Anda di halaman 1dari 18

1. Latar Belakang Karya sastra adalah karya yang dibuat oleh pengarang atau sastrawan.

Tujuannya adalah memberi kesan dan menghibur kepada pembacanya. Sebuah karya sastra tidak akan terlepas dari fiksionalitasnya yang menceritakan berbagai masalah kehidupan manusia dalam interaksinya dengan lingkungan dan sesama interaksinya dengan diri sendiri, serta interaksinya dengan Tuhan. Selain itu, karya sastra juga memiliki tujuan estetik, sebuah karya haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, memiliki bangunan struktur yang koheren dan bernilai estetis.1 Karya sastra merupakan paduan antar unsur memetik dan kreasi, peniruan dan kreativitas, khayalan dan relitas. Pengarang atau sastrawan, dalam membuat karya sastra dipengaruhi oleh beberapa faktor. Beberapa faktor tersebut diantaranya dalah pengalaman pengarang seperti yang telah disebutkan di atas. Kemudian realitas yang ada dan hidup di sekitar pengarang menjadi stimulus yang sangat besar dan memungkinkan seorang pengarang membuat karya sastra. Plato juga

mengungkapkan bahwa sastra dan seni hanya peniruan atau pencerminan dari kenyataan, maka ia berada di bawah kenyataan itu sendiri. Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Aristoteles bahwa dalam proses penciptaan, sastrawan tidak semata-mata meniru kenyataan, tetapi juga menciptakan dunia baru dengan kekuatan kreatifitasnya. Burhan Nurgiantoro, 2005, membedakan karya fiksi antara novel dan cerpen dilihat dari segi formalitas bentuk dan panjang cerita. Meskipun begitu, antara novel dan cerpen memiliki persamaan. Keduanya dibangun oleh unsur-unsur cerita yang sama dan keduanya dibangun dari dua unsur intrinsik dan ekstrinsik. Keduanya memiliki unsur peristiwa, plot, tema, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain. Dalam hal ini, penulisan akan dibatasi sampai pada pemaparan tentang cerpen. Seperti novel, cerpen memiliki unsur dalam (intrinsik) dan unsur luar (ekstrinsik). Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra. Adapun unsur-unsur tersebut adalah peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar,

sudut pandang penceritaan, gaya bahasa, dan lain-lain. Sedangkan unsur ekstrinsik adalah sesuatu yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. 2 Unsur ini mempengaruhi sebuah karya sastra, tapi tidak ada didalamnya. Setiap sastrawan memiliki kemampuan berbeda-beda dengan yang lainnya. Faktor kreativitas menjadi sesuatu yang pertama dalam mempengaruhi sebuah karya sastra. Selain itu, keadaan seorang sastrawan dalam hal ini subjektivitas individu yang memiliki pandangan hidup dan keyakinan. Unsur ekstrinsik selanjutnya adalah psikologi pengarang, psikologi pembaca, dan psikologi dalam karya. Faktor ekonomi, politik, dan sosial mempengaruhi ketiga psikologi dalam hubungannya dengan karya sastra. Selain itu, pandangan hidup suatu bangsa juga mempengaruhi proses penciptaan sang pengarang. Tak bisa dilupakan perbandingan antar karya sastra yang lain pun tak pelak menjadi pengaruh dalam sebuah karya sastra. Karya sastra tidak akan terlepas dari agama, karena bagaimana pun seorang pengarang akan menyampaikan pesan dalam karyanya sesuai dengan apa yang diyakininya. Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa pengalaman seorang pengarang dengan Tuhan melahirkan gagasan baru yang berbentuk karya. Pengalaman ini menjadi unsur ekstrinsik karya sastra, sedangkan dalam unsur intrinsiknya, tokoh dalam karya sastra juga memiliki pengalaman-pengalaman termasuk pengalaman dengan Tuhan. Dalam cerpen Arinillah karya Taufik Hakim, seorang sastrawan Mesir terdapat tokoh seorang anak yang menginginkan agar ayahnya memperlihatkan Allah padanya. Dengan bahasa yang bijak ia berkata pada ayahnya, Wahai Ayah, engkau sering beribicara banyak tentang Allah. Perilhatkanlah kepadaku! Perkataan merupakan bahasa seseorang yang sudah memiliki kecerdasan yang tinggi disertai dengan respon yang kuat pada stimulus yang merangsangnya. Dalam kajian psikologi ini sedikit sekali terjadi, karena seorang anak pada masanya tidak akan berkata seperti itu. Dalam pikirannya hanya bermain dan menyenangkan diri. Seorang ayah mencari Tuhan untuk diperlihatkan kepada anaknya seolah tak ada

