Anda di halaman 1dari 58

DISASTER VICTIM IDENTIVICATION

Presented By : Aldy Novrizal Awan Hafi Pratomo Bey Johan Arifin Brent Ryan Iovah Simatupang Daniel Wiliam Hertian

DISASTER

WHAT IS DISASTER?

ETIMOLOGI
Berasal dari kata ( dus) yang berarti bad, dan ( aster) yang berarti star. Yang dalam bahasa yunani kuno menggambarkan pada penghancuran sebuah bintang.

KBBI
Sesuatu yg menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan

CLASSIFICATIONS
Natural Disaster Human Made Disaster

NATURAL DISASTER
Bencana alam adalah efek dari bahaya alam (misalnya: badai, gunung meletus, gempa bumi, kekeringan) Bahaya alam hanya akan menyebabkan bencana jika memberikan efek kerugian pada manusia.

MAN MADE DISASTER


Bencana yang memiliki unsur kesengajaan manusia, kelalaian, atau kesalahan, atau yang melibatkan kegagalan sistem buatan manusia.

CLASSIFICATIONS

Sociological hazards Technological hazards

SOCIOLOGICAL HAZARDS
Crime

Arson
Civil Disorder Terrorism War

TECHNOLOGICAL HAZARDS
Industrial

Structural Collapse
Fire Power Outage Transportation

DISASTER MANAGEMENT
Tujuan utama dari manajemen bencana adalah membantu sebanyak-banyaknya korban bencana untuk tetap hidup tanpa mengesampingkan keselamatan tim penolong.

Dalam aplikasinya, dibuatlah sistem yang membantu untuk tercapainya tujuan tersebut

TRIAGE BENCANA

TRIAGE
Proses mengurutkan dan menggolongkan korban berdasarkan beratnya cidera dan penyakit. Triage merupakan proses berkelanjutan, yang perlu di evaluasi terus menerus karena prioritas korban dapat berubah.

TAG TRIAGE
Pengelompokan korban yang dipakai oleh petugas triage untuk mengidentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik terhadap korban.

PENGELOMPOKAN BERDASARKAN TAGGING


Pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.

Pasien cedera berat yang memerlukan penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup (misal : gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok atau perdarahan berat, luka bakar berat)

Pasien memerlukan bantuan, namun dengan cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas (misal : cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka bakar ringan).
Pasien degan cedera minor yang tidak membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun memerlukan penilaian ulang berkala (cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat psikologis).

Di beberapa negara, terkadang pengelompokan dibagi menjadi 5 tingkat prioritas, dimana label hitam, dibagi menjadi label biru dan label putih

Yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi Yaitu kelompok yang sudah pasti tewas.

Selanjutnya korban akan dievakuasi ke pusat-pusat kegiatan masyarakat (misalnya mesjid, sekolah, dan rumah sakit) yang telah menjadi basis tim tanggap darurat. Korban selamat akan mendapatkan bantuan lanjut dari tim medis. Sedangkan korban jiwa akan di identifikasi oleh tim DVI.

DISASTER VICTIM IDENTIFICATION (DVI)

DEFINISI DVI
Prosedur untuk mengidentifikasi korban mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat dipertanggung-jawabkan dan mangacu pada standar baku Interpol.

5 Fase DVI
1. Fase TKP - The Scene Initial Action at the Disaster Site (the scene) 2. Fase Pengumpulan data jenasah - The Post Mortem Collecting Post Mortem Data (the mortuary) 3. Fase Pengumpulan data jenasah sewaktu hidup - The Ante Mortem Collecting Ante Mortem Data 4. Fase Pembandingan - The Reconciliation Reconciliation 5. Fase Anev - The Debriefing Returning to the Family

1. INITIAL ACTION AT THE DISASTER SITE (THE SCENE)


tindakan awal yang dilakukan di tempat kejadian bencana. Ketika suatu bencana terjadi, prioritas yang paling utama adalah mengetahui luas jangkauan bencana. Sebuah tim pendahulu (kepala tim DVI, ahli patologi forensik dan petugas polisi) harus sedini mungkin dikirim ke TKP untuk mengevaluasi situasi.

