Anda di halaman 1dari 19

Ilmu atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan [1] pemahaman

manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian [2] ilmu-ilmu diperoleh dari keterbatasannya. Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi. Ilmu Alam hanya bisa menjadi pasti setelah lapangannya dibatasi ke dalam hal yang bahani (material saja), atau ilmu psikologi hanya bisa meramalkan perilaku manusia jika lingkup pandangannya dibatasi ke dalam segi umum dari perilaku manusia yang konkret. Berkenaan dengan contoh ini, ilmu-ilmu alam menjawab pertanyaan tentang berapa jarak matahari dan bumi, atau ilmu psikologi menjawab apakah seorang pemudi cocok menjadi perawat.

Pengetahuan
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Belum Diperiksa

Pengetahuan adalah informasi atau maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan termasuk, tetapi tidak dibatasi pada deskripsi, hipotesis, konsep, teori, prinsip dan prosedur yang secara Probabilitas Bayesian adalah benar atau berguna. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah pelbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya. Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut. Pengetahuan adalah informasi yang telah dikombinasikan dengan pemahaman dan potensi untuk menindaki; yang lantas melekat di benak seseorang. Pada umumnya, pengetahuan memiliki kemampuan prediktif terhadap sesuatu sebagai hasil pengenalan atas suatu pola. Manakala informasi dan data sekedar berkemampuan untuk menginformasikan atau bahkan menimbulkan kebingungan, maka pengetahuan berkemampuan untuk mengarahkan tindakan. Ini lah yang disebut potensi untuk menindaki.

Pengetahuan empiris
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris atau pengetahuan aposteriori. Pengetahuan ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan yang dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya, seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen organisasi.

PENERAPAN a. Kepala Sekolah Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. Bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbagai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang bersifat unik karena sekolah memiliki karakter tersendiri, dimana terjadi proses belajar mengajar, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebut, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah. Kata kepala sekolah tersusun dari dua kata yaitu kepala yang dapat diartikan ketua atau pemimpin dalam suatu organisasi atau sebuah lembaga, dan sekolah yaitu sebuah lembaga di mana menjadi tempat menerima dan memberi pelajaran. Secara sederhana kepala sekolah dapat didefinisikan sebagai seseorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana terjadinya interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa. Kepala sekolah adalah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka . Rumusan tersebut menunjukkan pentingnya peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah guna mencapai tujuan. Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Kepala sekolah yang berhasil adalah kepala sekolah yang memahami keberadaan sekolah sebagai organisasi kompleks yang unik, serta mampu melaksanakan perannya dalam memimpin sekolah. b. Kepemimpinan Makna kata kepemimpinan erat kaitannya dengan makna kata memimpin. Kata memimpin mengandung makna yaitu kemampuan untuk menggerakkan segala sumber yang ada pada suatu organisasi sehingga dapat didayagunakan secara maksimal untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Menurut Wahjosumidjo dalam praktek organisasi, kata memimpin mengandung konotasi menggerakkan, mengarahkan, membimbing, melindungi, membina, memberikan teladan,

memberikan dorongan, memberikan bantuan, dan sebagainya Betapa banyak variabel arti yang terkandung dalam kata memimpin, memberikan indikasi betapa luas tugas dan peranan seorang pemimpin organisasi Kepemimpinan biasanya didefinisikan oleh para ahli menurut pandangan pribadi mereka, serta aspek-aspek fenomena dari kepentingan yang paling baik bagi pakar yang bersangkutan. Yuki mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu sifat, perilaku pribadi, pengaruh terhadap orang lain, pola-pola interaksi, hubungan kerjasama antar peran, kedudukan dari suatu jabatan administratif, dan persepsi dari lain-lain tentang legitimasi pengaruh. Kepemimpinan sebagai kemampuan menggerakkan, memberikan motivasi, dan mempengaruhi orang-orang agar bersedia melakukan tindakan-tindakan yang terarah pada pencapaian tujuan melalui keberanian mengambil

keputusan tentang kegiatan yang harus dilakukan Guna lebih memahami makna dari kepemimpinan, berikut dikemukakan beberapa teori mengenai pengertian dan definisi tentang kepemimpinan: a) Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok ke arah tercapainya tujuan. b) Kepemimpinan adalah sekumpulan dari serangkaian kemampuan dan sifat-sifat kepribadian, termasuk didalamnya kewibawaan untuk dijadikan sebagai sarana dalam rangka meyakinkan kepada yang dipimpinnya, agar mau melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya dengan rela, dan penuh semangat. c) Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok . d) Kepemimpinan adalah tindakan atau tingkah laku individu dan kelompok yang menyebabkan individu dan juga kelompok-kelompok itu untuk bergerak maju, guna mencapai tujuan pendidikan yang semakin bisa diterima oleh masing- masing pihak. e) Kepemimpinan adalah proses pemimpin menciptakan visi, mempengaruhi sikap, perilaku, pendapat, nilai-nilai, norma dan sebagainya dari pengikut untuk merealisir visi. Dari definisi-definisi kepemimpinan yang berbeda-beda tersebut, pada dasarnya mengandung kesamaan asumsi yang bersifat umum seperti: 1) Di dalam satu fenomena kelompok melibatkan interaksi antara dua orang atau lebih, 2) Di dalam melibatkan proses mempengaruhi, dimana pengaruh yang sengaja (intentional influence) digunakan oleh pemimpin terhadap bawahan. Disamping kesamaan asumsi yang umum, di dalam definisi tersebut juga memiliki perbedaan yang bersifat umum pula seperti: (1) siapa yang mempergunakan pengaruh, (2) tujuan daripada usaha untuk mempengaruhi, dan (3) cara pengaruh itu digunakan Berdasarkan uraian tentang definisi kepemimpinan di atas, terlihat bahwa unsur kunci kepemimpinan adalah pengaruh yang dimiliki seseorang dan pada gilirannya akibat pengaruh itu bagi orang yang hendak dipengaruhi. Peranan penting dalam kepemimpinan adalah upaya seseorang yang memainkan peran sebagai pemimpin guna mempengaruhi orang lain dalam organisasi/lembaga tertentu untuk mencapai tujuan. Menurut Wirawan, mempengaruhi adalah proses dimana orang yang mempengaruhi berusaha merubah sikap, perilaku, nilai-nilai, norma-norma, kepercayaan, pikiran, dan tujuan orang yang dipengaruhi secara sistematis . Bertolak dari pengertian kepemimpinan, terdapat tiga unsur yang saling berkaitan, yaitu unsur manusia, sarana, dan tujuan. Untuk dapat memperlakukan ketiga unsur tersebut secara seimbang, seorang pemimpin harus memiliki pengetahuan, kecakapan dan keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan kepemimpinannya. Pengetahuan dan keterampilan ini dapat diperoleh dari pengalaman belajar secara teori ataupun dari pengalamannya dalam praktek selama menjadi pemimpin. Namun secara tidak disadari seorang pemimpin dalam memperlakukan kepemimpinannya menurut caranya sendiri, dan cara-cara yang digunakan itu merupakan pencerminan dari sifat-sifat dasar kepemimpinannya. c. Pendekatan Studi Kepemimpinan Fiedler dan Charmer dalam kata pengantar bukunya yang berjudul Leadership and Effecctive Management,