jawaban yang lebih bijak ketika anak itu meminta diperlihatikan Tuhan kepadanya. Oleh karena itu, tulisan ini dibatasi dengan meneliti psikologi dalam karya sastra. Setiap pengarang memiliki kebebasan untuk menggunakan tokoh

sekehendaknya. Yang menjadi hal penting adalah bahwa sebagai karya naratif, karya sastra menceritakan seorang tokoh atau lebih yang memiliki watak, karakter, dan kepribadian yang berbeda-beda. Semuanya berhubungan dengan aspek psikologi dalam karya sastra yang akan dipaparkan selanjutnya. 2. Rumusan Masalah Meskipun karya sastra merupakan peniruan dari realita kehidupan, akan tetapi dalam sebuah karya sastra sesuatu hal yang tidak mungkin dapat terjadi dan hal yang sangat mungkin tidak terjadi. Tokoh dalam cerpen ini mungkin pernah dijumpai oleh pengarang atau pembaca meskipun jumlah kemungkinan kebenarannya sangat sedikit. Inilah yang menjadi permasalah yang menarik untuk dicarikan pemecahannya sekaligus sebagai topik pembahasan dalam penelitian ini. Adapun permasalahan tersebut antara lain: 1. Bagaimana psikologi tokoh dalam cerpen Arinillah karya Taufik Hakim? 2. Adakah loncatan psikologi tokoh dalam karya sastra tersebut? 3. Bagaimana kemungkinan adanya loncatan psikologi? 3. Tujuan Penelitian Dengan berpijak pada teori yang digunakan dalam penelitian, metode dan pendekatan yang digunakan, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menjelaskan perkembangan psikologi manusia sesuai dengan umurnya. 2. Menjelaskan fakta-fakta yang penting tentang perkembangan manusia. 3. Menelesurui watak dan karakter tokoh-tokoh cerpen Arinillah sesuai dengan kajian psikologi.

4. Efek yang ditimbulkan dalam penokohan cerpen Arinillah terhadap pembaca yang berada diluar karya sastra. 4. Manfaat Penelitian Psikologi sastra memberikan perhatian pada masalah yang berkaitan dengan unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional yang terkandung dalam karya.3 Terlepas dari itu, karya sastra memiliki aspek-aspek kejiwaan yang sangat tinggi. Melaluai pemahaman terhadap tokoh dalam karya sastra, masyarakat dapat memahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan lain dalam masyarakat. Analisis psikologi sastra sangatlah minim salah satunya karena teori-teori psikologi sangat terbatas dan kurangnya minat terhadap analisis psikologi sastra. Oleh karena itu penelitian memiliki beberapa manfaat, diantaranya: 1. Memahami aspek-aspek kejiwaan dalam sebuah karya sastra. 2. Teori-teori psikologi diterapkan dengan cara analisis terhadap karya sastra. 3. Memetakan hubungan antara psikologi dan karya sastra. 4. Memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang psikologi sastra.

