Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS KEDOKTERAN Nama Dokter Muda NIM Tanggal Presentasi Rumah Sakit Gelombang Periode DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM STATUS PASIEN UNTUK UJIAN Dwi Yuliana 06711139 Juni 2011 RSU Kardinah Tegal 2 Mei 25 Juni 2011 Untuk Dokter Muda Tanda Tangan

Dwi Yuliana I. IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Umur Alamat Masuk RS No. CM Ruang Tanggal Diperiksa Nama Ayah Umur Pendidikan Pekerjaan Nama Ibu Umur Pendidikan Pekerjaan : An. Wulan Nadia Erniesta : Perempuan : 7 tahun : Bawal Manunggal RT 05/ RW 34 : 08 Juni 2011 : 543434 : Melati : 11 Maret 2011 : Tn. Rianto : 42 tahun : SMA : Swasta : Ny. Erni Susiana : 34 tahun : SMP : IRT

II. ANAMNESIS Anamnesis dilakukan dengan Aloanamnesis kepada ibu pasien pada tanggal 11 Maret 2011 Riwayat Penyakit Sekarang 1. Keluhan Utama: Sesak 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien mengeluhkan sesak sejak 2 hari SMRS. Sesak dirasakan sering kambuhkambuhan dan apabila sesak muncul akan dirasakan terus menerus baik saat siang maupun malam hari. Saat sesak muncul disertai bunyi ngik-ngik. Tidak ada demam maupun kejang. Batuk berdahak (+), pilek (-), nyeri telan (-). Batuk tidak disertai dengan darah. Nafsu makan anak baik, tetapi sejak kecil, berat badan anak memang sulit naik. Keluhan batuk dan sesak memang sudah sangat sering dirasakan OS, terutama bila OS terlalu lelah ataupun setelah berkontak dengan debu atau udara dingin. Saat di bawa ke RSUD Kardinah anak terlihat sesak sedang, masih bisa berbicara beberapa penggal kalimat, dan lebih suka duduk daripada posisi tidur. 3. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat keluarga mengalami sakit serupa (+). Riwayat keluarga Asma (+). Nenek OS juga sering mengalami keluhan sesak yang sama. DM (-), Hipertensi (-).

Kesan : ada faktor predisposisi dari keluarga

4. Silsilah/Ikhtisar keturunan

Keterangan : : Laki-laki hidup : Perempuan hidup : Pasien : Nenek pasien : Paman pasien : Ayah pasien Kesan : Ada silsilah keluarga yang mengalami sakit serupa

5. Riwayat Pribadi Riwayat Kehamilan dan Persalinan a. Riwayat Kehamilan Umur ibu saat hamil 26 tahun Selama hamil, ibu rutin kontrol kehamilan 1 bulan sekali di bidan. Ibu juga

sudah mendapatkan imunisasi sebanyak 2x, minum vitamin, mengkonsumsi susu, nafsu makan ibu baik serta terdapat penambahan berat badan setiap bulannya. Selama hamil ibu tidak melakukan pekerjaan dan aktivitas fisik yang berat. Selama kehamilannya ibu tidak mengkonsumsi alkohol, merokok dan obatSelama kehamilannya ibu juga tidak pernah mengalami sakit yang berat.

obatan serta jamu tertentu. Ibu tidak menderita hipertensi, diabetes militus (-), terkena penyakit virus (-), kejang (-). b. Riwayat Persalinan P2A0 Umur ibu saat melahirkan 27 tahun. Persalinan spontan pervaginam di bidan. Bayi langsung menangis saat

dilahirkan. Umur kehamilan saat melahirkan 9 bulan, BBL : 2700 gram, PB: 49 cm. APGAR skor tidak diketahui. c. Riwayat Pasca Persalinan Setelah bayi dilahirkan, segera dilakukan inisiasi menyusui dini. Bayi rawat gabung bersama ibu. Pemberian ASI langsung menghisap dari puting susu ibu. Segera setelah lahir bayi mendapat injeksi vitamin K dan sebelum pulang dari rumah bidan bayi mendapat imunisasi Hepatitis B. Kesan : Selama kehamilan dan persalinan keadaan baik 6. Riwayat Makanan Bayi mendapatkan ASI eksklusif hingga usia 2 bulan dan ASI diberikan sesuai dengan keinginan bayi.

Setelah usia 2 bulan bayi masih mendapatkan ASI hingga usia 1 tahun, ditambah susu formula dan makanan tambahan lain yaitu biscuit bayi, bubur nestle, jus buah, dan nasi team ditambah daging, ikan, sayur bayem, wortel dan sayur lainnya. Saat ini anak makan 3x sehari dengan lauk ikan, telur, daging ayam, tempe, serta sayur seperti bayam, kangkung, sup, kacang panjang, dll. Nafsu makan anak baik. Kesan : asupan gizi anak cukup 7. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak a. Pertumbuhan Menurut orang tua pasien, pertumbuhannya sesuai dengan teman-teman sebayanya. Tetapi sejak 1 tahun ini, berat badan anak sulit naik. b. Perkembangan Psikomotorik Perkembangan pasien baik motorik, verbal dan sosial sesuai dengan anak seumuran pasien. Dalam hal ini anak dibandingkan dengan tetangganya yang sebaya. c. Mental/Intelegensia Intelegensia anak tergolong cukup karena termasuk rangking 10 besar di kelasnya. d. Emosi dan Perilaku Anak dapat bergaul akrab dengan teman-teman seusianya. Kesan : Pertumbuhan dan perkembangan anak baik sesuai umur. 8. Imunisasi Ibu pasien tidak mengingat imunisasi apa saja yang telah diberikan kepada anaknya. Simpulan : Kemungkinan riwayat imunisasi belum lengkap. 9. Riwayat Penyakit Dahulu Penyakit Asma ISPA : sering kambuhan minimal 1x/2 bulan. : (+)

Riwayat Mondok : Riwayat mondok 7 bulan yang lalu karena sakit serupa. Riwayat Operasi : Pasien belum pernah operasi.