SITUASI YANG PERLU DIEVALUASI


Keluasan TKP : pemetaan jangkauan bencana dan pemberian koordinat untuk area bencana. Perkiraan jumlah korban. Keadaan mayat. Evaluasi durasi yang dibutuhkan untuk melakukan DVI. Institusi medikolegal yang mampu merespon dan membantu proses DVI. Metode untuk menangani mayat. Transportasi mayat. Penyimpanan mayat. Kerusakan properti yang terjadi.

3 Langkah utama pada fase ini: a. To Secure - Police Line - menandai gerbang masuk lokasi bencana - mengontrol siap yang berhak masuk ke akses bencana - Periksa semua individu yang hadir di lokasi - Data terkait harus dicatat

b. To Collect:
- mengumpulkan korban bencana & mengumpulkan properti yang terkait dengan korban. c. To Documentation:

- mendokumentasikan kejadian bencana dengan cara memfoto area bencana dan korban beri nomor korban

2. Fase Pengumpulan Data Jenazah (Post Mortem)

Collecting Post Mortem Data (the mortuary)


- Dilakukan post mortem unit atas amanat komando DVI - dilakukan tindakan untuk mencegah perubahan perubahan paska kematian pada jenazah - Dilakukan pemeriksaan dan pencatatan jenazah, meliputi :

1.
2. 3. 4. 5. 6. 7.

Foto kondisi jenazah


Pemeriksaan fisik Pemeriksaan sidik jari Pemeriksaan rontgen Pemeriksaan odontologi forensik Pemeriksaan DNA Pemeriksaan Antropologi Forensik

INTERPOL MEMBAGI 2 GOLONGAN DATA: 1. PRIMARY IDENTIFIERS: FINGERPRINTS, DENTAL RECORD DAN DNA. 2. SECONDARY IDENTIFIERS: VISUAL, PROPERTI KORBAN, MEDIK-ANTROPOLOGI (TINGGI BADAN, RAS, DLL).
NOTE: PRIMARY IDENTIFIERS MEMILIKI NILAI LEBIH TINGGI (PRIORITAS) DARIPADA SECONDARY IDENTIFIERS NAMUN SECONDARY IDENTIFIERS TETAP DIPERLUKAN UNTUK MENUNJANG PROSES IDENTIFIKASI.

PENGGOLONGAN DATA
Primer Sekunder

Sidik Jari

Visual

Profil Gigi

Fotografi Properti Jenazah Medik Antropologi

DNA

Fingerprint Analysis

Forensic Dental Analysis

DNA Analysis

Medical Finding

Properties/Evidence

3. COLLECTING ANTE MORTEM DATA


Diperoleh dari keluarga jenazah maupun orang yang terdekat dengan jenazah. Data yang diperoleh berupa: foto korban semasa hidup, interpretasi ciri ciri spesifik jenazah (tattoo, tindikan, bekas luka, dll), rekam medis pemeriksaan gigi korban, data sidik jari korban semasa hidup, sampel DNA orang tua maupun kerabat korban, serta informasi lain yang dibutuhkan berkenaan dengan korban. Dilakukan oleh ante mortem team, ditulis pada form ante mortem (kuning) Data dapat diperoleh dari keluarga atau orang terdekat jenazah bisa dengan metode wawancara wawancara sesegera mungkin dan tim memperkenalkan diri kepada kerabat jenazah

Data yang diperoleh:


1. Berupa foto korban semasa hidup, 2. Interpretasi ciri ciri spesifik jenazah (tattoo, tindikan, bekas luka, dll) 3. Rekaman pemeriksaan gigi korban, sidik jari semasa hidup, 4. SampelDNA orang tua maupun kerabat korban, etc

MISSING PERSON/POTENTIAL VICTIM FILE


difolderkan untuk menghindari kehilangan material file

Dimonitor secara reguler


Catatan ante mortem dikirim ke Ante Mortem DVI Centre untuk translasi, transkripsi dan data entry.

