Anda di halaman 1dari 36

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah Partai Golongan Karya merupakan salah satu partai terbesar di Indonesia, sebagaimana kita ketahui Partai Golongan Karya adalah partai yang paling sering memenangkan pemilihan umum. Pada tanggal 4 s/d 7 Oktober 2009, Partai Golongan Karya telah melaksanakan Musyawarah Nasional yang berlangsung di Pekanbaru Riau untuk memilih ketua umum pada periode mendatang. Pada Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya kali ini terdapat empat calon ketua umum, diantaranya adalah Surya Paloh, Abu Rizal Bakrie, Yuddy Chrisnandi, dan Tommi Suharto. Dari ke empat calon tersebut nama Surya Paloh dan Abu Rizal Bakrie lah yang yang diprediksi sebagai kandidat terkuat pada pemilihan ketua pada Musyawarah Nasional partai Golongan Karya kali ini. Persaingan antar kedua kandidat itu pun mulai memanas, mulai dari perang iklan, saling klaim mendapatkan paling banyak suara, isu black campaign ( kampanye hitam) dan politik uang, bahkan perang spanduk di Pekanbaru, Kubu Aburizal Bakrie, misalnya, dihantam isu lumpur Porong. Aburizal Bakrie dianggap punya cacat moral karena masih bertanggung jawab dalam peristiwa semburan yang terjadi sejak tiga tahun lalu. Sedangkan Surya Paloh juga terancam menjadi korban kampanye hitam. Itu terkait beredarnya fotokopi surat pemanggilan terhadap Surya Paloh sebagai saksi dalam dugaan penyalahgunaan dana koordinasi pembebasan lahan Blok Cepu senilai Rp 3,8

miliar. Surya Paloh yang menjadi pemilik PT Surya Energi Raya (SER) seolaholah mengabaikan pemanggilan pertama oleh tim penyidik Kejari Bojonegoro. Gambar 1.1. Berita isu kampanye hitam

Sumber : www.detik.com

Persaingan iklan antar kandidat jelas mewarnai pada Musyawarah Nasional tersebut. Bahkan ada yang beranggapan bahwa pada Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya pada kali ini merupakan yang paling banyak iklan politiknya dari pada Musyawarah Nasional sebelumnya. Saling klaim dukungan tiap tiap daerah, serta hasil survey suatu lembaga lembaga independen pun jadi senjata utama dalam persaingan iklan tersebut. Perang iklan antar kandidatpun semakin memanas, mulai dari iklan cetak maupun elektronik. Gambar 1. 2. Gambar Iklan Surya Paloh

Sumber : http://golkarkalsel.com/2009/10/07/golkar-kalsel-tetap-komitkepada-surya-paloh/

Gambar 1.3. Gambar Iklan Aburizal Bakrie

Sumber

: http://www.diptara.com/2009/10/aburizal-bakrie-golkar-dan-

lumpur.html Perang iklan disini sangat jelas, dan memiliki satu misi yang sama, yaitu menarik simpati masyarakat dalam rangka penggalangan suara terhadap kandidat masing masing. Dengan terjadinya fenomena tersebut telah menarik sorotan dari berbagai kalangan pihak.

Selain mendapatkan sorotan dari masyarakat serta tokoh politik. Persaingan iklan yang terjadi pada pelaksanaan Musyawarah Nasional Partai Golkar kali ini menarik pula bagi media massa baik media cetak maupun elektronik untuk menjadikannya berita utama. Beberapa media lokal dan nasional beramai ramai mengangkat realitas tersebut untuk menjadikan berita utama dalam topik pemberitaaannya. Akan tetapi penyajian berita tidak akan dapat lepas dari pandangan, opini dan keterpihakan dari wartawan mereka masing masing. Seiring berkembangnya zaman, meluasnya pemakaian teknologi digital sebagai pengantar informasi telah membuka jalan bagi Indonesia memasuki era New Media. Sejumlah grup industri media besar nasional secara strategis telah menyiapkan langkah konvergensi isi melalui dunia digital. Internet menjadi teknologi konvergensi yang menyatukan berbagai platform media dalam satu bentuk baru media. Ada dua karakter baru dari media yang bertumbuh lewat internet itu. Pertama, kecenderungannya menyajikan peristiwa secara cepat dan dihadirkan lewat beragam platform sekaligus, dari video, suara dan teks. Kedua, melalui teknologi digital, pesan atau informasi menyebar secara horisontal, dari satu pengguna ke satu komunitas, atau sebaliknya. Infrastruktur bagi jalan dan berkembangnya media informasi digital kini lebih matang. Sejumlah media tradisional seperti cetak dan siaran berbasis elektronik pun terpaksa melakukan perubahan besar, dengan menghadirkan versi online di internet, dan mempertajam persaingan mereka di ranah media digital.

Media Indonesia, VIVAnews dan Detik termasuk beberapa dari media online nasional yang berusaha untuk menampilkan realitas tersebut. Berbagai sudut pandang dan konstruksi realitas disajikan secara berbeda oleh setiap media tersebut. Media Indonesia merupakan salah satu media online nasional yang mempunyai latar belakang sebagai media yang erat hubungannya dengan Partai Golongan Karya. Hal ini karena salah satu orang penting sekaligus merupakan kandidat yang diunggulkan dalam pencalonan ketua umum Partai Golongan Karya pada Musyawarah Nasional kali ini yaitu Surya Paloh yang juga merupakan Direktur utama pada media online ini. Dalam pemberitaan mengenai Musyawarah Nasional Partai Golkar kali ini, Media Indonesia mayoritas

mengulas berbagai aktifitas Surya Paloh baik menjelang maupun setelah pelaksanaan Musyawarah Nasional sehubungan tentang pencalonannya sebagai kandidat ketua umum pada partai Golongan Karya. Beberapa contoh headline pada Media Indonesia yang memberitakan tentang pelaksanaan Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya ke VIII : Media Indonesia Sabtu,12 September 2009 dengan head Line Klaim Aburizal tidak Logis. Media Indonesia Senin, 28 September 2009 dengan head Line Surya Paloh Didukung 90% DPD. Pada head Line berita di atas, pemberitaan Media Indonesia menunjukan kepemihakan media tersebut terhadap Surya Paloh, serta cenderung mengabaikan pemberitaan yang lainya, baik pelaksanaan Musyawarah Nasional secara keseluruhan maupun mengulas tentang kandidat lain.

