Anda di halaman 1dari 9

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kaki Diabetes Kaki merupakan organ tubuh utama paling penting bagi manusia untuk berpindah tempat secara fisik (Waspadji,2004). Gangguan pada kaki dapat menyebabkan keterbatasan berbagai aktivitas yang memerlukan mobilitas tinggi dalam kehidupan sehari-hari ( Juanita,2004). Diabetes mellitus (DM) merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi dari nilai normal (Tjokropawiro,1998). Apabila tidak dikendalikan dengan baik, DM akan mengakibatkan komplikasi pada berbagai organ tubuh, salah satu diantaranya adalah kaki diabetes (Waspadji,2004). Kaki diabetes merupakan salah satu komplikasi DM yang paling buruk hasil pengelolaannya ( Waspadji,2000). Dalam kondisi kaki diabetes, yang terjadi adalah kelainan persarafan, perubahan struktural, tonjolan kulit, perubahan kulit dan kuku, luka pada kaki, infeksi dan kelainan pembuluh darah (Prabowo,2002). B. Insiden Data epidemiologis di Eropa menunjukkan 4%-10% penyandang DM akan mengalami masalah kaki diabetes (Waspadji,2004). Sebesar 70% insiden kaki diabetes memerlukan tindakan pembedahan dan 40% diantaranya berakhir dengan amputasi (Adji,2005). Selain itu, 85% amputasi terkait DM didahului dengan adanya tukak pada kaki diabetes

(Waspadji,2004). Di Indonesia, prevalensi kaki diabetes pada populasi jarang dilaporkan. Di Jakarta pada survei populasi tahun 1983 didapatkan angka prevalensi tukak sebesar 2% dari penyandang DM (Lumenta,2005). Tingginya masalah kaki diabetes di Rumah Sakit dengan rawat inap disebabkan antara lain karena pelayanan klinik kaki diabetes di Indonesia belum memadai (Sutanegara et al.,1998). Biaya perawatan kaki diabetes sering tidak terjangkau walaupun sudah dibebaskan dan dibantu pun penderita tetap belum mampu dan kemudian tidak memahami tujuan pengelolaan sehingga pulang paksa dan kemudian meninggal (Robert et all,1998)

16

C. Patogenesis Kaki diabetik merupakan masalah yang diakibatkan oleh gangguan/kerusakan pada saraf (neuropati diabetik), gangguan pada pembuluh darah (mikroangiopati dan

makroangiopati) dan infeksi (Adji, 2006). Neuropati diabetik mempengaruhi setiap bagian sistem saraf kecuali otak (Foster, 2005). Neuropati diabetik dipengaruhi oleh tiga saraf yaitu saraf motorik, saraf ini tugasnya adalah membawa pesan dari otak ke otot, dan merangsang untuk bergerak. Kerusakan saraf ini disebut neuropati motorik dan bisa menyebabkan hilangnya sebagian aktivitas otot di kaki atau tangan. Akibatnya jari-jari kaki bisa melengkung dan menonjol keluar serta jari-jari menjadi lemah. Gangguan pada saraf sensorik ini membuat orang merasakan sakit, panas dan semua rasa lain, serta mengirimkan pesan kembali ke otak. Neuroparti sensorik bisa membuat kaki sangat sensitif dan bahkan sakit pada awalnya, tetapi akhirnya kaki akan menjadi baal dan tidak mampu merasakan apa-apa, termasuk nyeri. Selain itu, kulit pada kaki menjadi kering dan mudah pecah sehingga mudah terjadi tukak dan infeksi (Tobing, 2006). Saraf otonomik bertugas mengontrol fungsi tubuh, seperti aktivitas buang air besar dan kecil. Gangguan pada saraf ini jarang terjadi dan efek yang paling mengganggu adalah pada buang air besar dan kecil. Gangguannya bisa berupa sembelit atau diare yang datang dan pergi, serta sering muntah-muntah. Pada laki-laki gangguan tersebut dapat berupa menurunnya potensi seksual. Namun, sebagian besar gangguan ini dapat diatasi dengan obat (Smith,1999). Masalah ini juga diperjelas jika terdapat distorsi tulang kaki. Pembentukan kalus biasanya merupakan kelainan awal. Kemungkinan lain tukak diawali oleh pemakaian sepatu yang tidak cukup yang menyebabkan pembentukan lepuh pada penderita dengan defisit sensori yang menghalangi penderita mengenali rangsangan nyeri. Terpotong dan tertusuk benda asing seperti jarum, paku dan gelas sering terjadi dan benda asing yang tidak disadari penderita dapat ditemukan dalam jaringan lunak. Oleh karena itu, semua penderita dengan tukak harus menjalani pemeriksaan sinar X kaki (Jusi et al., 1995). Tukak dapat meluas menjadi gangren yang terinfeksi, kemudian ditambah lagi dengan faktor ketidaktahuan penderita dan timbul permasalahan kaki diabetes (Jusi et all,1995). Menurut OBrien infeksi pada kaki gangren disebabkan oleh mikroorganisme dan genus Clostridium meliputi C. perferingens (80%), C.novy (40%), dan C. septicum( 20%), kadang disertai dengan C. histolitycum. Makroangiopati penderita DM, diduga terjadi melalui proses atherosklerosis, sedangkan mikroangiopati diabetik melalui thrombosis. Oleh karena itu, berbagai faktor yang dapat 17