Pada fase Ante mortem, dibutuhkan sejarah dental korban yang didapat dari dokter gigi yang pernah merawat korban yang dilakukan oleh petugas kepolisian atau pihak yang berwenang
Jika data yang diambil pada dokter gigi keluarga korban kurang , maka sumber lain bisa dimanfaatkan, seperti: Drg spesialis Pelayanan sekolah kedokteran gigi Hospital dental clinic Hospital biopsy service Dental health insurers

4. RECONCILIATION
Data post mortem akan dibandingkan dengan data ante mortem untuk melihat kecocokan dan keterkaitan dari tiap data yang diperoleh. Bila cocok, identifikasi dinyatakan positif.

Bila tidak cocok, identifikasi dinyatakan negatif namun data post mortem disimpan hingga didapatkan data ante mortem yang sesuai dengan data post mortem korban.
Klasifikasi: 1. simple melihat gender dan umur 2. tidak praktis jika membandingkan etnis atau tinggi badan (alasan jenis bencana)

Preparation of a list of AM key markers and PM Key markers

AM Adult Female

PM adult female

5. RETURNING TO THE FAMILY


Korban yang telah diidentifikasi harus direkonstruksi dan dikembalikan ke keluarga korban. Bila korban tidak teridentifikasi, korban akan dimakamkan oleh organisasi/pihak yang memimpin DVI.

Sertifikasi korban dan mediko-legal menjadi tanggung jawab pihak yang menguburkan.

KESULITAN YANG DIHADAPI ADALAH


Dilakukan 3-6 bulan setelah proses identifikasi selesai

mengumpulkan kembali para anggota tim yang berasal dari seluruh wilayah di Indonesia untuk melakukan evaluasi kinerja.

KESIMPULAN
Indikator kesuksesan suatu proses DVI bukan didasarkan pada cepat atau tidaknya proses tersebut berlangsung tapi lebih didasarkan pada akurasi atau ketepatan identifikasi.

Hal-hal baik apa yang dapat terus dilakukan di masa yang akan datang,
apa yang bisa ditingkatkan, hal-hal apa yang tidak boleh terulang lagi di masa datang,

kesulitan apa yang ditemui dan


apa yang harus dilakukan apabila mendapatkan masalah yang sama di kemudian hari,

Kesuksesan DVI bukan dari cepatnya proses

Akurasi dan Ketepatan Identifikasi

HAMBATAN PROSES DVI

Sistem Pencatatan di Indonesia Buruk

Data Ante Mortem Kurang (rekam medis pem.gigi,Sidik Jari SIM,dll

Terhambatny a kerja Tim Ante Mortem

Data DNA Post Mortem Mahal

Organisasi Komando DVI membiayai sendiri

Harusnya dana identifikasi dari pemerintah cepat

SEKRETARIAT DISASTER VICTIM IDENTIFICATION INDONESIA

Jln. Cipinang Baru Raya No. 3B Cipinang Jakarta Timur E-mail : dvi_indonesia@yahoo.co.id Telp : (021) 4722055 http://www.dvi-indonesia.com/

Identifikasi korban mati adalah tanggung jawab polisi yang dalam hal ini adalah Polri. sebagai salah satu tugas Polri seperti yang tercantum di dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 Pasal 14 huruf h adalah menyelenggarakan identifikasi kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian didalam rangka menjalankan tugas pokok Polri, yaitu memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Menyadari akan kompleksnya tugas Polri tersebut diatas dimana salah satunya adalah turut bertanggung jawab atas terjadinya musibah korban massal seperti pada kasus Bom Bali, Bom JW Marriot, bom Kuningan dan peristiwa musibah gempa dan tsunami Aceh maka terbentuklah Sekretariat DVI Nasional berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan RI Nomor :1088/MENKES/SKB/IX/2044 dan Kepala Kepolisian Negara republik Indonesia No. Polisi : KEP/41/IX/2004 tanggal 29 September 2004.

