Anda di halaman 1dari 32

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN EPIDIDIMITIS

OLEH : SGD 5 NI PUTU INDAH CAHYANI (0802105005) I MADE ARYA KAMASUTA (0802105014) NI PUTU PRIMA WULANDARI (0802105016) PUTU DYAH ASTARI (08020105020) NI NYOMAN PRADNYA PARAMITHA DEWI (0802105038) IDA AYU EKA JAYANTHI (0802105048) I GUSTI NGURAH MADE PURNA JIWA (0802105051) GUSTI AYU KRISMA YUNTARI (0802105061) A.A SAGUNG ISTRI KUSUMA DEWI (0802105064) NI LUH SUKASIH (0802105071)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA 2011

LEARNING TASK ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN REPRODUKSI PRIA TANGGAL 4 APRIL 2011

Kasus : 1. Seorang klien datang ke Poliklinik kulit dan kelamin RS Sayang. Klien dengan keluhan nyeri dan pembengkakan pada skrotum dan lipat paha, menggigil, demam. Di RS dilakukan pemeriksaan dan didapatkan tanda epididimis tampak bengkak, urine mengandung nanah dan bakteri. Tugas : Buatlah konsep dasar penyakit (definisi, patofisiologi, manifestasi klinis, diagnosis,

penatalaksanaan, dll) dari munculnya gejala-gejala tersebut!

KONSEP DASAR PENYAKIT 1. Definisi Epididimitis adalah suatu kondisi medis yang dalam hal ini terdapat peradangan pada epididimis (suatu struktur melengkung di bagian belakang testis yang fungsinya sebagai pengangkut, tempat penyimpanan, dan pematangan sel sperma yang berasal dari testis). Kondisi ini mungkin dapat sangat menyakitkan, dan skrotum bisa menjadi merah, hangat, dan bengkak. Ini mungkin akut (tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis.

2. Epidemiologi Epididimitis diderita 1 dari 144 klien laki-laki (0,69 %) pada usia 18-50 tahun atau sekitar 600.000 kasus pada laki-laki usia 18-35 tahun di Amerika Serikat. Epididimitis diderita terutama oleh laki-laki usia 16-30 tahun dan usia 51-70 tahun. Dilaporkan baru-baru ini terdapat kasus meningkatnya penyakit ini di Amerika Serikat yang dihubungkan dengan meningkatnya laporan kasus Chlamydia dan Gonorrhoeae.

3. Etiologi Bermacam penyebab timbulnya epididimitis tergantung dari usia klien, sehingga penyebab dari timbulnya epididimitis dibedakan menjadi : Infeksi bakteri non spesifik Bakteri coliforms (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella) menjadi penyebab umum terjadinya epididimitis pada anak-anak, dewasa dengan usia lebih dari 35 tahun dan homoseksual. Ureaplasma urealyticum, Corynebacterium, Mycoplasma, dan Mima polymorpha juga dapat ditemukan pada golongan penderita tersebut. Infeksi yang disebabkan oleh Haemophilus influenza dan N meningitides sangat jarang terjadi. Penyakit Menular Seksual (PMS) Chlamydia merupakan penyebab tersering pada laki-laki berusia kurang dari 35 tahun dengan aktivitas seksual aktif. Infeksi yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Trichomonas dan Gardnerella vaginalis juga sering terjadi pada populasi ini. Virus Virus menjadi penyebab yang cukup dominan pada anak-anak. Pada epididimitis yang disebabkan oleh virus tidak didapatkan adanya pyuria. Mumps merupakan virus yang sering menyebabkan epididimitis selain Coxsackie virus A dan Varicella. TB (Tuberculosis) Epididimitis yang disebabkan oleh basil tuberculosis sering terjadi di daerah endemis TB dan menjadi penyebab utama terjadinya TB urogenitalis.

Penyebab infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis, Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV) dapat menjadi penyebab terjadinya epididimitis namun biasanya hanya terjadi pada individu dengan sistem imun tubuh yang rendah atau menurun.

Obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital) memicu terjadinya refluks. Vaskulitis (seperti Henoch-Schnlein purpura pada anak-anak) sering

menyebabkan epididimitis akibat adanya proses infeksi sistemik. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi Amiodarone adalah obat yang digunakan pada kasus aritmia jantung dengan dosis awal 600 mg/hari-800 mg/hari selama 1-3 minggu secara bertahap dan dosis pemeliharaan 400 mg/hari. Penggunaan Amiodarone dosis tinggi ini (lebih dari 200 mg/hari) akan menimbulkan antibodi miodarone HCL yang kemudian akan menyerang epididimis sehingga timbullah gejala epididimitis. Bagian yang sering terkena adalah bagian cranial dari epididmis dan kasus ini terjadi pada 3-11 % klien yang menggunakan obat Amiodarone. Prostatitis

Prostatitis merupakan reaksi inflamasi pada kelenjar prostat yang dapat disebabkan oleh bakteri maupun non bakteri dapat mnyebar ke skrotum menyebabkan timbulnya epididimitis dengan rasa nyeri yang hebat, pembengkakan, kemerahan dan jika disentuh terasa sangat nyeri. Gejala yang juga sering menyertai adalah nyeri di selangkangan, daerah antara penis dan anus serta punggung bagian bawah, demam dan menggigil. Pada pemeriksaan colok dubur didapatkan prostat yang membengkak dan terasa nyeri jika disentuh Tindakan pembedahan seperti prostatektomi Prostatektomi dapat menimbulkan epididimitis karena terjadinya infeksi preoperasi pada traktus urinarius. Hal ini terjadi pada 13 % kasus yang dilakukan prostatektomi suprapubik.

Kateterisasi dan instrumentasi

Terjadi epididimitis akibat tindakan kateterisasi maupun pemasangan instrumentasi dipicu oleh adanya infeksi pada urethra yang menyebar hingga ke epididimis. Blood borne infection

Epididimitis terjadi melalui infeksi yang penyebarannya melalui darah dari focus primer yang jauh, seperti kulit, gigi, telinga, dan tenggorokan.

4. Patofisiologi Epididimitis merupakan suatu infeksi epididimis yang biasanya turun dari prostat atau saluran urine yang terinfeksi. Kondisi ini dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari Gonorrhoeae. Pada pria dibawah 35 tahun penyebab utama epididimitis adalah Chlamydia trachomatis. Infeksi mulai menjalar dari bagian atas melalui urethra dan duktus ejakulatorius kemudian berjalan sepanjang vas deferens ke epididimis. Rasa nyeri dirasakan pada unilateral dan rasa sakit pada kanalis inguinalis sepanjang jalur vas deferens kemudian mengalami nyeri dan pembengkakan pada skrotum dan daerah lipatan paha. Epididimis menjadi bengkak dan sangat sakit, suhu tubuh meningkat, menggigil, demam dan urine dapat mengandung nanah (pyuria) dan bakteri (bakteriuria).

5. Klasifikasi Epididimitis dapat diklasifikasikan menjadi akut dan kronis, tergantung pada lamanya gejala. Epididimitis akut

Epididimitis akut memiliki waktu timbulnya nyeri dan bengkak hanya dalam beberapa hari (kurang dari enam minggu). Epididimitis akut biasanya lebih berat daripada epididimitis kronis.

Epididimitis kronis

Epididimitis yang telah terjadi selama lebih dari enam minggu, ditandai oleh peradangan bahkan ketika tidak adanya suatu infeksi. Pengujian diperlukan untuk membedakan antara epididimitis kronis dengan berbagai gangguan lain yang dapat menyebabkan nyeri skrotum konstan, termasuk di dalamnya kanker testis, urat skrotum membesar (varikokel), dan kista dalam epididimis. Selain itu, saraf-saraf di daerah skrotum yang terhubung ke perut kadang-kadang menyebabkan sakit mirip hernia. Kondisi ini dapat berkembang bahkan tanpa adanya penyebab yang telah dijelaskan sebelumnya. Dalam kondisi seperti ini diperlukan perawatan yang mungkin agak lama. Hal ini dikarenakan terdapat hipersensitivitas struktur tertentu, termasuk saraf dan otot, yang dapat menyebabkan atau berkontribusi pada epididimitis kronis.

6. Manifestasi klinis

Gejala yang timbul tidak hanya berasal dari infeksi lokal namun juga berasal dari sumber infeksi yang asli. Gejala yang sering berasal dari sumber infeksi asli seperti duh urethra dan nyeri atau itching pada urethra (akibat urethritis), nyeri panggul dan frekuensi miksi yang meningkat, dan rasa terbakar saat miksi (akibat infeksi pada vesika urinaria yang disebut Cystitis), demam, nyeri pada daerah perineum, frekuensi miksi yang meningkat, urgensi, dan rasa perih dan terbakar saat miksi (akibat infeksi pada prostat yang disebut Prostatitis), demam dan nyeri pada region flank (akibat infeksi pada ginjal yang disebut Pielonefritis). Gejala lokal pada epididimitis berupa nyeri pada skrotum. Nyeri mulai timbul pada bagian belakang salah satu testis namun dengan cepat akan menyebar ke seluruh testis, skrotum dan kadang ke daerah inguinal disertai peningkatan suhu badan yang tinggi. Biasanya hanya mengenai salah satu skrotum saja dan tidak disertai dengan mual dan muntah. Selain itu bisa juga disertai dengan pembengkakan dan kemerahan testicular dan/atau scrotal dan urethral discharge. Gejala lain yang mungkin ditemukan antara lain benjolan di testis, pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena, pembengkakan selangkangan pada sisi yang terkena, nyeri testis ketika buang air besar, keluar nanah dari urethra, nyeri ketika

berkemih, nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi, darah di dalam semen, dan nyeri selangkangan.

7. Pemeriksaan diagnostik/penunjang A. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left (10.000-30.000/ l).

Sperma analisa dimana terdapat leukosit > 1 juta/ml Kultur semen sebagai konfirmasi untuk mendapatkan kuman penyebab dari epididimitis.

Kultur urine dan pewarnaan gram untuk kuman penyebab infeksi. Analisa urine untuk melihat apakah disertai pyuria atau tidak. Tes penyaringan untuk Chlamydia dan Gonorrhoeae. Kultur darah bila dicurigai telah terjadi infeksi sistemik pada penderita.

B. Pemeriksaan radiologis 1. Colour Doppler Ultrasonography Pemeriksaan ini memiliki rentang tentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan

ini lebih banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum lainnya.

Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi klien (seperti

ukuran bayi berbeda dengan dewasa).

Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah

pada arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat. Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mngetahui adanya abses skrotum sebagai

komplikasi dari epididimitis. Epididimitis kronis daapt diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang

disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo yang heterogen pada ultrasonografi.

2. Nuclear Scintigraphy Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk

mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi. Pada epididimitis akut akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras. Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100 % dalam menentukan daerah iskemia

akibat infeksi. Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negatif palsu. Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam

melakukan interpretasi.

3. Vesicourethrogram (VCUG), Cystourethroscopy, dan USG abdomen

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali congenital pada klien anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.

8. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi ditemukan skrotum bisa menjadi merah dan bengkak. Ini mungkin

akut (tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis, dan terdapat pembesaran skrotum dan isinya, dan terdapat nanah pada urine.

Pada palpasi ditemukan testis pada posisi normal vertikal, ukuran kedua testis sama

besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak dapat teraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Akan teraba pembesaran atau penebalan dari epididimis secara keseluruhan, di kauda atau di kaput yang mengindikasikan kuman penyebab infeksi. Ditemukan juga rasa nyeri yang terlokalisir di epididimis dengan suhu yang sedikit meningkat karena aliran darah meningkat di daerah tersebut. Kulit skrotum teraba panas, kenyal, merah, dan bengkak karena adanya edema dan infiltrate. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri.

Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke

atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik. Pembesaran kelenjar getah bening di regio inguinalis. Pada pemeriksaan colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronis yaitu

adanya pengeluaran secret atau nanah setelah dilakukan masase prostat. Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan. Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomali kongenital pada traktus

urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dan lain-lain.

9. Kriteria diagnosis

Epididimitis akan sulit untuk membedakan dari torsio testis (kondisi ketika saluran spermatika ke kedua testis memotong suplai darah). Keduanya dapat terjadi pada waktu yang sama. Epididimitis biasanya memiliki bentuk serangan bertahap. Pada pemeriksaan fisik, testis biasanya ditemukan berada dalam posisi normal vertikal, ukuran yang sama dengan pasangannya, dan tidak naik tinggi. Temuan khas adalah kemerahan, hangat, dan pembengkakan skrotum, dengan kelembutan belakang testis, jauh dari tengah (ini adalah posisi normal dari epididimis relatif terhadap testis). Refleks kremaster, apabila sebelumnya normal, akan tetap terlihat normal. Ini adalah tanda yang berguna untuk mebedakannya dari torsio testis. Analisis urine kemungkinan normal atau tidak normal. Sebelum munculnya teknik-teknik canggih pencitraan medis, eksplorasi bedah adalah standar perawatan. Saat ini USG Doppler adalah tes yang lebih disukai. Hal ini dapat menunjukkan peningkatan aliran darah (juga dibandingkan dengan sisi normal), sebagai lawan dari torsio testis. Pengujian tambahan mungkin diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab yang mendasari. Pada anak-anak, sebuah kelainan saluran kemih sering ditemukan. Pada pria aktif secara seksual, tes untuk penyakit menular seksual dapat dilakukan. Ini mungkin termasuk mikroskop dan pembiakan dari sampel urine, Gram strain dan pembiakan dari cairan atau swab dari saluran kemih, tes amplifikasi asam nuklir (untuk memperkuat dan mendeteksi DNA atau asam nukleat mikroba lainnya) atau tes untuk sifilis dan HIV.