PEMBAHASAN

Prosa dan Peranannya dalam Pengembangan Psikologis Prosa adalah suatu jenis tulisan yang dibedakan dengan puisi karena variasi ritme (rhythm) yang dimilikinya lebih besar, serta bahasanya yang lebih sesuai dengan arti leksikalnya. Kata prosa berasal dari bahasa Latin "prosa" yang artinya "terus terang". Jenis tulisan prosa biasanya digunakan untuk mendeskripsikan suatu fakta atau ide. Karenanya, prosa dapat digunakan untuk surat kabar, majalah, novel, ensiklopedia, surat, serta berbagai jenis media lainnya.prosa juga dibagi dalam dua bagian,yaitu prosa lama dan prosa baru,prosa lama adalah prosa bahasa indonesia yang belum terpengaruhi budaya barat,dan prosa baru ialah prosa yang dikarang bebas tanpa aturan apa pun. Psikologi berasal dari bahasa latin, yaitu psyche berarti jiwa dan logos artinya ilmu. Dengan demikian psikologi dapat diterjemahakan ke dalam bahasa Indonesia menjadi ilmu jiwa. Jiwa sebagai objek dari psikologi tidak dapat dilihat, diraba, atau disentuh. Jiwa adalah sesuatu yang abstraks, hanya dapat diobservasi melalui hasil yang ditimbulkannya. Hal ini dapat dilihat dari tingkah laku dan aktivitas lainnya sebab tingkah laku mempunyai arti yang lebih nyata daripada jiwa karena itu lebih mudah untuk dipelajari. Melalui tingkah laku, pribadi seseorang dapat terungkap dengan mudah, cara makan, berjalan, berbicara, menangis, dan sebagainya merupakan suatu perbuatan terbuka sedangkan perbuatan tertutup dapat dilihat dari tingkah lakunya seperti berpikir, takut, dan lain-lain.

Tingkah laku dalam psikologi bukan hanya tetapi meliputi eksistensi yaitu perpanjangan tingkah laku nyata. Tanda-tanda akan tampak pada tubuh sebagai akibat terlalu sering tingkah laku atau kebiasaan tersebut dilakukan. Seperti halnya seorang periang dan sering tertawa akan meninggalkan tanda-tanda di wajahnya dan kita dapat langsung menilai orang tersebut. Efek-efek permanen memungkinkan seorang psikologi mampu mempelajari jiwa manusia melalui tingkah lakunya. Suatu prinsip yang bagaimanapun adalah mutlak dalam psikologi yaitu bahwa tingkah laku merupakan ekspresi mempunyai peranan yang penting dalam psikologi sekalipun patut diketahui bahwa tidak semua yang terdapat dalam tingkah laku. Aminuddin (1990:49) menyatakan bahwa: ......ilmu pengetahuan tentang tingkah laku dan perbuatan individu semua berbentuk dorongan dari (impulsum : dorongan, tolakan, rangsangan, rasa). Dalam diri manusia yang menyebabkan timbulnya macam-macam aktifitas fisik dan psikis dijelaskan oleh psikologis. Secara umum psikologis mempengaruhi hampir seluruh aspek kehidupan. Dengan semakin kompleksnya masyarakat. Maka psikologis memegang peranan yang penting dalam memecahkan masalah manusia. Para ahli psikologis menaruh perhatian terhadap segala masalah yang beraneka ragam. Namun yang jelas disiplin ilmu psikologis mempelajari tindak tanduk atau tingkah laku manusia dimana pun berada. Tingkah laku tersebut merupakan hasil perpadanan yang dipadatkan oleh tiap-tiap individu dengan lingkungan dan keinginannya. Artinya tingkah itu lahir berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang dialami dalam kehidupan, kemudian dicetuskan dalam sikap-sikap yang sesuai dengan norma atau adat istiadat di mana individu tersebut dilahirkan. Psikologi pada pokoknya menyibukan diri dalam masalah aktifitas phisikis seperti membenci, mencintai, menanggapi, berbicara dan penampilan diri, emosi-emosi yang terdapat dalam bentuk tangis dan senyum. Misalnya jika seorang mencintai orang lain tentu saja rasa itu diungkapkan dalam bentuk kasih sayang dan penuh perhatian terhadap orang dicintai. Tetapi seseorang membenci orang lain hal tersebut juga dapat kelihatan dari tingkah lakunya apakah rasa bencinya itu disebabkan karena rasa iri, kurang senang, dan sebagai berikut. Jadi psikologis menyelidiki kepribadian individu dalam bentuk tingkah laku dan penyesuaian dirinya dengan lingkungan, dan sekaligus hubungan timbal balik dengan sesamanya,dengan perincian:

1. Ilmu pengetahuan yaitu suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis dan metode-metode tertentu yang tersussun secara sistematis dan metode-metode tertentu yang bersifat ilmu. Sedangkan pssikologis di samping ilmu yang merupakan seni karena dalam penerapannya dalam kehidupan manusia diperlukan keterampilan dan kreatifitas tersendiri. 2. Tingkah laku dan kegiatan mempunyai arti konkrit yang dapat diamati dengan panca indra, sehingga tingkah laku mudah diikenal dan mudah dipelajari. 3. Lingkungan menyesuaikan yaitu diri, tempat dan manusia hidup, berinteraksi, Individu

mengembangkan

dirinya.

menerima pengaruh dari lingkungan.