RUJUKAN HUKUM:
1. UU No. 24 th 2007 ttg PB

2. UU No. 2 th 2002 ttg Polri


3. UU No. 23 ttg Kesehatan 4. PP No. 21 ttg Penyelenggaraan PB 5. Resolusi Interpol No. AGN/65/RES/13 year 1996 on Disaster Victim Identification 6. MOU Depkes RI-Polri th 2004

7. MOU Depkes RI-Polri th 2003

MENGAPA DVI DIPERLUKAN ?


1. Pemenuhan salah satu HAM

2. Bagian dari proses investigasi


3. Identifikasi visual tidak dapat dipertanggungjawabkan 4. Pemenuhan aspek hukum perdata 5. Pengembalian jenasah dengan identitas secara pasti kepada keluarganya untuk kepentingan umum yaitu asuransi, warisan, status perkawinan yang dapat dipertanggung jawabkan

6. Pemenuhan Pasal 51 ayat (5) PP No. 21 ttg Penyelenggaraan PB.

SAAT INI TELAH TERBENTUK 4 TIM DVI REGIONAL TERDIRI DARI :

Tim DVI Regional Barat I berkedudukan di Medan


Tim DVI Regional Barat II berkedudukan di Jakarta Tim DVI Regional Tengah berkedudukan di Surabaya

Tim DVI Regional Timur berkedudukan di Makassar

DI INDONESIA PROSEDUR DVI MENGACU PADA STANDAR DVI INTERPOL, MENGGUNAKAN FORMULIR DVI, BISA ADA PENYESUAIAN DENGAN SITUASI TEMPAT KEJADIAN PERKARA, MEMPUNYAI SOP DAN MOU. KEBERHASILAN DVI DALAM IDENTIFIKASI KORBAN MATI DAN KEJADIAN BENCANA YAITU :
Kejadian Bom : - Bom Bali tahun 2002 dari 202 korban mati berhasil diidentifikasi 200 korban mati (99%) - Bom Bali tahun 2005 berhasil diidentifikasi 23 korban mati (100%) - Bom JW Mariot Jakarta tahun 2003 berhasil diidentifikasi 12 korban mati (100%) - Bom Kedutaan Besar Australia di Jakarta tahun 2004 Kecelakaan Transportasi : - Kecelakaan Mandala di Medan tahun 2005 teridentifikasi 143 korban mati dari penumpang dan masyarakat sipil - Tenggelamnya Kapal Senopati dan KM Tri Star tahun 2006 teridentifikasi 642 korban mati - Kecelakaan Pesawat Garuda tahun 2007 teridentifikasi 21 korban mati. Gempa Bumi / Tsunami : - Aceh dan Sumatera Utara tahun 2005 dan 2006 - Jogjakarta tahun 2006 - Tasikmalaya tahun 2009 teridentifikasi 79 korban mati - Sumatera Barat tahun 2009 teridentifikasi 478 korban mati

GIGI DAN DVI


Dokter gigi mempunyai kontribusi yang tinggi dalam menentukan identitas seseorang pada Disaster Victim Identification (DVI). 1. Pada kasus Bom Bali I, korban yang teridentifikasi berdasarkan gigi-geligi mencapai 60%, 2. korban kecelakaan lalu lintas di Situbondo mencapai 60%, 3. korban kecelakaan Mandala Medan mencapai 65%, dan

4. korban jatuhnya Pesawat Garuda di Jogyakarta mencapai 95%.

DAFTAR PUSTAKA
http://puradini.wordpress.com/2011/02/19/disaster-victim-investigation-dvi/

Interpol DVI Guide


Majalah Kedokteran Nusantara Volume 41 No. 4 Desember 2008 Indonesian Journal of Legal and Forensic Sciences 2012; 2(1): 5-7 www.dviindonesia.com

www.iofm .com

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai