Finsihing

Finishing

Kayu, ijuk, dan bamboo

2.4.4 Sistem pencahayaan, dan penghawaan Konsumsi energi Konsumsi energi pada bangunan tradisional adalah pemakaian energi untuk menunjang pencahayaan, penghawaan, kenyamanan dalam bangunan. Pada bangunan modern, pencahayaan, penghawaan, dan kenyamanan didalam bangunan memakai energi listrik, sedangkan untuk bangunan tradisional pada umumnya tidak ada jaringan listrik. a. Pencahayaan
25

Pencahayaan pada siang hari pada bangunan tradisional didapatkan dari sinar alami matahari yang masuk melalui jendela, pintu, bukaan-bukaan pada dinding, dan celah-celah yang ada pada dinding (dinding papan, dinding anyaman bambu, dan lain-lain). Bangunan tradisional Sunda tidak menuntut tingkat pencahayaan dalam ruang cukup besar ( 250 Lux dalam ruang untuk dapat dipakai untuk menulis dan membaca). b. Penghawaan Pada bangunan tradisional Sunda untuk mendapatkan aliran udara masuk melalui pembukaan jendela, pintu, lubang atau celah-celah dinding, dan juga udara yang masuk didalam ruangan merupakan udara yang tidak bersuhu tinggi (panas), karena sudah melewati lingkungan yang sejuk, rindang terlebih dahulu sebelum masuk ke Rumah. c. Kenyamanan termal Kenyamanan didalam ruangan sangat dipengaruhi oleh faktor iklim, seperti, kecepatan aliran udara, suhu ruang luar, kelembaban relatif dalam ruang, dan radiasi matahari. Pada bangunan tradisional Sunda, faktor iklim tersebut diatur sedemikian rupa, baik disengaja atau tidak oleh pembangunnya, sehingga dapat mencapai iklim yang baik, dengan tanpa memakai energi listrik seperti yang dimiliki bangunan modern.

26

Bangunan tradisional Kampung Pulo dan lingkungan sekitarnya

27

Potongan vertikal bangunan yang menunjukkan sirkulasi udara dan ventilasi melalui dinding, pintu, jendela, dan lantai panggung

Potongan Horizontal bangunan yang menunjukkan sirkulasi udara dan ventilasi melalui dinding, jendela, dan atap Dari analisis di atas dapat disimpulkan bahwa bangunan tradisional Kampung Pulo dalam mencapai tingkat kenyamanan hunian dalam bangunan dan dalam pemenuhan kebutuhan akan pencahayaan, penghawaan, dan sebagainya tidak menggunakan energi listrik, hanya pada malam hari saja menggunakan penerangan lampu.

2.5 Pola Arsitektur Sunda Terhadap Lingkungannya Arsitektur sunda menekankan kosep yang ramah dengan alam di sekitarnya. Hal ini berarti arsitektur dalam masyarakat sunda juga mempengaruhi bagaimana keadaan lingkungan di sekitarnya. Berikut adalah bentuk-bentuk perilaku yang di berikan masyarakatnya kepada lingkungan di sekitarnya dari segi arsitektur. Hal ini di amati dari salah satu arsitektur sunda yang masih di lestarikan oleh Kampung Naga. Berikut adalah bentuk-bentuk arsitektur tersebut : 2.5.1. Pola pemukiman

28

Kawasan pemukiman Kampung Naga dikelilingi sawah berteras-teras dan hutan tutupan. Sebagian lagi berupa kolam penampungan air yang sekaligus menjadi tempat memelihara ikan, pola perkampungan Kampung Naga mencerminkan pola lingkungan masyarakat Sunda yang umumnya terdapat di daerah-daerah perdesaan. Dalam pola tersebut terdapat tiga elemen penting yang saling mendukung pemenuhan kebutuhan sehari-hari, yakni rumah sebagai sebagai tempat tinggal, sumber air yang selalu tersedia dan kebun serta kolam tempat pemeliharaan ikan. Karena mengelompok dalam satu lokasi yang sudah ditetapkan, maka peruntukkan lahan dalam tata ruang kampung lebih dipertegas lagi berdasarkan prinsip-prinsip efisiensi dengan tidak mengabaikan keseimbangan lingkungannya.