Sama halnya dengan VIVAnews yang pemiliknya juga merupakan orang penting sekaligus kandidat yang juga di unggulkan yaitu Abu Rizal Bakrie. Beberapa contoh headline pada VIVAnews yang memberitakan tentang pelaksanaan Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya ke VIII : VIVAnews Jumat, 11 September 2009 dengan headline Aburizal Kantongi 70 Persen Suara DPD. VIVAnews Senin, 28 September 2009 dengan headline Iklan Surya Berbeda dengan Hasil Survei. Namun lain halnya dengan Detik. Detik merupakan media online pertama yang ada di Indonesia yang sekaligus merupakan media online terpopuler pada saat ini. Dalam perberitaannya detik juga memiliki karakteristik sendiri dalam menyajikan sebuah berita. Beberapa contoh headline pada Detik yang memberitakan tentang pelaksanaan Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya ke VIII : Detik Jumat, 11 September 2009 dengan headline 25 DPD I Golkar Dukung Ical. Detik Senin, 28 September 2009 dengan headline Ical Ragukan Klaim Dukungan Paloh Media massa disini berusaha membentuk opini publik menurut kehendak media tersebut. Setiap media mempunyai cara yang berbedabeda dalam menyajikan atau mengkonstruksi suatu realitas. Hal ini dapat terjadi dikarenakan setiap media memiliki ideologi yang berbedabeda, sehingga pengambilan sudut pandang terhadap suatu realitas di sesuaikan dengan ideologi media tersebut. Namun di balik itu semua, media sebagai alat penyampaian pesan kepada

khalayak pembaca mempunyai peranan penting dalam membentuk persepsi masyarakat yang bervariatif terhadap suatu berita. Hal tersebut di atas membuat peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian pada ketiga media jurnalisme online tersebut, yaitu Media Indonesia, Detik, dan VIVAnews.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana konstruksi media jurnalisme online Media Indonesia, Detik, dan VIVAnews dalam membingkai berita tentang persaingan calon ketua umum pada Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya? 2. Faktor faktor apa saja yang mempengaruhi pembingkaian tentang persaingan calon ketua umum pada Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya?

C. Tujuan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah yang telah peneliti paparkan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengetahui bagaimana Media Indonesia online, VIVAnews dan Detik membingkai berita mengenai persaingan calon ketua umum pada Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pemberitaan pada ketiga media tersebut.

D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat yang sangat besar. Baik dari segi akademis maupun dari segi praktis. 1. Manfaat Akademis Analisis framing merupakan sebuah studi dalam kajian teks media dimana dengan menggunakan anilisis ini dapat di ketahui bagaimana masingmasing media mengemas sebuah realitas dengan terlebih dahulu melewati proses konstruksi untuk kemudian disajikan pada khalayak. Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi bagi penelitian tentang teks media dari sudut pandang konstruksionis. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini secara praktis diharapkan mampu meningkatkan kesadaran para khalayak untuk lebih mengetahui bagaimana berita itu di sajikan dan bagaimana cara media mengemasnya hingga akhirnya mampu mempengaruhi masyarakat dalam mempersepsikan suatu hal. Melalui penelitian ini di harapkan khalayak benar-benar mampu dalam memandang dan menganalisis suatu fenomena yang terjadi, berdasarkan konteks sosiologis, politis, dan kultural yang melingkupinya.

E. Kerangka Teori 1. Paradigma Konstruksionis Paradigma konstruksionis memandang realitas kehidupan sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi hasil dari konstruksi. Paradigma konstruksionis ini lebih melihat komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna (Eriyanto 2002 : 37). Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksionis : a. Pendekatan konstruksionis menekankan pada politik pemaknaan dan proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas. Makna bukanlah suatu yang absolute, konsep statik yang ditemukan dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan. b. Pendekatan konstruksionis memandang kegiatan komunikasi sebagai proses yang dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa bagaimana pembentukan pesan dari sisi komunikator, dan dalam sisi penerima, ia memeriksa bagaimana konstruksi (Eriyanto, 2002: 40-41). Melalui interpretasi wartawan, sebuah peristiwa, isu ataupun fenomena dapat menjadi sebuah berita yang menarik. Wartawan dapat membentuk dan menentukan apakah suatu peristiwa atau realitas dapat dijadikan berita. Menurut pandangan konstruksionis, sebuah teks berita tidak bisa kita samakan seperti copy realitas. Ia haruslah dipandang sebagai konstruksi atas realitas. Karenanya, terjadi peristiwa yang sama bisa jadi di konstruksi secara berbeda, wartawan memiliki penafsiran atau konsep yang