10. Diagnosis banding Diagnosis banding epididimitis meliputi : 1) Orchitis 2) Hernia inguinalis inkarserata 3) Torsio testis 4) Seminoma testis 5) Trauma testis

11. Penatalaksanaan Penatalaksanaan epididimitis meliputi dua hal yaitu penatalaksanaan medis dan bedah, yaitu : a. Penatalaksanaan medis Antibiotik digunakan bila diduga adanya suatu proses infeksi. Antibiotik yang sering digunakan adalah : Fluoroquinolones, namun penggunaannya telah dibatasi karena terbukti resisten terhadap kuman Gonorrhoeae.

Cefalosporin (Ceftriaxon). Levofloxacin atau Ofloxacin untuk mengatasi infeksi Chlamydia, pada kasus yang disebabkan oleh organisme enterik (seperti E. coli) dan digunakan pada klien yang alergi penisilin.

Doxycycline, Azithromycin, dan Tetrasiklin digunakan untuk mengatasi infeksi bakteri non gonokokal lainnya.

Pada anak-anak, Fluoroquinolones dan Doxycycline sebaiknya dihindari. Bakteri yang menyebabkan infeksi saluran kemih sering menjadi penyebab epididimitis pada anak. Kotrimoksasol atau penisilin yang cocok (misalnya Sefaleksin) dapat digunakan. Jika ada penyakit menular seksual, pasangannya juga harus dirawat.

Penanganan epididimitis lainnya berupa penanganan suportif, seperti : Pengurangan aktivitas.

Skrotum lebih ditinggikan dengan melakukan tirah baring total selama dua sampai tiga hari untuk mencegah regangan berlebihan pada skrotum.

Kompres es/kompres dingin pada skrotum untuk mengurangi rasa sakit. Pemberian analgesik dan NSAID. Mencegah penggunaan instumentasi pada urethra.

b. Penatalaksanaan bedah Penatalaksanaan di bidang bedah meliputi : Scrotal exploration Tindakan ini digunakan bila telah terjadi komplikasi dari epididimitis dan orchitis seperti abses, pyocele, maupun terjadinya infark pada testis. Diagnosis tentang gangguan intrascrotal baru dapat ditegakkan saat melakukan orchiectomy. Epididymectomy Tindakan ini dilaporkan telah berhasil mengurangi nyeri yang disebabkan oleh epididimitis kronis pada 50 % kasus. Epididymotomy Tindakan ini dilakukan pada klien dengan epididimitis akut supurativa.

12. Komplikasi Komplikasi dari epididimitis adalah : 1) Abses dan pyocele pada scrotum

2) Infark pada testis 3) Epididimitis kronis dan orchalgia 4) Infertilitas sekunder sebagai akibat dari inflamasi maupun obstruksi dari duktus epididimis 5) Atrofi testis yang diikuti hipogonadotropik hipogonadism 6) Fistula kutaneus 7) Penyebaran infeksi ke organ lain atau sistem tubuh

13. Pencegahan Pada saat menjalani pembedahan, seringkali diberikan antibiotik profilaktik (sebagai tindakan pencegahan) kepada orang-orang yang memiliki risiko menderita epididimitis. Epididimitis akibat penyakit menular seksual bisa dicegah dengan cara tidak melakukan hubungan seksual diluar nikah. Apabila epididimitis yang diderita disebabkan oleh STD (Sexual Transmitted Disease), pasangan atau partner klien juga perlu mendapatkan perawatan. Lakukan hubunagn seksual yang aman, seperti seks monogamy (dengan 1 orang saja), dan penggunaan kondom akan membantu untuk melindungi dari STD yang dapat menyebabkan epididimitis. Apabila klien menderita ISK kambuhan atau faktor risiko lain yang bisa menyebabkan epididimitis, bisa disikusikan dengan dokter untuk menentukan cara lain untuk mencegah kekambuhan dari epididimitis tersebut.

14. Prognosis Epididimitis akan sembuh total bila menggunakan antibiotik yang tepat dan adekuat serta melakukan hubungan seksual yang aman dan mengobati partner seksualnya. Kekambuhan epididimitis pada seorang klien adalah hal yang biasa terjadi.

KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN 1. Identitas Cantumkan biodata klien secara lengkap yang mencakup umur, jenis kelamin, suku bangsa. 2. Keluhan utama Klien datang ke Rumah Sakit Sayang dengan keluhan nyeri dan pembengkakan pada skrotum dan lipatan paha, menggigil, demam. 3. Riwayat penyakit Faktor predisposisi timbulnya epididimitis tergantung usia klien dan terdiri dari infeksi bakteri non spesifik (misalnya E coli, Pseudomonas, Proteus, Klebsiella), PMS (Penyakit Menular Seksual), virus (misalnya Mumps), TB (Tuberculosis), penyakit infeksi lain (seperti Brucellosis, Coccidioidomycosis, Blastomycosis, Cytomegalovirus, Candidiasis, CMV pada HIV), obstruksi (seperti BPH, malformasi urogenital),

vaskulitis

(seperti

Henoch-Schnlein

purpura

pada

anak-anak),

penggunaan

Amiodarone dosis tinggi, prostatitis, tindakan pembedahan seperti prostatektomi, kateterisasi dan instrumentasi, dan blood borne infection. 4. Data fokus : Data subjektif : -

Klien mengatakan merasakan nyeri pada skrotum dan lipatan paha Klien mengeluh demam dan menggigil Klien mengeluh nyeri pada selangkangan dan panggul Klien mengatakan setiap berkemih dirasakan seperti ada rasa terbakar dan perih Klien mengatakan frekuensi berkemihnya meningkat Klien mengeluh nyeri ketika berkemih Klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual Klien mengungkapkan perubahan dalam respon seksual Klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit Klien mengatakan tidak mengetahui tentang penyakitnya

Data objektif : Klien tampak meringis kesakitan Klien tampak gelisah Tampak ada pembengkakan pada skrotum klien Skala nyeri klien 1-10

Suhu tubuh klien > 37,5 oC Denyut nadi klien > 100 x/menit Klien tampak menggigil Kulit klien teraba hangat Kulit sekitar skrotum klien tampak kemerahan Klien tampak bingung ketika ditanya tentang penyakitnya

5. Pemeriksaan diagnostik dan fisik

A. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap dimana ditemukan leukosit meningkat dengan shift to the left (10.000-30.000/ l).

Sperma analisa dimana terdapat leukosit > 1 juta/ml Kultur semen sebagai konfirmasi untuk mendapatkan kuman penyebab dari epididimitis.

Kultur urine dan pewarnaan gram untuk kuman penyebab infeksi. Analisa urine didapatkan hasil urine mengandung nanah dan bakteri. Tes penyaringan untuk Chlamydia dan Gonorrhoeae. Kultur darah bila dicurigai terjadi infeksi sistemik pada penderita.

B. Pemeriksaan radiologis 1) Colour Doppler Ultrasonography

Pemeriksaan ini memiliki rentang tentang kegunaan yang luas dimana pemeriksaan ini lebih banyak digunakan untuk membedakan epididimitis dengan penyebab akut skrotum lainnya. Keefektifan pemeriksaan ini dibatasi oleh nyeri dan ukuran anatomi klien (seperti ukuran bayi berbeda dengan dewasa). Pemeriksaan menggunakan ultrasonografi dilakukan untuk melihat aliran darah pada arteri testikularis. Pada epididimitis, aliran darah pada arteri testikularis cenderung meningkat. Ultrasonografi juga dapat dipakai untuk mengetahui adanya abses skrotum sebagai komplikasi dari epididimitis. Epididimitis kronis dapat diketahui melalui pembesaran testis dan epididimis yang disertai penebalan tunika vaginalis dimana hal ini akan menimbulkan gambaran echo yang heterogen pada ultrasonografi.

2) Nuclear Scintigraphy Pemeriksaan ini menggunakan technetium-99 tracer dan dilakukan untuk mengkonfirmasi hasil pemeriksaan aliran darah yang meragukan dengan memakai ultrasonografi. Pada epididimitis akut akan terlihat gambaran peningkatan penangkapan kontras. Memiliki sensitivitas dan spesifitas 90-100 % dalam menentukan daerah iskemia akibat infeksi. Pada keadaan skrotum yang hiperemis akan timbul diagnosis negative palsu.
Keterbatasan dari pemeriksaan ini adalah harga yang mahal dan sulit dalam

melakukan interpretasi.

3) Vesicourethtrogram (VCUG), Cystourethroscopy, dan USG abdomen Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui suatu anomali congenital pada klien anak-anak dengan bakteriuria dan epididimitis.