Topografi Perkampungan Sunda Zona peruntukan lahan di Kampung Naga terbagi dalam tiga kategorisasi kawasan yaitu: 1. Kawasan suci, Adalah suatu kawasan yang tidak boleh dikunjungi sembarang orang. Kawasan itu harus selalu dijaga kelestarian dan kesuciannya dari pengaruh-pengaruh luar dan diawasi secara bersama. Secara konkrit kawasan yang dianggap suci tersebut merupakan mereka dimakamkan.
2. Kawasan bersih,

Adalah tempat permukiman masyarakat Kampung Naga. Selain menjadi tempat didirikannya rumah-rumah arsitektur tradisional Sunda. 3. Kawasan kotor
29

Adalah daerah yang permukaan tanahnya lebih rendah. Bangunan yang terdapat di kawasan kotor umumnya merupakan bangunan penunjang. Bentuknya sederhana dengan bahan-bahan berasal dari alam sekitar. Antara lain tempat pancuran yang biasa digunakan untuk mandi dan cuci serta keperluan sehari-hari lainnya, kandang ternak, saung lisung dan kolam (Suganda, 2006). 2.5.2 Sistem Pengelolaan air Air untuk kebutuhan berasal dari dua sumber yang dialirkan melalui buluh bambu. Air dari mata air digunakan untuk minum dan kebutuhan memasak. Sebagian air permukaan yang melewati sawah dilewatkan ke bak-bak penyaringan untuk dialirkan ke bak air wudhu dan jamban. Di jamban, air ini digunakan untuk keperluan mandi cuci dan kakus (MCK).

Sistem Pengelolaan Air

30

Bambu Pengalir Air Selain berfungsi sebagai kolam tempat pemeliharaan ikan, balong berfungsi sebagai tangki septik alami yang mengendapkan limbah manusia. Kegiatan mencuci, mandi, buang air besar dan kecil berlangsung di jamban. Air kotor dari jamban kemudian dialirkan ke balong yang berada tepat di bawahnya. Selain itu, air untuk mengisi balong juga berasal dari pembelokan air permukaan yang mengalir tanpa melalui proses penyaringan. (Adry Padma, dkk, 2001). Dengan diletakkannya jamban dan saung lisung di tepi balong, kotoran manusia dari jamban dan dedak sisa tumbukan padi dari saung lisung menjadi sumber makanan ikan-ikan di balong. Selanjutnya ikan dikonsumsi manusia dan seterusnya, sehingga dengan cara sederhana ini terbentuklah daur makanan yang tidak kalah dari teknologi masa kini. Dalam menjaga kelangsungan pemukiman, masyarakat berusaha memanfaatkan sumber daya alam tanpa merusaknya. Dengan memadukan pengetahuan dengan teknologi sederhana, serta dengan kepedulian terhadap sumber daya alam, masyarakat mengolah alam secara optimal untuk memenuhi berbagai kebutuhan vital mereka. Ini semua dilakukan agar keselarasan hidup manusia dengan lingkungan sekitarnya tetap terjamin. Kolam memiliki banyak fungsi karena selain merupakan tempat penampungan air buangan dari pancuran, sekaligus merupakan tempat memelihara ikan. Di salah satu sudut yang terletak di sisi kolam, berdiri bangunan saung lisung. Disebut demikian karena bangunannya hanya
31