mengemukakan bahwa persoalan utama kepemimpinan dapat dibagi ke dalam tiga masalah pokok, yaitu: bagaimana seseorang dapat menjadi seorang pemimpin, bagaimana para pemimpin itu berperilaku, dan apa yang membuat pemimpin itu berhasil. Sehubungan dengan masalah di atas, studi kepemimpinan yang terdiri dari berbagai macam pendekatan pada hakikatnya merupakan usaha untuk menjawab atau memberikan pemecahan persoalan yang terkandung di dalam ketiga permasalahan tersebut. Hampir seluruh penelitian kepemimpinan dapat dikelompokkan ke dalam empat macam pendekatan, yaitu pendekatan pengaruh kewibawaan, sifat, perilaku dan situasional. Berikut uraian ke empat macam pendekatan tersebut : 1). Pendekatan pengaruh kewibawaan (power influence approach) Menurut pendekatan ini, keberhasilan pemimpin dipandang dari segi sumber dan terjadinya sejumlah kewibawaan yang ada pada para pemimpin, dan dengan cara yang bagaimana para pemimpin menggunakan kewibawaan tersebut kepada bawahan. Pendekatan ini menekankan proses saling mempengaruhi, sifat timbal balik dan pentingnya pertukaran hubungan kerjasama antara para pemimpin dengan bawahan. French dan Raven dalam Wahjosumidjo mengemukakan bahwa: Berdasarkan hasil penelitian terdapat pengelompokan sumber dari mana kewibawaan tersebut berasal, yaitu: (1) Legitimate power: bawahan melakukan sesuatu karena pemimpin memiliki kekuasaan untuk meminta bawahan dan bawahan mempunyai kewajiban untuk menuruti atau mematuhinya, (2) Coersive power: bawahan mengerjakan sesuatu agar dapat terhindar dari hukuman yang dimiliki oleh pemimpin, (3) Reward power: bawahan mengerjakan sesuatu agar memperoleh penghargaan yang dimiliki oleh pemimpin, (4) Referent power: bawahan melakukan sesuatu karena bawahan merasa kagum terhadap pemimpin, bawahan merasa kagum atau membutuhkan untuk menerima restu pemimpin, dan mau berperilaku pula seperti pemimpin, dan (5) Expert power: bawahan mengerjakan sesuatu karena bawahan percaya pemimpin memiliki pengetahuan khusus dan keahlian serta mengetahui apa yang diperlukan . Kewibawaan merupakan keunggulan, kelebihan atau pengaruh yang dimiliki oleh kepala sekolah. Kewibawaan kepala sekolah dapat mempengaruhi bawahan, bahkan menggerakkan, memberdayakan segala sumber daya sekolah untuk mencapai tujuan sekolah sesuai dengan keinginan kepala sekolah. Berdasarkan pendekatan pengaruh kewibawaan, seorang kepala sekolah dimungkinkan untuk menggunakan pengaruh yang dimilikinya dalam membina, memberdayakan, dan memberi teladan terhadap guru sebagai bawahan. Legitimate dan coersive power memungkinkan kepala sekolah dapat melakukan pembinaan terhadap guru, sebab dengan kekuasaan dalam memerintah dan memberi hukuman, pembinaan terhadap guru akan lebih mudah dilakukan. Sementara itu dengan reward power memungkinkan kepala sekolah memberdayakan guru secara optimal, sebab penghargaan yang layak dari kepala sekolah merupakan motivasi berharga bagi guru untuk menampilkan performan terbaiknya. Selanjutnya dengan referent dan expert power, keahlian dan perilaku kepala sekolah

yang diimplementasikan dalam bentuk rutinitas kerja, diharapkan mampu meningkatkan motivasi kerja para guru. 2. Pendekatan sifat (the trait approach) Pendekatan ini menekankan pada kualitas pemimpin. Keberhasilan pemimpin ditandai oleh daya kecakapan luar biasa yang dimiliki oleh pemimpin, seperti tidak kenal lelah, intuisi yang tajam, wawasan masa depan yang luas, dan kecakapan meyakinkan yang sangat menarik. Menurut pendekatan sifat, seseorang menjadi pemimpin karena sifat-sifatnya yang dibawa sejak lahir, bukan karena dibuat atau dilatih. Seperti dikatakan oleh Thierauf dalam Purwanto: The hereditery approach states that leaders are born and note made- that leaders do not acqueire the ability to lead, but inherit it yang artinya pemimpin adalah dilahirkan bukan dibuat bahwa pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan untuk memimpin, tetapi mewarisinya. Selanjutnya Stogdill dalam Sutisna, mengemukakan bahwa seseorang tidak menjadi pemimpin dikarenakan memiliki suatu kombinasi sifat-sifat kepribadian, tapi pola sifat-sifat pribadi pemimpin itu mesti menunjukan hubungan tertentu dengan sifat, kegiatan, dan tujuan dari pada pengikutnya . Berdasarkan pendekatan sifat, keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya dipengaruhi oleh sifat-sifat pribadi, melainkan ditentukan pula oleh keterampilan (skill) pribadi pemimpin. Hal ini sejalan dengan pendapat Yuki yang menyatakan bahwa sifat-sifat pribadi dan keterampilan seseorang pimpinan berperan dalam keberhasilan seorang pemimpin . 3. Pendekatan perilaku (the behavior approach) Pendekatan perilaku merupakan pendekatan yang berdasarkan pemikiran bahwa keberhasilan atau kegagalan pemimpin ditentukan oleh sikap dan gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin dalam kegiatannya sehari-hari dalam hal: bagaimana cara memberi perintah, membagi tugas dan wewenang, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina disiplin kerja bawahan, dan cara mengambil keputusan. Pendekatan perilaku menekankan pentingnya perilaku yang dapat diamati yang dilakukan oleh para pemimpin dari sifat pribadi atau sumber kewibawaan yang dimilikinya. Oleh sebab itu pendekatan perilaku itu mempergunakan acuan sifat pri6badi dan kewibawaan. Kemampuan perilaku secara konsepsional telah berkembang kedalam- berbagai macam cara dan berbagai macam tingkatan abstraksi. Perilaku seorang pemimpin digambarkan kedalam istilah pola aktivitas, peranan manajerial atau kategori perilaku. 4. Pendekatan situasional (situational approach) Pendekatan situasional menekankan pada ciri-ciri pribadi pemimpin dan situasi, mengemukakan dan mencoba untuk mengukur atau memperkirakan ciri-ciri pribadi ini, dan membantu pimpinan dengan garis pedoman perilaku yang bermanfaat yang didasarkan kepada kombinasi dari kemungkinan yang bersifat kepribadian dan situasional. Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi merupakan suatu teori yang berusaha mencari jalan tengah antara pandangan yang mengatakan adanya asasasas organisasi dan manajemen yang bersifat universal, dan pandangan yang berpendapat bahwa tiap organisasi adalah unik dan memiliki situasi yang

