Anda di halaman 1dari 11

AUTISME

Autisme berasal dari bahasa Yunani, auto yang berarti sendiri, anak Autisme seolah-olah hidup di dunianya sendiri, mereka menghindari / tidak merespon terhadap kontak social dan lebih senang menyendiri.Walaupun penderita Autisme sudah ada sejak dahulu, istilah Autisme baru diperkenalkan oleh Lee Kenner pada tahun 1943.

Pengertian Autisme
Autisme adalah gangguan dalam perkembangan neurologis berat yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain di sekitarnya secara wajar (Sutadi, 2002). Sedangkan menurut Sasanti(2004) Autisme adalah sekumpulan gejala klinis atau sindrom yang di latarbelakangi oleh berbagai factor yang sangat bervariasi dan berkaitan satu sama lain dan unik karena tidak sama untuk masing-masing kasus dan secara klinis sering ditemukan gejala yang bercampur baur atau tumpang tindih dengan gejalagejala dari beberapa gangguan perkembangan yang lain maupun gangguan spesifik lainnya. Autisme bisa terjadi pada siapa saja, tanpa batasan perbedaan status sosialekonomi, pendidikan,golongan etnik maupun bangsa. Perbandinga antara pria dan perempuan penyandang autisme diperkirakan 3-4 banding satu. Waspadai autisme pada anak sejak dini. Makin cepat mereka mendapat pertolongan , makin menambah harapan anak dapat beradaptasi dengan diri dan lingkunganya. Bahkan anak bias menumbuhkan kemampuan konseptual dan akademik bila mendapatkan pelatihan sejak masa balita. AUTISME disebabkan adanya kelainan pada struktur sel otak. Biasanya karena terjadi gangguan pertumbuhan sel otak pada saat kehamilan trimester pertama. Sebagaimana ditulis detikhealth, hambatan pembetukan sel otak pada janin dipengaruhi berbagai hal. Misalnya janin terancam irus rubella, toxoplasma, herpes, jamur(candida), oksigensi(pendarahan)atau keracunan makanan. Selain itu, factor genetic juga bisa menyebabkan autisme.

Ada gen tertentu yang mengakibatkan kerusakan khas pada sustem limbic atau pusat emosi. Akibatnya, fingsi otak jadi terganggu, terutama fungsi yang mengendaikan pemikiran,pemahaman, komunikasi dan interaksi. Karena itu, penyandang autisme biasanya sulit berinteraksi dan berkomunikasi dengan orang lain.

Gangguan Perkembangan pada Anak Autisme


Menurut Tjhin Wiguna (2204) anak Autisme mengalami gangguan yang menetap pada pola interaksi social, komunikasi yang menyimpang dan pola tingkah laku yang terbatas dan berulang (stereotipik) dan pada umumnya anak dengan gangguan Autisme ini mempunyai fungsi di bawah rata-rata. Adapun menurut Leo Kanner (1943), penyebab gangguan Autisme adalah adanya pengaruh psikogenik sebagai penyebab terjadinya gangguan Autisme seperti orangtua yang emosional, kaku, dan obsesif dalam mengasuh anak mereka. Anak Autis mengalami gangguan perkembangan yang biasanya disebut dengan istilah Trias Autisme yang meliputi : a. Gangguan pada Kemampuan Interaksi Sosial, yang ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut

Kontak mata kurang, anak Autis bila diajak bicara tidak mau menatap muka lawan bicara. Tidak slalu menengok bila dipanggil lebih suka bermain sendiri, anak Autis sulit berinteraksi dengan teman sebayanya dalam bermain. Ekspresi wajahnya kurang hidup Sering menolak bila dipeluk Tidak tertarik pada mainan Bermain dengan benda-benda yang bukan mainan anak-anak Kadang-kadang anak ini suk melakukan ekspresi:menangis, tertawa sendiri, marahmarah tanpa sebab.

b. Gangguan pada Kemampuan Berkmunikasi dan Berbahasa Dalam perkembangan berbahasa anak Autis basanya menunjukkan gejala-gejala sebagai berikut: c. Kemampuan bicaranya terlihatterlambat disbanding anak seusianya Bicara dengan bahasa yang tidak dimengerti orang k\lain Bila anak bia bicara sering tidak mengerti arti kata yang di ucapkannya Sulit bila diajak berdialog Echolalia (meniru perkataan orang lain) atau membeo Bila ank ingin sesuatu dia akan menarik tangan orang lain yang ada didekatnya dan dirahkan pada apa yang diinginkan Kemampuan bahasa isyaratnya tidak berkembang Tata bahasanya kacau