merupakan gubuk tanpa dinding di mana di dalamnya terdapat dua buang lisung untuk menumbuk padi atau gabah. Lisung panjang digunakan untuk menumbuk padi dalam bentuk malai agar menjadi gabah pecah kulit. Setelah itu gabah tersebut dipindahkan ke lesung kecil lalu untuk kedua kalinya ditumbuk dengan alu. Untuk memperoleh beras dengan kualitas yang diharapkan, kadangkala dibutuhkan proses pengolahan lagi yang disebut disosoh. Artinya beras tersebut ditumbuk sekali lagi sehingga sisa produksi berupa bekatul, terbuang. Dedak atau bekatul yang merupakan sisa kegiatan produksi pengolahan beras secara otomatis didaur ulang ke kolam menjadi makanan ikan (Suganda, 2006). 2.5.3 Pola Arsitektur Pada Alam Salah satu kelebihan dalam penataan bangunan adalah kemampuan masyarakatnya dalam melakukan harmonisasi dengan lingkungan sekitarnya. Dengan kearifan lokal yang dimiliki, mereka berusaha menyesuaikan kebutuhannya akan lahan permukiman dengan memperhitungkan topografi wilayah yang berbukit-bukit.

Pemukiman masyarakat Sunda Tempat yang dijadikan permukiman mereka merupakan daerah yang permukaan tanahnya tidak rata. Tanpa rekayasa, kondisi permukaan tanah seperti itu mudah mengalami longsor, apalagi daerahnya memiliki curah hujan cukup tinggi. Untuk menghindari kemungkinan terjadinya bencana longsor atau erosi, dibuat sengkedan yang diperkuat dengan susunan batu kali, sehingga bentuknya menyerupai teras yang artistik. Karena tidak menggunakan campuran semen dan pasir

32

sebagai penguat, air yang berasal dari daerah yang lebih tinggi mengalir ke daerah yang lebih rendah, melalui celah susunan batu tersebut.

Sengkedan

Tangga dari Batu

Sengkedan dari Susunan Batu Kali

33

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Arsitektur Sunda memiliki kesamaan dengan arsitektur tradisional lainnya di Indonesia. Yaitu kesamaan dalam rumah panggung. Beberapa arsitektur sunda dikenal melalui bentuk atapnya yang berbagai macam. Budaya leluhur tertanam dalam arsitektur sunda, yang dimana juga memandang kesatuan dengan alam serta kepercayaan-kepercayaan menjadi suatu hal yang patut diperhatikan dalam arsitektur tradisionalnya. Konsep dasar adalah menyatu memandang alam sebagai satu kesatuan yang harus berjalan harmonis dalam kehidupan, oleh karena itu semua penggunaan elemen pada rumah-rumah tradisional menggunakan bahan-bahan alami.

Daftar Pustaka
34

file.upi.edu/Direktori/FPTK allamahasiswa.files.wordpress.com repository.tp.ac.id /arsitektur-rumah-sunda www.scribd.com/.../ARSITEKTUR-venakuler.

Diskusi

35

Pertanyaan 1. Ayu mega silvia lukita sari


(1019251018) Apa kelebihan dari atap bada heauy dari segi fungsionalnya?

2. I kadek Afriadi

(1019251053)

Apakah bangunan yang berbeda-beda di miliki oleh satu keluarga, coba jelaskan !

3. Siska

(1019251019) Bagaimana filosofi dari atap rumah traditional sunda. Karena bentuknya yang

bermacam-macam apakah mempunyai arti tersendiri? Penamaan pada atap di lihat dari bentuk atau filosofi?

4. I Nyoman Ariantika

(10192510

Adakah ornament ragam hias pada arsitektur sunda? Jawaban 1. 2. 3. 4. Atap badak heauy dapat mengalirkan udara dari atas. Selain itu tidak Tidak penggunaan bangunan di sesuaikan dengan kebutuhan dan ekonomi Menurut bapak sugandan bentuknya di asosiasikan menyerupai capit udang Dahulu suku sunda bertempat tinggal secara nomaden sehingga hanya

memerlukan bumbungan pada bagian atas. dari masing2 keluarga sehingga tidaj harus sama. sehingga atap tersebut di namakan atap capit gunting. memerlukan tempat tinggal yang sewaktu-waktu bisa di tinggal sehingga ornament hias pada arsitektur tidak menjadi penting.

36

Anda mungkin juga menyukai