memicu proses tersebut dapat mempercepat timbulnya angiopati, selanjutnya terjadi neuropati diabetik (Joesoef, 2005). Atherosklerosis adalah suatu tumor yang tumbuh menonjol seperti jerawat (aterom) ke arah lumen pada dinding pembuluh darah arteri. Kumpulan dari tumor ini biasanya mempengaruhi aliran darah dan merupakan tempat yang cocok sekali untuk pembentukan thrombus dan akan menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah arteri. Atherosklerosis merupakan penyebab utama dari sumbatan arteri menahun. Terdapat tiga tempat yang sering tersumbat yaitu pada percabangan arteri femoralis komunis dengan arteri femoralis profunda, di daerah kanal dari bagian arteri femoralis sebelah distal sebelum berubah menjadi arteri poplitea di tengah otot adduktor dan pada percabangan distal arteri poplitea. Dengan adanya sumbatan tersebut maka didapatkan gejala klinik klaudikasio intermitten yaitu rasa nyeri disertai kekakuan dan rasa lelah otot extremitas bawah yang timbul waktu berjalan dan hilang waktu istirahat. Pada mulanya, terjadi pada sebelah kaki dan lama-kelamaan kedua extremitas dengan serangan pada kaki yang satu lebih sering dari yang lain (Jusi et al., 1995). Pada mikroangiopati diabetik terjadi penebalan basal membran mungkin akibat dari reduplikasi disitu, kerusakan fungsi endotel tight junction yang berperan utama dalam sawar darah saraf sehingga metabolit toksik masuk menyerang saraf. Disamping itu terjadi perubahan viskositas darah akibat agregasi trombosit, eritrosit serta pembekuan darah. Angiopati dan kenaikan viskositas darah ini menimbulkan penurunan aliran darah dan selanjutnya iskemia sel saraf dan sel glia (Joesoef,2005). Berbagai faktor tersebut secara bersama-sama berperan dalam terjadinya kaki diabetes dengan dimulai dari faktor hiperglikemi pada DM yang jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan berbagai komplikasi kronik (Waspadji,2004). D. Klasifikasi Untuk kemudahan pengelolaan, tukak kaki diabetes diklasifikasikan menurut berbagai cara. Klasifikasi yang paling banyak dipakai adalah klasifikasi Meggit-Wagner. Klasifikasi Wagner terutama lebih dikaitkan dengan luasnya permasalahan vascular (gangren). Menurut Wagner, kaki DM dibagi atas 6 bagian, yaitu: Kulit utuh tapi ada kelainan benda kaki akibat neuropati. 1. Draft I: terdapat ulkus superfisial, terbatas pada kulit. 2. Draft II: ulkus dalam, menembus tendon/tulang. 3. Draft III: ulkus dengan atau tanpa osteomilitus. 18

4. Draft IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki, dengan tanpa selulitis (infeksi jaringan). 5. Draft V: Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah.

Terdapat beberapa klasifikasi tukak diabetes, masing-masing dengan keunggulan dan kekurangan sendiri. Klasifikasi Liverpool lebih cocok digunakan untuk menggambarkan keadaan klinis (klasifikasi sekunder) dan kausanya (klasifikasi primer). Klasifikasi mutakhir yang menggabungkan berbagai hal tampak sebagai Klasifikasi Texas. Klasifikasi ini lebih terkait dengan macam tindakan yang akan ditempuh, yaitu : 1. Derajat 0 : tanpa tukak. Risiko tinggi untuk mengalami penyakit kaki. Umumnya dapat dikelola rawat jalan. Tentu saja dengan pemantauan yang baik dan tetap memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan tukak diabetes, dengan memanfaatkan klinik kaki. 2. Derajat 1 : tukak ringan yang hanya terjadi pada bagian atas kulit, belum mencapai tendon atau kapsul sendi. Pada tahap ini tidak ada infeksi. Biasanya, tukak-tukak terjadi karena kerusakan saraf, yang pada gilirannya mengurangi sensasi pada bagian yang terimbas. Inilah sebabnya tukak-tukak ini lazim terjadi pada tempat dimana berat berat badan bertumpu. Contohnya, bagian bawah kaki atau jari-jari kaki yang bersentuhan dengan tanah. Kadang kala jaringan kalus (kapalan) dapat timbul. Kapalan adalah penebalan kulit tertentu. Kadang-kadang, kapalan mungkin menyembunyikan sebuah luka dibawah area yang menebal. Pengelolaan juga dapat secara rawat jalan, dengan memanfaatkan berbagai sarana poliklinik kaki untuk membersihkan luka, menipiskan kallus dsb. 3. Derajat 2 : tahap ini mencakup luka yang dalam dan menembus kulit serta jaringan dibawahnya. Mungkin terdapat infeksi pada kulit dan jaringan dibawahnya. Beberapa jenis bakteri, yang beberapa diantaranya sulit tumbuh pada medium buatan di laboratorium, bias menyebabkan infeksi kulit pada pengidap diabetes. Tapi tidak ada infeksi pada tulang kaki atau terbendungnya abses. Abses adalah kumpulan nanah yang terlokalisasi dan dikelilingi oleh jaringan yang meradang. 4. Derajat 3 : tahap ini adalah tahap luka yang dalam dan mempengaruhi tulang. Juga ada infeksi yang berkaitan dengan jaringan yang lebih dalam pada kaki. Pembentukan abses lazim terjadi pada tahap ini. Dalam pengelolaannya juga memerlukan rawat

19

inap dan tindakan yang lebih agresif serta lebih terencana untuk dapat menyelamatkan kaki. 5. Derajat 4 : tahap ini terjadi terputusnya pasokan darah dan karenanya terjadi gangren pada begian-bagian tertentu pada kaki. Kerusakan saraf kerap kali timbul dan dapat memperparah kondisi. Jika ada kerusakan saraf, tidak akan ada rasa sakit. Infeksi sering terjadi pada bagian yang rusak dan mati pada kaki. 6. Derajat 5 : tahap ini adalah dimana terjadi gangren pada seluruh kaki karena terjadinya penyumbatan pembuluh-pembuluh darah utama kaki. Kerusakan saraf dan infeksi biasanya memperburuk kondisnya. (Waspadji,2004 ; Smith,1999) E. Pencegahan dan Gejala Terdapat tiga cara pencegahan penyakit DM yaitu : 1. Pencegahan primer Pencegahan ini merupakan suatu upaya yang ditujukan pada kelompok risiko tinggi. Mereka yang menderita DM, tetapi berpotensi untuk menderita penyakit DM, yaitu mereka yang tergolong kelompok usia dewasa (diatas 45 tahun), kegemukan, tekanan darah tinggi (lebih dari 140/90 mmHg), riwayat keluarga DM, dll. 2. Pencegahan sekunder Pencegahan ini berupa upaya mencegah atau menghambat timbulnya penyulit dengan tindakan deteksi dini dan dilakukan sejak awal penyakit. Tindakan ini berarti mengelola DM dengan baik agar tidak timbul penyulit lanjut. Penyuluhan mengenai DM dan pengelolaannya memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan berobat. 3. Pencegahan tersier Pada kondisi terdapatnya penyulit menahun, maka pengelolaan harus berusaha

mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut dan merehabilitasi penderita sedini mungkin sebelum kecacatan tersebut menetap. Contohnya aspirin dosis rendah (80325 mg) dapat dianjurkan diberikan secara rutin bagi penderita DM yang sudah mempunyai penyulit makroangiopati. Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin ilmu terkait sangat diperlukan. Penyuluhan bagi penderita DM tidak hanya dilakukan oleh dokter yang mengobati, tetapi juga oleh segenap jajaran terkait, seperti perawat penyuluh, pekerja sosial, ahli gizi dan sebagainya sesuai dengan bidangnya masing-masing, termasuk peneliti bidang kesehatan 20

melalui publikasi/tulisannya. Menurut beberapa literatur DM, kaki diabetes adalah suatu penyakit pada penderita diabetes bagian kaki, dengan gejala dan tanda sebagai berikut : 1. Sering kesemutan/ gringgingan 2. Jarak tampak menjadi lebih pendek 3. Nyeri saat istirahat 4. Kerusakan jaringan (nekrosis, dan ulkus) (Tjokroprawiro,1998)

F. DIAGNOSIS Diagnosis kaki diabetik dapat ditetapkan bila ditemukan criteria-kriteria sebagai berikut : 1. Adanya gejala subjektif dan objektif dari diabetes mellitus yang berupa polifagi, polidipsi, poliuria, serta adanya hiperglikemia dan glukosuria (Foster,2005) 2. Adanya skin spot yang sekitar 50% pengidap diabetes mellitus kemungkinan mengalami skin spot, yaitu bercak oval atau bulat yang berwarna coklat muda/kemerahan pada kulit di bagian bawah lutut sampai mata kaki, bisa juga timbul pada lengan atas, paha dan bagian-bagian yang tulangnya menonjol. Skin spot lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita(Ramaiah,2003). 3. Kulit yang memerah, ini disebabkan oleh penyakit dimana terdapat bercak-bercak khas dengan kulit memerah pada tungkai dan kaki manula (Ramaiah,2003). 5. Dengan dilihat tanda-tanda kelainan vaskuler pada penderita diabetes mellitus misalnya terjadi perkapuran dari sistem arteri serta menghilang atau mengecilnya pulsasi dari perifer ( Jusi et all,1995). 6. Adanya tanda-tanda klaudikasio intermitten dan kelainan atrofik, yaitu rasa nyeri disertai kekakuan dan rasa lelah otot extremitas bawah yang timbul yang berjalan dan menghilang waktu istirahat, juga didapatkan gejala extremitas yang dingin, mengkilat dan atrofik (Jusi et all,1995). 7. Foto Rontgen 8. Pemeriksaan Doppler, pemeriksaan ini dapat membantu untuk mengetahui kecepatan aliran darah dalam pembuluh darah (Jusi et all,1995). 9. Pemeriksaan arteriografi, pemeriksaan ini menggambarkan dengan jelas lokasi, kelainan serta kolateral dari system arteri yang diperlukan untuk menentukan jenis operasi dan prognosis yang biasanya berbeda untuk setiap penderita (Jusi et all,1995). Pada arteriografi digunakan zat kontras yang dikarenakan aliran darah dalam pembuluh darah arteri sangat cepat (Rachman,1998). 21

G. TERAPI Tidak terdapat terapi yang spesifik terhadap panderita kaki diabetik. Hal yang penting disini adalah diabetiknya sendiri harus diterapi dan terus dikendalikan. Dan terapi suportif sering dapat menyelamatkan kaki tanpa amputasi. Salah satu pendekatan dalam terapi adalah membalut kaki dengan plester untuk mendistribusikan beban tubuh dan melindungi lesi (Foster,2005). Dalam hal ini penyembuhan luka adalah suatu proses biologis yang kompleks dan selalu terjadi melalui tahapan tertentu, berurutan, mulai dari proses inflamasi, proses proliferasi, dan dilanjutkan dengan proses pematangan dan penutupan luka tersebut. Tindakan debridemen yang baik pada kaki diabetik sangat penting untuk membuang jaringan nekrotik agar mendapatkan hasil pengelolaan yang memadai. Penundaan atau debridemen yang tidak adekuat akan memperlambat proses penyembuhan luka (Waspadji,2004). Pemberian antibiotik pada penderita kaki diabetik sering memerlukan kombinasi, disesuaikan dengan hasil pemeriksaan biakan dan resistensi kuman. Pada banyak kasus rawat inap didapatkan mikro organisme multipel sehingga paling sedikit diberi antibiotik dengan spektrum luas pada awal perawatan, bahkan sering ditambahkan antibiotik yang juga bermanfaat untuk kuman anaerob (Soetmadji,2001). Dalam usaha pemberian terapi kaki diabetik dengan pendekatan multidisipliner sangat menentukan. Harus ada kerja sama yang baik, evaluasi dan pemberian terapi penderita kaki diabetik secara maksimal dengan dilakukan tindakan memperbaiki kelainan vaskuler yang ada, memperbaiki sirkulasi, pengamatan kaki yang teratur, pengendalian gula darah, pakai sepatu khusus, kerjasama tim yang terdiri dari dokter pengelola, dokter ahli bedah, perawat, ahli gizi, ahli rehabilitasi medik dan semuanya yang ikut terlibat didalamnya serta diadakan penyuluhan terhadap penderita kaki diabetik tersebut (Prabowo,2002). Perlu diingat bahwa tujuan pemberian terapi pada penderita kaki diabetik adalah menyelamatkan kaki dan merehabilitasi serta menyejahterakan penderita seoptimal mungkin. Keikutsertaan penderita dan keluarga sangat menentukan keberhasilan dari usaha paramedis tersebut (Waspadji,2004)