Pendapat Aminuddin diatas menunjukan bahwa mempelajari jiwa manusia harus dilihat dari tingkah laku dan perbuatan individu yang berdasarkan tingkah lakunya sehari-hari. Psikologi sastra memandang sastra sebagai hasil kreativitas pengarang yang menggunakan media bahasa, diabadikan untuk kepentingan estetis, di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan sang pengarang, baik suasana pikir maupun suasana rasa atau emosi. Fenomena kejiwaan sebagai proyeksi pemikiran pengarang nampak lewat perilaku tokoh-tokoh ceritanya, sehingga karya teks sastra dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan psikologi.

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memahami hubungan antara psikologi dengan sastra. Pertama, memahami unsur kejiwaan pengarang sebagai penulis. Kedua, memahami unsur-unsur kejiwaan tokoh-tokoh fiksional dalam karya sastra. Ketiga, memahami unsur-unsur kejiwaan pembaca. Analisis psikologi dalam karya sastra lebih dikenal dengan istilah psikoanalisis sastra. Psikoanalisis dalam karya sastra memuat beberapa kemungkinan pengertian.

Pertama, psikologi pengarang sebagai pribadi atau individu. Kedua, proses kreatif. Ketiga, tipe dan hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra. Keempat, dampak karya sastra terhadap psikologi pembaca. Namun, yang diterapkan dalam psikoanalisis sastra adalah yang ketiga. Nyoman Kutha Ratna, 2007. mengatakan bahwa psikologi sastra seharusnya memberikan prioritas pada sastra bukan pada psikologi. Psikoanalisis mengklasifikasikan pengarang berdasarkan psikologi dan tipe fisiologisnya, menganalisis secara psikologis tokoh-tokoh yang ada dalam karya sastra, dan menganalisis jiwa pengarang lewat karya sastranya. Psikoanalisis tidak bermaksud memcahkan masalah-masalah psikologi praktis, tetapi memahami aspek kejiwaan yang terkandung dalam suatu karya. Psikoanalsis didominasi oleh teori psikologi Sigmun Freud (1856-1939). Freud membedakan kepribadian menjadi tiga macam, yaitu; Id, Ego, dan Super Ego. Ketiganya berkaitan erat sehingga menjadi sebuah unit dan totalitas. Perilaku manusia sering diinterpretasikan sebagai refleksi dari produk ketiga unsur di atas. Id (das es) adalah sistem kepribadian manusia yang paling dasar. Id merupakan acuan penting yang digunakan untuk memahami sastrawan/ seniman dalam proses penciptaan karya sastra. Melalui id pula, sastrawan bisa menciptakan simbol-simbol tertentu dalam karyanya. Jadi, unsur psikologis dalam karya sastra lebih memperhatikan interpretasi psikologis yang sebelumnya telah menerima perkembangan watak untuk kepentingan struktur plot. Sering pula id disebut sebagaiu kepribadian yang gelap dalam bawah sadar manusia yang berisi insting dan nafsu-nafsu yang tidak mengenal nilai dan lebih bersifat liar. Dalam perkembangannya, manusia juga memiliki ego (das ich) yang lebih memandang realita dalam kehidupan. Ego adalah sistem kepribadian yang bertindak sebagai pengaruh individu kepada dunia objek dari kenyataan, dan menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip kenyataan. Selain itu, ego juga bersifat implementatif, karena sering bersinggungan dengan dunia luar.