10. Sosial Ekonomi dan Lingkungan Sosial ekonomi : Pekerjaan ayah swasta, dan ibu sebagai IRT pengahasilannya tidak menentu setiap bulannya. Pengasilan ayah dan ibu cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan 2 orang anak. Anak di asuh oleh kedua orang tuanya. Lingkungan : Anak tinggal bersama kedua orang tua beserta kakek dari ayahnya, dengan lingkungan tempat tinggal jauh dari sungai dan pabrik. Rumah permanen dengan lantai rumah dari keramik, pencahayaan serta ventilasinya dirasa cukup. Sumber air minum berasal dari sumur. Kakek pasien kurang menjaga kebersihan dan sering membuang ludah sembarangan. Kebersihan rumah cukup karena ibu pasien selalu menyapu dan mengepel lantai rumah setiap hari Kesan : sosial ekonomi dan lingkungan cukup 11. Anamnesis Sistem Sistem serebrospinal : subfebris (-), kejang (-), sakit kepala (-) Sistem kardivaskular : jantung berdebar-debar (-) Siatem pernapasan Sistem gastrointestinal : batuk (+), sesak napas (+), nyeri dada (-) : mual (-), muntah (-), diare (-), nyeri perut (-)

Sistem urogenital : BAK tidak ada keluhan Sistem integumentum : sianosis (-), kemerahan (-), gatal (-) : nyeri otot dan sendi (-), kesemutan (-)

III.

Sistem muskuloskeletal

PEMERIKSAAN JASMANI Pemeriksaan Umum ( dilakukan pada tanggal 24 Februari 2011 ) 1. Kesan umum : compos mentis, tampak sesak 2. Tanda utama : Nadi Pernapasan : 120 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup : 32 x/menit

Tekanan darah : 110/80 mmHg Suhu aksiler : 36,8 C

3. Status Gizi Berat badan Panjang badan Lingkar kepala BB = 22 U U TB 23 x 100 % = 98.34% ( TB normal ) x 100 % = 104,76% ( status gizi baik ) 121 21 TB = 119 BB = 22 : 22 kg : 119 cm : 49 cm x 100 % = 95,65 % ( BB normal )

Simpulan : Status gizi baik 4. Kulit : sianosis (-), pucat (-), eritema (-), nodul (-), turgor kulit (n) 5. Kelenjar Limfe : pembesaran kelenjar limfe (-) 6. Otot : eutrofi 7. Tulang : deformitas (-) 8. Sendi : deformitas (-), tanda radang (-) Pemeriksaan Khusus 1. Leher Limfonodi leher tidak teraba, simetris, tidak ada deviasi 2. Thorax a. Jantung Inspeksi Palpasi Perkusi : simetris, apeks kordis tidak terlihat : apeks kordis teraba di bawah papila mamae di linea midklavikula sinistra : tidak dilakukan

Auskultasi : SI-II regular, gallop (-), murmur (-) Simpulan : jantung dalam batas normal b. Paru-paru Inspeksi : retraksi dinding dada (+) 7

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi : tidak dilakukan Auskultasi : suara dasar vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing +/+, ekspirasi memanjang (-) Simpulan : kemungkinan ada kelainan pada paru-paru 3. Abdomen a. Inspeksi c. Palpasi : dinding perut datar : supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (-) b. Auskultasi : peristaltik (+) normal Hati Limpa : tidak teraba : tidak teraba d. Perkusi : timpani (+) Simpulan : Abdomen dalam batas normal 4. Anogenital

a. b.

Anus Genital

: berlubang tidak ada kelainan : Laki-laki Simpulan : Anogenital dalam batas normal

5. Kepala a. Bentuk b. Lingkar Kepala c. Rambut d. Ubun-ubun e. Mata f. Hidung g. Telinga h. Mulut j. Gigi : mesosefal : 50 cm : hitam, tebal : sudah menutup : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (-/-) : discharge (-/-), epistaksis (-/-), pernafasan cuping hidung (-) : discharge (-/-), bentuk normal : stomatitis (-), kering (-), luka (-) : tidak diperiksa 8

i. Tenggorokan: tidak diperiksa

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG 9 Juni 2011 Pemeriksaan WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT Widal : St-O (-) St-H (-) Spt-AH (-) Ro Thorax (10 Juni 2011) : terdapat penebalan dinding bronkus bronkhitis asmatis Hasil 9,83 10^3/uL 4,61 10^6/uL 13,6 g/dl 40,0 % 86,8 fL 29,5 pg 34,0 g/dl 443 10^3/uL Nilai rujukan M : 4,8-10,8 F : 4,8-10,8 M : 4,7-6,1 F : 4,2-5,4 M : 14-18 F : 12-16 M : 42-52 F : 37-47 79-99 27-31 33-37 150-450

V.