10

berbeda dalam memaknai suatu peristiwa. Hal itu dapat dilihat dari bagaimana mereka mengkonstruksi peristiwa yang diwujudkat dalam sebuah teks berita. Secara garis besar pendekatan konstruksionis mempunyai penilaian tersendiri dalam menilai bagaimana fakta, media, berita, dan wartawan. Hal ini sangat bertentangan dengan paradigm positivis dalam memandang realitas. Kita dapat melihat adanya perbedaan penilaian tersebut dalam table dibawah ini : Tabel 1.1 Perbedaaan Paradigma Positivis dan Paradigma Konstruksionis Paradigma Positivis Ada fakta yang riil yang diatur kaidah-kaidah tertentu yang universal Berita merupakan cermin dan refleksi dari kenyataan Paradigma Konstruksionis Fakta merupakan konstruksi atas realitas

Perbedaan Ontologis

Berita tidak mungkin merupakan cermin dari realitas karena berita yang terbentuk merupakan konstruksi realitas. Realitas bersifat subjektif. Realitas merupakan hasil pemahaman dan pemaknaan wartawan

Perbedaan Epistimologi

Ada suatu realitas obyektif, diluar diri wartawan. Wartawan meliput realitas yang tersedia dan obyektif. Wartawan membuat jarak dengan obyek yang hendak diliput, sehingga yang tampil bias obyektif

Wartawan tidak mungkin membuat jarak dengan realitas. Realitas merupakan produk transaksionis antara wartawan dengan objek yang hendak diliput Realitas sebagai hasil liputan wartawan bersifat subjektif. Realitas yang terbentuk merupakan olahan dari pandangan atau perspektif dan pemaknaan wartawan ketika meliput suatu peristiwa.

Realitas sebagai hasil liputan wartawan harus bersifat obyektif, dalam arti memberitakan apa yang terjadi apa adanya

11

Perbedaan Aksiologis

Paradigma Positivis Nilai, etika, opini dan pilihan moral berada diluar proses peliputan berita

Paradigma Konstruksionis Nilai, etika, atau keberpihakan wartawan tidak dapat dipisahkan dari proses peliputan dan pelaporan suatu peristiwa Wartawan berperan sebagai partisipan yang menjembatani keragaman subjektifitas pelaku sosial

Wartawan berperan sebagai pelapor

Tujuan peliputan dan penulisan Tujuan peliputan dan penulisan berita : eksplanasi dan berita : rekonstruksi peristiwa menjelaskan apa adanya secara dialektis antara wartawan dengan peristiwa yang diliput Perbedaan Metodologis Kualitas pemberitaan : liputan dua sisi. Objektif dan kredibel Kualitas pemberitaan : interaksi antara wartawan dan objek yang diliputnya, intensitas Opini subjektifitas tidak dapat dihilangkankarena ketika meliput wartawan melihat dengan perspektif dan pertimbangan subjektif dan bahasa selalu menimbulkan penafsiran yang beraneka ragam

Menyingkirkan opini dan pandangan subjektif dari pemberitaan dan memakai bahasa straight, tidak menimbulkan penafsiran

(Guba & Lincoln dalam Agus Salim, 1994 : 77)

Dari tabel diatas maka kita dapat melihat adanya perbedaan cara pandang antara pendekatan paradigma konstruksionis dan paradigma positivistik dalam memandang realitas. Dalam penelitian ini, peneliti menempatkan kerangka berpikir pada pendekatan paradigma konstruksionis untuk mengetahui bagaimana media mengkonstruksi sebuah realitas dan menyajikannya kepada khalayak.

12

2. Proses Produksi Berita Berita adalah hasil akhir dari proses kompleks dengan menyortir

(memilah-milah) dan menentukan peristiwa dan tema-tema tertentu dalam satu kategori tertentu (Eriyanto 2002 : 102). Kita ketahui bahwa proses produksi berita bukan merupakan ruang netral yang hanya digunakan sebagai penyampai pesan atau informasi, tetapi proses pembentukan berita dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Proses produksi berita melalui berbagai tahap, setiap tahap memiliki aktivitas yang berbeda. Tahap paling awal dari produksi sebuah berita adalah begaimana wartawan mempersepsi peristiwa/fakta yang akan diliput. Terdapat beberapa tahap yang mempengaruhi proses produksi berita, adalah sebagai berikut : a. Rutinitas Organisasi Praktik organisasi yang semula dimaksudkan sebagai pembagian kerja, efektivitas, dan pelimpahan wewenang, akhirnya berubah menjadi bentuk seleksi tersendiri (Stuart Hall, Chas Critcher, Tony Jefferson, John Clarke dan Brian Roberts dalam Eriyanto, 2002 : 103). Media memiliki urutan aktivitas yang rutin yang dilakukan oleh redaksi. Sebelum sebuah berita diturunkan oleh media tentunya berita akan melewati proses seleksi terlebih dahulu. Proses seleksi tersebut dilakukan sebagai suatu bentuk rutinitas organisasi dalam pembentukan berita.

13

b. Nilai Berita Menurut Shoemaker dan Reese, nilai berita adalah elemen yang di tujukan kepada khalayak. Memproduksi berita tidak ada bedanya dengan memproduksi barang. Keduanya ditujukan kepada khalayak. Tetapi keduanya berbeda dalam hal apa yang mereka jual. Nilai berita adalah produk dari konstruksi wartawan. Secara umum, nilai berita tersebut dapat digambarkan sebagai berikut : 1) Prominance : Nilai berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti pentingnya. Peristiwa yang diberitakan adalah peristiwa yang di pandang penting. 2) Human Interest : Peristiwa lebih memungkinkan disebut berita kalau peristiwa itu banyak mengandung unsure haru, sedih, dan menguras emosi khalayak. 3) Conflict/Controversy : Peristiwa yang mengandung konflik lebih potensial disebut berita dibandingkan dengan peristiwa yang biasabiasa saja. 4) Unusual : Berita mengandung peristiwa yang tidak biasa, peristiwa yang jarang terjadi. 5) Proximity : Peristiwa yang dekat lebih layak diberitakan dibandingkan denga peristiwa yang jauh, baik dari fisik maupun emosional khalayak(Shoemaker dan Reese dalam Eriyanto, 2002:105).