Super ego (das ueber ich) berkembang dan berfungsi sebagai pengontrol dorongan-dorongan yang dikembangkan id. Super ego adalah sistem kepribadian yang berisi nilai-nilai atau aturan yang bersifat evaluatif (mempertimbangkan aspek baik, buruk). Milner dalam Endraswara (2003: 101-102) menyatakan bahwa hubungan antara sastra dan psikologis dibagi menjadi dua. Pertama, adanya kesamaan antara hasrat-hasrat yang tersembunyi pada setiap manusia yang menyebabkan kehadiran karya sastra yang mampu menyentuh perasaan pembaca, adanya kesejajaran antara mimpi dan sastra dalam hal elaborasi sastra dengan elaborasi mimpi. Freud menyebut ini sebagai "pekerjaan mimpi" dikarenakan anggapan bahwa mimpi tidak ubahnya sebuah tulisan (bersifat arbitrer), keadaan orang yang bermimpi mirip dengan sastrawan yang menyembunyikan pikiran-pikirannya. Proses kreativitas penulis dalam mencipta suatu karya sangat dipengaruhi oleh sistem sensor intern yang mendorongnya untuk menyembunyikan atau

memutarbalikkan hal-hal penting yang ingin disampaikan. Selain itu, pengarang juga bisa mengatakan dalam bentuk langsung atau ubahan. Jadi karya sastra adalah ungkapan jiwa pengarang yang menggambarkan emosi dan pemikirannya. Karya sastra lahir dari endapan pengalaman yang telah dimasak dalam diri pengarang. Freud juga menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi memberikan kepuasan secara tak langsung. Perbedaannya, karya sastra terdiri atas bahasa yang bersifat linear sedangkan mimpi terdiri atas tanda-tanda figuratif yang tumpang tindih, campur aduk. Tingkah laku tokoh-tokoh dapat dipahami hanya dalam arti keseluruhan kelompok di mana ia menjadi anggota. Individu memperoleh makna melalui orang lain yang ada di sekitarnya. Teori lain yang berhubungan adalah bahwa manusia terdiri atas dua lapis ketaksadaran, yaitu ketaksadaran personal dan ketaksadaran kolektif. Ketaksadaran personal diterima melalui pengalaman kehidupan sekarang,

sedangkan ketaksadaran kolektif diterima secara universal dan esensial melalui spesies. Psikologi sastra adalah model penelitian interdisiplin dengan menetapkan karya sastra sebagai memiliki posisi yang lebih dominan. Sebagai bagian studi multikultural, analisis psikologi sastra dibangun atas dasar kekayaan sekaligus perbedaan khazanah kultural bangsa. Psikologi sastra tidak ditujukan untuk membuktikan keabsahan teori psikologi. Psikologi sastra adalah analisis teks dengan mempertimbangkan relevansi dan peran studi psikologis. Karena kemungkinan, tokoh dan wataknya bertentangan dengan teori psikologis. Analisis psikologi dalam karya sastra termasuk kajian metode struktural. Menurut kaum strukturalisme, sebuah karya sastra adalah sebuah totalitas yang dibangun secara koherensif oleh berbagai unsurnya. Analisis karya dengan metode struktural dapat dilakukang dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur intrinsik karya sastra termasuk di dalamnya tokoh dan penokohan. Tokoh dalam karya fiksi adalah siapa yang ada dalam cerita tersebut. Penokohan menunjuk sifat, sikap, watak, dan karakter pada tokoh tertentu. Karakter atau perwatakan pada tokoh adalah utility yang utuh. Abrams (1981:20) yang dikutip oleh Nurgiantoro mengatakan bahwa tokoh cerita (character) adalah orang yang ditampilkan dalam suatu karya yang ditafsirkan oleh pembaca memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu yang

diekspresikan lewat ucapan dan tindakan. Dalam pandangan teori resepsi sastra, pembaca menentukan penilaian terhadap karya sastra. Istilah penokohan memiliki arti yang lebih luas daripada tokoh sebab mencakup siapa tokoh cerita, bagiamana perwatakan, dan bagaimana penempatan pelukisan dalam sebuah cerita. Kehidupan tokoh dalam karya adalah kehidupan karya itu juga. Pengarang, dengan kreativitasnya menempatkan tokoh bagaiman pun tokoh tersebut dari status sosial, watak, dan permasalah yang dihadapinya.

Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau informasi lain yang ingin disampaikan pengarang. Tokoh hanya dijadikan boneka yang dipaksa menyampaikan pesan. Terkadang pembaca tidak dapat menebak kehidupan tokoh dalam karya fiksi karena terlalu

mengharapkan tokoh dalam cerita harus seperti dalam kehidupan nyata. Tokoh anak yang tidak disebutkan namanya dalam cerpen Arinillah memiliki watak dan kehidupan yang berbeda dengan kehidupan nyata. Meskipun bisa saja terjadi, namun seorang anak yang belum cukup dewasa terasa mustahil ingin tahu tentang adanya Tuhan, bahkan ia meminta ayahnya untuk memperlihatkan Tuhan padanya. Telah diuraikan sebelumnya bahwa karya sastra merupakan memetik dari kehidupan nyata. Hubungan antara tokoh fiksi dan realitas kehidupan manusia tidak hanya berupa hubungan kesamaan saja, melainkan juga perbedaan. Tokoh dalam karya sastra adalah tokoh rekaan yang tak pernah ada di dunia nyata. Namun, ada pula tokoh yang nyata dalam karya sastra seprti tokoh-tokoh sejarah. Tokoh atau penokohan memiliki hubungan dengan unsur fiksi yang lain. Hubungan penokohan dengan plot merupakan dua fakta yang saling mempengaruhi. Plot adalah apa yang dilakukan oleh tokoh, dimana tokoh menjadi pelakunya. Hubungannya dengan tema adalah bawa tokoh sebagai penyampai tema. Selain itu, relevansi tokoh dinilai oleh pembaca adalah tokoh yang bersifat lifelikeness (kesepertihidupan). Pembaca merasakan reaksi emotif dari tokoh yang mereka baca. Pembaca juga menganggap tokoh dalam cerita relevan jika tokoh tersebut persis atau sama dengan tokoh yang ada dalam kehidupan nyata. Karakter

Konformitas Konformitas adalah suatu jenis pengaruh sosial saat individu mengubah sikap dan tingkah laku mereka agar sesuai dengan norma sosial yang ada. Jenis-Jenis Konformitas: Herbert Kelman, Psikolog Harvard, mengidentifikasi tiga tipe utama dalam pengaruh sosial: 1. Pemenuhan 2. Indentifikasi 3. Internalisasi Walaupun klasifikasi Kelman berpengaruh, penelitian dalam psikologi sosial berfokus pada dua jenis konformitas yang utama: Konformitas secara informasi dan konformitas secara normatif. Jenis Konformitas a. Compliance : konformitas yang benar-benar bertentangan dengan keinginan kita, dilakukan untuk mendapat hadiah atau menghindari hukuman. b. Acceptance : Ada beberapa hal yang dapat kita jadikan alasan untuk melakukan konformitas tersebut, tidak sepenuhnya kita ingkari. III. Kapan manusia melakukan konformitas? a. Ketika keputusan sudah dibuat atau pokok bahasan yang dibicarakan dirasa tidak kompeten b. Konformitas tinggi pada saat tiga atau lebih orang dalam grup kohesif, unanimous mempunyai status sosial yang tinggi. (kohesi = merasa/mengikat, unanimous = suara bulat/kesepakatan)

IV. Alasan orang melakukan konformitas : a. Keinginan seseorang untuk memenuhi harapan orang lain atau mengupayakan penerimaan/ penyesuaian diri ( normative influence) b. Perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat ( informational influence) Dalam masyarakat yang homogen dan tradisional, konformitas warga masyarakat adalah kuat. Misalnya di desa-desa yang terpencil dimana tradisi dipelihara dan dipertahankan dengan kuat, maka warga masyarakat desa tersebut tidak mempunyai pilihan lain kecuali mengadakan konformitas terhadap kaedah-kaedah serta nilai-nilai yang berlaku. Di dalam masyarakat desa yang terpencil, apabila seseorang mendirikan rumah maka dia akan meniru bentuk-bentuk rumah yang telah ada dan telah terinstitusikan bentuknya, sedangkan yang mendirikan rumah dengan bentuk yang berbeda dengan pola tersebut akan dicela oleh para anggota masyarakat yang lain. Konformitas di kota-kota sangat kecil karena kaidah-kaidah di dalam kota mengalami perkembangan dan perubahan sehingga proses institusionalisasi sukar terjadi apabila dibandingkan dengan masyarakat yang ada di desa. Bahkan konformitas di kota besar sering kali dianggap sebagai hambatan terhadap kemajuan dan perkembangan. Konformitas biasanya menghasilkan ketaatan dan kepatuhan. Institusionalisasi : suatu proses yang dilewati oleh sesuatu norma kemasyarakatan yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Konformitas terbentuk secara ketat di bawah tekanan( pressure) untuk memenuhi permintaan masyarakat /satu orang kepada orang lain. Hal ini bisa ditegaskan dengan contoh sebagai berikut: Di suatu suku yang penduduknya disebut sebagai trobriandersdalam memenuhi kebutuhan, mereka mengadakan pertukaran barang-barang ekonomi. Mereka yang hidupinland village menyediakan sayur-sayuran untuk ditukarkan dengan ikan dan

sebaliknya mereka yang tinggal di tepi pantai/ coastal community membayar dengan ikan. Sistem permintaan yang timbal balik ini memaksa salah satu pihak untuk membayar kapan saja ia menerima pemberian dari pihak-pihak yang lain. Awalnya, secara nominal pemberian itu ditawarkan secara bebas, tapi sekarang dipantau dengan penghitungan yang sangat hati-hati, barang yang diberi dan diterima harus seimbang nilainya dan membawa keuntungan bagi kedua belah pihak. Contoh lain adalah kehidupan sosial trobrianders mengenai pernikahan dan keluarga. Dalam suatu keluarga terdapat kewajiban resiprok , Saudara laki-laki harus menyediakan nafkah untuk makan kepada saudara perempuan, tetapi suami saudara perempuan tersebut harus mengembalikan berupa pemberian secara periodik. Norma-norma timbul dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur dalam hubungan antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dengan masyarakatnya. Diadakannya norma-norma serta peraturan lain bermaksud untuk menciptakan conformity dari anggota masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Dalam masyarakat yang homogen dan tradisionil conformity dari anggota masyarakat adalah sangat kuat. Misalnya di desa terpencil dimana tradisi dipelihara dan dipertahankan dengan kuat, anggota masyarakat desa tersebut tdk mempunyai pilihan lain daripada mengadakan conformity terhadap norma serta nilai yang berlaku. Di dalam masyarakat desa yang terpencil misalnya apabila seseorang mendirikan rumah, maka dia akan meniru bentuk-bentuk rumah yang telah ada .Yang mendirikan rumah dengan bentuk berbeda akan dicela oleh anggota masyarakat lainnya. Norma yang berlaku secara turun temurun sama saja dari generasi ke generasi berikutnya tanpa banyak mengalami perubahan. Ukuran yang dipakai adalah ukuran yang telah dipakai oleh nenek moyangnya dulu. Norma-norma dalam kota juga selalu mengalami perkembangan dan perubahan. Maka conformity di daerah-daerah kota juga sangat keji. V. Hal-hal yang mempengaruhi adanya Konformitas

(David O. Sears, Jonathan L.Freedman, L.Anne Peplau , 1985) a. Kurangnya Informasi Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Seringkali mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui; dengan melakukan apa yang mereka lakukan, kita akan memeperoleh manfaat dari pengetahuan mereka. b. Kepercayaan terhadap kelompok Dalam situasi konformitas, individu mempunyai suatu pandangan dan kemudian menyadari bahwa kelompoknya menganut pandangan yang bertentangan. Individu ingin memberikan informasi yang tepat. Oleh karena itu, semakin besar kepercayaan individu terhadap kelompok sebagai sumber informasi yang benar, semakin besar pula kemungkinan untuk menyesuaikan diri terhadap kelompok. c. Kepercayaan diri yang lemah Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi rasa percaya diri dan tingkat konformitas adalah tingkat keyakinan orang tersebut pada kemampuannya sendiri untuk menampilkan suatu reaksi. Semakin lemah kepercayaan seseorang akan penilaiannya sendiri, semakin tinggi tingkat konformitasnya. Sebaliknya, jika dia merasa yakin akan kemampuannya sendiri akan penilaian terhadap sesuatu hal, semakin turun tingkat konformitasnya. d. Rasa takut terhadap celaan sosial Celaan sosial memberikan efek yang signifikan terhadap sikap individu karena pada dasarnya setiap manusia cenderung mengusahakan pesetujuan dan menghindari celaan kelompok dalam setiap tindakannya. Tetapi, sejumlah faktor akan menentukan bagaimana pengaruh persetujuan dan celaan ibi terhadap tingkat konformitas individu. e. Rasa takut terhadap penyimpangan

