Anda di halaman 1dari 2

UNUSUAL LIFE

Perkenalkan, nama saya Dimas Nugroho Wicaksono. Mungkin sebagian dari kalian ada yang sudah mengenal saya, maupun ada yang belum. Kisah ini merupakan perjalanan hidup saya yang unik, lucu, dan penuh keajaiban. Bisa dibilang semacam autobiografi juga sih, kalian boleh percaya boleh tidak, tapi apa yang saya tulis disini merupakan pengalaman hidup saya yang sesungguhnya. Jika ingin bercerita tentang hidup saya, tentu saja kita harus membicarakan tentang kehidupan kedua orang tua saya terlebih dahulu.. haha. Karena tanpa mereka berpacaran lalu menikah, maka tidak mungkin saya bisa hidup dan menghirup nafas seperti sekarang ini. Oke, pertama-tama aku akan bercerita tentang kehidupan ayah saya. Singkat saja, ayah saya merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Ayah saya merupakan anak angkat di keluarganya yang di Jogja. Keluarga ayahku yang satunya ada di Jakarta. Tapi kedua keluarga tersebut itu masih saling berhubungan gitu. Ceritanya begini, pada saat ayahku lahir, Budhenya ayahku yang di Jogja baru saja kehilangan anak lakilakinya karena sakit demam berdarah. Maklum, penyakit DBD pada tahun 60-an masih merupakan fenomena baru yang belum ada obatnya. Singkat cerita, Budhenya ayahku yang di Jogja itu jadi setres tingkat tinggi dan hampir menjadi gila. Gendong-gendong guling, nyanyiin guling, dll. Nah, karena tau ada kabar tersebut, Ibu kandungnya ayahku yang notabene adalah adik dari Budhenya bapakku itu menitipkan ayahku ke tempat budhenya. Dengan pertimbangan hanya dititipkan sebentar sampai Budhenya ayahku itu udah nggak sedih lagi, lagipula Ibunya ayahku itu anaknya udah ada 6, dan ayahku itu anak ke 6, ya jadinya ayahku kan jadi kurang perhatian gitu sama ibu kandungnya. Singkat cerita, 3 tahun sudah ayahku dibesarkan di keluarga barunya. Budhenya ayahku sudah mulai melukapakan tentang anak kandungnya yang meninggal karena DBD itu. Budhenya ayahku bahkan jadi sangat sayang kepada ayahku, dan semua keinginan yahku itu dikabulkannya. Mulai dari akademis ayahku sangat diperhatikan, asupan gizi, dan segala kebutuhan hidup ayahku sangat diperhatikan. Dan ayahku pun juga tidak tahu menahu bahwa sebenarnya beliau adalah anak angkat, dan bahkan beliau memanggil ibu angkatnya dengan sebutan Mami. Skip Forward, lanjut ke Saat ayahku kuliah. Oh, iya sebelum itu, ayahku adalah orang yang kepintarannya di atas rata-rata. Mulai dari SD hingga SMA ayahku selalu bersekolah di sekolah-sekolah unggulan di Yogyakarta, dan juga tidak pernah keluar dari ranking 5 besar. Satu hal lagi yang perlu kalian ketahui, latar belakang keluarga ayahku adalah keluarga yang kurang mampu, baik dari ibu kandungnya, maupun ibu angkatnya. Tapi untuk urusan asupan gizi dan pendidikan, orang tua angkat ayahku selalu mengusahakan yang terbaik bagi anaknya. Setelah lulus SMA, ayahku memutuskan untuk mendaftar di UGM di Yogyakarta, dan kemudian diterima di Fakultas Kedokteran, di sinilah awal mula bertemunya ayah dan ibu saya. Berbeda dengan ayahku yang kisah hidupnya lumayan berat dan penuh lika-liku. Sekarang aku akan menceritan sepenggal kisah tentang perjalanan ibu saya. Ibu saya, orangnya cantik, pintar, dan pendiam. Ibu saya adalah anak dari seorang Kepala Dinas

pendidikan propinsi DIY pada sekitar tahun 70-80-an. Ibu saya sama seperti ayah saya, selalu bersekolah di sekolah-sekolah terbaik yang ada di Jogja dan tidak pernah keluar dari ranking 10 besar kelasnya (kalau ayah saya 5 besar) haha. Singkat cerita, ibuku mendaftar di Fakultas Kedokteran UGM juga sampai akhirnya bertamu dengan ayahku. Sebenarnya pertemuan keduanya sangat unik. Keduanya memang mungkin sudah ditakdirkan untuk bersama oleh sang maha pencipta. Bagaimana tidak, keduanya selalu berada dalam kelompok yang sama semenjak masuk kuliah sampai lulus. Dari situlah timbul benih-benih cinta diantara mereka. Hahahaha. Dan, kalian tau apa, mereka sebelumnya tidak pernah berpacaran, dan ketika mereka berdua berpacaran, itu adalah kali mereka berpacaran. Hahahaha mereka berdua boleh dibilang kutu buku juga sih.. wkwkwk Lanjut cerita, mereka berdua akhirnya berjodoh dan memutuskan untuk menikah setelah lulus dari kedokteran dan mendaftar sebagai pegawai negeri dan ditempatkan di tempat yang sama, yaitu MATARAM! Ya, Mataram di Nusa Tenggara Barat, tempat dimana nantinya sang penulis tulisan ini dan tokoh utama dalam tulisan ini akan lahir. 3 tahun total waktu yang dihabiskan oleh kedua orangtuaku mengabdikan diri mereka di di NTB. Dari 3 tahun tersebut, 1 tahun mereka lalui tanpa (sebelum) kelahiranku. Di tahun kedua mereka di NTB, mereka dianugerahi putra bernama DIMAS. DIMAS adalah namaku. Ada ha unik yang terjadi sebelum kelahiranku. Kelahiranku diprediksikan lahir pada tanggal 25 Oktober. Tapi ketuban ibuku pecah pada tanggal 19 Oktober. Satu hari sebelum ketuban ibuku pecah, ada istilahnya orang pintar di tempat kedua orangtuaku mengabdi, tempatnya di desa Teratak, yang terletak 30 km tenggara Kota Mataram, ibukota NTB yang mengatakan sesuatu kepada kedua orang tuaku. Jagalah anakmu ini, kelak dia akan sangat berguna bagi bangsa ini dengan hanya menganggapnya sebagai angin lalu atau bahkan hanya lelucon, kedua orangtuaku menanggapinya hanya dengan mengatakan aamiin sambil tersenyum. Oh iya, satu hal lagi, orang pintar tersebut juga mengatakan bahwa aku akan lahir pada tanggal 19 Oktober yang langsung dibantah oleh ayahku yang memang sudah lama dan sudah merencanakan bahwa aku akan lahir pada tanggal 25 Oktober. Aku sendiri mendengarkan cerita ini pada saat aku berusia 15 tahun, dimana semua kejadian menarik yang akan kalian ketahui ada disaat aku berusia 15 tahun. Sabar..hahaha Hidup saya boleh dibilang biasa-biasa saja awalnya. Apalagi untuk anak seorang dou-jenius saya adalah anak yang kurang pandai. Walaupun prestasi belajar saya masih kurang mentereng dibandingkan kedua orangtua saya, saya tercatat pernah mewakili Indonesia di kejuaraan Lego Internasional yang diselenggarakan di Bali ketika saya masih TK

Anda mungkin juga menyukai