14

Nilai berita adalah prosedur standar peristiwa bagi wartawan maupun sebuah media tentang apa yang bisa diberitakan kepada khalayak. Selain memiliki ukuran standar dalam menentukan berita, nilai berita juga bisa dijadikan sebagai ideologi bagi kerja wartawan. c. Kategori Berita Secara umum, seperti dicatat Tuchman, wartawan memakai lima kategori berita yaitu : 1) Hard News : Berita mengenai peristiwa yang terjadi saat itu. Kategori berita ini sangat dibatasi oleh waktu dan aktualitas. Bahkan ukuran keberhasilan dari kategori berita ini adalah dari sudut

kecepatannyadiberitakan. Kategori berita ini dipakai untuk melihat apakah informasi itu diberikan kepadakhalayak dan sejauh mana informasi tersebut cepat diterima khalayak. Peristiwa yang termasuk kategori hard news ini bias peristiwa yang direncanakan, bias juga peristiwa yang tidak direncanakan. 2) Soft News : Kategori ini berhubungan dengan kisah manusiawi (human interest). Kategori ini tidak dibatasi oleh waktu, karena yang menjadi ukuran dalam kategori ini bukanlah informasi dan kecepatan ketika diterima oleh khalayak, melainkan apakah informasi yang disajikan kepada khalayak tersebut menyentuh emosi dan perasaan khalayak. Soft news adalah cerita yang menarik karena berhubungan dengan kehidupan menusia. Soft news berhubungan dengan peristiwa yang menarik.

15

3) Spot News : Subklasifikasi dari berita yang berkategori hard news. Dalam spot news, peristiwa yang akan diliput tidak bisa direncanakan. 4) Developing News : Subklasifikasi dari hard news. Peristiwa yang diberitakan adalah bagian dari rangkaian berita yang akan diteruskan keesokan atau dalam berita selanjutnya. 5) Continuing News : Adalah subklasifikasi dari hard news. Dalam continuing news peristiwa-peristiwa bisa diprediksi dan direncanakan (Gaye Tuchman dalam Eriyanto,2002:108). Kategorisasi berita dimaksudkan untuk mempermudah wartawan dalam mengelompokkan sebuah berita. Wartawan memiliki kuasa penuh terhadap kategori apa yang dipakai dalam membedakan jenis berita dan subjek peristiwa d. Ideologi Profesional / Objektifitas. Menurut Shoemaker dan Reese, objektivitas lebih merupakan ideologi bagi jurnalis di bandingkan seperangkat aturan atau praktik yang disediakan oleh jurnalis. Dalam pandangan Tuchman, objektivitas adalah ritual bagi proses pembentukan dan produksi berita. Objektivitas itu dalam proses produksi berita secara umum digambarkan sebagai tidak mencampuradukkan antara fakta dengan opini. Berita adalah fakta dan karenanya dalam proses pencarian berita (news gathering) dan penulisan berita, sama sekali tidak boleh terdapat opini. Berbagai prosedur dan control tersebut untuk menunjukkan bahwa pekerjaan wartawan dan media adalah menyampaikan fakta. Ia memang tidak bisa menggambarkan

16

peristiwa apa adanya 100% sesuai dengan kenyataan, tetapi prosedur ini membatasi masuknya opini pribadi atau pendapat personal wartawan dalam keseluruhan proses produksi berita (Eriyanto, 2002:112).
Pemberitaan pada Media Indonesia online, Detik, serta VIVAnews mengenai persaingan iklan pada Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya

ke VIII yang berlangsung pada tanggal 4 s/d 7 oktober 2009 di Pekanbaru Riau tidak lepas dari ideologi ketiga media tersebut. Konstruksi pesan yang
mereka buat serta subjektifitasnya jelas tidak lepas dari kepentingan media tersebut dan juga untuk kepentingan-kepentingan sosial politik media itu sendiri.

3. Framing Setiap media mempunyai cara pandang dan konsepsi yang berbedabeda dalam melihat suatu peristiwa atau realitas. Mereka memiliki pandangan yang berbeda terhadap media dan teks berita. Penelitian untuk mengkaji bagaimana isi teks media yang ditampilkan kepada khalayak dalam studi Ilmu Komunikasi dapat dilakukan salah satunya dengan menggunakan metode analisis framing. Analisis framing adalah analisis yang dipakai untuk melihat bagaimana media mengkonstruksi realitas. Analisis framing juga dipakai untuk melihat bagaimana peristiwa dipahami dan dibingkai oleh media (Eriyanto, 2002 : 10). Gagasan framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson pada tahun 1995. Frame pada awalnya dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan dan

17

wacana

serta

yang

menyediakan

kategori-kategori

standar

untuk

mengapresiasi realitas. (Sobur, 2001 : 161). Ada beberapa pengertian tentang Analisis Framing secara

terminologis yang diungkapkan oleh beberapa ahli (dalam Eriyanto, 2002:6768). Definisi-definisi tentang framing tersebut antara lain : a. Robert N, Entman : Proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol dibandingkan aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada sisi yang lain. b. William A. Gamson : Cara bercerita atau gugusan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan (package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima. c. Todd Gitlin : Strategi bagaimana realitas/dunia dibentuk dan

disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khalayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan, dan presentasi aspek tertentu dari realitas.