Rasa takut dipandang sebagai orang yang menyimpang merupakan faktor dasar hampir dalam semua situasi sosial. Kita tidak mau dilihat sebagai orang yang lain dari yang lain, kita tidak ingin tampak seperti orang lain. Kita ingin agar kelompok tempat kita berada menyukai kita, memperlakukan kita dengan baik dan bersedia menerima kita. f. Kekompakan kelompok Konformitas juga dipengaruhi oleh eratnya hubungan antara individu dengan kelompoknya. Kekompakan yang tinggi menimbulkan konformitas yang semakin tinggi. g. Kesepakatan kelompok Orang yang dihadapkan pada keputusan kelompok yang sudah bulat akan mendapat tekanan yang kuat untuk menyesuaikan pendapatnya. Namun, bila kelompok tidak bersatu akan tampak adanya penurunan tingkat konformitas. h. Ukuran kelompok Konformitas akan meningkat bila ukuran mayoritas yang sependapat juga meningkat, setidak-tidaknya sampai tingkat tertentu. Namun, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Wilder (1977) disimpulkan bahwa pengaruh ukuran kelompok terhadap tingkat konformitas tidak terlalu besar, melainkan jumlah pendapat lepas (independent opinion) dari kelompok yang berbeda atau dari individu merupakan pengaruh utama. i. Keterikatan pada penilaian bebas Orang yang secara terbuka dan bersungguh-sungguh terikat suatu penilaian bebas akan lebih enggan menyesuaikan diri terhadap penilaian kelompok yang berlainan. Atau dengan kata lain keterikatan sebagai kekuatan total yang membuat seseorang mengalami kesulitan untuk melepaskan suatu pendapat. j. keterikatan terhadap Non-Konformitas

Orang yang, karena satu dan lain hal, tidak menyesuaikan diri pada percobaanpercobaan awal cenderung terikat pada perilaku konformitas ini. Orang yang sejak awal menyesuaikan diri akan tetap terikat pada perilaku itu.

Implikasi dalam Pembelajaran Dalam proses penciptaan suatu karya sastra, pengarang tidak hanya mengekspresikan apa yang ada pada jiwa mereka ke dalam suatu karya sastra, tetapi diperlukan kemampuan pendidikan yang mapan dan kejelian dalam menganalisis serta memasukkan ilmu lainnya, seperti psikologi, filsafat, antropologi, sosiologi, dan lain-lain. Dengan pendidikan yang mapan dan kejelian menganalisis serta memasukan pengetahuan lainnya ke dalam suatu hasil karya sastra, karya sastra tersebut terasa bermanfaat di samping mempunyai unsur kenikmatan. Hubungan sastra dengan psikologi, sosiologi, dan antropologi sangat dekat. Hal ini karena sastra dengan cabangcabang ilmu pengetahuan tersebut mempunyai objek yang sama yaitu manusia yang mencakup lingkungan dan kehidupannya. Darma (1983 : 52) mengemukakan bahwa, sastra sebenarnya pengungkapan masalah hidup, kejiwaaan, dan filsafat melalui sastra. Dari kutipan di atas dapat dilihat bagaimana eratnya hubungan jiwa pengarang dalam melukiskan karya sastra sebagai dorongan dari jiwanya. Dapat ditarik kesimpulan bahwa karya sastra diperkaya atau berisikan nilai-nilai kehidupan serta pengalaman manusia.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17849/5/Chapter%20I.pdf http://psychemate.blogspot.com/2007/12/konformitas-sosial.html http://id.wikipedia.org/wiki/Prosa http://dc313.4shared.com/doc/LpnnTzDt/preview.html

Anda mungkin juga menyukai