DAFTAR MASALAH Masalah Aktif Batuk berulang, sesak nafas, wheezing, berat badan sulit naik. Masalah Inaktif Riwayat Imunisasi yang tidak lengkap.

VI.

PENYEBAB MASALAH / DIAGNOSIS BANDING 1.Asma TB paru Bronkitis Bronkopneumonia 2.Status Gizi Baik

VII.

RENCANA PENGELOLAAN A.Rencana Pemeriksaan / Penegakan Diagnosis 9

Darah rutin Foto X-ray thorax Tes tuberkulin

B. Rencana Terapi - Mengatasi sesak dengan pemberian bronkodilator. C. Rencana Edukasi - Menjelaskan tentang penyakitnya, penyebab, perawatan dan pengobatan serta cara pencegahan terjadinya serangan. - Memberikan penjelasan tentang prosedur tindakan yang akan dilakukan. - Edukasi mengenai pola makan. VIII. DIAGNOSIS Asma bronchial episodik jarang Status gizi baik IX. PROGNOSIS Quo ad vitam Quo ad sanam Quo ad fungsionam X. : dubia ad bonam : dubia ad bonam : dubia ad bonam

PERJALANAN PENYAKIT 09 Juni 2011 Demam (-), Batuk (+), sesak (+). Suhu 36,80C, RR 53x/menit. Terapi : Nebulizer Combivent tiap 2-4 jam I. Bolus Aminophilin 6mg/kgBB + D5% (IV Pelan) Inj. Metilprednisolon 4x62,5mg (IV) II. D5% 10 tpm + Aminophilin 0,5-1mg/kgBB/jam (12jam) p/o : Lasal Exp 4x1Cth 10 Juni 2011 Demam (-), batuk (+), sesak (+) berkurang, nafsu makan membaik.

10

Suhu : 36,80C, RR 48x/menit. Wh +/+ Terapi : IVFD D5% 12 tpm Nebulizer combivent 3x1 Inj. Amoxan 3x250mg p/o : Lasal Exp 4x1Cth 11 Juni 2011 Demam (-), batuk (+) , sesak berkurang, nafsu makan membaik. Suhu : 36,50C, RR 30x/menit. Wh +/+ Terapi : IVFD D5% 12 tpm Nebulizer combivent 3x1 Inj. Amoxan 3x250mg p/o : Lasal Exp 4x1Cth Pasien diperbolehkan pulang.

PEMBAHASAN

11

DEFINISI Dari waktu ke waktu, definisi asma mengalami beberapa kali perubahan akibat berkembangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai patologi, patofisiologi, imunologi, dan genetik asma. Akan tetapi, mekanisme yang mendasari penyakit ini masih belum diketahui secara belum diketahui secara keseluruhan, khususnya pada anak. Pada tahun 1975, WHO mengeluarkan suatu definisi asma, yaitu keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai respons terhadap suatu stimuli yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada kebanyakan orang. Menurut Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) pada tahun 2004, asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan karakteristik sebagai berikut : timbul secara episodic, cenderung pada malam/dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwayat asma atau atopi lain pada pasien dan/atau keluarganya. PENYEBAB Untuk sebab yang tidak jelas, anak-anak penderita asma bereaksi terhadap rangsangan tertentu (pencetus) dimana anak yang tidak menderita asma tidak bereaksi. Terdapat banyak pencetus yang berpotensi, dan kebanyakan anak-anak bereaksi hanya kebeberapa pencetus. Pencetusnya termasuk iritasi dalam ruangan, seperti bau yang menyengat dan iritasi asap (minyak wangi, asap rokok); polusi dari luar: udara dingin, olahraga ; gangguan emosi ; infeksi pernafasan karena virus; dan berbagai macam zat yang mana si anak menjadi alergi, seperti bulu binatang, debu atau ruangan yang agak berdebu, bau kecoa, jamur, dan serbuk diudara terbuka. Pada beberapa anak, pencetus khusus yang menyebabkan kambuh tidak dapat dikenali. Semua pemicu ini menghasilkan reaksi serupa ; sel tertentu di saluran udara melepaskan zat kimia. Zat-zat ini menyebabkan saluran udara menjadi meradang dan bengkak dan merangsang sel otot pada dinding saluran udara untuk mengkerut. Mengurangi perangsangan dengan zat-zat kimia meningkatkan produksi lendir pada saluran udara, membuat tumpahnya lapisan sel saluran udara, dan memperlebar sel otot pada dinding saluran udara. Setiap reaksi ini memicu kepada mengecilnya saluran udara secara tiba-tiba (serangan asma). Pada kebanyakan anak-anak, saluran udara kembali normal di antara serangan asma. FAKTOR RISIKO