18

d. Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki : Strategi konstruksi dan memproses berita. Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita. Dari beberapa definisi framing yang disampaikan oleh berbagai ahli tersebut memang terdapat perbedaan dalam hal penekanan dan pengertian, akan tetapi ada titik singgung utama dari definisi framing tersebut. Faming adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Dalam proses framing pada akhirnya akan membawa efek. Karena sebuah realitas bisa jadi dibingkai dan dimaknai berbeda oleh media, bahkan pemaknaan itu bisa jadi akan sangat berbeda. Realitas sosial yang kompleks penuh dimensi dan tidak beraturan, disajikan dalam berita sebagai sesuatu yang sederhana, beraturan dan memenuhi logika tertentu. Berdasarkan penyederhanaan atas kompleksnya realitas yang disajikan media,

menimbulkan efek framing, yaitu: a. Menonjolkan aspek tertentu-mengaburkan aspek lain. Framing pada umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan pada aspek tertentu. Akibatnya, ada aspek lainya yang tidak mendapat perhatian yang memadai.

19

b. Menampilkan sisi tertentu-melupakan sisi lain. Menampilkan aspek tertentu menyebabkan aspek lain yang penting dalam memahami realitas tidak mendapatkan liputan yang memadai dalam berita. c. Menampilkan aktor tertentu-menyembunyikan aktor lainya. Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada actor tertentu. Ini tentu saja tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak atau aktor tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting dalam pemberitaan menjadi tersembunyi (Eriyanto, 2002 :141). Proses pembentukan dan konstruksi realitas itu, hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu yang lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Akibatnya, khalayak lebih mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara menonjol oleh media. Aspek-aspek yang tidak disajikan secara menonjol, bahkan tidak diberitakan, menjadi terlupakan dan sama sekali tidak diperhatikan oleh khalayak.

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Framing Dalam praktik jurnalistik, framing menjadi bagian yang penting bagi wartawan dalam menyajikan berita. Framing dapat diartikan pula sebagai pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita (Sobur, 2001: 162). Latar belakang pendidikan wartawan dan institusi ideologi media

20

jelas mempunyai pengaruh besar dalam proses seleksi dan penulisan berita. Setiap peristiwa atau realitas dapat disajikan secara berbeda oleh wartawan melalui media. Bahkan terhadap peristiwa yang sama pun, sebuah realitas dapat dikonstruksi secara berbeda antara media satu dengan yang lain.. Setiap jurnalis tentunya mempunyai cara pandang yang berbeda-beda dalam mengemas sebuah berita, hal ini dapat kita ketahui dengan menggunakan framing. Menurut Eriyanto, ada dua aspek dalam framing yaitu memilih fakta atau realitas dan menulis fakta. Dalam memilih fakta, proses pemilihan fakta didasarkan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta atau realitas, jurnalis dimungkinkan untuk memilih (included) atau membuang fakta (excluded), bagian mana saja yang ditekankan dalam berita serta bagian mana yang tidak perlu diberitakan. Dalam hal ini sebuah peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lainya. (Eriyanto 2002:69). Selanjutnya dalam menuliskan fakta yaitu tentang bagaimana fakta yang telah dipilih itu disajikan kepada khalayak melalui kata, kalimat, proposisi, foto, gambar serta menempatkannya di headline, halaman depan atau bagian belakang. Elemen penonjolan fakta ini berhubungn dengan penonjolan realitas, akibatnya aspek tertentu yang ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibanding aspek lainnya. Realitas yang disajikan secara nmenonjol atau mencolok,

21

mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas (Eriyanto, 2002:70). Dua aspek lain yang berpengaruh besar pada konsep framing yaitu aspek psikologi dan sosiologi : a. Dimensi psikologis. Framing sangat berhubungan dengan dimensi psikologi. Secara

psikologis, orang cenderung menyederhanakan realitas dan dunia yang kompleks itu bukan hanya agar lebih sederhana dan dapat dipahami, tetapi juga agar lebih mempunyai perspektif/dimensi tertentu. Orang cenderung melihat dunia ini dalam perspektif tertentu, pesan atau realitas juga cenderung dilihat dalam kerangka berpikir tertentu. . b. Dimensi sosiologis. Selain psikologi, konsep framing juga banyak mendapat pengaruh dari lapangan sosiologi. Garis sosiologi ini terutama dapat ditarik dari Alfred Schutz, Erving Goffnman hingga Peter L. Berger. Pada level sosiologis, frame dilihat terutama untuk mejelaskan bagaimana organisasi dari ruang berita dan pembuat berita membentuk berita secara bersama-sama. Ini menempatkan media sebagai organisasi yang kompleks yang menyertakan di dalamnya praktik profesional. Berita ditempatkan, dicari, dan disebarkan lewat praktik professional dalam organisasi (Eriyanto, 2002 : 71-79).

22

Eoin Devereux dalam bukunya Understanding Media menyebutkan bahwa kepemilikan media turut memberikan implikasi bagi pemberitaan pada sebuah media, antara lain : a. Adanya fakta bahwa para pemilik media massa menjadi konglomeratkonglomerat transnasional yang mempunyai wewenang mengontrol dibidang media dan non media. b. Terjadinya pergantian audience sebagai konsumen dari media, bukan sebagai warga Negara yang sudah seharusnya mendapatkan informasi dari media itu sendiri atas apa yang sedang terjadi di sekitarnya. c. Timbulnya kekuasaan yang cenderung mendominasi di bidang ekonomi dan politik dalam kaitannya dengan kepemilikan media. d. Adanya intervensi atau campur tangan dari pemilik modal dan pemilik media terhadap pemberitaan di media miliknya, khususnya pemberitaan mengenai dirinya atau media yang ia miliki. e. Adanya deviasi atau penyimpangan dalam berita, sehingga para awak media tidak lagi begitu mempedulikan kode etik dalam produksi dan proses peliputan berita. f. Adanaya ideology yang dominan dalam media massa, sehingga mempengaruhi proses produksi berita. (Devereux, 2003 : 54). Media sering kali hanya menyoroti hal-hal yang penting dan memiliki nilai berita dari sebuah peristiwa. Berbagai kepentingan dan pertimbangan media, dan pihak-pihak tertentu yang memiliki hubungan khusus dengan

23

media tersebut, dapat mempengaruhi proses pemberitaan atau pembentukan sebuah berita.