berbedabeda sehingga harus dihadapi dengan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan situasional bukan hanya merupakan hal yang penting bagi kompleksitas yang bersifat interaktif dan fenomena kepemimpinan, tetapi membantu pula cara pemimpin yang potensial dengan konsepkonsep yang berguna untuk menilai situasi yang bermacam-macam dan untuk menunjukkan perilaku kepemimpinan yang tepat berdasarkan situasi. Peranan pemimpin harus dipertimbangkan dalam hubungan dengan situasi dimana peranan itu dilaksanakan. Pendekatan situasional dalam kepemimpinan mengatakan bahwa kepemimpinan ditentukan tidak oleh sifat kepribadian individuindividu, melainkan oleh persyaratan situasi sosial. Dalam kaitan ini Sutisna menyatakan bahwa kepemimpinan adalah hasil dari hubungan-hubungan dalam situasi sosial, dan dalam situasi berbeda para pemimpin memperlihatan sifat kepribadian yang berlainan. Jadi, pemimpin dalam situasi yang satu mungkin tidak sama dengan tipe pemimpin dalam situasi yang lain dimana keadaan dan faktor-faktor sosial berbeda Lebih lanjut Yuki menjelaskan bahwa pendekatan situasional menekankan pada pentingnya faktor-faktor kontekstual seperti sifat pekerjaan yang dilaksanakan oleh unit pimpinan, sifat lingkungan eksternal, dan karakteristik para pengikut. Sementara Fattah berpandangan bahwa keefektifan kepemimpinan bergantung pada kecocokan antara pribadi, tugas, kekuasaan, sikap dan persepsi. d. Fungsi Kepemimpinan Menurut Ardi, fungsi kepemimpinan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.Masih menurut Ardi, fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu: membantu terciptanya suasana persaudaraan, dan kerjasama dengan penuh rasa kebebasan, membantu kelompok untuk mengorganisasikan diri yaitu ikut memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok dalam menetapkan tujuan, membantu kelompok dalam menetapkan proses kerja, bertanggung jawab dalam mengambil keputusan bersama dengan kelompok, dan terakhir bertanggung jawab dalam mengembangkan dan mempertahankan eksistensi organisasi. Sementara itu Wahjosumidjo mengemukakan fungsi-fungsi kepemimpinan yaitu: membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan, mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain, dengan berbagai cara mempengaruhi orang lain, menciptakan perubahan secara efektif di dalam penampilan kelompok, dan menggerakkan orang lain, sehingga secara sadar orang lain tersebut mau melakukan apa yang dikehendaki. e. Syarat-syarat Pemimpin Kunci keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan pemimpinnya, dalam hal ini kepala sekolah. Kepala sekolah dituntut memiliki persyaratan kualitas kepemimpinan yang kuat, sebab keberhasilan sekolah hanya dapat dicapai melalui kepemimpinan kepala sekolah yang berkualitas. Kepala sekolah yang berkualitas yaitu kepala sekolah yang memiliki kemampuan dasar, kualifikasi pribadi, serta pengetahuan dan keterampilan profesional.. Menurut Tracey, keahlian atau kemampuan dasar, yaitu sekelompok kemampuan yang harus dimiliki oleh tingkat pemimpin apapun, yang mencakup: conceptual skills, human skill dan technical skisl Berikut uraian kemampuan dasar yang dikemukakan

oleh Tracey. a) Technical skills, yaitu: kecakapan spesifik tentang proses, prosedur atau teknik teknik, atau merupakan kecakapan khusus dalam menganalisis hal-hal khusus dan penggunaan fasilitas, peralatan, serta teknik pengetahuan yang spesifik. b) Human skills, yaitu: kecakapan pemimpin untuk bekerja secara efektif sebagai anggota kelompok dan untuk menciptakan usaha kerjasama di lingkungan kelompok yang dipimpinnya. c) Conceptual skills, yaitu kemampuan seorang pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan. Kualifikasi pribadi yaitu serangkaian sifat atau watak yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin termasuk kepala sekolah. Dengan kata lain seorang pemimpin yang diharapkan berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan harus didukung oleh mental, fisik, emosi, watak sosial, sikap, etika, dan kepribadian yang baik. Seorang pemimpin harus pula memiliki pengetahuan dan keterampilan profesional. Pengetahuan profesional meliputi: (1) pengetahuan terhadap tugas, dimana seorang pemimpin atau kepala sekolah harus mampu secara menyeluruh mengetahui banyak tentang lingkungan organisasi atau sekolah dimana organisasi atau sekolah tersebut berada, (2) seorang pemimpin atau kepala sekolah harus memahami hubungan kerja antar berbagai unit, pendelegasian wewenang, sikap bawahan, serta bakat dan kekurangan dari bawahan, (3) seorang pemimpin harus tahu wawasan organisasi dan kebijaksanaan khusus, perundang-undangan dan prosedur, (4) seorang pemimpin harus memiliki satu perasaan rill untuk semangat dan suasana aktivitas diri orang lain dan staf yang harus dihadapi, (5) seorang pemimpin harus mengetahui layout secara fisik bangunan, kondisi operasional, berbagai macam keganjilan dan problema yang biasa terjadi, dan (6) seorang pemimpin harus mengetahui pelayanan yang tersedia untuk dirinya dan bawahan, serta kontrol yang dipakai oleh manajemen tingkat yang lebih tinggi. Sedangkan keterampilan profesional, meliputi: (1) mampu berfungsi sebagai seorang pendidik, (2) mampu menampilkan analisis tinggi untuk mengumpulkan, mencatat dan menguraikan tugas pekerjaan, (3) mampu mengembangkan sylabus rangkaian mata pelajaran dan program-program pengajaran, (4) mampu menjadi mahkota dari berbagai macam teknik mengajar, (5) mampu merencanakan dan melaksanakan penelitian dalam pendidikan dan mempergunakan temuan riset, (6) mampu mengadakan supervisi dan evaluasi pengajaran, fasilitas, kelengkapan, dan materi pelajaran, (7) mengetahui kejadian di luar sekolah yang berhubungan dengan paket dan pelayanan pendidikan, dan (8) mampu menjadi pemimpin yang baik dan komunikator yang efektif. Berkaitan dengan uraian di atas, Suradinata menyatakan bahwa: Pemimpin suatu organisasi yang sukses harus memiliki beberapa syarat yaitu: (1) mempunyai kecerdasan yang lebih, untuk memikirkan dan memecahkan setiap persoalan yang timbul dengan tepat dan bijaksana, (2) mempunyai emosi yang stabil, tidak mudah diombang ambing oleh suasana yang berganti, dan dapat memisahkan persoalan pribadi, rumah tangga, dan organisasi, (3) mempunyai keahlian dalam menghadapi manusia serta bisa membuat bawahan menjadi senang dan merasa puas, (4)

mempunyai keahlian untuk mengorganisir dan menggerakkan bawahannya dengan kebijaksanaan dalam mewujudkan tujuan organisasi, umpamanya tahapan bila dan kepada siapa tanggung jawab dan wewenang akan diserahkan, dan (5) kondisi fisik yang sehat dan kuat . f. Gaya Kepemimpinan Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi atau memberi motivasi orang lain atau bawahan agar melakukan tindakan-tindakan yang selalu terarah terhadap pencapaian tujuan organisasi. Cara ini mencerminkan sikap dan pandangan pemimpin terhadap orang yang dipimpinnya, dan merupakan gambaran gaya kepemimpinannya. Kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tugas untuk memimpin sekolah, bertanggung jawab atas tercapainya tujuan, peran, dan mutu pendidikan di sekolah. Dengan demikian agar tujuan sekolah dapat tercapai, maka kepala sekolah dalam melaksanakan tugas dan fungsinya memerlukan suatu gaya dalam memimpin, yang dikenal dengan gaya kepemimpinan kepala sekolah. Menurut Purwanto, gaya kepemimpinan adalah suatu cara atau teknik seseorang dalam menjalankan suatu kepemimpinan. Selanjutnya dikemukakan bahwa gaya kepemimpinan dapat pula diartikan sebagai norma perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Dalam hal ini usaha menselaraskan persepsi diantara orang yang akan mempengaruhi perilaku dengan yang akan dipengaruhi menjadi amat penting kedudukannya. Kepala sekolah dalam melakukan tugas kepemimpinannya mempunyai karakteristik dan gaya kepemimpinan untuk mencapai tujuan yang diharapkannya. Sebagai seorang pemimpin, kepala sekolah mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen,watak dan kebiasaan sendiri yang khas, sehingga dengan tingkah laku dan gayanya sendiri yang membedakan dirinya dengan orang lain. Gaya atau tipe hidupnya ini pasti akan mewarnai perilaku dan tipe kepemimpinannya. Wahjosumidjo mengemukakan empat pola perilaku kepemimpinan yang lazim disebut gaya kepemimpinan yaitu perilaku instruktif, konsultatif, partisipatif, dan delegatif. Masih menurut Wahjosumidjo, perilaku kepemimpinan tersebut masing-masing memiliki ciri-ciri pokok, yaitu: (1) perilaku instruktif; komunikasi satu arah, pimpinan membatasi peranan bawahan, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan menjadi tanggung jawab pemimpin, pelaksanaan pekerjaan diawasi dengan ketat, (2) perilaku konsultatif; pemimpin masih memberikan instruksi yang cukup besar serta menentukan keputusan, telah diharapkan komunikasi dua arah dan memberikan supportif terhadap bawahan, pemimpin mau mendengar keluhan dan perasaan bawahan tentang pengambilan keputusan, bantuan terhadap bawahan ditingkatkan tetapi pelaksanaan keputusan tetap pada pemimpin, (3) perilaku partisipatif; kontrol atas pemecahan masalah dan pengambilan keputusan antara pimpinan dan bawahan seimbang, pemimpin dan bawahan sama-sama terlibat dalam pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, komunikasi dua arah makin meningkat, pemimpin makin mendengarkan secara intensif terhadap bawahannya, keikutsertaan bawahan dalam pemecahan dan pengambilan keputusan makin bertambah, (4)