12

Berbagai faktor dapat mempengaruhi serangan asma, kejadian asma, berat-ringannya penyakit, serta kematian akibat penyakit asma. Beberapa factor tersebut sudah disepakati oleh para ahli, sedangkan sebagian lain masih dalam penelitian. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah : A. Faktor penjamu, faktor pada pasien 1. Jenis kelamin : menurut laporan beberapa penelitian didapatkan bahwa prevalens asma pada anak laki-laki sampai usia 10 tahun adalah 1.5-2 kali lipat anak perempuan. 2. Usia : umumnya, pada kebanyakan kasus asma persisten, gejala seperti asma pertama kali timbul pada usia muda, yaitu pada beberapa tahun pertama kehidupan. Hanya 5% anak dengan asma persisten terbebas dari gejala asma pada usia 28-35 tahun, 60% tetap menunjukkan gejala seperti saat anak-anak, dan sisanya masih sering mendapat serangan meskipun lebih ringan daripada saat masa kanak. 3. Riwayat atopi : adanya atopi berhubungan dengan meningkatnya risiko asma persisten dan beratnya asma. Menurut laporan dari inggris, pada anak usia 16 tahun dengan riwayat asma atau mengi, akan terjadi serangan mengi dua kali lipat lebih banyak jika anak pernah mengalami hay fever, rhinitis alergi atau eksema. 4. Ras : menurut laporan dari Amerika Serikat, didapatkan bahwa prevalens asma dan kejadian serangan asma pada ras kulit hitam lebih tinggi daripada kulit putih. Tingginya prevalens tersebut tidak dipengaruhi oleh pendapatan maupun pendidikan. B. Faktor lingkungan 1. Lingkungan : adanya alergen di lingkungan hidup anak meningkatkan risisko penyakit asma. Alergen yang sering mencetuskan penyakit asma antara lain adalah serpihan kulit binatang peliharaan, tungau debu rumah, jamur, dan kecoa. 2. Asap rokok : prevalens asma pada anak yang terpajan asap rokok lebih tinggi daripada anak yang tidak terpajan asap rokok. Pada anak yang terpajan asap rokok, kejadian eksaserbasi lebih tinggi, anak lebih sering tidak masuk sekolah, dan umumnya fungsi faal parunya lebih buruk daripada anak yang tidak terpajan. 3. Outdoor air pollution : beberapa partikel halus di udara seperti debu jalan raya, nitrat dioksida, karbon monoksida, atau SO2, diduga berperan pada penyakit asma, meningkatkan gejala asma, tetapi belum didapatkan bukti yang disepakati. Pada anak-anak yang cepat terpajan pada lingkungan tersebut, kejadian asma rendah. 4. Makanan-makanan tertentu, Bahan pengawet, penyedap, pewarna makanan.

13

5. Obat-obatan tertentu. 6. Iritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray ). 7. Ekspresi emosi yang berlebihan. 8. Exercise induced asthma, mereka yang kambuh asmanya ketika melakukan aktivitas fisik tertentu. 9. Perubahan cuaca

PATOFISIOLOGI Pada suatu serangan asma, otot polos dari bronki mengalami kejang dan jaringan yang melapisi saluran udara mengalami pembengkakan karena adanya peradangan (inflamasi) dan pelepasan lendir ke dalam saluran udara. Hal ini akan memperkecil diameter dari saluran udara (disebut bronkokonstriksi) dan penyempitan ini menyebabkan penderita harus berusaha sekuat tenaga supaya dapat bernafas. Sel-sel tertentu di dalam saluran udara (terutama sel mast) diduga bertanggungjawab terhadap awal mula terjadinya penyempitan ini. Mastosit di sepanjang bronki melepaskan bahan seperti histamin dan leukotrien yang menyebabkan terjadinya: - kontraksi otot polos - peningkatan pembentukan lendir - perpindahan sel darah putih tertentu ke bronki. Mastosit mengeluarkan bahan tersebut sebagai respon terhadap sesuatu yang mereka kenal sebagai benda asing (alergen), seperti serbuk sari, debu halus yang terdapat di dalam rumah atau bulu binatang. Tetapi asma juga bisa terjadi pada beberapa orang tanpa alergi tertentu. Reaksi yang sama terjadi jika orang tersebut melakukan olah raga atau berada dalam cuaca dingin. Stres dan kecemasan juga bisa memicu dilepaskannya histamin dan leukotrien. Sel lainnya (eosnofil) yang ditemukan di dalam saluran udara penderita asma melepaskan bahan lainnya (juga leukotrien), yang juga menyebabkan penyempitan saluran udara.

14

GEJALA Secara umum gejala asma adalah sesak napas, batuk berdahak dan suara napas yang berbunyi ngik-ngik dimana seringnya gejala ini timbul pada pagi hari menjelang waktu subuh, hal ini karena pengaruh keseimbangan hormon kortisol yang kadarnya rendah ketika pagi dan berbagai faktor lainnya. Sewaktu saluran udara menyempit pada saat serangan asma, anak menjadi kesulitan bernafas, ciri khasnya disertai bunyi mengik. Mengik adalah suara keras yang tinggi yang terdengar ketika anak bernafas. Tidak semua serangan asma menghasilkan bunyi mengik, meskipun begitu. Asma ringan, terutama sekali pada anak yang masih kecil, bisa hanya menghasilkan batuk; beberapa anak yang lebih besar dengan asma ringan cenderung batuk hanya pada waktu olahraga atau ketika terkena udara dingin. Juga, anak dengan asma akut bisa tidak mengik karena terlalu sedikit udara mengalir untuk menghasilkan suara gaduh. Pada asma akut, bernafas menjadi sunguh-sungguh sulit, suara mengik biasanya menjadi lebih kencang, si anak bernafas dengan cepat dan dengan usaha lebih besar, dan rusuk menonjol ketika si anak menghirup nafas (inspiration). Dengan serangan akut, si anak 15

megap-megap untuk bernafas dan duduk tegak, bersandar ke depan. Kulit berkeringat dan pucat atau membiru. Meskipun telah mengalami serangan yang berat, biasanya penderita akan sembuh sempurna. Kadang beberapa alveoli (kantong udara di paru-paru) bisa pecah dan menyebabkan udara terkumpul di dalam rongga pleura atau menyebabkan udara terkumpul di sekitar organ dada. Hal ini akan memperburuk sesak yang dirasakan oleh penderita. Anak dengan serangan akut yang sering kadangkala memiliki perkembangan yang lambat, namun pertumbuhan mereka biasanya mengejar anak yang lain pada waktu dewasa. DIAGNOSIS Sampai saat ini asma tetap sulit didiagnosis sehingga sering undertreated. Hal ini disebabkan oleh perjalanan gejala respiratorik asma yang dianggap sudah biasa oleh orang tua/anak atau perjalanan gejala asma yang tidak spesifik menyebabkan asma sering didiagnosis sebagai bronchitis sehingga klinisi memberikan antibiotic dan obat batuk. Meskipun tidak semua wheezing disebabkan oleh asma, tetapi gejala wheezing harus dianggap asma sampai terbukti bukan asma. Berdasarkan definisi operasional asma, maka untuk mengurangi underdiagnosis oleh para perumus Konsensus Internasional Penanggulangan Asma Anak disusun suatu alur diagnosis asma pada anak (bagan 1). Publikasi consensus internasional pertama, kedua, hingga pernyataan ketiganya untuk diagnosis asma tetap menggunakan alur yang sama yaitu mengi berulang dan/atau batuk kronik berulang merupakan titik awal untuk menuju diagnosis. Yang perlu dipertimbangkan kemungkinan asma adalah selain anak yang wheezing juga termasuk anak-anak yang hanya menunjukkan batuk sebagai satu-satunya tanda dan pada saat diperiksa tanda-tanda mengi dan tanda-tanda lain sedang tidak timbul. Kelompok anak yang patut diduga asma adalah anak-anak yang menunjukkan batuk dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam/dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik serta adanya riwayat asma dan/atau atopi pada pasien atau keluarganya. Diagnosis asma biasanya dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja. Pemeriksaan penunjang jarang dibutuhkan kecuali pada kasus sulit.

Riwayat penyakit Pemeriksaan fisis Uji tuberkulin

16

Patut diduga asma : Episodik Nocturnal/morning drip Musiman Pasca aktivitas fisik Riwayat atopi pasien atau keluarga

Tidak jelas asma : Timbul masa neonatus Gagal tumbuh Infeksi kronik Muntah/tersedak Kelainan fokal paru Kelainan system kardiovaskuler

Periksa peak flow meter atau spirometer untuk menilai : Reversibilitas ( 20%) Variabilitas ( 20%) Hipereaktivitas Bila tidak ada fasilitas berikan bronkodilator dan lihat hasilnya.

Tidak berhasil

Berhasil

Pertimbangkan pemeriksaan : Foto Ro thoraks dan sinus Uji faal paru Respons terhadap bronkodilator dan steroid Uji provokasi bronkus Uji keringat Uji imunologis Pemeriksaan motilitas silia Pemeriksaan refluks GE

asma

Tidak mendukung diagnosis lain

Mendukung diagnosis lain

Tentukan derajat & pencetusnya. Bila asma episodic sering/persisten buat foto Ro sinis paranasalis

II

Asma dengan penyakit lain

Bukan asma

III

Pengobatan kombinasi Berikan obat anti asma : Tidak berhasil nilai ulang diagnosis dan ketaatan berobat

Diagnosis & pengobatan penyakit lain

Bagan 1. Alur Diagnosis Asma

17

Jika gejala dan tanda klinis jelas serta respons terhadap pemberian obat asma baik, pemeriksaan lebih lanjut tidak perlu dilakukan. Jika respons terhadap obat asma tidak baik, sebelum mengganti obat dengan yang lebih poten, harus dinilai lebih dulu apakah dosis sudah adekuat, cara dan waktu pemberian sudah benar, diagnosis bukan asma perlu dipikirkan. Berdasarkan alur diatas, setiap anak yang menunjukkan gejala batuk dan/atau mengi maka diagnosisnya dapat berupa : 1. Asma 2. Asma dengan penyakit lain 3. Bukan asma Di Indonesia. Tuberculosis (TB) masih merupakan penyakit yang banyak dijumpai dan salah satu gejalanya adalah batuk kronik berulang. Oleh Karen itu, uji tuberculin perlu dilakukan baik pada kelompok yang patut diduga asma maupun yang bukan. Dengan cara itu, penyakit TB yang mungkin terdapat bersamaan dengan asma dapat didiagnosis dan diterapi. Jika pesian memerlukan steroid untuk pengobatan asma, TB pasien tidak akan mengalami perburukan karena telah dilindungi dengan obat. KLASIFIKASI A. Klasifikasi derajat penyakit asma Pedoman Nasional Asma Anak (PNAA) membagi asma menjadi 3 derajat : Parameter klinis kebutuhan obat, dan faal paru 1. Frekuensi serangan 2. Lama serangan 3. Intensitas Asma episodic jarang 3 4 x per tahun Sebentar beberapa hari Biasanya ringan Tanpa gejala 1x/ bulan Asma episodic sering Asma persisten Sering, 1x/ bulan sepanjang

atau Beberapa hari s/d 1 Hamper minggu Biasanya sedang Sering ada gejala

tahun atau tidak ada remisi Biasanya berat Gejala siang dan

serangan 4. Diantara serangan 5. Tidur aktivitas

malam dan Tidak terganggu < Sering terganggu > 3x/ Sangat terganggu > 3x/minggu minggu 3x/ minggu 18

6.

