Anda di halaman 1dari 12

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

QUIZ MATA KULIAH TOTAL QUALITY MANAGEMENT DALAM PENDIDIKAN DOSEN: Dr. A. L. HARTANI, M.Tesl. Nama Mahasiswa: Aji Vini Vayanti Soal no: 1. BAGAIMANA PERAN MANAJEMEN DAPAT DITERAPKAN DI LINGKUNGAN KERJA ANDA? Jawaban: Di banyak instansi pemerintahan, karyawan tahu lebih banyak tentang pekerjaan mereka daripada manajer mereka. Kenyataan ini harus memaksa organisasi yang masih melekat pada gaya lama, top-down dalam mengelola untuk mengakui bahwa banyak karyawan saat ini sangat mampu mengelola sendiri. Dinas Pendidikan Kota Samarinda merupakan sebuah unit kerja di bawah Pemerintah Kota Samarinda. Satuan unit kerja pemerintahan seringkali dikaitkan dengan birokrasi pemerintahan yang terkenal rumit dan berliku-liku. Hal ini juga diperkuat dengan lemahnya system pemilihan Pimpinan dan Kepala Bagian yang seringkali tidak sesuai dengan latar belakang pekerjaan maupun pendidikan mereka. Untuk itu manajemen menjadi sebuah kekuatan utama yang sangat berperan dalam

keberlangsungan sebuah tata kelola organisasi pemerintahan. Apabila kita berusaha untuk mendefinisikan manajemen, kita langsung berpendapat yaitu seorang manajer yang menempati peran dan yang memiliki otoritas tertinggi di sebuah organisasi. Tapi seperti dalam hal karyawan yang mengelola sendiri, manajemen dipandang sebagai suatu proses yang dapat melibatkan semua orang. Jadi, ketika kita mendefinisikan manajemen sebagai sebuah peran, kita membatasi untuk sesuatu yang mengacu kepada manajer saja. Definisi yang demikian ini tidak hanya
1

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

membatasi tetapi juga tidak memperhitungkan bahwa ada pekerjaan dan tanggung jawab yang telah berubah. Pada pemahaman manajemen klasik, otoritas utama dalam pengelolaan ada pada manajer atau pimpinan. Hal ini berarti alur proses manajerial ada pada Top-Down Management yang memerintah karyawan dengan perencanaan, mengatur dan mengendalikan pekerjaan mereka. Sebenarnya, peran manajemen lebih dari apa yang manajer lakukan melalui karyawan. Ada perubahan fungsi manajemen dewasa ini. Manajemen lebih dari sekedar menyelesaikan pekerjaan melalui karyawan. Karyawan bisa mengelola diri mereka, waktu mereka, dan banyak kegiatan yang tidak memerlukan peran seorang manajer untuk mengaturnya. Itulah sebabnya sekarang ini peranan manajemen bukan hanya menjadi masalah para manajer akan tetapi menjadi masalah bagi semua orang. Peran manajer sekarang ini hanyalah sebuah aplikasi dari manajemen, bukan menyangkut keseluruhan pengelolaan dari manajemen. Lebih jauh lagi keterlibatan karyawan khususnya di biro pemerintahan haruslah bisa dilihat dari pengetahuan inovatif mereka untuk mencapai hal tersebut perlu adanya pemahaman yang tidak sekedar manajemen sebagai pemahaman yang klasik. Pemahaman manajemen modern memandang bahwa setiap karyawan harus bisa melakukan manajemen. Kelompok-kelompok manajemen mandiri menggunakan system yang rumit untuk membantu mereka menyelesaikan tugas dan melihat ukuran kinerja yang bisa dengan mudah dilihat. Karyawan yang mampu mengelola dirinya sendiri tidak perlu diberi pengarahan dan terkadang mereka lebih tahu daripada pimpinan mereka. Sehingga dalam melihat peran manajemen pada dewasa ini perlu dimulai tidak dengan melihatnya dari peran manajer akan tetapi juga harus melhat manajemen dari sebuah proses yang dapat mengarahkan semua karyawan bukan hanya seorang manajer atau pimpinan. Sehingga seorang pimpinan pada lembaga pemerintahan sekarang ini tidak hanya sekedar melakukan perencanaan, pengorganisasian dan

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

kepemimpinan dan pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya saja. Tetapi lebih berperan sebagai Investor, pelanggan, mitra dan pelatih olah raga. Pemimpin sebagai Investor. System kepangkatan dan kenaikan golongan seorang pegawai negeri selalu meningkat setiap empat tahun sekali, hal tersebut tidak memandang kinerja yang ada pada setiap pegawai. Sehingga pemberdayaan karyawan menjadi tanggung jawab pimpinan di instansi pemerintahan.Seorang pemimpin harus bisa mengalokasikan sumber daya yang terbaik, seperti seorang investor. Efektivitas mereka didasarkan pada seberapa baik mereka menggunakan sumber daya mereka. Namun, pimpinan berbeda dari investor dalam dua hal. Pertama, pegawai negeri yang tahu mengelola diri mereka selalu ingin mengetahui pekerjaan yang mereka lakukan, sehingga alokasi apapun perlu dinegosiasikan, tidak memutuskan secara sepihak, sebagai investor yang biasanya akan melakukan dengan uangnya. Kedua, manajer secara aktif mengembangkan orang, tidak seperti investor yang berperan sebagai kepanjangan tangan dari apa yang mereka kelola. Pemimpin sebagai pelanggan, suka atau tidak suka seorang pemimpin di lembaga pemerintahan harus mengakui bahwa bawahannya terkadang lebih mengetahui dan lebih berpengalaman daripada dirinya. Disinilah dituntut sosok seorang pemimpin yang bisa menempatkan dirinya sebagai pelanggan interna yang menggunakan jasa dan tenaga para pegawainya. Sehingga dalam hal ini seorang bawahan bisa lebih proaktif dan mampu

mengindentifikasi kebutuhan pimpinannya. Interaksi semacam ini akan melibatkan komunikasi dua arah dan juga negosiasi sehingga bawahan mungkin akan lebih giat merancang layanan baru untuk ditawarkan kepada pimpinan mereka sebagai cara untuk memajukan karir mereka yang penentuan akhirnya ada di tangan manajemen pimpinan. Pemimpin sebagai mitra. Tidak mungkin bagi seorang pemimpin untuk memahami karakter seluruh bawahannya. Apalagi ketika angkanya beranjak

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

menjadi puluhan bahkan ratusan. Tetapi, ada satu prinsip yang bisa dipegang untuk mampu menjadi sahabat bagi mereka semua. Yaitu dengan menempatkan diri pimpinan sebagai seorang mitra. Mereka adalah pelanggan juga. Keberhasilan lembaga dalam melayani mereka juga akan berdampak pada kepuasan yang ujungnya juga berdampak pada lembaga. Iklim bekerja yang kondusif pasti dibangun oleh pemimpin-pemimpin yang mampu menempatkan bawahannya sebagai mitra. Pemimpin sebagai pelatih olah raga. Seorang pelatih olahraga harus mampu mengasah bakat dasar yang ada pada atlit binaannya, seorang pelatih olahraga harus mampu menilai dan mengukur seberapa besar kemampuan dan potensi dari atlit binaannya. Apabila seorang pimpinan menempatkan bawahannya sebagai binaannya yang harus mampu dia gali dan tingkatkan potensinya maka sebagai bawahan akan bisa menghargai upaya yang dilakukan seorang pimpinan dalam melihat kelemahan ataupun potensi yang ada pada diri mereka. Seorang pimpinan yang menempatkan dirinya seperti pelatih olahraga akan menerapkan jiwa sportivitas pada setiap bawahannya dengan menolong mereka mengakui dan juga memperbaiki setiap kesalahan yang mereka perbuat dalam upaya meningkatkan pelayanan public. Referensi: 1. Joan Magretta, What Management Is, Profile Books, 2003 2. Julian Birkinshaw, Reinventing Management, Ivey Business Journal Online, Jan/Feb 2010. 3. Mitch McCrimmon, Leadership and Management Reinvented, Ivey Business Journal Online, Jan/Feb 2010.

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

Soal no: 2. BAGAIMANA PRINSIP-PRINSIP POKOK TQM DAPAT

DITERAPKAN DILINGKUNGAN KERJA ANDA?

TQM adalah pendekatan berorientasi pelanggan yang memperkenalkan perubahan manajemen yang sistematik dan perbaikan terus menerus terhadap proses, produk dan pelayanan suatu organisasi. 4 prinsip utama dari TQM adalah kepuasan pelanggan, respek terhadap setiap orang, manajemen berdasarkan fakta, dan perbaikan

berkesinambungan (Tjiptono&Diana, 2003, p. 14-15). Jika sebuah lembaga pemerintahan melakukan penerapan prinsip-prinsip TQM tersebut dapat dipastikan akan terjadi banyak hambatan dalam menerapkannya melihat karakteristik dari lembaga pemerintahan sebagai berikut: Organisasi Pemerintah yang Kaku. Pengalaman global menunjukkan budaya organisasi, baik di sektor swasta maupun sektor publik, sangat sulit untuk dirubah. Faktor-faktor yang membentuk budaya organisasi adalah struktur kekuasaan, sistem administrasi, proses kerja, kepemimpinan, predisposisi pegawai serta praktek-praktek manajemen. Birokasi pemerintah Indonesia sangat lambat dalam mentransformasi diri dari struktur top-down menuju sistem bottom-up yang desentralistik. Undang undang desentralisasi dan otonomi daerah memberi kerangka baru mengenai cara penyediaan dan pembiayaan pelayanan pemerintah. Dan meskipun TQM berpotensi untuk menanggulangi hal-hal yang bisa menghambat pengadaan pelayanan yang lebih berorientasi pelanggan dan partisipatif, namun perlu disadari bahwa perubahan subtansial yang ingin dicapai akan memakan waktu lama untuk mewujudkannya.

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

Disfungsi Sistem Organisasi. Kerapkali organisasi pemerintah memiliki misi ganda bahkan kadang tumpang tindih. Dan hanya sedikit lembaga pemerintah yang memiliki akuntabilitas di mata masyarakat, jarang sekali ada sanksi bagi lembaga yang memiliki kinerja buruk dan nyaris tidak ada persaingan langsung. Keadaan ini sangat berbeda dengan yang terjadi pada sektor swasta dimana mereka berjalan dengan sistem yang lebih "fungsional", seperti ekonomi pasar, memiliki misi yang lebih jelas, dan akuntabel di mata pelanggan mereka. Memang ada beberapa mekanisme untuk menghargai kinerja. Sebagai contoh, struktur sekarang tidak memberi ruang untuk kenaikan gaji berdasarkan kinerja, sehingga semua pegawai mendapatkan gaji yang sama, tanpa mempertimbangkan mutu kerja mereka. Jadi meski ada pegawai yang suka terlambat bahkan tidak masuk kantor sekalipun, tetap menerima gaji sama besarnya dengan mereka yang bekerja untuk perbaikan pelayanan. Wewenang untuk merubah sistem ini dipegang oleh departemen pemerintah yang lain, walhasil, para pegawai di daerah kerap frustasi karena insentif untuk berinovasi terhambat. Pengambilan Keputusan yang Tradisional dan Sentralistik. Meskipun perlahan-lahan pemerintah mulai menerapkan desentralisasi, namun

pemerintah tingkat daerah masih tetap ada kecenderungan untuk bertindak dengan gaya top-down. Untuk merubah pendekatan mekanistik dalam perencanaan dan pelaksanaan program ini, memakan waktu bertahun-tahun. Struktur Wewenang yang Sangat Hierarkis. Di Indonesia, karakterisasi sektor publik dilakukan secara tradisonal berdasarkan stratifikasi status, dimana manajer senior memegang wewenang yang amat besar. Struktur ini harus dirombak secara radikal, jika ingin mengadopsi pendekatan TQM. Di masa lalu, setiap staf telah diberi tugas dan tanggung jawab dan diharapkan menjalankannya dengan dependensi tertentu kepada orang lain. Untuk beralih dari keadaan yang sangat struktural menuju ke lingkungan yang lebih fleksibel dan tidak terlalu hierarkis bisa menjadi bumerang. Tantangan bagi para manajer adalah menciptakan lingkungan dimana tingkat wewenang, minimal bisa "dilperlebar".
6

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

Lemahnya Komitmen para Manajer Senior. Biasanya, tanggapan awal terhadap TQM cukup positif, namun kerap hanya dalam bentuk dukungan verbal semata. Masalah mulai muncul ketika diperlukan dukungan aktif dari para manajer senior untuk menciptakan atmosfer yang kondusif, dimana staf bisa bereksperimen dan mempelajari pendekatan baru tanpa takut disalahkan, atau ketika terjadi tekanan untuk melaksanakan "proyek pesanan " (top-down). Keadaan ini bisa menyempitkan ruang lingkup TQM dan membuatnya tidak bisa berjalan dalam jangka panjang. Dalam studi banding program TQM pada kantor-kantor Dinas diketahui bahwa tipe kepemimpinan sangat instrumental dalam menanggulangi masalah tersebut. Jika

manajemen senior hanya memberikan dukungan verbal, maka staf akan merespon prinsip-prinsip TQM hanya di mulut saja. Sebaliknya, jika manajemen senior berpartispasi aktif dalam proses, maka akan terjadi perubahan kualitatif mengenai kinerja para staf. Jika kita benar-benar berkomitmen dalam meningkatkan mutu dengan berpegangan pada prinsip-prinsip utama TQM tersebut diperlukan

kepemimpinan yang sangat mengerti akan pentingnya mutu di segala bagian di organisasi. Pemimpin yang mengerti dan berkomitmen akan menyebabkan bawahannya ikut berkomitmen akan pentingnnya mutu. Jika pemimpin dan bawahan berkomitmen dan akan membuka kemudahan public baik yang dari segi

pembiayaan

mendapatkan

akuntanbilitas

memang

didambakan oleh masyarakat yang dalam hal ini adalah pelanggan utama pada lembaga pemerintahan. Referensi: 1. Fandy Tjiptono & Anastasia Diana, Total Quality Management, Penerbit Andy, Jogjakarta, 2003. 2. Markus Lynee M. and Tanis Cornelis, The Enterprise System Experience From Adoption to Success, Framing the Domains of IT Research: Glimpsing the Future through the Past, Pinnaflex Educational Resources, Cincinnati, OH, USA, pp. 173-207, 2000

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

Soal no: 3. BAGAIMANA ANDA MENJELASKAN MODEL TQM (BILL

CREECH) INI DALAM PENERAPANNYA DI LINGKUNGAN KERJA ANDA

Bill Creech mengemukakan sebuah model dari manajemen mutu yang lebih dikenal dengan 5 pillars of TQM. Lima Pilar TQM yang terdiri atas produk, proses, organisasi, pemimpin, dan komitmen, (Creech,1996). Menurut

Creech, produk atau jasa merupakan titik pusat bagi tujuan dan prestasi sebuah organisasi. Kualitas sebuah produk atau jasa tidak mungkin ada tanpa kualitas di dalam proses. Kualitas dalam proses tidak mungkin terjadi tanpa adanya organisasi yang tepat. Organisasi akan menentukan kesehatan dan vitalitas keseluruhan sistem manajemen karena itu ditempatkan di tengah-tengah kelima pilar TQM . Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa kepemimpinan yang memadai. Komitmen yang kuat dari bawah ke atas merupakan pilar pendukung bagi pilar-pilar lain. Setiap pilar tersebut tergantung pada empat pilar yang lain dan apabila ada salah satu pilar yang lemah, semuanya akan turut lemah.

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

Ada empat criteria menurut Creech agar program TQM dapat sukses di sebuah organisasi: 1. Pertama, program tersebut harus didasarkan pada kesadaran akan kualitas dan berorientasi pada kualitas dalam aktivitasnya, termasuk dalam setiap proses dan produk/jasa. 2. Kedua, program tersebut harus memiliki sifat kemanusiaan yang kuat untuk menerjemahkan kualitas dalam cara memperlakukan karyawan, selalu diikutsertakan dan diberi inspirasi. 3. Ketiga, program TQM harus didasarkan pada pendekatan

desentralisasi yang memberikan wewenang di semua tingkatan, terutama pada lini depan sehingga antusias keterlibatan dan ditujuan bersama menjadi kenyataan dan bukan sekadar slogan. 4. Keempat, TQM harus diterapkan secara menyeluruh sehingga semua prinsip, kebijakan, dan kebiasaan setiap sudut dan celah-celah organisasi. Bangun pendekatan TQM anda, dan prinsip-prinsipnya, pada lima buah pilar sistem: PRODUK - PROSES - ORGANISASI - KEPEMIMPINAN KOMITMEN.

Elaborasi dari kelima pilar tersebut apabila diterapkan dalam sebuah organisasi pemerintahan adalah: Setiap elemen di organisasi harus menyadari bahwa PRODUK adalah titik fokus untuk tujuan dan pencapaian organisasi, mutu dalam produk tidak mungkin dicapai tanpa mutu dalam PROSES. Mutu dalam proses tidak mungkin dicapai tanpa ORGANISASI yang tepat. Organisasi yang tepat tidak ada artinya tanpa KEPEMIMPINAN yang memadai. KOMITMEN yang kuat dari bawah ke atas merupakan dukungan pilar untuk pilar yang lain. Setiap pilar tergantung pada empat pilar yang lain, dan bila ada salah satu yang lemah, semuanya akan lemah.

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

Sehingga dalam menerapkannya diperlukan karakter dan budaya organisasi yang mantap, yang berpusat pada semangat kemanusiaan dimana prinsip tersebut dipahami secara menyeluruh dan dipraktekkan secara luas oleh semua anggota organisasi. Pimpinan harus bisa memberi kekuatan pada prinsip tersebut lewat desakan, kegigihan dan konsistensi. Tekankan pada etiket bertingkah laku, integritas dan rasa hormat dalam semua usaha. Prinsip-prinsip mengalir dari atas ke bawah, tetapi kekuatan harus mengalir dari bawah ke atas.

Kekuatan dari karakter dan budaya organisasi yang bersifat bottom up tersebut akan lebih baik apabila diterapkan dengan system desentralisasi dengan struktur team work yang membangun komitmen yang kuat dari semua orang untuk mutu dan produktivitas yang tinggi. Karena organisasi adalah pilar yang ditengah, pilar ini mempengaruhi pilar yang lain, sehingga system desentralisasi harus disertai wewenang desentralisasi yang menyeluruh dengan mengkombinasikan wewenang dan tanggung jawab dengan membangun komitmen bagi semua orang, memperbaiki peraturan, merampingkan pekerjaan administrasi,

memendekkan siklus waktu dan mempertahankan perpaduan dan kendali kinerja karyawan dengan insentif, bukan otoriter. Produk yang merupakan titik pusat dari keberhasilan organisasi harus bisa menjadi focus utama dalam melihat apa yang dihasilkan karyawan, seorang pemimpin yang baik tidak akan melihat hanya pada pekerjaan bawahan akan tetapi pada produk mereka. Karena pekerjaan seseorang bersifat

memperhatikan diri sendiri. Sehingga seorang pemimpin harus bisa membangun pengertian menghasilkan produk yang dihasilkan oleh team work. Penghasilan produk yang sukses seharusnya dapat dirayakan kesuksesannya oleh setiap orang yang ada di organisasi. Keberhasilan tersebut juga harus ditunjang dengan pemberian insentif yang cukup luas untuk inisiatif, kecerdikan dan inovasi yang telah dilakukan,

10

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

sehingga akan tercipta keinginan yang kuat untuk perbaikan berkelanjutan dalam setiap kegiatan. Mutu dan produktivitas yang ada pada beberapa tahap produksi/proses harus bisa diukur. Pengukuran dapat dilakukan dengan menggunakan benchmark kuantifikasi untuk menentukan kemajuan lembaga. Hal tersebut dapat dilakukan dengan memperluas objektivitas melalui penggunaan data, fakta dan survey yang luas. Penggunaan pembanding untuk menghidupkan data dan memberikan relevansi serta penggunaan sasaran dan pencatatan skor adalah merupakan pengukuran mutu dan produktivitas dengan benchmarking. Ukurlah mutu dan produktivitas pada beberapa tahap produk/proses. Gunakan bencmark (patok duga) kuantifikasi untuk menentukan kemajuan anda - dan juga keperluan anda. Perluas obyektifitas lewat penggunaan data, fakta dan survei yang luas. Gunakan pembanding untuk menghidupkan data dan memberikan relevansi. Gunakan sasaran dan pencatatan skor untuk membuat desentralisasi, dan menciptakan kepemilikan. Penanaman pentingnya mutu dan produk dalam lembaga pemerintahan memang tidak mudah dilakukan. terkait dengan pelibatan karyawan sebagai human capital yang menjalankan kegiatan yang ada dapat ditingkatkan dengan pemberian pelatihan di tempat kerja seperti pelatihan formal untuk pengertian mutu dan keahlian yang tepat di setiap tingkat - termasuk pada tingkat senior. Pemimpin di setiap tingkat harus menjadi guru yang dapat menciptakan pemimpin, Pemimpin menciptakan pemimpin. Pelatihan ditempat kerja dan ad hoc merupakan bagian kunci, tetapi itu baru sebagian saja. Pelatihan formal vital untuk pengertian mutu dan keahlian yang memadai. Buat semua pelatihan menjadi spesifik pada prinsip, metode dan sasaran kunci. Adakan pelatihan untuk semua karyawan dari. Pemimpin disetiap tingkat harus menjadi guru. Pemimpin menciptakan pemimipin. Di atas hal itu semua yang terpenting adalah membangun Total Quality Management diatas lima pilar. Membagun Total Quality Management tidak
11

S3-Manajemen Pendidikan-UNJ

rumit atau misterius. Tidak perlu semuanya dilakukan sekaligus. Tetapi diperlukan tindakan - bukan hanya kata - kata. Sebuah slogan bukan sebuah system. Sistem tidak sulit untuk diterapkan, mulailah dengan prinsip-prinsip system ini. Perusahaan yang paling baik di dunia, menggunakannya untuk mengalahkan pesaing. Semua yang menggunakan prinsip tersebut akan meraih mutu, produktivitas dan sukses yang jauh lebih baik. Referensi: 1. Creech, Bill, Lima Pilar TQM, Cara Membuat Total Quality Management Bekerja Bagi Anda, Binarupa Aksara, Jakarta 1996 2. Jaspreet Gill, (2009) "Quality follows quality: add quality to the business and quality will multiply the profits", The TQM Journal, Vol. 21 Iss: 5, pp.530 539.

12

Anda mungkin juga menyukai