Gangguan pada Kemampuan Perilaku dan Minat Perilaku merupakan segala sesuatu yang diekspresikan melalui perkataan dan

perbuatan dan semuanya itu dapat kita lihat, rasakan, dan kita dengar baik olr diri sendiri tau orang lain. Banyak perilaku Autisme yan berbeda dari perilaku normal, distu sisi ada perilaku yang berlebihan, disisi lain adalah penatalaksanaan anak dengan gangguan Autisme secara tersrukur dan berkesinambungan untuk mengurangi masalah perilaku dan untuk eningkatkan kemampuan belajar dan perkebangan anak sesuai atau palinh sedikit mendekati anak seusianyadan bersifat multi disiplin yang meliputi: 1. Terapi prilaku berupa ABA(Applied Behaviour Analysis); Terapi prilaku didasarkan atas proses belajar dan mempunyai tujuan mengubah prilaku yang tidak diinginkan menjadi prilaku yang diinginkan. Pada umumnya terapi prilaku ini ditujukan utuk dua hal yaitu : (a) Mengurangi atau menghilangkan perilaku yang berlebihan (mengamuk, agresif, melukai diri sendiri, teriak-teriak, hiperaktif tanpa tujua an prilku lain yang tidak bermanfaat);

(b) akan memunculkan perilaku yang masih berkekurangan yaitu belum bias bicara, belum mereson bila diajak berbicara, kontak mata yang kurang , tidak punya inisiatif, tidak berinteraksi wajar dengan lingkungannya/kurang mampu bersosialisasi Dibeberapa tempat terapi di Indonesia, umumnya dilakukan terapi perilaku yang menggabungkan berbagai metode menjai suatu rumusan yang disesuikan dengan kebutuhan masing-masing kasus anak. Yang umum dipakai sebagai dasarnya adalah ABA yng dikembangkan oleh Dr. Ivar Lovaas dan dilaksanakan dengan cara DDT(Discrete Trial Training). Kurikulum dibuat secara sistematis oleh Catherine Murice yang ditulis dalam buku BehaviouralINtervention for Young Children with Autism. A Manual for Parents and Professionals. Pro-Ed, Autism-Texas,1996. Ada beberapa tahapn dalam kurikulm tsb diatas yaitu, tahap awal, tahap menengah dan tahap akhir. Tiap-tiap tahap terdiridari enam kelompok kemampuan, yaitu: mengikuti tugas/pekerjaan, imita/meniru, bahasa reseptif, bahasa eksprisif, pre-akademik, dan Bantu diri. Untuk tahap mahir dimasukkan kurikulum bahasa abstrak, akademik, serta keampuan sosialisasi kesiapan mask sekolah. B. Terapi Biomedik. Berdasarkan temuan dari berbagai penelitian dalam bidang biologis, serta bukti-bukti yang didapat dari pemeriksaan laboratorium, maka terjadi perubahan paradigma dalam penanganan gangguan sprktrum Autisme. Paham yang sudah banyak diakui saat ini adalah bahwa GSA adalah sindrom yang komplek yang didsari atas adanya gangguan fisiolosis serta biokimia yang mempengaruhi hasil akhir dalam gangguan kognitif, prilaku dan emosionalnya mak gangguan biologisny harus dibenahi. Ini merupakan filosofi dari terapik biomedik(Sasanti,2004:3). 2. Terapi biomedik(medikamentosa); Terapi biomedik meliputi: (a) pemberian obat-obatan (sesuai dengan gejala-gejala klinis/ hasil laboratorium yag ditemuka). Juga bias diberikan: psikotropka, antibioik, antit jamur, anti virus, anti parasit;