Pemeriksaan

Normal

(tidak Mungkin

terganggu Tidak

pernah

fisis diluar serangan 7. Obat pengendali (anti

ditemukan kelainan) Tidak perlu

(ditemukan kelainan) terganggu Perlu, non-steroid atau Perlu, steroid inhalasi steroid inhalasi dosis dosis 400 g/hari 100 200 g PEF/FEV 1 60 80% Variabilitas 30% PEF/FEV
1

inflamasi) 8. Uji faal paru PEF/FEV 1 > 80% (di luar serangan) 9. Variabilitas faal paru (bila ada serangan) Varibilitas 20%

< 60%

variabilitas 30 30% Variabilitas 50%

Jika terdapat kerancuan antara derajat penyakit yang satu dengan yang lain maka tatalaksana di berikan sesuai dengan derajat yang lebih berat. Pada asma episodic sering atau persisten perlu dilakukan romtgen sinus paranasalis dan thorak. Karena bila ada dan tidak diobati semestinya maka asmanya sulit/tidak terkendali. B. Klasifikasi derajat serangan asma Serangan akut (eksaserbasi) asma adalah episode peningkatan yang progresif (perburukan) dari gejala batuk, sesak nafas, wheezing, rasa dada tertekan atau berbagai kombinasi dari gejala tersebut. Serangan asma biasanya mencerminkan gagalnya tatalaksana asma jangka panjang atau adanya pajanan dengan pencetus. Derajat serangan asma biasanya bias dimulai dari serangan ringan hingga serangan berat sampai serangan yang mengancam nyawa. Berdasarkan derajat serangan yang terjadi, asma dapat dibagi menjadi serangan ringan, sedang, berat, dan ancaman henti nafas. Parameter klinis faal paru laboratorium Sesak Ringan Berjalan Bisa tidur Posisi Bisa berbaring Bicara Kesadaran/kebingungan Kalimat Mungkin irritable Sedang Berbicara enak duduk Lebih duduk Berat Ancaman henti nafas lebih Istirahat membungkuk ke depan suka Duduk bertopang

lengan Penggal kalimat Kata-kata Biasanya irritable Biasanya irritable 19

Sianosis Wheezing

Tidak ada Tidak ada Sedang, akhir Nyaring respirasi sepanjang ekspirasi inspirasi Biasanya ya

Ada Sangat nyaring, tanpa & stetoskop Ya

Nyata Tidak terdengar

Penggunaan respiratorik Retraksi

otot

bantu Biasanya tidak Dangkal interkostal Takipnea Normal > 60% > 80 % > 95% Normal < 45 mmHg

Paradoks thorakoabdominal nafas Dangkal/hilang Bradipnea bradikardi

Sedang, suprasternal Takipnea Takikardi 60% 60 80% 91 95% >60 mmHg < 45 mmHg

Dalam,

Frekuensi nafas Frekuensi nadi PEFR/FEV 1 Pre bronkodilator Post bronkodilator Sat O2 Pa O2 Pa CO2

cuping hidung Takipnea Takikardi < 40% < 60% 90% < 60 mmHg >45 mmHg

TATALAKSANA Hingga Konsensus Internasional III, untuk tatalaksana asma masih digunakan alur yang sama (Bagan 2). Secara umum consensus Nasinal juga masih menggunakan alur tersebut dengan beberapa perubahan dan penambahan. Dalam alur tersebut terlihat bahwa jika tatalaksana dalam derajat suatu penyakit asma sudah tepat namun responnya tetap tidak baik dalam 6 8 minggu, maka derajatnya berpindah ke yang lebih berat (step up). Sebaliknya jika asmanya terkendali dalam 6 8 minggu, maka derajatnya beralih ke yang lebih ringan (step down). Obat asma dapat dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu obat pereda (reliever) dan obat pengendali (controller). Obat pereda ada yang menyebutnya obat pelega, atau obat serangan. Obat kelompok ini digunakan untuk meredakan serangan atau gejala asma jika sedang timbul. Bila serangan sudah teratasi dan sudah tidak ada gejala lagi maka obat ini tidak digunakan lagi atau diberikan hanya bila perlu. Kelompok kedua adalah pengendali yang disebut juga obat pencegah, atau obat profilaksis. Obat ini digunakan untuk mengatasi masalah dasar asma yaitu inflamasi

20

kronik saluran nafas. Dengan demikian pemakaian obat ini terus menerus diberikan walaupun sudah tidak ada gejalanya kemudian pemberiannya diturunkan pelan pelan yaitu 25% setiap penurunan setelah tujuan pengobatan asma tercapai 6 8 minggu. A. Asma episodik jarang Asma episodic jarang cukup diobati dengan obat pereda berupa bronkodilator agonis hirupan kerja pendek (SABA, short acting agonis) bila perlu saja, yaitu jika ada gejala/ serangan. Anjuran ini tidak mudah dilakukan berhubung obat tersebut mahal dan tidak selalu tersedia di semua daerah. Disamping itu pemakaian obat hirupan (metered dose inhaler) memerlukan pelatihan yang benar (untuk anak besar), dan membutuhkan alat bantu (untuk anak kecil/ bayi) yang juga tidak selalu ada dan mahal harganya. Bila obat hirupan tidak ada/ tidak dapat menggunakan maka SABA diberikan per oral. Sebenernya kecenderungan saat ini teofilin semakin kurang perannya dalam tatalaksana asma karena batas keamanan nya sempit. Namun mengingat di Indonesia obat agonist oralpun tidak selalu ada, dan teofilin sangat dikenal maka dapat digunakan teofilin dengan memperhatikan kemungkinan timbulnya efek samping. Di samping itu penggunaan agonist oral tunggal dengan dosis besar seringkali menimbulkan efek samping berupa palpitasi, dan hal ini dapat dikurangi dengan mengurangi dosisnya serta dikombinasikan denga teofilin yang juga dikurangi dosisnya. B. Asma episodik sering Jika penggunaan obat pereda sudah > 3x/minggu (tanpa menghitung penggunaan praaktivitas fisik), atau serangan sedang atau berat terjadi >1x/bulan, maka penggunaan anti inflamasi sebagai pengendali sudah terindikasi. Berarti derajat asmanya sudah termasuk episodic sering atau pasien sejak semula menunjukkan gejala dan tanda tanda yang sesuai dengan criteria eposodik sering. Anti inflamasi lapisan pertama yang digunakan adalah kromoglikat, dengan dosis minimum 10 mg 2 4x/hari. Obat ini diberikan 6 8 minggu, kemudian dievaluasi hasilnya. Jika asma sudah terkendali, pemberian kromogilat dapat dikurangi menjadi 2 3 x/hari. Sampai sekarang obat ini tetap paling aman untuk pengendalian asma anak, dan efek sampingnya ringan, yaitu sesekali batuk. Di luar negeri obat ini sudah diijinkan pemakaiannya untuk anak > 2 tahun. Namun untuk di Indonesia saat ini ijin yang ada untuk anak > 12 tahun. Bila disodium cromoglicat (DSCG) tidak mampu mencegah atau tidak ada preparatnya maka pada asma anak episodic sering dapat diberikan obat pencegah berupa steroid hirupan dosis rendah 100 200 g/hari.

21

Disamping itu efktivitas DSCG untuk mengatasi penurunan faal paru atau mencegah airway remodeling masih menjadi pertentangan. Sedangkan obat golongan leukotriene receptor antagonist belum ada bukti bukti kalau dipakai jangka panjang dapat mencegah airway remodeling. Maka pada asma episodic sering diberikan obat pencegahan berupa steroid hirupan dosis rendah. C. Asma persisten Jika setelah 6 8 minggu pemberian steroid hirupan dosis rendah gagal dan obat serangan tetap diperlukan 3x/ minggu maka berarti asmanya termasuk asma persisten. Sebagai obat pengendali atau pencegahan pilihan berikutnya dalah obat steroid hirupan dosis 200 400 g/1 hari yang masih termasuk dosis rendah. Steroid hirupan biasanya efektif dengan dosis rendah sampai medium yaitu 100 400 g. Dalam penggunaan budesonid dengan dosis 200 g/hari, belum pernah dilaporkan adanya efek samping jangka panjang. Dosis yang masih dianggap aman adalah setara dengan dosis sampai dengan 400 g budesonid selama sehari. Di atas 400 g/hari dilaporkan adanya pengaruh sistemik minimal, sedangkan dengan dosis 800 g/hari agaknya mulai berpengaruh terhadap poros hipotalamus pituitary adrenal sehingga dapat berdampak pada pertumbuhan. Efek sistemik steroid hirupan dapat dikurangi dengan penggunaan alat pemberi jarak berupa perenggang (spacer) yang akan mengurangi deposisi daerah orofaringeal sehingga mengurangi absorbsi sistemik dan meningkatkan deposisi obat di paru. Apabila dengan pemberian obat steroid hirupan dicapai fungsi paru yang optimal atau perbaikan klinis yang mantap selam 1 3 bulan, maka dosis steroid dapat dikurangi bertahap (step down) sehingga dicapai dosis terkecil yang masih bias mengendalikan asmanya. Sementara itu penggunaan obat pelega/obat serangan tetap diberikan bila perlu saja. Bila dengan terapi di atas 6 8 minggu asmanya tetap belum terkendali dan masih menggunakan SABA 3x/minggu berarti pasien dianggap menderita asma persisten yang lebih berat. Penggunaan agonis (kerja pendek ) hirupan > 3x sehari secara teratur dan terus menerus diduga mempunyai peranan dalam peningkatan morbiditas dan mortalitas asma diduga karena adanya down regulation dari reseptor 2 agonis. Oleh karena itu obat dan cara penggunaannya secara terus menerus lebih dari pada 3x/minggu dalam waktu yang lama harus dihindari. Tetapi jika pemberiannya disertai dengan steroid hirupan dosis sedang 400 600 g/ hari maka proses down regulation dari 2 agonis dapat lebih dihindari dan bahkan untuk memudahkan pemberian dan meningkatkan ketaatan makan obat SABA diganti dengan LABA (long acting agonis)

22

bahkan sekarang sudah ada obat dalam satu sediaan misalkan Symbicort atau Seretide. Dan selain itu pemberian laba dan ICS 400 g/hari terbukti lebih baik dari pada peningkatan ICS dua kali lipat. Dan karena sudah tersedia dalam satu sediaan maka dapat meningkatkan ketaatan penggunaan obat dengan demikian akan lebih menjamin keberhasilan. Jika dengan penambahan obat tersebut asmanya belum terkendali, obat tersebut diteruskan dan dosis steroid hirupan dinaikkan 800 g/hari bahkan mungkin perlu diberikan steroid oral. Langkah ini diambil hanya bila bahaya dari asmanya lebih besar daripada bahaya efek samping obat. Untuk steroid oral dosis awal dapat diberikn 1 2 mg/kgBB/hari. Dosis kemudian diturunkan sampai dosis terkecil yang diberikan selang hari pada pagi hari. PENCEGAHAN A. Pencegahan primer Pencegahan primer adalah mencegah terjadinya sensitisasi pada bayi atau anak yang mempunyai resiko untuk menjadi asma dikemudian hari. Yang dimaksud dengan resiko adalah bayi/anak dengan atopi, baik pada salah satu atau kedua orang tuanya. Langkah pertama adalah mengenali adanya factor resiko untuk terjadinya asma dikemudian hari, yaitu dengan mengenali kedua orang tua dengan atopi. Oleh karena itu, upaya pencegahan primer sudah dapat dimulai ketika belum terjadinya proses genetic bersatu, yaitu dengan rekayasa genetic. Akan tetapi, hal ini belum dapat dilakukan, sehingga upaya pencegahan primer saat ini masih ditujukan pada janin atau bayi dengan resiko asma. Pencegahan primer dapat dilakukan pada saat prenatal dan pascanatal. Pada masa prenatal, orang tua dihindari terhadap lingkungan yang dapat bersifat sebagai factor resiko. Penghindaran yang dianjurkan ialah terhadap lingkungan, terutama indoor pollutants. Yang dimaksud dengan indoor pollutants adalah asap rokok, debu rumah yang mungkin mengandung banyak tungau debu rumah, dan lain-lain. Pada masa pascanatal, bayi dihindari dari pemberian ASI yang mengandung makanan yang dapat menyebabkan alergi. Pemberian ASI saja yang lama (4 bulan) dapat mengurangi resiko asma di kemudian hari. Pemberian probiotik untuk menurunkan kejadian asma pada saat ini banyak dibicarakan. Diperkirakan caranya adalah melalui supresi Th2 yang berperan terhadap inflamasi dan produksi immunoglobulin A (IgA). Factor yang meningkatkan prevalens

23

asma yang sudah disepakati adalah infeksi respiratpry sincytial virus (RSV). Ada dua kemungkinan mekanisme terjadinya peningkatan tersebut. Mekanisme pertama, mungkin saja pada anak tersebut, yang telah mempunyai riwayat atopi, melakukan reaksi yang berlebihan terhadap infeksi RSV, sehingga kerusakan pada saluran respiratorik menjadi lebih hebat dan berdampak di kemudian hari. Mekanisme kedua, infeksi RSV akan mengakibatkan kerusakan hebat pada saluran respiratorik sehingga kerusakan tersebut berdampak dikemudian hari. B. Pencegahan sekunder Pencegahan sekunder adalah mencegah terjadinya asma/inflamasi pada seorang anak yang sudah tersensitisasi. Secara klinis hal ini telah dibuktikan dengan menggunakan obat antihistamin. Pada early treatment of the atopic child (ETAC), pemberian cetrizine selama 18 bulan pada anak dengan dermatitis atopi yang orang tuanya atopi, dapat mencegah terjadinya asma sebanyak 50% bila anak tersebut hanya alergi terhadap debu rumah dan serbuk sari. Hanya saja, obat ini secara keseluruhan tetap tidak dapat menurunkan kejadian asma. Selain pemberian obat-obatan tersebut, factor resiko lain seperti allergen harus dihindari juga. Penghindaran pada pencegahan sekunder juga sama seperti pada pencegahan primer, sebab tanpa penghindaran terhadap allergen maka pencegahan sekunder menjadi tidak bermakna. C. Pencegahan tersier Pencegahan tersier adalah mencegah trjadinya serangan pada seorang anak yang sudah menderita asma. Kita menyadari bahwa serangan asma dapat terjadi akibat adanya factor pencetus. Pencegahan terhadap hal tersebut merupakan salah satu langkah pencegahan tersier. Factor lain yang dapat menyebabkan serangan asma adalah gagalnya terapi jangka panjang. Mengenai kurangnya paparan terhadap allergen, telah diteliti pada seorang anak yang bebas terhadap paparan tungau debu rumah (tempat tidurnya bersih), angka kejadian wheezing menurun, penggunaan obat-obatan berkurang, dan PEFR meningkat. Penghindaran terhadap pencetus ini kelihatannya mudah untuk diucapkan tetapi sangat sulit untuk dilaksanakan, Karen memerlukan kerjasama antara dokter, pasien, dan keluarganya. Yang dimaksud dengan terapi jangka panjang adalah pemberian obat pengendali

24

(controller) berupa kortikosteroid, baik yang diberikan tersendiri ataupun kombinasi dengan agonis kerja panjang atau antileukotrien.

DAFTAR PUSTAKA Herry Garna. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi ke-3. Bandung : BagianIlmu KesehatanAnak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran IDAI. 2008. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. IDAI Meadow, R. 2005. Lectire Notes Pediatrika. Jakarta : Erlangga

25

Mansyur, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius Nastiti N. Rahajoe. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi Pertama. IDAI Hay. 2003. Current Diagnosis & Treatmeant in Pediatrics. New York : Lange http://www.docstoc.com/docs/36660900/Asma-pada-Anak http://medicastore.com/penyakit/3048/Asma_Pada_Anak.html

26

Anda mungkin juga menyukai