C. Pemeriksaan fisik Pada inspeksi ditemukan skrotum menjadi merah dan bengkak. Ini mungkin akut (tiba-tiba menyerang) namun jarang menjadi kronis, dan terdapat pembesaran skrotum dan isinya, dan terdapat nanah pada urine.
Pada palpasi ditemukan testis pada posisi normal vertical, ukuran kedua testis sama

besar, dan tidak terdapat peninggian pada salah satu testis. Setelah beberapa hari, epididimis dan testis tidak dapat teraba terpisah karena bengkak yang juga meliputi testis. Akan teraba pembesaran atau penebalan dari epididimis secara keseluruhan, di kauda atau di kaput yang mengindikasikan kuman penyebab infeksi. Ditemukan juga rasa nyeri yang terlokalisir di epidididimis dengan suhu yang sedikit meningkat karena aliran darah meningkat di daerah tersebut. Kulit skrotum teraba panas, kenyal, merah, dan bengkak karena adanya edema dan infiltrate. Funikulus spermatikus juga turut meradang menjadi bengkak dan nyeri. Hasil pemeriksaan refleks kremaster normal.
Phren sign bernilai positif dimana nyeri dapat berkurang bila skrotum diangkat ke

atas karena pengangkatan ini akan mengurangi regangan pada testis. Namun pemeriksaan ini kurang spesifik. Pembesaran kelenjar getah bening di region inguinalis. Pada pemeriksaan colok dubur mungkin didapatkan tanda prostatitis kronis yaitu adanya pengeluaran secret atau nanah setelah dilakukan masase prostat. Biasanya didapatkan eritema dan selulitis pada skrotum yang ringan.

Pada anak-anak, epididimitis dapat disertai dengan anomaly congenital pada traktus urogenitalis seperti ureter ektopik, vas deferens ektopik, dan lain-lain.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat

epididimitis ditandai dengan suhu tubuh klien > 37,5 oC, klien tampak menggigil, kulit klien teraba hangat, tampak ada pembengkakan pada skrotum klien, kulit sekitar skrotum klien tampak kemerahan, nadi klien > 100 x/menit.
2) Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih ditandai dengan klien

tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah, skala nyeri klien 4, denyut nadi klien > 100 x/menit. 3) PK Infeksi 4) Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat proses penyakit akibat epididimitis ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual, klien mengungkapkan perubahan dalam respon seksual, klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit.
5) Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan berhubungan

dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan klien mengatakan kurang mengetahui mengenai penyakitnya, klien tampak bingung ketika ditanya tentang penyakitnya.

3. PERENCANAAN a) Prioritas diagnosa


1)

Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder akibat

epididimitis ditandai dengan suhu tubuh klien > 37,5 oC, klien tampak menggigil,

kulit klien teraba hangat, tampak ada pembengkakan pada skrotum klien, kulit sekitar skrotum klien tampak kemerahan, nadi > 100 x/menit.
2)

Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih ditandai dengan

klien tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah, skala nyeri klien 4, denyut nadi klien > 100 x/menit. 3) 4) PK Infeksi Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat

proses penyakit akibat epididimitis ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual, klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit.
5)

Kurang

pengetahuan

mengenai

konsep

penyakit

dan

pengobatan

berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan klien mengatakan kurang mengetahui mengenai penyakitnya, klien tampak bingung ketika ditanya tentang penyakitnya.

b) Intervensi
1)

Hipertermia berhubungan dengan kerusakan kontrol suhu sekunder

akibat epididimitis ditandai dengan suhu tubuh klien > 37,5 oC, klien tampak menggigil, kulit klien teraba hangat, tampak ada pembengkakan pada skrotum klien, kulit sekitar skrotum klien tampak kemerahan, nadi > 100 x/menit. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan suhu tubuh klien kembali normal dengan kriteria hasil :

Suhu tubuh klien dalam rentang normal (36,5 oC-37,5 oC) Klie tidak tampak menggigil

Klien melaporkan panas badannya turun Tidak tampak pembengkakan pada skrotum klien Tidak terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum klien Nadi klien dalam batas normal (60-100 x/menit)

Mandiri : 1. Monitor suhu tubuh, tekanan darah, nadi, dan respirasi secara berkala (minimal tiap 2 jam) Rasional : Suhu diatas 37,5oC menunjukkan proses penyakit infeksius akut. Menggigil sering mendahului puncak suhu. 2. Pantau suhu lingkungan, batasi penggunaan selimut. Rasional : Suhu ruangan/jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal. 3. Berikan kompres hangat Rasional : Membuat vasodilatasi pembuluh darah sehingga dapat membantu mengurangi demam 4. Anjurkan klien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat Rasional : Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan cairan karena suhu tubuh yang tinggi

Kolaborasi :
1. Berikan antipiretik dan antibiotic sesuai indikasi

Rasional : Digunakan untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya pada hipotalamus.