(b) pengaturan diet tanpa pengawet, tap pewarna buatan, pengaturan makanan dengan cara eliminasi sementara dan rotasi, dll; (c) pemberian enzim pencernaan; (d) pemberian vitamin dan mineral; (e) asupan lain,misalnya asam lemak esensial, asam amino, antioksidan, prebiotik,dll; (f) perbaikan fungsi imunologi, sesuai dengan gangguannya; (g) chelation(pengeluaran logam berat). 3. Terapi tambahan lain yaitu, terapi wicara, terapi sensori integration, terapi musik, terapi diet,dll. Adapun tujuan dari terapi Autisme adaah mengurangimasalah prilaku dan meningkatkan kemapuan belajar serta meningkatkan perkembangan anak agar sesuai atau paling sedikit mendekati anak seusianya. Termasuk disini adalah terapi sensori integrasi, tepi musik, terapi wicara, terapi okupasi, terapi seni, terapi relaksasi, akupuntur, dll. Pemilihan jenis terapi tambahan yang diperlukan untuk masing-masing anak tentu harus dipertimbangkan dengan seksama melihat dariklinis yang menonjol serta target yang ingin dicapai. Gejala autis mulai tampak pada anak sebelum mencapai usia tiga tahun. Penyebabnya adalah gangguan pada perkembangan susunan saraf pusat yang mengakibatkan terganggunya fungs otak. Secara medis, kelainan yang terdapat di otk penyandang autsme ini tak dapat disembuhka, tetapi bila otak anak yang sedang berkembang mendapat rangsangan secara intensif dan terpadu sedini mungkain, maka fungsi sel yang rusak bias diambil alih oleh sel otak yang lai, meski hasilnya tak sempurna. Inilah pentingnya mengetahui gejala autisme sedini mungkin pada anak

Gejala
Gejala autisme tidak sama pada setiap anak. Pada anak/bayi autis yang berat, mungkin semua gejala ada, sedangkan pada penyandang autise ringan bias saja gejala hanya muncul beberapa baian saja.

Bayi/anak yang menyandang autiesme cendrung menghindari kontak mata. Ia senang melihat mainan yang berputar dan digantung diatas tempat tidur, terlambat bicara, tau kalupun mau berbicara bahasanya tak dimengerti orang lain. Anak autis tidak mau menengok bila fipanggil namanya. Ia juga cendrung tak mempunyai rasa empati, suka tertawa-menangis-marah atau emosi tanpa sebab yang nyata. Gangguan prilaku berlebihan kadang juga terjadi misalnya hiperaktif, melompat-lompat, lari ke sana-sini tak terarah, berputar-putar atau mengulang-ulang gerakan tertentu. Tapi adakalanya gejala prilaku lain justru kekurangan seperti bengong, tatapan matanya kosong, bermain dengan monoton, kurang variatf dan biasanya dilakukan secara berulangulang. Secara umum, gangguan perkembangan pada anak autis begitu luas, mencakupgangguan dalam komunikasi verbal dan nonverbal serta terganggu dalam interaksi sosial dan control emosi, maka terapi yang dilakukan juga terapi multidisipliner. Artinya, terapi bagi penyandang autis harus terpadu, mulai dari terapi obat, terapi bicara, terapi perilaku, pendidikan khusus, dan bila perlu terapi okupasi.

Terapi
Pada prinsipnya, terapi untuk penyandang autisme dibagimenadi tiga kegiatan, bertujuan untuk menggali kemampuan potensial anak untuk mandiri dan merancang pelatihan dan pendidikan berkelanjutan sesuai dengan kewajaran pertumbuhan, sehingga anak dapat mengembangkan diri dan keterampilan yang dibutuhkan untuk dapat berkarya atau bekerja secara mandiri. Tiga kegiatan tsb adalah sbb; 1. Rehabilitasi Dasar Cermati kelainan pertumbuhan dan perkembangan bayi usia 6-18 bulan , adakah kelainan kelainan pada usia ini.Misal, apakah bayi bias bertatapan mata dengan orang lain, adakah bagian kaki atau tabgan yang mngalami kelainan sulit digerakkan, bagaimana kemampuannya menelengkup, merangkak, ataupun berdiri.Bila ditenggarai byi usia ini mengidap autisme, maka lakukan perawtan