perilaku delegatif; pemimpin mendiskusikan masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya mendelegasikan pengambilan keputusan seluruhnya kepada bawahan, bawahan diberi hak untuk menentukan langkah-langkah bagaimana keputusan dilaksanakan, dan bawahan diberi wewenang untuk menyelesaikan tugas- tugas sesuai dengan keputusan sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kepala sekolah merupakan kemampuan dari seorang kepala sekolah dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam suatu organisasi atau lembaga sekolah guna tercapainya tujuan sekolah. Terdapat empat macam pendekatan studi kepemimpinan, yaitu: (1) pendekatan pengaruh kewibawaan, (2) pendekatan sifat, (3) pendekatan perilaku, dan (4) pendekatan situasional. Fungsi dari kepemimpinan secara garis besar yaitu mempengaruhi dan menggerakkan orang lain dalam suatu organisasi agar mau melakukan apa yang dikehendaki seorang pemimpin guna tercapainya tujuan. Sedangkan syarat seorang pemimpin yaitu harus memiliki kemampuan dasar berupa technical skills, human skil, dan conceptual skill, serta pengetahuan dan keterampilan profesional. Dengan terpenuhinya syarat sebagai seorang pemimpin, maka seorang kepala sekolah dituntut untuk dapat memberi keteladanan dalam pelaksanaan tugas, menyusun administrasi dan program sekolah, menentukan anggaran belanja sekolah, dan pembagian pelaksanaan tugas. Sementara itu empat pola perilaku kepemimpinan yang lazim disebut gaya kepemimpinan meliputi perilaku instruktif, konsultatif, dan partisipatif, dan delegatif. g. Kepemimpinan dan Pengambilan Keputusan Teori kepemimpinan yang akan dibahas ini merupakan salah satu teori yang termasuk teori contingency. Teori ini dikembangkan oleh Vroom dan Yetton dalam Munandar, dan disebutkan pula sebagai model normative tentang kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang tepat ditentukan oleh corak persoalan yang dihadapi oleh macam keputusan yang harus diambil. Model mereka dinamakan normative, karena mengarah ke pemberian suatu rekomendasi tentang gaya kepemimpinan yang sebaiknya digunakan dalam situasi tertentu. Pada hakikatnya, model ini dapat digunakan sebagai alat : 1. Membantu mengenali berbagai jenis situasi pemecahan persoalan secara berkelompok (group problem-solving situations ). 2. Menyarankan gaya-gaya kepemimpinan mana yang dianggap layak untuk setiap situasi. Ada tiga perangkat parameter yang penting, yaitu : a. Klasifikasi gaya kepemimpinan b. Kriteria efektitas keputusan c. Kriteria mengemukakan jenis situasi pemecahan persoalan. h. Gaya Pengambilan Keputusan Menurut Hasibuan, gaya pengambilan keputusan pemimpin dapat dikelompokan, yakni : 1. Gaya Otoratif, diterapkan pada situasi ketika manajer memiliki pengalaman dan informasi untuk menghasilka konklusi, sementara pengikut tidak memiliki kemampuan, kesediaan, dan keyakinan untuk memecahkan masalah. Jadi, manajer harus membuat keputusan tanpa bantuan pengikut. Gaya ini mengisyaratkan perilaku direktif dan pada situasi ketika hanya pemimpin yang memiliki informasi atau keahlian. 2. Gaya Konsultatif, adalah strategi yang tepat apabila manajer mengenali

bahwa pengikut juga mempunyai beberapa pengalaman atau pengetahuan tentang masalah dan bersedia memecahkan masalah meskipun belum mampu. Dalam situasi ini strategi yang terbaik adalah memperoleh masukan mereka, sebelum membuat keputusan final. Dengan cara ini ada dua keuntungan atau hasil yang segera didapat, yaitu kerja sama berbagi pengetahuan sehingga meningkatkan keakuratan keputusan dan pemimpin memberi motivasi dan membantu pengikut mengidentifikasi tujuan kelompok secara lebih jelas. 3. Gaya Fasilitatif, merupakan upaya kooperatif yaitu manajer dan pengikut bekerjasama mencapai keputusan bersama. Dalam hal ini, pemimpin secara efektif memiliki komitmen terhadap diri sendiri untuk berbagi dalam proses pengambil keputusan. Gaya ini merupakan cara yang sempurna manakala berhadapan dengan pengikut yang mampu, tetapi belum yakin akan dirinya. 4. Gaya Delegatif, digunakan terhadap pengikut yang memiliki tingkat kesiapan yang memilki pengalaman dan informasi yang diperlukan untuk keputusan atau rekomendasi yang layak . Berdasarkan eksplorasi yang cukup komprehensif dari beberapa teori tersebut di atas, maka dapat dikonklusikan pengertian tentang kepemimpinan kepala sekolah yang disintesiskan sebagai berikut: kepemimpinan kepala sekolah adalah kemampuan dari seorang kepala sekolah dalam mempengaruhi dan menggerakkan bawahan dalam suatu organisasi atau lembaga sekolah guna tercapainya tujuan sekolah. Variabel Kepemimpinan kepala sekolah memiliki tiga dimensi yang terdiri dari dimensi (1) Kewibawaan kepala sekolah, dengan indikator: pembinaan terhadap bawahan, memberdayakan SDM, rutinitas kerja kepala sekolah, (2) dimensi Sifat dan keterampilan kepala sekolah, dengan indikator: keteladanan dalam pelaksanaan tugas, menyusun administrasi dan program sekolah, menentukan anggaran belanja sekolah, pembagian pelaksanaan tugas, dan (3) dimensi Perilaku kepala sekolah, dengan indikator: instruktif, konsultatif, partisipatif,delegatif.

1.