2)

Nyeri akut berhubungan dengan adanya pus saat berkemih ditandai

dengan klien tampak meringis kesakitan, klien tampak gelisah, skala nyeri klien 4, nadi klien > 100 x/menit. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan kriteria hasil : Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol Klien tidak tampak meringis Klien tidak tampak gelisah Klien melaporkan skala nyeri berkurang (skala nyeri 1-3), hilang (skala nyeri 0), atau dapat dikontrol Nadi klien dalam rentang normal (60-100 x/menit)

Mandiri : 1. Kaji karakteristik nyeri meliputi lokasi, waktu, frekuensi, kualitas, faktor pencetus, dan intensitas nyeri Rasional :

Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindakannya. 2. Kaji faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien Rasional : Dengan mengetahui faktor-faktor yang dapat memperburuk nyeri klien, dapat mencegah terjadinya faktor pencetus dan menentukan intervensi apabila nyeri terjadi. 3. Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri Rasional : Dengan mengeliminasi faktor-faktor pencetus nyeri, dapat mengurangi risiko munculnya nyeri (mengurangi awitan terjadinya nyeri) 4. Ajarkan teknik non farmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided imagery, terapi music, dan distraksi) yang dapat digunakan saat nyeri datang. Rasional : Dengan teknik manajemen nyeri, klien bisa mengalihkan nyeri sehingga rasa nyeri yang dirasakan berkurang Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian analgetik Rasional : Pemberian analgetik dapat memblok reseptor nyeri

3)

PK Infeksi

Tujuan :

Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan tidak ada tanda-tanda infeksi dengan kriteria hasil : Tidak terjadi komplikasi infeksi

Mandiri : 1. Pantau tanda dan gejala infeksi lanjut

Rasional : Agar dapat memberikan intervensi yang tepat untuk klien 2. Pantau tanda-tanda vital klien secara berkala

Rasional : Takikardia, takipnea, demam, nadi cepat dan lemah menunjukkan terjadi sindroma peradangan sistemik. 3. Pantau tanda-tanda sepsis

Rasional : Sepsis menandakan radang sistemik dengan gejala demam, menggigil, nadi lemah dan cepat, hipotensi, lemah serta gangguan mental. Kolaborasi : 1. Kolaborasi pemberian antibiotic

Rasional : Agen antibiotik membantu mengeliminasi bakteri sebagai penyebab penyakit klien

4)

Disfungsi seksual berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh akibat

proses penyakit akibat epididimitis ditandai dengan klien mengeluh nyeri saat melakukan hubungan seksual, klien mengungkapkan rendahnya batas kemampuan karena penyakit. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan fungsi seksual klien efektif dengan kriteria hasil : Fungsi seksual Klien mengungkapkan penerimaan diri terhadap penyakit Klien mengungkapkan percaya diri dengan fungsi seksualnya

Adaptasi terhadap ketidakmampuan fisik Klien mampu beradaptasi terhadap keterbatasannya Mengungkapkan penurunan stress akibat ketidakmampuan fungsi seksual

Intervensi : Konseling seksual


1.

Bangun hubungan terapeutik dengan klien

Rasional : Hubungan terapeutik yang baik dapat membangun kepercayaan klien terhadap perawat untuk mengungkapkan masalah seksual klien 2. Berikan privasi dan pastikan kerahasiaan terhadap masalah klien

Rasional :

Menjaga privasi klien sangat penting karena masalah seksual merupakan masalah yang sensitive 3. Mulailah dari topic yang kurang sensitive ke paling sensitive

Rasional : Pembicaraan dari topic yang kurang sensitive membantu agar klien merasa nyaman mengungkapkan masalahnya 4. Diskusikan efek penyakit terhadap respon seksual

Rasional : Pemberian penkes mengenai proses penyakit membantu klien memahami penyebab disfungsi seksualnya 5. Diskusikan pengobatan yang diperlukan klien

Rasional : Pengobatan pada penyakit klien atau pemilihan pengobatan masalah seksual perlu didiskusikan agar klien merasa terlibat dan aktif dalam pengobatannya. Manajemen perilaku : seksual 1. Berikan sex education tentang hubungan fungsi seksual terhadap fungsi

penyakit Rasional : Pemberian penkes mengenai proses penyakit membantu klien memahami penyebab disfungsi seksualnya 2. Diskusikan pada pasien secara privasi mengenai penerimaan kondisi seksual

Rasional :

Memfasilitasi klien untuk penerimaan kondisi seksual klien untuk tidak terlalu stress dan meningkatkan percaya diri klien mengenai masalh seksualnya

5)

Kurang pengetahuan mengenai konsep penyakit dan pengobatan

berhubungan dengan kurang terpapar informasi mengenai penyakit epididimitis ditandai dengan klien mengatakan kurang mengetahui mengenai penyakitnya, klien tampak bingung ketika ditanya tentang penyakitnya. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama x24 jam diharapkan klien memiliki pengetahuan adekuat tentang epididimitis dengan kriteria hasil : Klien dapat memahami dan menjelaskan kembali penyakit epididimitis, tanda dan gejala epididimitis Klien dapat menyebutkan penatalaksanaan termasuk pengobatan

epididimitis

Mandiri : 1. belajar Rasional : Kesiapan klien untuk belajar mempermudah klien dalam proses pembelajaran 2. Memberikan klien informasi dasar tentang epididimitis Mulai memberikan penjelasan ketika klien menunjukkan kesiapan untuk

Rasional : Informasi yang diberikan dapat memberikan klien gambaran tentang anatomi fisiologi serta komplikasi yang potensial terjadi

3.

Berikan kesempatan pada klien untuk bertanya dan diskusi

Rasional : Bertujuan untuk mengetahui informasi yang kurang dimengerti oleh klien 4. Jawab pertanyaan klien dengan singkat dan jelas

Rasional : Untuk mempermudah klien mengerti akan jawaban yang kita berikan

4. IMPLEMENTASI Sesuai dengan intervensi keperawatan

5. EVALUASI Evaluasi dibuat berdasarkan tujuan yang telah disusun dan dibuat sesuai SOAP.
1. Klien melaporkan suhu tubuhnya dalam rentang normal (36,5 oC-37,5 oC), klien

tidak tampak menggigil, klien melaporkan panas badannya turun, tidak tampak pembengkakan pada skrotum klien, tidak terdapat kemerahan di kulit sekitar skrotum klien, nadi klien dalam batas normal (60-100 x/menit).
2. Klien melaporkan nyeri berkurang atau terkontrol, klien tidak tampak meringis,

klien tidak tampak gelisah, klien melaporkan skala nyeri berkurang (skala nyeri 1-3), hilang (skala nyeri 0), atau dapat dikontrol, nadi klien dalam rentang normal (60-100 x/menit). 3. Tanda-tanda komplikasi infeksi tidak ada pada klien. 4. Klien mengungkapkan penerimaan diri terhadap penyakit, klien mengungkapkan percaya diri dengan fungsi seksualnya, klien mampu beradaptasi terhadap

keterbatasannya, klien mengungkapkan penurunan stress akibat ketidakmampuan fungsi seksual. 5. Klien melaporkan telah dapat memahami dan menjelaskan kembali penyakit epididimitis, tanda, dan gejala epididimitis. Dan klien dapat menyebutkan penatalaksanaan termasuk pengobatan epididimitis.

DAFTAR PUSTAKA

Francis X. Schneck, Mark F. Bellinger. Abnormalities of the testis and scrotum and their surgical management. Dalam: Walsh : Campbells Urology 8th ed. 2002.h267-77 John N. Krieger. Epididimitis. Dalam: Smiths General Urology 6th ed. 2003.h189-95 NANDA.2005-2006, Nursing Diagnosis: Definitions and Classification, Philadelphia, USA Smeltzer SC. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah: Brunner and Suddarth Edisi 8. Jakarta : EGC Johnson, Marion, dkk. 2000. IOWA Intervention Project Nursing Outcomes Classifcation (NOC), Second edition. USA : Mosby. McCloskey, Joanne C. dkk. 1996. IOWA Intervention Project Nursing Intervention Classifcation (NIC), Second edition. USA : Mosby. Carpenito,Lynda Juall. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC. Anonymous. Epididimitis. 2008. http://www.wikipedia.org [akses 2 April 2011]

Anonymous. Epididimitis and Orchitis. 2008. http://www.urologyhealth.com [akses 2 April 2011]

American

Urology

Association.

Taufik. Epididymitis. 2009. http://pisangkipas.wordpress.com/ [akses 2 April 2011] Saladdin, Arianto. Penyakit-penyakit Intraskrotal-Penyakit yang berhubungan dengan skrotum (kantung buah zakar). 2009. http://www.reocities.com/ResearchTriangle/invention/5332/zakarnl.html [akses 2 April 2011]

Anda mungkin juga menyukai