5. Media Online Media online merupakan salah satu penerapan dari perkembangan pengalaman baru dalam mengkonsumsi berita. Media online merupakan bagian dari media baru (new media). Teknologi media baru pada dasarnya merupakan cara baru yang bisa digunakan dalam mempresentasikan dunia. Media baru membantu mendapatkan informasi dunia yang terbentang luas di luar sana. Cara-cara ini mengalami perkembangan yang sangat cepat. Media baru juga menimbulkan hubungan yang baru antara subjek (user atau konsumen) dengan media melalui teknologi media. Pada akhirnya akan menimbulkan perubahan dalam hal penerimaan atau penggunaan media itu sendiri pada saat berkomunikasi. Perbedaan akan muncul di tengah-tengah hubungan antara yang alami (pengguna) dengan teknologi (media). Perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan sifat-sifat asli keduanya. Bahkan hubungan ini juga akan menunjukkan produksi serta pola organisasi, dari pembentukan atau penyusunan, peraturan dan pengendalian, kepemilikan dan

pengintegrasian budaya yang lebih luas dalam media, industri dan ekonomi. Ada beberapa kriteria yang merupakan unsur dari media baru yaitu diditality, interactivity, hypertext, dispersial,virtuality, cyberspace (Lister, M. Dovey, J. Gidding, S. Grant, I. Kelly, K, 2003:13).

24

1) Digitality : Digitalization refers to the conversion of analog information into the computer readable format of 1s and 0s yang artinya bahwa digital adalah perubahan dari informasi analog menjadi format komputer yang menarik dalam 1 detik dan 0 detik (Pavlik, 1996 : 133). Dalam hal ini, semua konten di rubah dan disajikan menggunakan format digital dan diakses dengan perangkat digital. 2) Interactivity : ln a telecommunications context, interactivity means twoway communication between source and receiver, or more broadly, multidirectional communication between any number of sources and receivers. ln a broadest sense, interactivity simply means a process of reciprocal influence. Yang artinya Dalam konteks telekomunikasi, interaktivitas berarti komunikasi dua arah antara sumber dan penerima, atau lebih luas, multiarah komunikasi antara sejumlah sumber dan penerima. Dalam pengertian yang luas, interaktivitas hanya berarti proses pengaruh timbal-balik (Pavlik 1996 : 135). Komunikasi dianggap sebagai hubungan diantara dua orang atau lebih yang terjadi feedback diantara keduanya. 3) Hypertext : Hypertext is a simple idea, it is implications are enormous and have served as the foundation for much subsequent work in multimedia computing in which digital data, text, audio, and video are linked in spider web fashion in an n-dimensional space rather than linearly as they are in conventional media such as newspapers or television, diartikan bahwa hypertext adalah suatu ide

25

sederhana, pengertian ini sangat luas dan telah disediakan sebagai dasar dalam pekerjaan multimedia antara lain yaitu data digital, teks, audio, dan video yang dihubungkan dengan perangkat

spiderweb(jaring laba-laba)dalam suatu jarak dimensi yang lebih baik daripada disajikan secara linear pada saat mereka sebagai media konvensional seperti surat kabar atau televisi (Pavlik, 1996 : 134). 4) Dispersal : The new media are no longer mass media in the traditional sense of sending a limited number of messages to a homogeneous mass audience. Because of the multiplicity of messages and sources, the audience itself becomes more selective. The targeted audience tends to choose its messages, so deepening its segmentation, enhancing the individual relationship between sender and receiver, yang diartikan media baru tidak lagi media massa dalam pengertian tradisional mengirim sejumlah pesan kepada khalayak yang homogen. Karena banyaknya pesan dan sumber, khalayak menjadi lebih selektif. konsumen yang ditargetkan cenderung untuk memilih pesan-pesannya, sehingga memperdalam dengan segmentasi, meningkatkan hubungan individu antara pengirim dan penerima (Lister, M. Dovey, J. Gidding, S. Grant, I. Kelly, K, 2003 :30). Sifat dispersal yang dimiliki media baru menunjukkan bahwa dari segi produksi dan konsumsi menjadi terdesentralisasi atau tidak terpusat. Arus informasi yang berlangsung menjadi makin personal, karena setiap orang mempunyai kebebasan untuk memilih informasi yang mereka butuhkan.

