Anda di halaman 1dari 20

Identitas Nama Umur : An.

A : 8 tahun

Tanggal Lahir : 30 Juni 2002 Jenis kelamin : Laki-laki Alamat Anak ke No.RKM : Joglo RT/RW:02/05 Kecamatan Cianjur : 2 dari 2 bersaudara : 459368

Ruang rawat : Samolo III Tanggal masuk Rumah Sakit Tanggal Pemeriksaan : 14 April 2011 : 15 April 2011

Identitas Orang Tua Ayah Nama Umur Pekerjaan Alamat Penghasilan Ibu Nama Umur Pekerjaan Alamat Penghasilan : Ny. M : 37 tahun : TKW : Joglo RT/RW :02/05 kec.cianjur :: Tn. A : 40 thn : Buruh : Joglo RT/RW :02/05 kec.cianjur : Rp. 250.000/bulan

Anamnesis ( alloanamnesis & autoanamnesa) Keluhan Utama Riwayat penyakit sekarang : Sejak 14 hari sebelum masuk rumah sakit, penderita mengeluh panas badan yang semakin lama semakin tinggi cuma pada waktu siang dan malam. Pada waktu 11 hari
1

: Panas Badan sejak 14 hari smrs

sebelum masuk rumah sakit, panas badan terus-menerus dari siang hingga malam. Keluhan disertai nyeri kepala daerah dahi, nyeri otot, penurunan nafsu makan dan nyeri ulu hati. Pasien juga mengeluh mencret lebih dari 4 kali dalam sehari yang tidak berdarah dan tidak berlendir. Akibat keluhan tersebut, pasien berobat ke Puskesmas dan diberi obat penurun panas, obat mual dan obat mencret. Namun panas tidak berkurang walaupun sudah berobat. Keluhan tidak disertai dengan kejang, sesak, muntah dan nyeri perut yang hebat. Pada saat 4 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh sukar buang air besar. Tinja berwarna kuning, tidak berlendir, dan tidak berdarah. Buang air kecil tidak ada kelainan. Pasien mengeluh batuk setelah masuk rumah sakit. Pasien sering jajan di tempat yang kumuh di sekolah setiap hari dan pasien juga mengaku jarang mencuci tangan sebelum makan. Di lingkungan rumah, tikus sering berkeliaran di kawasan sekitar rumah pasien. Pasien tinggal di rumah bersama 4 orang anggota keluarga yang lain. Sumber air minum dari pompa yang berdekatan dengan tempat MCK. Riwayat adanya batuk-batuk lama, penurunan berat badan yang drastis, adanya benjolan di leher, dan adanya anggota keluarga lain yang mengalami batuk-batuk lama serta pengobatan penyakit paru yang lama disangkal. Riwayat berat badan sulit naik diakui. Riwayat berpergian ke luar daerah disangkal. Penderita baru pertama kali sakit seperti ini. Riwayat keluhan serupa pada anggota keluarga lainnya disangkal. Riwayat Imunisasi : BCG DPT POLIO HEPATITIS B CAMPAK TIFOID : (+) 1 kali : (+) 1 kali : (-) : (-) : (-) : (-)

Riwayat Penyakit Dahulu : Cacar air dan ISPA

Pemeriksaan Fisik :

Keadaan umum : Tampak sakit sedang Kesadaran Sianosis Dispneu Edema Tanda Vital Tekanan Darah Nadi Respirasi Suhu Status gizi Umur Berat badan Hasil : BB/U : 24/26,5 x 100% = 90,5% Baik TB/U : 116/128 x 100% = 90,6% Baik BB/TB : 24/28 x 100% = 85,7% Kurang STATUS GENERALIS Kepala Bentuk Rambut Mata Hidung Telinga Mulut /-), coated tongue di tepi lidah (+), tonsil hiperemis (-) Leher Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)
4

: Compos Mentis : (-) : (-) : (-)

: 100/70 mmHg : 96 x/menit : 28 x/menit, tipe : thorako abdominal : 38,2 0C per axilla

: 8 tahun : 24 kg

Tinggi badan : 116 cm

: Normocephal : Hitam dan tidak mudah rontok : Konjungtiva anemis (-/-), skelra ikterik (-/-) : Konka hiperemis (-/-), keluar sekret (-/-) : Keluar sekret (-/-) : Pharynk hiperemis (+), bibir anemis (-/-), bibir sianosis (-

Kulit

: turgor kulit baik, petekie (-)

Thorax

Defiasi trachea

: Tidak ada penarikan trachea

Kelenjar getah bening : Tidak ada pembessaran kelenjar getah bening

Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi Aukultasi gallop (-) Paru-paru Inspeksi Palpasi Perkusi Auskultasi wheezing (-/-) Abdomen Inspeksi distensi (-) Auskultasi Palpasi costa, lien tidak teraba adanya pembesaran.

: Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis tidak teraba : Sonor kiri = kanan : Bunyi jantung 1&2 murni, tunggal, reguler, murmur (-),

: Dinding dada simetris, rektraksi sela iga (-) : Vocal fremitus (+/+) sama : Sonor dikedua lapang paru, batas paru-hepar ICS 5 : Bunyi napas vesikuler di kedua lapang paru, ronchi (-/-),

: Dinding perut simetris, supel, massa (-), bekas operasi (-),

: Bising usus (+), 8 x/menit : Nyeri tekan epigastrium, hepar teraba 1cm bawah arcus

Perkusi

: Timpani pada keempat kuadran abdomen

Extremitas Akral Edema Clubbing Sianosis : Hangat : -/: -/: -/

Capillary refill: < 2 detik

Neurologi
5

Kaku kuduk : (-) Refleks Patologis : Babinski -/-.

PEMERIKSAAN PENUNJANG TES Darah Lengkap WBC HGB HCT PLT Widal S.thypi O S.thypi H RESUME Seorang anak 8 tahun, febris (+) sejak 14 hari yang lalu, cefalgia (+), mialgia (+), nyeri epigastrium (+), vomitus (-), anoreksia (+). Status gizi baik, imunisasi dasar tidak lengkap. Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan febris (+), nadi dan pernapasan dalam batas normal. Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan trombositopenia, leukopenia, widal tes (+). Negatif 1/640 Hasil 3,5 L 10,4 L 30,5 L 117 L
3

Satuan

Nilai normal 4,5 13,5 11,5 14,5 32,0 42,0 150 - 450

10 /l g/dl %
3

10 /dl

BRONKOPNEUMONIA

DEFINISI Pneumonia merupakan penyakit

peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Bronkopneumonia adalah nama yang diberikan untuk sebuah inflamasi paru-paru yang biasanya dimulai di bronkiolus

terminalis. Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang bersebelahan. Penyakit ini seringnya bersifat sekunder, mengikuti infeksi dari saluran nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan sistem pertahanan tubuh. ETIOLOGI Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Hasil penelitian 44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung : Usia Status lingkungan Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara) Status imunisasi Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi) Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus

Etiologi menurut umur, dibagi menjadi : 1. Bayi baru lahir (neonatus-2 bulan) Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram negatif lain, Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis tersering , Sifilis kongenital pneumonia alba. Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP Streptococcus aureus dan Streptokokus grup A tidak sering tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20% anak dengan pertusis 3. Usia 1 5 tahun - Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. Aureus tersering - Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia atipikal) 4. Usia sekolah dan remaja S. pneumonia, Streptokokus grup A,dan Mycoplasma pneumoniae (pneu monia atipikal) terbanyak 2. Usia > 2 12 bulan -

Klasifikasi Menurut buku Pneumonia Komuniti, Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia yang dikeluarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003 menyebutkan tiga klasifikasi pneumonia. 1. Berdasarkan klinis dan epidemiologis: a. Pneumonia komuniti (community-acquired pneumonia). b. Pneumonia nosokomial, (hospital-acquired pneumonia/nosocomial pneumonia). c. Pneumonia aspirasi. d. Pneumonia pada penderita immunocompromised.

2. Berdasarkan bakteri penyebab: a. Pneumonia bakteri/tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa bakteri mempunyai tendensi menyerang seseorang yang peka, misalnya klebsiella pada penderita alkoholik, staphyllococcus pada penderita pasca infeksi influenza. Pneumonia Atipikal disebabkan mycoplasma, legionella, dan chalamydia. b. Pneumonia virus. c. Pneumonia jamur, sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi terutama pada penderita dengan daya tahan lemah (immunocompromised). 3. Berdasarkan predileksi infeksi: a. Pneumonia lobaris, pneumonia yang terjadi pada satu lobus (percabangan besar dari pohon bronkus) baik kanan maupun kiri. b. Pneumonia bronkopneumonia, pneumonia yang ditandai bercak-bercak infeksi pada berbagai tempat di paru. Bisa kanan maupun kiri yang disebabkan virus atau bakteri dan sering terjadi pada bayi atau orang tua. c. Pneumonia interstisial. EPIDEMIOLOGI Penyakit saluran nafas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang ting tinggi di seluruh dunia. Sekitar 80% dari seluruh kasus baru umum berhubungan CAP (pneumonia di masyarakat). Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) sejak 1986 sampai era 2000 an hampir 80 sampai 90 persen kematian balita akibat serangan ISPA dan pnemonia. Angka kejadian tertinggi ditemukan pada usia kurang dari 4 tahun dan mengurang dengan meningkatnya umur