danh pelatihan yang terpogram sesuai dengan target pemulihan yang hendak dicapai.Misalnya, bila gerak kaki atau tangan tak wajar, maka kegiatan perawatan dan pelatihan diarahkan untuk meningkatkan kemampuan anak menggerakkan kaki dan tangan sewajar dan senormal mungkin.Tindakan perawtan dan pemulihan terarah pada otot yang menglami kekakuan (spastic) atau pada otot yang sangat lemas (hypotonic), atau pada otot yang gerakkannya tidak terkendali (athetoid). Perhatikan juga kemampuan anak beraksi dan berinteraksi dengan lingkungan, misalnya terhadap suara, sinar dan kemampuan memperhatikan dan meniru ucapan atau panggilan.Umumnya pada usia 12-14 bulan anak sudah mmpu berjalan dan bercakap-cakap, meski masih cadel. Ada kasus dimana anak mengalami keterlmbatan berbicara, antara lain dikarenakan gangguan pada ogan pendengaran dan mengalami kesulitan menelan.Penanganan dini dan tepat mempermudah usaha rehabilitasi yang memulihkan kesehatan anak sehingga terlepas dari kelainan kelainan fungsi organ tubuh yang bila gagl dpat menimbulkan cacat prmanen. 2. Rehabilitasi Fungsional Program ini lanjutan dari program rehabilitasi dasar.Penekanannya lebih ke perawatan dan pelatihan yang diselaraskan dengan jenis dan tingakat kelainan serta perkembangan jiwa anak, terutama dalam masa pembentukan kepribadian anak.Perawatan diarahkan untuk memulihkan kelemahan yang belum teratasi pada program terdahulu.Pelatihan dikhususkan untuk memulihkan kekurangwajaran gerakan fisik anak berusia 2-4 tahun yang disebabkan oleh kekakuan (spastic) atau kelemasan (hypotonic). Program pelatihan mengarahkan pada keterampilan bermain olah raga, seni menari, menyanyi, dan keterampilan bersosialisasi dalam kelompok.Prinsipnya, tahap lanjutan ini meliputi pelatihan emosi kejiwaan peningkatan kecerdasan dasar anak secara padu dalam kelompok bermain. Pelatihan khusus diberikan pada anak yang mengalami kelainan fisik yang berat, misalnya sindroma down atau penyandag kekakuan otot kaki dan tangan (spactic

quadriplegia) yang terserang virus rubella.Perawatan dan pelatihan khusus lainnya diberikan pada anak yang mengalami kelainan saraf atau organ wicara (sulit berbicara), kelainan saraf dan organ pendengaran (kesulitan mendengar), dan yang paling parah bila mengalami gangguan wicara dan pendengaran sekaligu. Tantangan yang sangat berat , yaitu bagaimana memulihkan kondisi fisik mental dan kecerdasan anak supaya terbebas dari belenggu kelainan fisik dan ketertinggalan mental dan intelektual yang sangat menakutkan.Pada tahaan ini diharapkan penyandang autisme dapat mengatasi kesuliatan kesulitan yang dialami seperti kemampuan berbicara, berkomunikasi dengan orang-orang terdekat, dan berinteraksi dengan lingkungan, sebagai persiapan mengikuti program wajib belajar. 3 Antisipasi Masa Ketenangan Palsu Dalam penelitian Dr.Andreas Rett (1966), diperkirakan adanya masa kestabilan atau ketenangan palsu (plateau or psedudo stationary stage).Biasanya terjadi pada anak usia 2-10 tahun.Pada tahapan ini, kelainan perilaku anak kelihatan berkurang, emosinya kelihatan lebih stabil dn terkendali.Namun perlu diwaspadai ancaman treus merosotnya kemampuan saraf sensorik dan motoriknya.Pengamatan lanjut terhadap masa plateau ini penting agar tidak terjadi tahapan makin sulit bergerak Pada tahapan ini perlu pengamatan cermat, terutama pada anak tahapan pertama dan kedua memperlihatkan kemajuan yang meyakinkan agar tidak terkecoh masa ketenangan palsu.Selain itu, perlu kewaspadaan pada pertumbuhan anak hingga berusia 24 bulan tergolong normal, tetapi setelah itu mengalami penurunan kesehatan yang drastic.Secara awam, penyebab kelainan pertumbuhan anak setelah berusia 24 bulan dapat disebabkan oleh Sindroma Heller dan karena kecelakaan benturan kepala, terjatuh atau terpukul, akibat demam panas tinggi, akibat salah makan dan minum, termasuk akibat salah obat.

TUGAS ILMU KEPERAWATAN DASAR I KONTINUM SEHAT SAKIT

AUTISME

Oleh : Nicke Asviranda Risbi 0810322013

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNAND 2008 / 2009 KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,karunia-Nya dan hidayah serta rizki yang tiada banyaknya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ILMU DAsAR KEPERAWATAN I (AUTISME) ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak karena telah ikut membantu dalam menyelesaikan laporan ini yang ditunjukkan kepada : 1. 2. Kepada Ibu selaku dosen mata kuliah ilmu dasar keperawatan I dan Rekan-rekan seperjuangan. Penulis menyadari tugas ini jauh dari sempurna, disana sini tentu banyak terdapat kekurangan dan kelemahan-kelemahan yang tidak berkenan di hati pembaca, oleh karena itu penulis mengharapkan tegur sapa, kriktik dan saran-saran yang bersifat membangun sehingga makalah ini menjadi lebih sempurna, karena penulis selalu terbuka untuk menerima saran-saran,perbaikkan dari pembaca agar dapat bermanfaat bagi kita semua. Padang,8 Oktober 2008

Penulis

Anda mungkin juga menyukai