26

5) Virtuality : Sebuah teknologi berbasis komputer yang dapat mensimulasikan realitas tertentu dan memungkinkan pengguna untuk berinteraksi dengan lingkungan. Dengan kata lain, realitas adalah simulasi dengan komputer grafis, video dan berbagai bentuk media dan gambar teknologi dan realitas sehingga dibangun untuk menyediakan interaksi pengguna dengan yang lain. 6) Cyberspace : Sebuah ruang konseptual dimana kata-kata, human relation, data-data dan sebagainya dimanifestasikan oleh individu dengan menggunakan computer-mediated communication. Media online membantu konsumen untuk mendapatkan informasi secara cepat dan up to date. Konsumen bisa mendapatkan informasi dengan mengakses melalui internet. Konsumen juga dengan mudah berita yang telah di upload sebelumnya. Selain itu Media online dapat

membantu konsumen untuk menyampaikan aspirasinya dan berinteraksi dengan redaksi media maupun dengan sesama konsumen. Redaksi telah menyediakan tempat bagi konsumen untuk memberikan komentar dan tanggapan, yang kemudian akan langsung dimuat dalam media online tersebut. Teknik penulisan dalam media online berbeda dengan media cetak. Penuliisan dalam media online cenderung lebih bebas. Dalam media online, pada halaman pertama terdapat tampilan berita-berita terbaru yang terdiri dari judul dan lead. Lead biasanya merupakan cakupan dari alinea

27

pertama dari artikel berita. Lead disini berperan penting dalam menarik perhatian pembaca. Ada beberapa perbedaan yang membedakan antara media cetak dengan media online, antara lain sebagai berikut : Tabel 1.2 Perbedaan Teknis Media Cetak dengan Media Online

Unsur

Media Cetak

Media Online Tidak ada pembatasan panjang naskah, karena halaman web bisa menampung

Biasanya panjang Pembatasan naskah telah dibatasi, panjang misalnya 5 7 halaman naskah kuarto diketik 2 spasi. dihindarkan penulisan naskah yang terlalu panjang. Sama saja. Namun ada sejumlah media yang Naskah biasanya harus Prosedur di-ACC oleh redaksi naskah sebelum dimuat. sendiri tulisan-tulisan mereka. Kalau sudah naik cetak (atau sudah di-film-kan Editing pada proses percetakan), mencakup masalah-masalah teknis, seperti tak bisa diedit lagi. merevisi salah ketik, dan seterusnya. Walaupun sudah online, masih bisa diedit dengan leluasa. Tapi biasanya, editing hanya yang telah dipercaya untuk meng-upload memperbolehkan wartawan di lapangan dan alasan-alasan teknis lainnya, perlu alasan kecepatan akses, keindahan desain naskah yang sepanjang apapun. Namun demi

28

Unsur

Media Cetak

Media Online Desainer dan programmer cukup bekerja sekali saja, yakni di awal pembuatan situs

Tiap edisi, desainer atau web. Selanjutnya, tugas mereka hanya pada Tugas layouter harus tetap masalah-masalah maintenance atau ketika desainer atau bekerja untuk perusahaan memutuskan untuk mengubah layouter menyelesaikan desain desain dan sebagainya. Setiap kali redaksi pada edisi tersebut. meng-upload naskah, naskah itu akan langsung masuk ke desain secara otomatis. Berkala (harian, Kapan saja bisa, tidak ada jadwal khusus, mingguan, bulanan, dua Jadwal terbit mingguan, dan tertentu. sebagainya). kecuali untuk jenis-jenis tulisan/rubrik

Walau sudah selesai dicetak, media tersebut Distribusi belum bisa langsung dibaca oleh khalayak ramai sebelum melalui proses distribusi. http://jonru.multiply.com/journal/item/128 (03-02-2010) Begitu di-upload, setiap berita dapat langsung dibaca oleh semua orang di seluruh dunia yang memiliki akses internet.

29

F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan metode alamiah (Lexy J. Moleong, 2005:6) Data-data dalam penelitian ini disajikan secara kualitatif. Data yang dimaksud dalam penelitian ini adalah beriata yang dimuat pada Detik, VIVAnews, dan Media Indonesia online tentang pemberitaan pemilihan calon ketua umum serta persaingan yang terjadi pada Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya ke VIII. Dalam penelitian ini analisis framing digunakan untuk mengungkap konstruksi yang dilakukan media (Detik, VIVAnews, dan Media Indonesia online tentang pemberitaan pemilihan calon ketua umum serta persaingan yang terjadi pada Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya ke VIII ). Analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta (Sobur, 2006:162). Konstruksi yang dengan sengaja di buat untuk mengemas realita menjadi berita yang akan di sampaikan kepada khalayak. Konstruksi inilah yang menentukan akan dibentuk seperti apa suatu berita ke dalam sebuah media. Pemahaman dan konstruksi atas suatu

30

peristiwa bias jadi berbeda antara satu media dengan media yang lain (Eriyanto,2002:70). Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma konstruksionisme dengan metode penelitian kualitatif dan menggunakan analisis framing. Penelitian ini dilakukan bukan untuk membandingkan antara konstruksi yang di bentuk oleh media dengan realitas sebenarnya, tetapi bagaimana konstruksi realitas antara media satu dengan media lain, dalam hal ini adalah Media Indonesia online, detik, dan VIVAnews.

2. Obyek/Sasaran Penelitian Media Indonesia online, Detik, dan VIVAnews adalah objek dalam penelitian pada skripsi ini. Perbedaan penyajian berita antara ketiga media tersebut menjadikan hal yang menarik untuk diteliti.

3. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini dalam pengumpulan datanya menggunakan teknik dokumentasi yang merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mempelajari dokumen-dokumen yang ada dan catatan yang dimiliki oleh unit analisis, sehingga dapat dimanfaatkan guna memperoleh data serta melengkapi data. a. Data Primer Dalam penelitian ini peneliti menggunakan Media Indonesia online, Detik, dan VIVAnews sebagai data primer untuk mencari data-data yang akan

31

diteliti mengenai persaingan antar kandidat dalam memperebutkan kursi ketua umum pada Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya, yaitu pada tanggal 1 September s/d 7 Oktober 2009. b. Data Sekunder Peneliti juga mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen, bukubuku, internet, serta beberapa surat kabar yang menunjang dalam penelitian ini guna melengkapi data.