PATOFISIOLOGI Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus. A. Stadium I (4 12 jam pertama/kongesti) Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
10

B. Stadium II (48 jam berikutnya) Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. C. Stadium III (3 8 hari) Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti. D. Stadium IV (7 12 hari) Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula. MANIFESTASI KLINIK Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 3940C dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai di awal penyakit, anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, dimana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif.
11

Pada bronkopneumonia, hasil pemeriksaan fisik tergantung pada luasnya daerah yang terkena. Pada perkusi toraks sering tidak dijumpai adanya kelainan. Pada auskultasi mungkin hanya terdengar ronki basah gelembung halus sampai sedang. Bila sarang bronkopneumonia menjadi satu (konfluens) mungkin pada perkusi terdengar suara yang meredup dan suara pernafasan pada auskultasi terdengar mengeras. Pada stadium resolusi ronki dapat terdengar lagi. Tanpa pengobatan biasanya proses penyembuhan dapat terjadi antara 2-3 minggu. DIAGNOSA Perlu anamnesis yang baik untuk menyingkirkan diagnosis. Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut : a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung. Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada; penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif. Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua. Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

12

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi. b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang. c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan

d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring. Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme terjadinya). Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI Gambaran radiologis mempunyai bentuk difus bilateral dengan peningkatan corakan bronkhovaskular dan infiltrat kecil dan halus yang tersebar di pinggir lapang paru. Bayangan bercak ini sering terlihat pada lobus bawah.

13

PEMERIKSAAN LABORATORIUM Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat invasif sehingga tidak rutin dilakukan.

KRITERIA DIAGNOSIS Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut : a. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada b. Panas badan c. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles) d. Foto thorax meninjikkan gambaran infiltrat difus e. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan)

KLASIFIKASI DERAJAT Pneumonia sangat berat : bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika. Pneumonia berat : bila dijumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan diberi antibiotika.

14

Pneumonia : bila tidak ada retraksi tetapi dijumpai pernafasan yang cepat : > 60 x/menit pada anak usia < 2 bulan > 50 x/menit pada anak usia 2 bulan 1 tahun > 40 x/menit pada anak usia 1 5 tahun Bukan Pneumonia : hanya batuk tanpa adanya tanda dan gejala seperti diatas, tidak perlu dirawat dan tidak perlu diberi antibiotika

KOMPLIKASI Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. PENATALAKSANAAN

Bed rest Anak dengan sesak nafas memerlukan cairan inta vena dan oksigen (1 2 l/mnt). Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9% ditambah larutan KCl 10 mEq/500 ml botol infus.

Jumlah cairan disesuaikan dengan berat badan dan kenaikan suhu. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit Pemberian antibiotik sesuai biakan atau berikan : Untuk kasus pneumonia community base : o Ampisilin 50 - 100 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian Mekanisme kerja : menghambat sintesa dinding sel bakteri Indikasi : infeksi saluran napas yang disebabkan oleh enterobacter, E. coli, infeksi salmonella, meningitis. Kontra indikasi : hipersensitivitas Efek samping : kulit kemerahan, mual, muntah, diare. Interaksi obat : kloramfenikol, eritromisin, tetrasiklin, allopurinol (kulit kemerahan akan bertambah bila diberikan bersamaan)
15

o Kloramfenikol 75 mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian Mekanisme kerja : menghambat sintesa protein yang berinteraksi dengan ribosom 50 S. Indikasi : demam tifoid, meningitis, pneumonia Kontraindikasi : wanita hamil dan menyusui, anak-anak, hipersensitivitas. Efek samping : mual, muntah, urtikaria, angioderma, gangguan hematologic dan neurologik, rasa terbakar, dan gray syndrome. Interaksi obat : memperpanjang waktu paruh dan meningkatkan kadar fenitoin, dikumarol, klorpropamid dalam serum.

Fenobarnital dan rifampin menurunkan kadar klorampfenikol dalam serum. Menurunkan respon anemia terhadap asam folat dan vitamin B12 bila diberi bersamaan. Mengantagonis efek bakterisid penisilin.