22

DAFTAR PUSTAKA

Adji,S.2006. Paling Ditakuti Tetapi Bisa Dihindari. http : // www.emedicine.com. Foster,D.W.2005. Diabetes Mellitus in Peterdorf,R.G. et all (eds). Harison Principles of Internal Medicine.16th ed.vol V.2212-15. Joesoef,A.A.2005. Manajemen Neuropati Diabetikum In An Update On The Manangement Of Diabetes Mellitus.FK UNS.30-5. Juanita,V.2004. Perawatan Kaki Diabetik. http : // www.Sinar Harapan.com. Jusi,H.D., Dahlan,H.M.1995. Oklusi Ilmu Bedah. Dalam Djamaloeddin(ed). Staf Pengajar FK UI Bagian Bedah.307-30. Lumenta,N.A.2005. Kesehatan Tentang Perawatan Kaki Diabetik. http : // www.Sinar Harapan.com. Prabowo,T.2002. Mengenal Dan Merawat Kaki Diabetik. http : // www.medilineplus.com. Rachman,D.E.1998. Angiografi, Angiografi Substraksi Digital dan Limfografi. Radiologi Diagnostik. FK UI.189-95. Ramaiah,S.2003. Cara Mengetahui Gejala Diabetes Dan Mendeteksinya Sejak Dini. Your Health Guide. PT Buana Ilmu Populer. Gramedia. Schleingart,D.E.1995. Pankreas Metabolisme Glukosa Dan Diabetes Mellitus. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Dalam Price,S.A. and Wilson,

L.M.(ed).EGC.1116-8. Smith,T.1999. Seri Kesehatan Bimbingan Dokter Pada Diabetes Mellitus. Dalam Bilous, R.W.(ed). PT Dian Rakyat.76-9. Soetmadji,D.W.2001. Diabetes Mellitus Dan Infeksi. Dalam Slamet Suyono (ed). Buku Ajar IPD. Balai Penerbit FK UI,597-00. Supartondo,P.2000. Gangren Pada Diabetes Mellitus Dapat Dicegah. http : //

www.emedicine.com. Sutanegara, D.1998. Konsesus Pengelolaan Diabetes Mellitus di Indonesia. http : // www.Endokrinologi.com. Tjokroprawiro,A.1998. Mengenal Diabetes Mellitus Dalam Beberapa Pengalaman Klinis. http : // www.medika.com. Tobing,D.C.2006. Paling Ditakuti Tetapi Bisa Dihindari. http : // www.emedicine.com.

23

Waspadji,S.2000. Telaah Mengenai Hubungan Faktor Metabolik Dan Respon Imun Pada Penderita Diabetes Mellitus Tipe 2 Yang Kaitannya Dengan Ulkus Dan Gangren. http : // www.Depkes.com. Waspadji,S.2001. Komplikasi Kronik Diabetes Mellitus. Dalam Slamet Suyono (ed). Buku Ajar IPD. Balai Penerbit FK UI.597-00. Waspadji,S.2004. Pengelolaan Kaki Diabetik Sebagai Model Pengelolaan Holistik, Terpadu dan Komprehensif di Bidang Ilmu Penyakit Dalam. Pidato Pada Upacara Pengukuhan Sebagai Guru Besar Tetap Dalam Ilmu Penyakit Dalam Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Jakarta.

24

Anda mungkin juga menyukai