4. Teknik Analisis Data Peneliti menggunakan metode analisis framing dalam menganalisis penelitian ini. Ada berbagai definisi yang disampaikan oleh beberapa ahli, akan tetapi meskipun berbeda dalam penekanan dan pengertian, namun ada titik singgung utama dari definisi framing tersebut. Secara garis besar analisis framing adalah metode untuk melihat cara bercerita media atas peristiwa (Eriyanto, 2002:10). Metode framing dalam studi Ilmu Komunikasi terdapat beberapa

model framing, yaitu : Robert N Entman, Murray Edelman, William A Gamson dan Zhondang Pan, dan Gerald M Kosicki. Setiap model mendefinisikan dan menawarkan beragam cara berbeda dalam menganalisis isi teks media. Dalam penelitian ini akan menggunakan model framing milik Robert N. Entman guna menjawab rumusan masalah untuk mencapai tujuan penelitian. Elemen-elemen framing milik Robert N. Entman lebih sesuai bila

32

di bandingkan dengan elemen framing model lain untuk diterapkan pada penelitian ini, karena penelitian ini menggunakan media jurnalisme online, muatan berita pada jurnalisme online lebih mengutamakan kecepatan dan cenderung mengabaikan unsur kelengkapan berita. Entman mengunakan perangkat framing dalam menganalisis berita dengan melihat gambaran secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan ditandai oleh wartawan. Elemen framing dalam berita tersebut antara lain sebagai berikut : a. Define Problems (Pendefinisian Masalah) Identifikasi merupakan elemen pertama yang dapat menunjukkan kepada kita tentang framing. Elemen ini merupakan elemen dasar serta merupakan master frame (bingkai) yang paling utama. Pada elemen ini menekankan bagaimana suatu peristiwa ini dipahami oleh wartawan. Wartawan akan menekankan satu masalah yang menjadi pokok utama berita tersebut. Suatu peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbedabeda, dan bingkai yang berbeda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda sehingga cenderung menimbulkan penafsiran yang berbeda pula bagi khalayak. Perbedaan bingkai berita ini bukan dengan maksud membanding-bandingkan mana yang salah dan mana yang benar, melainkan bagaimana sudut pandang setiap media terhadap realitas yang sama.

33

b. Diagnose Causes (Memperkirakan Penyebab Masalah) Memperkirakan penyebab masalah, merupakan elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Pelaku dalam suatu peristiwa sangat berpengaruh dalam elemen ini. Bagaimana suatu berita dipandang dari segi tokoh-tokoh yang berada dibelakangnya, maka akan muncul dengan sendirinya siapa/apa penyebab dan apa yang disebabkan. Ketika suatu peristiwa akan menjadi sebuah berita, maka akan ditemukan apa atau siapa yang menyebabkan suatu peristiwa bias terjadi. Hal ini akan terlihat secara luas dengan sendirinya karena konstruksi yang dibentuk oleh media, tergantung pada cara pandang media itu sendiri. c. Make Moral Judgement (Membuat Pilihan Moral) Make Moral Judgement adalah elemen framing yang dipakai untuk membenarkan atau memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak. d. Treatment Recommendation (Menekankan Penyelesaian) Pada setiap peristiwa yang akan dibingkai adalah peristiwa yang membutuhkan suatu penyelesaian. Elemen framing ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan, jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian ini tentu saja sangat bergantung

34

pada bagaimana suatu peristiwa dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah (Eriyanto, 2002:191).

G. Sistematika Penulisan Peneliti akan membagi skripsi ini menjadi IV bab. Dalam setiap bab memiliki kandungan yang berbeda-beda. Pada bab I peneliti akan menjelaskan latar belakang masalah dan rumusan masalah mengenai pemberitaan Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya yang di warnai perang iklan antar kandidat; tujuan penelitian, yaitu merumuskan apa yang menjadi tujuan penelitian; manfaat penelitian, melihat manfaat apa saja yang akan didapatkan melalui penelitian ini; kerangka teori, yaitu dasar-dasar teori yang digunakan dalam menelaah serta mendalami sebagai landasan utama dalam melakukan penelitian; dan metode penelitian, yaitu pemilihan metode dalam melakukan penelitian ini. Kemudian pada bab II, berisi tentang profil Media Indonesia Online, VivaNews, dan detik. Pada bab ini, kita dapat melihat bagaimana latar belakang serta sejarah dari ketiga media tersebut, bagaimana proses produksi pesan yang mereka lakukan serta apa latar belakang ideology mereka. Pada bab III akan dijelaskan bagaimana analisis dari data-data yang telah diperoleh peneliti. Data-data ini berupa beberapa berita yang memuat mengenai pemberitaan Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya VIII yang di warnai perang iklan antar kandidat pada Media Indonesia Online, VivaNews, dan detik. Bab ini menjelaskan bagaimana konstruksi dari ketiga media terhadap pemberitaan tersebut sehingga menjadi wacana khalayak.

35

Pada bab terakhir, yaitu bab IV akan menyajikan kesimpulan dan saran dari data serta analisa data yang dilakukan. Penelitian ini akan memberikan hasil yang terlihat sehingga dapat dijelaskan dalam kesimpulan. Pada bagian saran diharapkan pembaca skripsi dapat memberikan penilaian terhadap pemberitaan Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya VIII yang di warnai perang iklan antar kandidat. Beberapa lampiran berkaitan dengan berita-berita yang menjadi data akan disertakan dalam skripsi ini.

36

Anda mungkin juga menyukai