Pengadaan Kepala Sekolah

Tidak mudah untuk menjadi kepala sekolah profesional, banyak hal yang harus dipahami, banyak masalah yang harus dipecahkan, dan banyak strategi yang harus dikuasai. Oleh karena itu, kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi dan profesionalisme yang memadai. Untuk meningkatkan kualitasnyapun perlu diadakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah serta sertifikasi kompetensi dan penilaian kinerja kepala sekolah. Maka, untuk melahirkan seorang kepala sekolah yang profesional dibutuhkan sistem yang kondusif, baik rekrutmen maupun pembinaan. Selain itu, periodisasi masa jabatan kepala sekolah yang dilaksanakan secara konsisten dengan penilaian kinerja yang akuntabel serta transparan akan mendorong peningkatan mutu pendidikan di sekolah-sekolah. Kepala sekolah akan bekerja keras untuk meningkatkan prestasi sekolahnya sebagai bukti prestasi kinerjanya, sehingga masa jabatannya bisa diperpanjang atau mendapat promosi jabatan yang lebih tinggi. Prestasi yang diraih sekolah-sekolah akan meningkatkan mutu pendidikan di daerah dan akhirnya meningkatkan mutu pendidikan nasional. Tidak ada lagi istilah berprestasi atau tidak berprestasi, bermasalah atau tidak bermasalah tetap aman. Hanya ada dua pilihan, turun dengan predikat tidak berprestasi atau turun dengan terhormat karena sudah menjalani periode maksimal bahkan mendapat promosi (http://www.facebook.com, diakses pada 7 November 2011). Lalu bagaimana sesungguhnya prosedur pengangkatan seorang guru menjadi kepala sekolah? Untuk saat ini kita bisa merujuk kepada aturan atau regulasi yang berlaku. Setidaknya ada dua regulasi pokok yang mengatur secara langsung tentang kepala sekolah, yaitu: pertama Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 tahun 2007 tentang Standar kepala sekolah/madrasah, dan kedua Peraturan Menteri Pendidikan Nasioanal Nomor 28 tahun 2010 tentang penugasan guru sebagai kepala sekolah/madrasah. Selanjutnya dalam Permendiknas No. 13/2007 sebagaimana juga termaktub dalam Permendiknas No. 28/2010 Pasal 2 ayat 1, 2 dan 3 juga ditetapkan persyaratan umum dan persyaratan khusus yang harus dipenuhi untuk bisa diangkat menjadi kepala sekolah. Adapun persyaratan umum tersebut antara lain adalah: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki kualifikasi akademik minimal sarjana (S1), berusia setinggi-tingginya 56 tahun pada waktu pengangkatan pertama sebagai kepala sekolah, sehat jasmani dan rohani, tidak pernah dikenakan hukuman disiplin sedang dan/atau berat, memiliki sertifikat pendidik, pengalaman mengajar sekurang-kurangnya 5 tahun, memiliki golongan ruang serendah-rendahnya III/c bagi guru PNS dan bagi guru bukan PNS disetarakan dengan kepangkatan yang dikeluarkan oleh yayasan. Sedangkan hal menarik dalam aturan baru penugasan guru sebagai kepala sekolah sesuai Permendiknas No. 28/2010, antara lain yaitu: guru yang sudah lulus seleksi calon kepala sekolah harus mengikuti program pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/madrasah di lembaga terakreditasi minimal selama seratus (100) jam tatap muka (Pasal 6 dan 7). Selain itu mereka juga harus mengikuti praktik pengalaman lapangan minimal selama tiga bulan (Pasal 7). Bagi mereka yang lulus akan diberikan sertifikat kepala sekolah yang dicatat dalam data base nasional dan diberi nomor unik oleh menteri atau lembaga yang ditunjuk. Dengan demikian seorang calon kepala sekolah baru bisa diangkat menjadi kepala sekolah setelah mengikuti sekolah untuk calon kepala sekolah serta memiliki SIM sebagai kepala sekolah. 1. 4. Ciri-ciri Kepala Sekolah Profesional

Kepala sekolah memiliki peran strategis dalam pengembangan sekolah. Untuk itu, kepala sekolah dituntut memiliki kompetensi dan profesionalisme yang memadai. Saat ini, sebagai perwujudan dari demokratisasi dan desentralisasi pendidikan sekolah diberikan keleluasan dalam mendayagunakan sumber daya yang ada secara efektif. Untuk itu lembaga pendidikan membutuhkan tenaga-tenaga profesional yang berkompeten dalam upaya mengelola sekolah. Secara implisit nilai dari profesionalisme menurut Tilaar, H.A.R. yang dikutip dalam (http://edukasi.kompasiana.com diakses pada 7 November 2011) dapat diketahui melalui: a) Memiliki keahlian khusus

b) c) d) e) f) g) h)

Merupakan suatu panggilan hidup Memiliki teori-teori yang baku secara universal Mengabdikan diri untuk masyarakat dan bukan untuk diri sendiri Dilengkapi kecakapan diagnostik dan kompetensi yang aplikatif Memiliki otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya Mempunyai kode etik Mempunyai hubungan dengan profesi pada bidang-bidang yang lain

Sedangkan dalam konteks dimensi kompetensi, seorang kepala sekolah profesional dituntut memiliki sejumlah kompetensi. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada lima dimensi kompetensi yaitu: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Sementara itu, Robert W. Rihe (1974:87) yang dikutip oleh Alim Sumarno, M.Pd., (http://elearning.unesa.ac.id, diakses pada 20 Desember 2011) mengemukakan bahwa ciri-ciri profesionalisasi jabatan fungsional ada 7, antara lain: (1) Kepala sekolah bekerja sama dan tidak semata-mata hanya memberikan pelayanan kemanusiaan bukan usaha untuk kepentingan pribadi, (2) Memiliki pemahaman serta ketrampilan yang tinggi, (3) Memiliki lisensi hukum dalam memimpin sekolah, (4) Memiliki publikasi yang dapat melayani para guru sehingga tidak ketinggalan zaman, (5) Mengikuti aneka kegiatan seminar pendidikan (workshop), (6) Jabatannya sebagai suatu karier hidup, dan (7) Memiliki nilai dan etika yang berfungsi secara nasional maupun lokal. 1. 5. Dampak Kepala Sekolah Profesional

Kepala sekolah yang profesional berdampak pada: a) Efektivitas proses pendidikan

Peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan memiliki efektivitas pendidikan yang tinggi, yang tampak dari sifat pendidikan yang menekankan pada pemberdayaan peserta didik. b) Tumbuhnya kepemimpinan sekolah yang kuat

Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia di sekolah. c) Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif

Tenaga kependidikan terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Oleh karena itu, peningkatan profesionalisme guru merupakan garapan penting bagi seorang kepala sekolah. d) Budaya mutu

Budaya mutu tertanam di sanubari semua kepala sekolah, sehingga setiap perilaku didasari oleh profesionalisme. e)

Teamwork yang kompak, cerdas, dan dinamis.

Kebersamaan merupakan karakteristik yang dituntut oleh profesionalisme kepala sekolah, karena output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual.

f)

Kemandirian

Kepala sekolah memiliki kemandirian untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya, sehingga dituntut untuk memiliki kemampuan dan kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan g) Partisipasi warga sekolah dan masyarakat

Peningkatan profesionalisme tenaga kependidikan di sekolah memiliki karakteristik bahwa partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya. h) Transparansi manajemen

Dalam wacana demokrasi pendidikan, transparansi pengelolaan sekolah merupakan karakteristik sekolah yang harus diwujudkan dalam meningkatkan propesionalisme tenaga kependidikan. i) Kemauan untuk berubah

Perubahan harus menjadi kenikmatan bagi semua warga sekolah menuju peningkatan kearah yang lebih baik. j) Evaluasi dan perbaikan berkelanjutan

Evaluasi terhadap profesionalisme tenaga kependidikan harus dilakukan secara teratur. k) Tanggap terhadap kebutuhan

Sekolah tanggap terhadap berbagai aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. l) Akuntabilitas

Sekolah dituntut untuk melakukan pertanggungjawaban terhadap semua pelaksanaan pendidikan. m) Sustainabilitas

Paradigma baru kepala sekolah profesional dalam konteks MBS memiliki sustainabilitas yang tinggi karena mengangkat mutu sekolah dan pendidikan (http://id.shvoong.com, diakses pada 7 November 2011).

1.

B.

