Anda di halaman 1dari 12

Motivasi mempunyai peranan penting dalam kegiatan belajar.

Motivasi adalah tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang. Motivasi dapat merupakan tujuan dan alat dalam pembelajaran. Sebagai tujuan, motivasi merupakan slah satu tujuan dalam mengajar. Guru berharap bahwa siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar berakhir. Sebagai alat, motivasi merupakan salah satu faktor seperti halnya intelegensi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan belajar siswa dalam bidang pengetahuan, nilai-nilai, dan keterampilan. Motivasi mempunyai kaitan erat dengan minat. Siswa yang memiliki miat terhadap sesuatu bidang studi tertentu cendrung tertarik perhatiannya dan dengan demikian timbul motivasinya untuk mempelajari bidang studi tersebut. Motivasi juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianggap penting dalam kehidupanya. Perubahan nilai-nilai yang dianut akan mengubah tingkah laku manusia dan motivasinya. Karenanya, bahan-bahan pelajaran yang disajikan hendaknya disesuaikan dengan minat siswa dan tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Pengertian Motivasi Pada diri siswa terdapat kekuatan mental yang menjadi penggerak belajar. Kekuatan penggerak tersebut berasal dari berbagai sumber. Siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental tersebut dapat tergolong rendah atau tinggi. Ada ahli psikolog pendidikan yang menyebut kekuatan mental yang mendorong terjadinya belajar tersebut sebagai motivasi belajar. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku belajar. (Dr. Dimayati dan DRS Mudjiono, Belajar dan pembelajaran, Rineka cipta th 2006 1. Minat Bahwa minat mempengaruhi proses dan hasil belajar. Kalau seseorang tidak berminat untuk mempelajari sesuatu tidak dapat diharapkan bahwa dia akan berhasil dengan baik dalam mempelajari hal tersebut; sebaliknya, kalau seseorang belajar dengan penuh minat, maka dapat diharapkan bahwa hasilnya akan lebih baik. Karena itu persoalan yang biasa timbul ialah bagaimana mengusahakan agar hal yang disajikan sebagai pengalaman belajar itu menarik minat para pelajar. Motivasi adalah perubahan energy dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Fungsi Motivasi Dari uraian dia atas jelaslah bahwa motivasi mendorong timbulnya kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelaukuan. Jadi, fungsi motivasi itu meliputi berikut ini.

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu perbuatan seperti belajar. b. Motivasi berfungsi sebagai pengaruh. Artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan. c. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan. Nilai Motivasi dalam Pengajaran Adalah menjadi tanggung jawab guru agar pengajaran yang diberikannya berhasil dengan baik. Keberhasilan ini banyak bergantung pada usaha guru membangkitkan motivasi belajar siswa. Dalam garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut. a. Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar murid. Belajar tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk berhasil b. Pengajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pengajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada siswa. c. Pengajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinasi guru untuk berusaha secara sungguh-sungguh mencari cara-cara yang relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi belajar siswa. Guru senantiasa berusaha agar siswa akhinya memilki self motivation yang baik. d. Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan mengguakan motivasi dalam pengajaran erat pertaliannya dengan pengaturan disiplin kelas. Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalah disiplin di dalam kelas. e. Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral daripada asas-asas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar buku saja melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi faktor yang menentukan pengajaran efektif. Demikian penggunaan asas motivasi adalah sangat esensial dalam proses belajar mengajar. Cara menggerakkan motivasi belajar siswa Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk menggerakkan atau membangkitkan motivasi belajar siswanya, ialah sebagai berikut 1) Memberi angka Umumnya setiap siswa ingin mengetahui hasil pekerjaannya, yakni berupa angka yang diberikan oleh guru. Siswa yang mendapat angkanya baik, akan mendorong motivasi belajarnya menjadi lebih besar, sebaliknya murid yang mendapat angkakurang, mungkin menimbulkan frustrasi atau dapat juga menjadi pendorong agar belajar lebih baik. 2) Pujian Pemberian pujian kepada murid atas hal-hal yang telah dilakukan dengan berhasil besar manfaatnya sebagi pendorong belajar. Pujian menimbulkan rasa puas dan senang.

3) Hadiah Cara ini dapat juga dilakukan oleh guru dalam batas-batas tertentu, misalnya pemberian hadiah pada akhir tahun kepada para siswa yang mendapat atau menunjukkan hasil belajar yang baik, memberikan hadiah bagi para pemenang sayembara atau pertandingan olahraga. 4) Kerja kelompok Dalam kerja kelompok di mana melakukan kerjasama dalam belajar, setiap anggota kelompok turutnya, kadang-kadang perasaan untuk mempertahankan nama baik kelompok menjadi pendorong yang kuat dalam perbuatan belajar 5) Persaingan Baik kerja kelompok maupun persaingan memberikan motif-motif sosial kepada murid. Hanya saja persaingan individual akan menimbulkan pengaruh yang tidak baik, seperti: rusaknya hubungan persahabatan, perkelahian, pertentangan, persaingan antarkelompok belajar. 6) Tujuan dan level of aspiration Dari keluarga akan mendorong kegiatan siswa 7) Sarkasme Ialah dengan jalan mengajak para siswa yang mendapat hasil belajar yang kurang. Dalam batas-batas tertentu sarkasme dapat mendorong kegiatan belajar demi nama baiknya, tetapi di pihak lain dapat menimbulkan sebaliknya, karena siswa merasa dirinya dihina, sihingga memungkinkan timbulnya konflik antara murid dan guru. 8) Penilaian Penilaian secara kontinu akan mendorong murid-murid belajar, oleh karena setiap anak memilki kecendrungan untuk memperoleh hasil baik. Di samping itu, para siswa selalu mendapat tantangan dan masalah yang harus dihadapi dan dipecahkan, sehingga mendorongnya belajar lebih teliti dan seksama. 9) Karyawisata dan ekskursi Cara ini dapat membangkitkan motivasi belajar soleh karena dalam kegiatan ini akan mendapat pengalaman langsung dan bermakna baginya. Selain dari itu, karena objek yang akan dikunjungi adalah objek yang menarik minatnya. Suasana bebas, lepas dari keterikan ruangan kelas besar manfaatnya untuk menghilangkan ketegangan-ketegangan yang ada, sehingga kegiatan belajar dapat dilakukan lebih menyenangkan. 10) Film pendidikan Setiap siswa merasa senang menonton film. Gambaran dan isi cerita film lebih menarik perhatian dan minat siswa dalam belajar. Para siswa mendapat pengalaman yang baru yang merupakan suatu unit cerita yang bermakna 11) Belajar melalui radio Mendengarkan radio lebih menghasilkan daripada mendengarkan ceramah guru. Radio adalah alat yang penting untuk mendorong motivasi belajar siswa. Kendatipun demikian, radio tidak mungkin dapat menggantikan kedudukan guru dalam mengajar. Namun yang

lebih penting ialah motivasi yang timbul dari dalam diri murid sendiri seperti dorongan kebutuhan, kesadaran akan tujuan, dan juga pribadi guru sendiri merupakan contoh yang dapat merangsang motivasi mereka.

Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Tujuan pembelajaran hendaknya diletakkan dan dijadikan titik tolak berfikir guru dalam menyusun sebuah Rencana Pembelajaran, yang akan mewarnai komponen-komponen perencanan lainnya. B. Apa Tujuan Pembelajaran itu? Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 yang dituangkan dalam bukunya yang berjudul Preparing Instruction Objective. Sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran . Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa: (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan). Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan

belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian. Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa. B . Bagaimana Merumuskan Tujuan Pembelajaran? Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsepkonsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Berbicara tentang perilaku siswa sebagai tujuan belajar, saat ini para ahli pada umumnya sepakat untuk menggunakan pemikiran dari Bloom (Gulo, 2005) sebagai tujuan pembelajaran. Bloom mengklasifikasikan perilaku individu ke dalam tiga ranah atau kawasan, yaitu: (1) kawasan kognitif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek intelektual atau berfikir/nalar, di dakamnya mencakup: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), penguraian (analysis), memadukan (synthesis), dan penilaian (evaluation); (2) kawasan afektif yaitu kawasan yang berkaitan aspek-aspek emosional, seperti perasaan, minat, sikap, kepatuhan terhadap moral dan sebagainya, di dalamnya mencakup: penerimaan (receiving/attending), sambutan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian (organization), dan karakterisasi (characterization); dan (3) kawasan psikomotor yaitu kawasan yang berkaitan dengan aspekaspek keterampilan yang melibatkan fungsi sistem syaraf dan otot (neuronmuscular system) dan fungsi psikis. Kawasan ini terdiri dari: kesiapan (set), peniruan (imitation, membiasakan (habitual), menyesuaikan (adaptation) dan menciptakan (origination). Taksonomi ini

merupakan kriteria yang dapat digunakan oleh guru untuk mengevaluasi mutu dan efektivitas pembelajarannya. Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom di atas. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor. Menurut Oemar Hamalik (2005) bahwa komponen-komponen yang harus terkandung dalam tujuan pembelajaran, yaitu (1) perilaku terminal, (2) kondisi-kondisi dan (3) standar ukuran. Hal senada dikemukakan Mager (Hamzah B. Uno, 2008) bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima. Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran. Pada bagian lain, Hamzah B. Uno (2008) mengemukakan tentang teknis penyusunan tujuan pembelajaran dalam format ABCD. A=Audience (petatar, siswa, mahasiswa, murid dan sasaran didik lainnya), B=Behavior (perilaku yang dapat diamati sebagai hasil belajar), C=Condition (persyaratan yang perlu dipenuhi agar perilaku yang diharapkan dapat tercapai, dan D=Degree (tingkat penampilan yang dapat diterima) C. Simpulan Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas.

2. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa 3. Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan performansi. 4. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. 5. Tujuan pembelajaran seyogyanya dirumuskan secara jelas, yang didalamnya mencakup komponen: Audience, Behavior, Condition dan Degree Sumber:

Hamzah B. Uno.2008. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara. Nana Syaodih Sukmadinata. 2002. Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktek. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Omar Hamalik.2005. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bandung: Bumi Aksara Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses W. James Popham dan Eva L. Baker.2005. Teknik Mengajar Secara Sistematis (Terj. Amirul Hadi, dkk). Jakarta: Rineka Cipta. W. Gulo. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Grasindo.

IDENTIFIKASI TUJUAN PEMBELAJARAN


DICK AND CAREY 1. A. Latar belakang Masalah yang paling bayak muncul dalam proses rancangan pembelajaran adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Ada banyak cara untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran tetapi ada 4 metode yang sering ditemui, yaitu pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran, pendekatan pada penguraian isi pembelajaran, pendekatan tugas administratif, dan pendekatan pada teknologi penampilan. Dalam pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran atau sering di kenal dengan istilah SME, mendeskripsikan bahwa pendekatan ini akan menciptakan pembelajaran yang spesifik sesuai dengan bidangnya. Pendekatan ini lebih mempertimbangkan apa yang harus dipelajari tentang

materi tersebut. Tidak bisa dipungkiri bahwa identifikasi tujuan pembelajaran melalui pendekatan masalah khusus dalam pembelajaran, mengandung makna sebagai pengetahuan dan pengertian berdasarkan informasi yang diterima. Pendekatan berikutnya yaitu pendekatan penguraian isi pembelajaran. Pendekatan ini lebih menetapkan berdasarkan fakta-fakta dari masalah yang di tampilkan, tapi sebuah asumsi menyatakan bahwa frekuensi akan mempengaruhi masalah seperti siswa yang berada dalam kelas unggul tetapi tidak belajar dengan tipe yang benar atau yidak sesuia dengan isi pembelajaran. Pendekatan ini sering terjadi jika tipe yang benar dan sesuai dengan isi pembelajaran sesuai denga isi standar kurikulum dan bagan kerja, perangkat pembelajaran, pelatihan manual, dan lain sebagainya. Masalah pada pendekatan ini, harus sesuai dengan standar isi dimana tidak banyak yang sesuai atau tidak ada jalan keluar yang cukup mampu untuk organisasi atau kebutuhan sosial. Tujuan khusus melalui pendekatan tugas akan valid jika melalui perencanaan yang tepat dan melalui latihan dengan petugas yang ahli dalam pelatihan tersebut atau jika pendesain pembelajaran dapat melatih pemahaman dan kecakapan untuk mengkonfirmasi atau mengubah tujuan pembelajaran setelah menemukan fakta. Pendekatan yang keempat yaitu pendekatan pada teknologi penampilan, dimana dalam tujuan pembelajaran disusun dalam menanggapi masalah atau kesempatan dalam sebuah struktur. Tidak ada pertimbangan atas gagasan sebelumnya dari apa yang harus dipelajari dari apa yang akan termasuk dalam tujuan pembelajaran atau dalam kenyataan adanya kebutuhan untuk semua pembelajaran. Pendesain terlibat dalam analisis pelaksanaan dan proses asesmen kebutuhan untuk mengidentifikasi masalah dengan tepat, dimana hal tersebut bukanlah tugas yang mudah. Kegiatan menyusun rencana pembelajaran merupakan salah satu tugas penting guru dalam memproses pembelajaran siswa. Dalam perspektif kebijakan pendidikan nasional yang dituangkan dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa salah satu komponen dalam penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yaitu adanya tujuan pembelajaran yang di dalamnya menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar. Agar proses pembelajaran dapat terkonsepsikan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk mampu menyusun dan merumuskan tujuan pembelajaran secara jelas dan tegas. Dengan harapan dapat memberikan pemahaman kepada para guru agar dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas dari mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Salah satu sumbangan terbesar dari aliran psikologi behaviorisme terhadap pembelajaran bahwa pembelajaran seyogyanya memiliki tujuan. Gagasan perlunya tujuan dalam pembelajaran pertama kali dikemukakan oleh B.F. Skinner pada tahun 1950. Kemudian diikuti oleh Robert Mager pada tahun 1962 kemudian sejak pada tahun 1970 hingga sekarang penerapannya semakin meluas hampir di seluruh lembaga pendidikan di dunia, termasuk di Indonesia. Merujuk pada tulisan Hamzah B. Uno (2008) berikut ini dikemukakan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli. Robert F. Mager (1962) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh siswa pada kondisi dan

tingkat kompetensi tertentu. Kemp (1977) dan David E. Kapel (1981) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington (1984) bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Sementara itu, Oemar Hamalik (2005) menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran . Meski para ahli memberikan rumusan tujuan pembelajaran yang beragam, tetapi semuanya menunjuk pada esensi yang sama, bahwa : (1) tujuan pembelajaran adalah tercapainya perubahan perilaku atau kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran; (2) tujuan dirumuskan dalam bentuk pernyataan atau deskripsi yang spesifik. Yang menarik untuk digarisbawahi yaitu dari pemikiran Kemp dan David E. Kapel bahwa perumusan tujuan pembelajaran harus diwujudkan dalam bentuk tertulis. Hal ini mengandung implikasi bahwa setiap perencanaan pembelajaran seyogyanya dibuat secara tertulis (written plan). Upaya merumuskan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu, baik bagi guru maupun siswa. Nana Syaodih Sukmadinata (2002) mengidentifikasi 4 (empat) manfaat dari tujuan pembelajaran, yaitu: (1) memudahkan dalam mengkomunikasikan maksud kegiatan belajar mengajar kepada siswa, sehingga siswa dapat melakukan perbuatan belajarnya secara lebih mandiri; (2) memudahkan guru memilih dan menyusun bahan ajar; (3) membantu memudahkan guru menentukan kegiatan belajar dan media pembelajaran; (4) memudahkan guru mengadakan penilaian. Dalam Permendiknas RI No. 52 Tahun 2008 tentang Standar Proses disebutkan bahwa tujuan pembelajaran memberikan petunjuk untuk memilih isi mata pelajaran, menata urutan topik-topik, mengalokasikan waktu, petunjuk dalam memilih alat-alat bantu pengajaran dan prosedur pengajaran, serta menyediakan ukuran (standar) untuk mengukur prestasi belajar siswa.

1. B. Strategi assesmen kebutuhan Asesmen kebutuhan didefinisikan sebagai prosedur yang sistematis dalam melakukan setting prioritas dan pengambilan keputusan mengenai pengalokasian sumber daya dan juga mengenai kegiatan-kegiatan tertentu (Witkin, 1984). Dalam definisi tersebut, pengambilan keputusan merupakan salah satu aktifitas yang berada dalam ruang lingkup asesmen kebutuhan. Namun, proses pengambilan keputusan juga membutuhkan penilaian terkait dengan strategi-strategi alternatif yang ada (Cunningham, 1982). Sebab, secara definitif, pengambilan keputusan diartikan sebagai identifikasi suatu alternatif yang terlihat paling cocok dibandingkan dengan alternatif-alternatif lainnya (Cunningham, 1982). Dan asesmen kebutuhan termasuk didalamnya proses pengambilan keputusan, merupakan aktifitas-aktifitas yang terjadi dalam model pengelolaan penyelenggaraan pendidikan tingkat dasar dan menengah yang disebut dengan MBS.

Menurut Dick & carey (1937) menyatakan ada 3 komponen logika dari asesmen kebutuhan, yaitu : 1). Tidak dapat dipungkiri bahwa standar kompetensi atau tujuan pembelajaran akan mengarah pada keadaan yang diinginkan ; 2). Komponen kedua menentukan keadaan saat ini yang ada pada pelaksanaan standar kompetensi atau tujuan pembelajaran ; 3). Komponen ketiga adalah identifikasi antara keadaan yang diinginkan dan keadaan yang ada saat ini. Hal inilah yang dapat disimpulkan dalam sebuah persamaan yaitu, keadaan yang diinginkan keadaan saat ini = kebutuhan. Logika asesmen kebutuhan berindikasi bahwa pelatihan adalah salah satu solusi yang terbaik untuk sebuah masalah pelaksanaan kemudian asesmen kebutuhan akan digunakan lagi. Hal ini yang disebut pelatihan asesmen kebutuhan atau pembelajaran asesmen kebutuhan akan menghasilkan tujuan pembelajaran sebagai permulaan untuk merancang sebuah desain pembelajaran.

1. C. Kriteria penentuan tujuan pembelajaran Seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, saat ini telah terjadi pergeseran dalam perumusan tujuan pembelajaran. W.James Popham dan Eva L.Baker (2005) mengemukakan pada masa lampau guru diharuskan menuliskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk bahan yang akan dibahas dalam pelajaran, dengan menguraikan topik-topik atau konsepkonsep yang akan dibahas selama berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran pada masa lalu ini tampak lebih mengutamakan pada pentingnya penguasaan bahan bagi siswa dan pada umumnya yang dikembangkan melalui pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered). Namun seiring dengan pergeseran teori dan cara pandang dalam pembelajaran, tujuan pembelajaran yang semula lebih memusatkan pada penguasaan bahan, selanjutnya bergeser menjadi penguasaan kemampuan siswa atau biasa dikenal dengan sebutan penguasaan kompetensi atau performansi. Dalam praktik pendidikan di Indonesia, pergeseran tujuan pembelajaran ini terasa lebih mengemuka sejalan dengan munculnya gagasan penerapan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Selanjutnya, W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menegaskan bahwa seorang guru profesional harus merumuskan tujuan pembelajarannya dalam bentuk perilaku siswa yang dapat diukur yaitu menunjukkan apa yang dapat dilakukan oleh siswa tersebut sesudah mengikuti pelajaran. Dalam sebuah perencanaan pembelajaran tertulis (written plan/RPP), untuk merumuskan tujuan pembelajaran tidak dapat dilakukan secara sembarangan, tetapi harus memenuhi beberapa kaidah atau kriteria tertentu. W. James Popham dan Eva L. Baker (2005) menyarankan dua kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih tujuan pembelajaran, yaitu: (1) preferensi nilai guru yaitu cara pandang dan keyakinan guru mengenai apa yang penting dan seharusnya diajarkan kepada siswa serta bagaimana cara membelajarkannya; dan (2) analisis taksonomi perilaku sebagaimana dikemukakan oleh Bloom. Dengan menganalisis taksonomi perilaku ini, guru akan dapat menentukan dan menitikberatkan bentuk dan jenis pembelajaran yang akan dikembangkan, apakah seorang guru hendak menitikberatkan pada pembelajaran kognitif, afektif ataukah psikomotor.

Mager (Hamzah B. Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran sebaiknya mencakup tiga komponen utama, yaitu: (1) menyatakan apa yang seharusnya dapat dikerjakan siswa selama belajar dan kemampuan apa yang harus dikuasainya pada akhir pelajaran; (2) perlu dinyatakan kondisi dan hambatan yang ada pada saat mendemonstrasikan perilaku tersebut; dan (3) perlu ada petunjuk yang jelas tentang standar penampilan minimum yang dapat diterima. Berkenaan dengan perumusan tujuan performansi, Dick dan Carey (Hamzah Uno, 2008) menyatakan bahwa tujuan pembelajaran terdiri atas: (1) tujuan harus menguraikan apa yang akan dapat dikerjakan atau diperbuat oleh anak didik; (2) menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat yang hadir pada waktu anak didik berbuat; dan (3) menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan Telah dikemukakan di atas bahwa tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara jelas. Dalam hal ini Hamzah B. Uno (2008) menekankan pentingnya penguasaan guru tentang tata bahasa, karena dari rumusan tujuan pembelajaran itulah dapat tergambarkan konsep dan proses berfikir guru yang bersangkutan dalam menuangkan idenya tentang pembelajaran.

1. D. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1. Seorang guru dalam merencanakan pembelajaran dituntut untuk dapat merumuskan tujuan pembelajaran secara tegas dan jelas. 2. Perumusan tujuan pembelajaran dapat memberikan manfaat tertentu bagi guru maupun siswa 3. Saat ini telah terjadi pergeseran dalam merumuskan tujuan pembelajaran dari penguasaan bahan ke penguasan kompetensi. 4. Tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan.

Daftar Pustaka

Dick W. & Carey L. 1937. The systematic design of instruction. Illinois, Glenview : Scott, Foresman and Company Sudrajat Akhmad. 2009. Tujuan pembelajaran sebagai komponen penting dalam pembelajaran. Diakses dari Lets talk about education, tanggal 30 agustus 2009.

Diakses dari asesmen kebutuhan, tanggal 21 september 2008.

Drs. Moh. Uzer Usman. Menjadi Guru Profesional PT Remaja Rosdakarya-bandung 2003. Prof. Dr. Oemar Hamalik. Proses Belajar MengajarBumi Aksara Jakarta 2001

Anda mungkin juga menyukai