Untuk kasus pneumonia hospital base : o Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian Golongan : sefalosporin generasi III Mekanisme kerja : menghambat sintesa dinding sel bakteri dengan mengganggu cross-linking akhir peptidoglikan dan mengaktifkan enzim otolitik dinding sel. Indikasi : infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas bawah, kulit, intra abdominal, dll. Kontra indikasi : hipersensitivitas. Hati-hati pemberian pada penderita yang terkena colitis pseudomembranosa ditandai diare, gagal ginjal, wanita hamil, dan menyusui. Efek samping : nyeri tempat suntikan, gatal, kulit kemerahan, neutropenia, moniliasis, vaginitis. Interaksi obat : nefrotoksik meningkat bila diberikan bersama aminoglikosid. Probenesid meningkatkan kadar sefotaksim dalam darah.

16

o Amikasin 10-15 mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian Mekanisme : menghambat sintesa protein dengan mengikat ribosom 30 S. Indikasi : infeksi oleh gram negatif aerobik terutama

Pseudomonas aeruginosa, E.koli, Klebsiella pneumonia, M. tuberculosis. Kontraindikasi : gagal ginjal, hipersensitivitas. Efek samping : neuritis perifer, reaksi alergi, iritasi

lokal,ototoksik. Interaksi obat : ototoksik meningkat bila diberi bersama asam etakrinat, furosemid,bumetamid. Paralisis pernafasan bila

diberikan bersama tubokurarin, suksinilkolin. Efek nefrotoksik meningkat bila diberikan nersama amfoterin B, sefalotin, dan sefaloridin.

Antipiretik : paracetamol 10-15 mg/kgBB/x beri Mekanisme kerja : menghambat kerja enzim siklo-oksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Indikasi : analgesik-antipiretik, demam reumatik akut. Kontraindikasi : penyakit hati dan ginjal, diabetes mellitus, penderita G6PD. Efek samping : reaksi alergi, anemia, mual, muntah. Interaksi obat : dosis besar dapat mempengaruhi efek

antikoagulasi. Kombinasi denganfenasetin meningkatkan kejadian nefrotoksik. Pemberian bersama alkohol atau malnutrisi dapat meningkatkan efek hepatotoksik.

Dosis maksimal : dewasa 4gr/hari, Anak > 6 tahun 1,2 gr/hari.

Mukolitik : Ambroxol 1,2-1,6 mg/kgBB/2 dosis/oral Mekanisme kerja : menurunkan viskositas sekret/sputum, bekerja secara langsung pada mukoprotein dengan jalan melepas ikatan disulfida.

17

Indikasi : bronkhitis kronik, batuk kronik atau akut, antidotum parasetamol. Kontraindikasi : hipersensitivitas Efek samping : mual, muntah,stomatitis,bronkospasme.

Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui selang nasogastrik dengan feeding drip. Jika sesaknya berat maka pasien harus dipuasakan

Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi : Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis Berat ringan penyakit Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis Ada tidaknya penyakit yang mendasari

Antibiotik: Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24- 72 jam pertama) menurut kelompok usia. a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) : - ampicillin + aminoglikosid - amoksisillin-asam klavulanat - amoksisillin + aminoglikosid sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn) - beta laktam amoksisillin - amoksisillin-amoksisillin klavulanat - golongan sefalosporin - kotrimoksazol - makrolid (eritromisin)

18

c. Anak usia sekolah (> 5 thn) amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin) tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun) Kotrimoksazol (4mg TMP/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari Amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV selama 5 hari

Terapi Oksigen Beri oksigen pada semua anak dengan pneumonia berat Gunakan nasal prongs, kateter nasal atau kateter nasofaringeal. Penggunaan nasal prongs adalah metode terbaik untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda. Oksigen harus tersedia secara terus menerus setiap waktu. Lanjutkan pemberian oksigen sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam yang berat atu nafas > 70/menit) tidak ditemukan lagi.

19

DAFTAR PUSTAKA

Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 1997. Hal 633. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung : 2005. Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics : Pneumonia. Edisi ke-17. Saunders. 2004. Dahlan, Zul. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV-Pneumonia. Pusat Penerbitan FK UI. Jakarta : 2006 Matondang, Corry. S. Diagnosis Fisis pada Anak. Sagung Seto. Jakarta : 2003 Buku Bagan Manajemen terpadu Balita Sakit (MTBS). Depkes RI. Jakarta : 2008 Tjay, Tan Hoan. Obat-Obat Penting Edisi VI. Gramedia. Jakarta: 2007 WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009

20

Anda mungkin juga menyukai