Peran Kepala Sekolah

Peran kepala sekolah adalah mengelola penyelenggaraan kegiatan pendidikan dan pembelajaran di sekolah. Kepala sekolah sebagai pemimpin di bidang pendidikan haruslah mengetahui dan memahami serta mengaplikasikan fungsi dan tugasnya dengan baik. Secara lebih operasional tugas pokok kepala sekolah mencakup kegiatan menggali dan mendayagunakan seluruh sumber daya sekolah secara terpadu dalam kerangka pencapaian tujuan sekolah. Jika seorang kepala sekolah mengetahui secara jelas tugas pokok dan fungsinya, maka seterusnya juga harus mampu mengembangkan konsep pelaksanaan tugas tersebut secara baik, agar dinamika tugas yang dilakukan berlangsung secara variatif dan didasarkan pada situasi dan kondisinya. Namun demikian, semua tugas yang dilakukan selalu disusun melalui program yang baik, pelaksanaan yang terukur, dan dilandasi rasa pengabdian serta motivasi yang tinggi. Kepala sekolah sebagai penentu kebijakan di sekolah harus memfungsikan perannya secara maksimal dan mampu memimpin sekolah dengan bijak dan terarah serta mengarah kepada pencapaian tujuan yang maksimal demi meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolahnya yang tentu saja akan berimbas pada kualitas lulusan anak didik sehingga bisa membanggakan dan menyimpan masa depan yang cerah. Sebagaimana yang dikatakan mantan Mendiknas Bambang Sudibyo, bahwa kuantitas siswa lulusan suatu sekolah ditentukan oleh mutu proses pengajaran maupun pengelolaan sekolah secara keseluruhan (Trianto, 2008:35-36).

Sejumlah pakar sepakat bahwa kepala sekolah harus mampu melaksanakan pekerjaannya sesuai kebutuhan masyarakat dan perkembangan zaman sebagai edukator, manajer, administrator dan supervisor serta mampu berperan sebagai leader,

innovator dan motivator di sekolahnya, yang disingkat EMASLIM. Dan berkembang menjadi EMASLIM-F karena kepala
sekolah juga sebagai pejabat formal (http://smpn29samarinda.wordpress.com, diakses pada 8 Juni 2010). Jika mengacu pada Permendiknas RI Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah, maka kepala sekolah juga harus berjiwa wirausaha. Dengan demikian, pekerjaan kepala sekolah semakin hari semakin meningkat dan akan selalu meningkat sesuai perkembangan pendidikan yang diharapkan. 1. 1. Kepala sekolah sebagai edukator

Menurut Wahjosumidjo (1999:122-124), memahami arti pendidik tidak cukup berpegang pada konotasi yang terkandung dalam definisi pendidik melainkan harus dipelajari keterkaitannya dengan makna pendidikan, sarana pendidikan dan bagaimana strategi pendidikan itu dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut kepala sekolah harus berusaha menanamkan, memajukan dan meningkatkan sedikitnya empat macam nilai, yakni pembinaan mental, moral, fisik, dan artistik. Sebagai edukator kepala sekolah mempunyai tugas pokok melaksanakan proses pembelajaran secara efektif dan efisien. Sedangkan fungsinya adalah menciptakan iklim sekolah yang kondusif, memberikan nasehat kepada warga sekolah, memberikan dorongan kepada tenaga kependidikan, melaksanakan model pembelajaran yang menarik dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan oleh para guru. Sebagai pendidik, kepala sekolah melaksanakan kegiatan perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi pembelajaran. Kegiatan perencanaan menuntut kapabilitas dalam menyusun perangkat-perangkat pembelajaran; kegiatan pengelolaan mengharuskan kemampuan memilih dan menerapkan strategi pembelajaran yang efektif dan efisien; dan kegiatan mengevaluasi mencerminkan kapabilitas dalam memilih metode evaluasi yang tepat dan dalam memberikan tindak lanjut yang diperlukan terutama bagi perbaikan pembelajaran. Sebagai pendidik, kepala sekolah juga berfungsi membimbing siswa, guru dan tenaga kependidikan lainnya. Upaya yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerjanya sebagai edukator, khususnya dalam peningkatkan kinerja tenaga kependidikan dan prestasi belajar anak didik yaitu: a) Mengikutsertakan para guru dalam penataran atau pelatihan untuk menambah wawasannya; memberikan kesempatan

kepada guru-guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya dengan belajar ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. b) Berusaha menggerakkan tim evaluasi hasil belajar peserta didik agar giat bekerja, kemudian hasilnya diumumkan secara terbuka dan diperlihatkan di papan pengumuman. Hal ini bermanfaat untuk memotivasi para peserta didik agar lebih giat belajar dan meningkatkan prestasinya. c) Menggunakan waktu belajar secara efektif di sekolah dengan cara mendorong para guru untuk memulai dan

mengakhiri pembelajaran sesuai waktu yang ditentukan (http://smpn29samarinda.wordpress.com, diakses pada 8 Juni 2010). 1. 2. Kepala sekolah sebagai manajer

Kepala sekolah sebagai manajer mempunyai peran yang menentukan dalam pengelolaan manajemen sekolah, berhasil tidaknya tujuan sekolah dapat dipengaruhi bagaimana kepala sekolah menjalankan fungsi-fungsi manajemen. Fungsifungsi manajemen tersebut adalah planning (perencanaan), organizing(pengorganisasian), actuating (penggerakan), dan controlling (pengawasan) (Munir, 2008:16). Sesuai Keputusan Mendiknas mengenai kompetensi manajerial, di antaranya kepala sekolah harus mampu dan terlihat kinerjanya dalam bidang-bidang garapan manajerial sebagai berikut: menyusun perencanaan sekolah mengenai berbagai tingkatan perencanaan; mengembangkan organisasi sekolah sesuai dengan kebutuhan; memimpin sekolah dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah secara optimal; mengelola perubahan dan pengembangan sekolah menuju organisasi pembelajar yang efektif; menciptakan budaya dan iklim sekolah yang kondusif dan inovatif bagi pembelajaran

peserta didik; mengelola guru dan staf dalam rangka pendayagunaan sumber daya manusia secara optimal; mengelola sarana dan prasarana sekolah dalam rangka pendayagunaan secara optimal; mengelola hubungan sekolah dan masyarakat dalam rangka pencarian dukungan ide, sumber belajar dan pembianaan sekolah; mengelola peserta didik dalam rangka penerimaan peserta didik baru, dan penempatan serta pengembangan kapasitas peserta didik; mengelola pengembangan kurikulum dan kegiatan pembelajaran sesuai dengan arah dan tujuan pendidikan nasional; mengelola keuangan sekolah sesuai dengan prinsip pengelolaan yang akuntabel, transparan dan efisien; mengelola ketatausahaan sekolah dalam mendukung pencapaian tujuan sekolah; mengelola unit layanan khusus sekolah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan peserta didik di sekolah; mengelola sistem informasi sekolah dalam mendukung penyusunan program dan pengambilan keputusan; memanfaatkan kemajuan teknologi informasi bagi peningkatan pembelajaran dan manajemen sekolah; melakukan monitoring, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan program kegiatan sekolah dengan prosedur yang tepat, serta merencanakan tindak lanjut. Menurut Stoner sebagaimana dikutip oleh Wahjosumidjo (1991:97-99) menyatakan ada delapan macam fungsi manajer dalam suatu organisasi, yaitu kepala sekolah: bekerja dengan dan melalui orang lain; bertanggung jawab dan mempertanggungjawabkan; mampu menghadapi berbagai persoalan dalam kondisi yang terbatas; berpikir secara analistik dan konsepsional; sebagai juru penengah; sebagai politisi; sebagai diplomat; dan berfungsi sebagai pengambil keputusan. 1. 3. Kepala sekolah sebagai administrator

Kepala sekolah sebagai administrator memiliki hubungan erat dengan berbagai aktivitas pengelolaan administrasi yang bersifat pencatatan, penyusunan, dan pendokumenan seluruh program sekolah. Secara spesifik, kepala sekolah perlu memiliki kemampuan untuk mengelola kurikulum, mengelola administrasi kearsipan, dan administrasi keuangan. Kegiatan tersebut perlu dilakukan secara efektif dan efisien agar dapat menunjang produktivitas sekolah. Untuk itu, kepala sekolah harus mampu mengkoordinasikan penyelenggaraan administrasi sekolah dan menciptakan administrasi yang tertib lancar dan tepat waktu. Dalam pengertian yang luas, kepala sekolah merupakan pengambil kebijakan tertinggi di sekolahnya. Sebagai pengambil kebijakan, kepala sekolah melakukan analisis lingkungan (politik, ekonomi, dan sosial-budaya) secara cermat dan menyusun strategi dalam melakukan perubahan dan perbaikan sekolahnya. Dalam pengertian yang sempit, kepala sekolah merupakan penanggungjawab kegiatan administrasi ketatausahaan sekolah dalam mendukung pelaksanaan kegiatan pembelajaran. 1. 4. Kepala sekolah sebagai supervisor

