Anda di halaman 1dari 25

RENAL

Fungsi ekskresi meliputi: Mempertahankan osmolalitas plasma Mempertahankan volume ECF (ekstraselular) dan tekanan darah dengan mengatur ekskresi Na+ . Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 , mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3. Mempertahankan konsentrasi plasma. Mengekskresikan produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan kreatinin. Bekerja sebagai jalur ekskretori untuk sebagian besar obat.

Fungsi non ekskresi meliputi:


Mensintesis dan mengaktifkan hormon renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.

Mensintesis eritropoietin yang merupakan suatu faktor penting dalam stimulasi produk sel darah merah oleh sumsum tulang.
Mengaktifkan hormon 1,25-dihidroksi akhir vitamin D3 menjadi bentuk yang paling kuat. Mensintesis prostaglandin sebagian besar adalah untuk vasodilator, bekerja secara lokal dan melindungi kerusakan iskemik ginjal, degradasi hormon polipeptida. Mensintesis insulin, glikagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH (anti diuretik hormon) dan hormon gastrointestinal yaitu gastrin dan polipeptida intestinal Vasoaktif

Ginjal sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dalam lingkungan tubuh dengan mengekskresikan zat terlarut dan air secara selektif Kelebihan zat terlarut dan air yang tidak bermanfaat diekskresikan dari tubuh dalam bentuk urin

Fungsi vital ginjal tercapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus diikuti dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal.
GFR ditentukan oleh : jumlah kekuatan hidrostatik dan osmotik koloid yang melintas membran glomerulus, yang menghasilkan tekanan filtrasi akhir Kf atau koefisien filtrsi glomerulus. GFR = Kf x Tekanan filtrasi akhir.

Tekanan filtrasi dipengaruhi oleh : tekanan hidostatik di dalam kapiler glomerulus (Pg) tekanan hidrostatik dalam kapsula Bowman (Pb) tekanan osmotik koloid protein plasma glomerulus (G) tekanan osmotik koloid protein dalam kapsula Bowman (B) GFR = Kf x ( Pg Pb G + B)

Diabetes melitus dan hipertensi kronik yang tidak terkontrol secara bertahap akan menurunkan Kf dengan meningkatkan ketebalan kapiler glomerulus membran dasar atau dapat merusak kapiler sehingga kapiler tidak berfungsi atau rusak.

ACUTE RENAL FAILURE ( ARF)


terjadi karena adanya hipoksia pada renal yang berakhir pada iskemia jaringan ginjal sehingga menyebabkan kerusakan pada sel-sel tubulus ginjal dan menghambat atau mengganggu fungsi penyaringan pada glomerulus sehingga GFR menurun sementara atau reversibel terjadi beberapa hari.

Penyebab ARF
Perdarahan , pascapartum, operasi besar diuresis berlebihan Pancreatitis, kehilangan cairan berlebihan/ luka bakar Penurunan curah jantung,AMI, disritmia, CHF vasodilatasi perifer, sepsis, antihipertensi , nitrat Hipoalbumin , sirosis, Penghamabatan sistesis prostagandin, ACE inhibitor

CHRONIC RENAL FAILURE


Gagal ginjal : adanya penurunan fungsi ginjal yang irreversibel, yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.

Penyakit gagal ginjal kronik : gagal ginjal yang progresif dan lambat (berlangsung beberapa tahun), ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal.

Gagal ginjal kronik : hubungan antara bersihan kreatinin dengan laju filtrasi glomerulus sebagai persentase dari keadaan normal terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah atau BUN

Pada penyakit gagal ginjal : Produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah sehingga terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh.
Penurunan glomerulus filtrat rate menyebabkan penurunan klirens substansi darah ---penurunan klirens kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum ---- gangguan metabolisme protein dalam usus-----anoreksia, nausea maupun vomitus

Peningkatan ureum kreatinin sampai ke otak mempengaruhi fungsi kerja otak yang mengakibatkan gangguan pada saraf terutama pada neurosensori.
Peningkatan Blood Ureum Nitrogen (BUN) urin tidak dapat diencerkan secara normal sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan elektrolit.

Natrium dan cairan tertahan dalam tubuh ----- risiko gagal jantung kongestif, penderita sesak nafas karena ketidakseimbangan suplai oksigen dengan kebutuhan tubuh, tertahannya natrium dan cairan dapat menyebabkan terjadinya edema dan ascites.
Penurunan fungsi renal secara terus menerus menyebabkan asidosis metabolik karena ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) secara berlebihan. Penurunan produksi eritropoetin mengakibatkan terjadinya anemia

Menurunnya laju filtrasi glomerulus ginjal----terjadi peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan peningkatan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid.

Klasifikasi Gagal Ginjal Kronik


Fungsi ginjal berkurang, GFR 80-50 ml/menit , tidak terdapat manifestasi klinik. Gagal ginjal ringan, GFR 50-30 ml/menit, terdapat manifestasi klinis hipertensi, hiperparatiroidisme sekunder Gagal ginjal sedang, GFR 10-29 ml/menit,terdapat manifestasi klinis seperti gagal ginjal ringan dan anemia. Gagal ginjal berat, GFR <10 ml/menit, terdapat manifestasi klinis seperti gagal ginjal sedang serta retensi air dan garam, mual, nafsu makan hilang dan terjadi penurunan fungsi mental

Gagal ginjal terminal, GFR <5 ml/menit, terdapat manifestasi klinis seperti gagal ginjal berat serta terjadi edema paru, koma, kejang, asidosis metabolik, hiperkalemia dan terjadi kematian.

Manifestasi klinik gagal ginjal kronik


Laju endap darah meningkat dan semakin berat karena adanya anemia dan hipoalbuminemia. Peningkatan kadar ureum dan kreatinin dengan perbandingan ureum dan kreatinin 20:1 Terjadi kenaikan creatinin diatas 1,3 mg/dl. Serum kreatinin 2mg/dl dan 3mg/dl indikasi berkurangnya fungsi ginjal sebesar 50% - 30% dari normal.

Hiponatremia karena kelebihan cairan.


Hiperkalemia terjadi pada gagal ginjal lanjut karena menurunnya diuresis. Hipokalsemia dan hiperfosfatemia karena berkurangnya sintesis vitamin D3 pada gagal ginjal kronik.

Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia karena gangguan metabolisme dan diet rendah protein.
Peningkatan kadar gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).

Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak dan menurunnya lipoprotein lipase.


Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi, pH menurun, BE menurun, HCO3 menurun, PCO2 menurun, hal tersebut disebabkan retensi asam-asam organik pada gagal ginjal

Penyebab dan Insiden


Diabetes melllitus tipe 1 ( 7%), tipe 2 (37%) Hipertensi dan penyakit pembuluh darah besar 27% Glomerulonefritis 10% Nefritis interstitialis 4% Kista dan penyakit bawaan lain 3% Penyakit sistemik( misal, lupus dan vaskulitis ) 2% Neoplasma 2%

Prostaglandin PGE2 dan PGI2 merupakan vasodilator kuat yang masing-masing disintesis dalam medula ginjal dan glomerulus, dan terlibat dalam pengendalian aliran darah ginjal serta ekskresi garam dan air.
Inhibisi sistesis prostaglandin ginjal dapat menyebabkan retensi natrium, penurunan aliran darah ginjal, dan gagal ginjal terutama pada pasien dengan kondisi yang berhubungan dengan pelepasan katekolamin vasokonstriktor dan angiotensin II

Odds ratio pasien menggunakan analgetik dengan riwayat DM adalah 3,6(95%CI 2,1-6,0), menggunakan analgetik dengan glomerulonefrtis 1,6( 95% 0,9-3,0), odd ratio dengan penyakit lain 2,1( 95% 0,9-4,6) (Fored et al, 2001).

Risiko penggunaan analgetik non-narkotika secara rutin setiap hari selama 30 hari atau lebih adalah 2,89 (95% CI, 1,78-4,68). Risiko meningkat sehubungan dengan lamanya penggunaan. Odds ratio konsumsi rutin phenacetin terhadap kejadian gagal ginjal terminal 19,05 (95% CI, 2,31-157,4). Odds ratio konsumsi reguler salisilat 2,54 (95% CI, 1,24-5,20), dan pyrazolones 2,16 (95% CI, 0,87-5,32). Penelitian dilakukan pada pasien dengan riwayat penyakit sakit kepala berulang , arthritis, batu ginjal, hipertensi dan diabetes( Ibanez et al.2005).

Penggunaan aspirin secara teratur dan acetaminophen tidak teratur mempunyai peningkatan risiko gagal ginjal kronis 2,5 kali lebih tinggi. Risiko meningkat dengan meningkatnya dosis kumulatif durasi dan dosis rata-rata penggunaan acetaminophen (p<0,001). Penggunaan 500 gram atau lebih selama satu tahun atau sama dengan atau lebih dari 1,4 g per hari secara rutin dan terus menerus selama hidupnya memberikan peluang mengalami gagal ginjal kronik 5,3x (95%,CI 1,8-15,1) ( Fored et al,2001).

Lima ratus delapan puluh tiga kasus dan 1190 kontrol dianalisis penggunaan analgetik jangka panjang odds ratio 1,22 (95%CI, 0,89-1,66). Penggunaan aspirin mempunyai risiko1,56 (95%CI 1,05-2,30 ), penggunaan pyrazolone mempunyai risiko 0,6 (95%CI 1,76-2,80), penggunaan parasetamol 2,3 (95% CI0,39-1, 63) dan penggunaan OAINS non aspirin 0,94 (95% 0,57-1,56). Risiko penyakit gagal ginjal terminal berhubungan dengan dosis dan lama penggunaan(Fored et al,1994

Risiko gagal ginjal terminal meningkat tergantung variasi dosis acetaminophen. Pasien yang menggunakan rata-rata per tahun 0104 tablet, risiko kemungkinan mengalami gagal ginjal terminal adalah 1,4 (95% CI;0,8-2,4) , sedangkan pasien yang menggunakan 105-365 tablet per tahun risiko kemungkinan gagal ginjal terminal adalah 2,1 (95 % CI; 1,1-3,7).

Pasien yang menggunakan lebih dari 366 tablet per tahun, setelah penyesuaian untuk ras, jenis kelamin, usia, dan asupan analgesik lain risiko kemungkinan gagal ginjal terminal adalah 2,0 (95% CI;1,3-3,2), yang menggunakan 1.000-4.999 tablet per tahun resiko mengalami gagal ginjal terminal 2,4 (95 % CI 1,2-4,8) ( Klag et al, 1994).

Anda mungkin juga menyukai