Sebagai pemimpin pengajaran, kepala sekolah berfungsi melakukan pembinaan profesional kepada guru dan tenaga kependidikan. Untuk itu kepala sekolah harus mampu melaksanakan supervisi untuk memantau tenaga kependidikan agar tercapai proses belajar mengajar yang baik. Kepala sekolah juga harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih cermat melaksanakan pekerjaannya. Peran penting kepala sekolah sebagai supervisor adalah memberikan bantuan yang bersifat membina, membimbing dan mengarahkan perkembangan para personel sekolah. Bantuan yang diberikan kepada personel pendidikan untuk mengembangkan proses pendidikan yang lebih baik dan upaya meningkatkan mutu pendidikan. Adapun tugas kepala sekolah sebagai supervisor dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 mencakup sebagai berikut: merencanakan program supervisi akademik dalam rangka peningkatan profesionalisme guru; melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat; menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru, di antaranya adalah bahwa tugas dan fungsi dari supervisi ini adalah untuk memberdayakan sumber daya sekolah termasuk guru.

Penggunaan teknik-teknik supervisi tergantung dari banyak hal misalnya: dari masalah, tempat, dana, waktunya, orang yang kita hadapi, baik jumlahnya muaupun sifatnya. Adapun teknik-teknik supervisi yang lazim dan secara teratur dapat dilakukan oleh setiap kepala sekolah ialah: rapat sekolah, kunjungan kelas, musyawarah atau pertemuan perseorangan. 1. 5. Kepala sekolah sebagai leader

Sebagai pemimpin, kepala sekolah berfungsi menggerakkan semua potensi sekolah, khususnya tenaga kependidikan bagi pencapaian tujuan sekolah. Dalam upaya menggerakkan potensi tersebut, kepala sekolah hendaknya memiliki pengetahuan yang luas dan keterampilan kepemimpinan agar mampu mengendalikan, mempengaruhi dan mendorong bawahannya dalam menjalankan tugas dengan jujur, tanggung jawab, efektif dan efisien. Kepala sekolah juga harus memiliki sifat keteladanan, mampu menumbuhkan kreativitas, memotivasi dan mengembangkan rasa tanggung jawab terhadap sekolah. Wahjosumidjo (1999:110) juga mengemukakan bahwa kepala sekolah yang dikehendaki adalah pemimpin yang harus memiliki karakter khusus yang mencakup kepribadian, keahlian dasar, pengalaman dan pengetahuan profesional, diklat dan keterampilan profesional, serta pengetahuan administrasi dan pengawasan. Kemampuan kepala sekolah sebagai pemimpin dapat dianalisis dari aspek kepribadian, pengetahuan terhadap tenaga kependidikan, visi dan misi sekolah, kemampuan mengambil keputusan dan kemampuan berkomunikasi. Sedangkan kepribadian kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin dalam sifatnya yang: jujur, percaya diri, tanggung jawab, berani mengambil risiko dan keputusan, berjiwa besar, emosi yang stabil, dan teladan. Dalam implementasinya, kepala sekolah sebagai pemimpin dapat dianalisis dari tiga gaya kepemimpinan, yakni demokratis, otoriter dan bebas. Ketiga gaya tersebut sering dimiliki secara bersamaan oleh seorang pemimpin sehingga dalam melaksanakan kepemimpinannya gaya-gaya tersebut muncul secara situasional. Maka kepala sekolah sebagai pemimpin mungkin bergaya dengan ketiganya. Meskipun kepala sekolah ingin selalu bersifat demokratis, namun seringkali situasi dan kondisi menuntut untuk bersikap lain, misalnya harus otoriter. Dalam hal tertentu gaya kepemimpinan otoriter lebih cepat dan tepat digunakan dalam pengambilan suatu keputusan. 1. 6. Kepala sekolah sebagai inovator

Sebagai inovator, kepala sekolah bertugas melakukan pembaharuan di bidang proses pembelajaran, bimbingan konseling, ekstrakurikuler dan pengadaan, pembinaan guru dan karyawan, pembaharuan dalam menggali sumber daya di komite sekolah dan masyarakat. Dalam rangka melakukan peranan dan fungsinya sebagai inovator, kepala sekolah perlu memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan teladan kepada tenaga kependidikan dan mengembangkan model-model pembelajaran yang inovatif serta harus mampu mencari, menemukan dan melaksanakan berbagai pembaruan di sekolah. 1. 7. Kepala sekolah sebagai motivator

Sebagai motivator kepala sekolah memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada bawahannya dalam melakukan tugas dan fungsinya. Motivasi ini bisa melalui pengaturan lingkungan fisik, suasana kerja, disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif dan penyediaan berbagai sumber belajar melalui pengembangan pusat sumber belajar. Untuk itu, kepala sekolah memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi kepada para tenaga kependidikan dalam melakukan berbagai tugas dan fungsinya. Dorongan dan penghargaan merupakan dua sumber motivasi yang efektif diterapkan oleh kepala sekolah. Keberhasilan suatu organisasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor yang datang dari dalam maupun datang dari lingkungan. Dari berbagai faktor tersebut, motivasi merupakan suatu faktor yang cukup dominan dan dapat menggerakkan faktor-faktor lain ke arah keefektifan kerja, bahkan motivasi sering disamakan dengan mesin dan kemudi mobil, yang berfungsi sebagai penggerak dan pengarah. 1. 8. Kepala sekolah sebagai pejabat formal

Peranan kepala sekolah sebagai pejabat formal diangkat dengan surat keputusan oleh atasan yang mempunyai kewenangan dalam pengangkatan sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku: memiliki tugas dan tanggung jawab yang jelas serta hak-hak dan sanksi yang perlu dilaksanakan; secara hirarki mempunyai atasan langsung, atasan yang lebih tinggi dan memiliki bawahan; dan mempunyai hak kepangkatan, gaji dan karir. Sebagai seorang pejabat formal, kepala sekolah mempunyai tugas dan tanggung jawab terhadap atasan, sesama rekan kepala sekolah atau lingkungan terkait, dan kepada bawahan. Peter P. Dewson dalam Wahjosumidjo (1999:93) menyatakan bahwa layaknya pemimpin-pemimpin formal lainnya, seorang pemimpin demikian pula kepala sekolah akan berhasil melaksanakan tugas-tugasnya apabila mereka selalu memperhatikan tujuh hal yang sangat berpengaruh. Yaitu: a) b) c) d) e) f) g) 1. Perundang-undangan, kebijaksanaan serta peraturan yang berlaku Variabel-variabel yang terjadi di dalam maupun di luar sekolah Interaksi antara sumber daya manusia, sistem dan berbagai macam peralatan dan hal-hal yang lain Efektivitas Masalah untung dan rugi Terpercaya dan berpengalaman Kewibawaan, status, stres dan konflik. 9. Kepala sekolah sebagai wirausahawan

Dari adanya pemberlakuan perundang-undangan dengan segala kebijakan mengenai otonomi daerah, menuntut kepala sekolah untuk mampu mengembangkan visi pendidikan dan kelembagaannya secara kontekstual. Kepala sekolah sewajarnya menjadi pihak yang lebih mengetahui kebutuhan-kebutuhan pendidikan di sekolahnya dan bagaimana segala potensi lembaga dan lingkungannya dapat dimanfaatkan secara produktif untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut. Beberapa kondisi berikut menurut Permana dan Kesuma (2009:353), memperkuat kebutuhan mendesak bahwa kewirausahaan kepala sekolah sangat diperlukan dalam menghadapi kondisi krisis kehidupan bangsa terlebih di era pengaruh globalisasi, yaitu: a) Semakin tumbuh dan berkembangnya pesaing-pesaing sekolah, terutama sekolah yang memiliki beberapa

keunggulan b) Ketidakpercayaan atas metode-metode tradisional dalam manajemen organisasi dan proses pendidikan yang

dianggap masih tyipical c) Terdapat di antara guru-guru atau pegawai yang pintar dan memiliki ide-ide brilian lebih suka memilih menjadi

seorang wirausaha. Sebagai salah satu cara bagaimana sekolah mampu mewujudkan kemampuan dalam wirausahanya, maka kepala sekolah harus mampu menunjukkan kemampuan dalam menjalin kemitraan dengan pengusaha atau donatur, serta mampu memandirikan sekolah dengan upaya berwirausaha. Secara rinci kemampuan atau kinerja kepala sekolah yang mendukung terhadap perwujudan kompetensi kewirausahaan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah, di antaranya mencakup: menciptakan inovasi yang berguna bagi pengembangan sekolah; bekerja keras untuk mencapai keberhasilan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang efektif; memiliki motivasi yang kuat untuk sukses dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pemimpin sekolah; pantang menyerah dan selalu mencari solusi terbaik dalam menghadapi kendala yang dihadapi sekolah; dan memiliki naluri kewirausahaan dalam mengelola kegiatan produksi/jasa sekolah sebagai sumber belajar peserta didik.

1.

C.

Indikator Keberhasilan Kepala Sekolah

Kunci keberhasilan suatu sekolah pada hakikatnya terletak pada efisiensi dan efektivitas penampilan pemimpinnya, dalam hal ini kepala sekolah. Kepala sekolah dituntut memiliki persyaratan kualitas kepemimpinan yang kuat, sebab keberhasilan sekolah hanya dapat dicapai melalui kepemimpinan kepala sekolah yang berkualitas. Kepala sekolah yang berkualitas yaitu kepala sekolah yang memiliki kemampuan dasar, kualifikasi pribadi, serta pengetahuan dan keterampilan profesional (http://www.slideshare.net, diakses pada 6 Juni 2010). Kazt mengemukakan tiga keterampilan atau kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh tingkat pemimpin apapun, yang mencakup: human relation skill,technical skill dan conceptual skill (Rosmiati dan Kurniady, 2009:130). 1.

Human relation skill, yaitu kemampuan berhubungan dengan bawahan. Seperti kemampuan memahami perilaku, isi
hati dan motif mereka, kemampuan berkomunikasi secara jelas dan efektif, dan kemampuan menciptakan kerjasama yang efektif, kooperatif, praktis dan diplomatis. Dengan begitu bisa menciptakan iklim kerja yang menyenangkan serta terjalin hubungan yang baik sehingga bawahan merasa aman dalam melaksanakan tugas.

2.

Technical skill, yaitu: kemampuan menerapkan ilmunya ke dalam pelaksanaan (operasional). Seperti menguasai
pengetahuan tentang metode, proses, prosedur dan teknik dalam menganalisis hal-hal khusus dan kemampuan mendayagunakan sumber-sumber daya yang ada.

3.

Conceptual skill, yaitu kemampuan seorang pemimpin melihat organisasi sebagai satu keseluruhan. Seperti
mengambil keputusan, menentukan kebijakan dan lain-lain.

Makna profesionalisme kepala sekolah yang harus dikuasai seorang pemimpin dalam upaya pemenuhan tuntutan tugas dan fungsi kepala sekolah dalam lembaga pendidikan maka diperlukan kualifikasi profesional yang jelas. Kualifikasi pribadi yaitu serangkaian sifat atau watak yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin termasuk kepala sekolah. Dengan kata lain seorang pemimpin yang diharapkan berhasil dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan harus didukung oleh mental, fisik, emosi, watak sosial, sikap, etika, dan kepribadian yang baik Seorang pemimpin harus pula memiliki pengetahuan dan keterampilan profesional. Pengetahuan profesional meliputi: 1. Pengetahuan terhadap tugas, kepala sekolah harus mampu secara menyeluruh mengetahui banyak tentang lingkungan organisasi atau sekolah di mana organisasi atau sekolah tersebut berada 2. Harus memahami hubungan kerja antar berbagai unit, pendelegasian wewenang, sikap bawahan, serta bakat dan kekurangan dari bawahan 3. 4. 5. Wawasan organisasi dan kebijaksanaan khusus, perundang-undangan dan prosedur Harus memiliki satu perasaan rill untuk semangat dan suasana aktivitas diri orang lain dan staf yang harus dihadapi Harus mengetahui layout secara fisik bangunan, kondisi operasional, berbagai macam keganjilan dan problema yang biasa terjadi 6. Harus mengetahui pelayanan yang tersedia untuk dirinya dan bawahan, serta kontrol yang dipakai oleh manajemen tingkat yang lebih tinggi (http://www.slideshare.net, diakses pada 6 Juni 2010) Sedangkan yang harus dimiliki kepala sekolah dalam keterampilan profesional, meliputi: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Mampu berfungsi sebagai seorang pendidik Mampu menampilkan analisis tinggi untuk mengumpulkan, mencatat dan menguraikan tugas pekerjaan Mampu mengembangkan silabus rangkaian mata pelajaran dan program-program pengajaran Mampu menjadi mahkota dari berbagai macam teknik mengajar Mampu merencanakan dan melaksanakan penelitian dalam pendidikan dan mempergunakan temuan riset Mampu mengadakan supervisi dan evaluasi pengajaran, fasilitas, kelengkapan, dan materi pelajaran Mengetahui kejadian di luar sekolah yang berhubungan dengan paket dan pelayanan pendidikan Mampu menjadi pemimpin yang baik dan komunikator yang efektif (http://www.slideshare.net, diakses pada 6 Juni 2010).

Keberhasilan sekolah sebagai keberhasilan kepala sekolah merupakan pernyataan tentatif yang perlu dicermati mengingat kepala sekolah senantiasa dihadapkan pada tantangan dalam melakukan perubahan dan pengembangan sekolah secara berencana, terarah dan berkesinambungan untuk mendukung peningkatan mutu pendidikan pada tingkat satuan pendidikan. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan budaya yang diterapkan dunia pendidikan, sehingga menuntut penguasaan kepala sekolah secara profesional. Untuk itu kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah dan berkesinambungan. Peningkatan profesionalisme kepala sekolah perlu dilaksanakan secara berkesinambungan dan terencana dengan melihat permasalahan-permasalahan dan keterbatasan yang ada. Sebab kepala sekolah merupakan pemimpin pendidikan yang juga bertanggung jawab dalam meningkatkan profesionalisme tenaga kependidikan lainnya. Kepala sekolah yang profesional akan mengetahui kabutuhan dunia pendidikan, dengan begitu kepala sekolah akan melakukan penyesuaianpenyesuaian agar pendidikan berkembang dan maju sesuai dengan kebutuhan pembangunan serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Reaktualisasi fungsi dan peran kepala sekolah perlu dilakukan dalam kerangka EMASLIM-FW untuk mengarahkan perubahan dan pengembangan sekolahnya sebagai organisasi pembelajar yang efektif, sekolah unggulan yang bertaraf nasional atau internasional. Di samping itu, yang terpenting ialah melakukan tata kelola sekolah dengan baik ( good school

governance) sebagai bentuk dukungan terhadap desentralisasi penyelenggaraan pendidikan, Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), benchmarking, broad basic education, life skill, contextual

learning dan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai