Anda di halaman 1dari 8

LUKA BAKAR

Definisi : Kerusakan / kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas : api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Prognosis penderita diramalkan jelek bila : luas luka bakar + umur penderita > 80 (dr.med Puruhito). Tindakan pertama yang dilakukan pada penderita : Menyelamatkan penderita dengan mengatasi syok , rasa nyeri Usaha menyembuhkan / menghindarkan hilangnya fungsi dari organ yang terbakar. Anatomi Kulit Fungsi Kulit : Mencegah kehilangan cairan sehingga tidak terjadi syok hipovolemik Mencegah infeksi supaya tidak timbul Sepsis Pembungkus elastis dari sendi supaya tidak terjadi kekakuan sendi / kontraktur Fase Luka Bakar Fase Awal/Akut/shock Keadaan yang ditimbulkan berupa : a. Cedera Inhalasi Mekanisme trauma dibagi 3 : 1. Inhalasi Carbon Monoksida (CO) CO merupakan gas yang dapat merusak oksigenasi jaringan , dalam darah berikatan dengan Hb dan memisahkan Hb dengan O2 sehingga akan menghalangi penggunaan oksigen. 2. Trauma panas langsung mengenai saluran nafas Sering mengenai saluran nafas bagian atas jarang mengenai bagian bawah karena sebelum mencapai trachea secara reflek terjadi penutupan plica dan penghentian spasme laryng. Edema mukosa akan timbul pada saluran nafas bagian atas yang menyebabkan obstruksi lumen, 8 jam pasca cedera. Komplikasi trauma ini merupakan penyebab kematian terbanyak. 3. Efek samping sisa pembakaran Gas karosen, aldehid akan mengiritasi mukosa membran karena merupkan toksik yang iritan. b. Cedera Termis Menimbulkan gangguan sirkulasi keseimbangan cairan & elektrolit, sehingga berakibat terjadi perubahan permeabilitas kapiler dan menyebabkan odema selanjutnya terjadi syok hipovolemi. Kejadian ini akan menimbulkan : Paru Perubahan inflamatorik mukosa bagian nafas bawah, akan menimbulkan gangguan difusi oksigen Acquired Respiratory Distress Syndrome(ARDS), ini akan timbul hari ke-4,5 pasca cedera termis

Hepar SGOT, SGPT meningkat Ginjal ARF menjadi ATN Lambung Stres Ulcer Usus Illeus menyebabkan translokasi bakteri kemudian terjadi sepsis yang menyebabkan perforasi akhirnya terjadilah peritonitis Fase Sub-Akut Terjadi setelah shock teratasi, luka terbuka disini akan menimbulkan : Proses Inflamasi disertai eksudasi dan kebocoran protein Infeksi yang menimbulkan sepsis Proses penguapan cairan tubuh disertai panas(evaporasi heat loss) Fase Lanjut Terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi. Masalah yang timbul adalah jaringan parut, kontraktur dan deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ strukturil. Klasifikasi Luka Bakar A. Berdasarkan Penyebab Suhu Baik panas ataupun dingin (frost bite), pada ujung ekstremitas dapat menimbulkan nekrosis akibat dingin. Penanganan dengan pemberian antibiotik propilaksis sampai putus dengan sendirinya, karena puntungnya akan lebih baik hasilnya dari amputasi. Listrik , akibat terkena petir Kimia Radiasi Laser , CO2 laser B. Berdasarkan Kedalaman kerusakan jaringan Derajat I (superficial skin burn) Hanya reaksi inflamasi, kerusakan mengenai epidermis Kulit kering, merah (erithema) Nyeri karena ujung saraf sensorik teriritasi Sembuh spontan 5 10 hari Derajat II (partial skin burn) Kerusakan meliputi dermis, sebagian dermis masih ada yang sehat Bula (+) , bila bula pecah terlihat luka basah kemerahan Nyeri (+) , Pin prick test (+) Sembuh dalam 2-3 minggu.Tak perlu flapping Derajat III (Full thickness skin burn) Kerusakan seluruh tebal dermis, bisa sampai subcutis, tidak ada epitel kulit yang sehat. Terjadi

koagulasi protein dikenal sebagai ESCAR. Bula (-), bila bula pecah lukanya kering warna abu-abu Nyeri (-), karena ujung saraf sensorik rusak, Pin prick test(-) Penyembuhan sulit perlu cangkok kulit (STSG)

Luas Luka Bakar : Dewasa : Hukum 9 (Rule Of Nine(s)) atau anak Table Lund & Bowder - Permukaan kepala : 9 % - Permukaan pinggang : 9 % - Permukaan setiap lengan: 9 % - Permukaan paha : 9 % - Permukaan dada : 9 % - Permukaan betis : 9 % - Permukaan perut : 9 % - Perineum & genital : 9 % - Permukaan punggung : 9 % - Telapak tangan : 1 % Bayi : Rumus 10 Anak : Rumus 10-15-10 Atau menggunakan tabel Lund & Browder - Kepala leher : 15 % - Depan belakang : 20 % - Ekstermitas atas kanan kiri : 10 % - Ekstremitas bawah ka/kiri : 15 %

Kategori Penderita Luka Bakar : 1. Luka Bakar Berat / kritis - Derajat II-III > 40% - Derajat III pada muka, tangan, kaki - Trauma jalan nafas tanpa memikirkan luas luka bakar - Trauma listrik - Disertai trauma lainnya , misal fraktur 2. Luka Bakar Sedang - Derajat II 15-40% - Derajat III < 10% , kecuali muka, tangan dan kaki 3. Luka Bakar Ringan - Derajat II < 15% - Derajat III < 2% kategori ini untuk kepentingan prognosis berhubungan dengan angka morbiditas dan mortalitas

Prognosis dan Berat ringannya luka bakar ditentukan : Kedalaman : derajat I, II atau III Luasnya : ditentukan prosentase Daerah yang terkena Usia Keadaan kesehatan Indikasi rawat inap : Dewasa derajat II > 15 % Anak & orang tua derajat II > 10 % Derajat III > 10 % Luka pada : wajah, tangan, genital/perineal Penyebabnya : kimia dan listrik Menderita penyakit lain : DM, hipertensi Penderita dengan luka bakar > 40% diusahakan pemasangan CVP Bila Luas luka bakar : - < 20% , tubuh masih bisa kompensasi - > 20% , shock hipovolemik (perpindahan cairan intra ke ekstravasculer) Prinsip Penanganan : Api masih hidup Jika api masih hidup penderita disuruh berhenti, menjatuhkan diri dan berguling di lantai / tanah (stop drop roll) Hilangkan heat-restore , bila < 15 menit siram air dingin ABC Airway , trauma inhalasi, pasang ET Breathing Bila terjadi Eschar (kulit kaku), lakukan Escharektomi, karena dapat menimbulkan sukar nafas. Bila perlu lakukan zebra incision pada tulang iga Circulation Digunakan formula Baxter dengan larutan Ringer Laktat, jangan memakai NaCl karena Cl memperberat asidosis. Formula Baxter : 4 cc/24jam x BB x %LB Cara pemberian : - 8 jam pertama 50% (sejak kejadian LB) - 16 jam kedua 50% Untuk anak-anak : 2 cc x BB x % LB = a cc < 1 tahun : BB x 100 cc 1 3 tahun : BB x 75 cc 3 5 tahun : BB x 50 cc b cc Kebutuhan total = a x b , memakai lar RL : Dextran = 17:3

Perawatan Luka Bakar : Derajat I : - Cuci NaCl 500 cc - Zalf Bioplasenton untuk mencegah kuman masuk/infeksi Derajat II : - Cuci lar savlon 5 cc dalam NaCl 500 cc - Sufratul - Tutup verband steril tebal , ganti tiap minggu Derajat III : - Cuci lar savlon 5 cc dalam NaCl 500 cc tiap hari - Debridemen tiap hari - Escharektomi - Dermazin/Burnazin (sulfadiazin) tiap hari Hari ke-7 dimandikan air biasa, setelah mandi daerah luka didesinfektan sol savlon 1 : 30 Luka dibuka 3 4 hari jika tidak ada infeksi / jaringan nekrose Posisi Penderita : Ekstremitas sendi yang luka posisi fleksi / ekstensi maksimal Leher & muka defleksi, semi fowler (bantal di punggung) Eskarektomi dilakukan bila luka melingkar atau berpotensi penekanan Skin Graft dilakukan bila : Luka grade II dalam 3 minggu tak sembuh Luka grade III setelah eksisi Terdapat granulasi luas ( diameter > 3 cm) Medikasi : Antibiotika ( bila < 6 jam) diberikan Sefalosporin generasi III Analgetika Antasid (H2 blocker ) , untuk mencegah stress ulcer ATS / Toxod Nutrisi dan Roborantia TKTP diberikan oral secepat mungkin Kebutuhan kalori menurut Formula Curreri : Dewasa = 25 cal/KgBB + 40 cal% LB Anak = 60 cal/KgBB + 35 cal% LB Roboransia vit C (setelah 2 minggu), vit b, vit A 10.000 U Pemeriksaan Laboratorium : Hb, Ht, albumin pada hari I, II, III Elektrolit setiap hari pada minggu I RFT & LFT pada hari ke II dan setiap minggu

Kultur kuman hari I, II, III Lain-lain Bila terjadi Ileus, stop makan/minum, pasang NGT LB > 40%, pasang CVP selama 4 hari, bila sampai 1 minggu ganti kateter Oliguri , berikan cairan cukup (CVP normal) dilakukan tes terapi manitol Dewasa = 10 cc/10-20 menit diulang tiap 6 jam Anak = 0,2 mg/KgBB / 14-20 menit Zona luka bakar : 1. Zona koagulasi : Daerah yang langsung mengalami kerusakan (koagulasi Protein) akibat pengaruh panas. 2. Zona Stasis : Daerah yang berada di luar Zona koagulasiterjdi, pada daerah ini terjadi kerusakan enotel pembuluh darah , trombosit, lekosit, dan gangguan perfusijaringan, perubahan permeabilitas kapiler. 3. Zona Hiperemi : Daerah di luar zona stasis dimana terjadi vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi.

SIRS , SDOM dan Sepsis Pada Luka Bakar Ada dua teori yang menjelaskan timbulnya SRIS,SDOM dan sepsis pada luka bakar, yang mana keduanya dapat terjadi secara bersamaan. Syok pada luka bakar mengakibatkan terjadinya penurunan sirkulasi di daerah splanknikus, yang mengakibatkan berkurangnya perfusi mesenterial sehingga perfusi jaringan usus terganggu . Hal ini mengakibatkan kerusakan mukosa usus karena proses iskemia, sehingga fungsi mukosa sebagai barier berkurang / hilang, ini mengakibatkan flora normal usus mengalami translokasi , sehingga kuman yang bersifat komensal, berubah menjadi oportunistik. Keadaan ini akan diperberat bila pasien dipuasakan , proses degenerasi mukosa usus akan berlanjut dan terjadi atrofi mukosa usus. Pendapat kedua menjelaskan , bahwa pada luka bakar kerusakan jaringan akibat cedera termis menyebabkan dilepaskannya lipid protein kompleks yang sebelumnya dikenal dengan nama Burn Toxin. Lipid protein kompleks memiliki toksisitas dengan kekuatan ribuan kali dari enterotoksin dalam merangsang pelepasan mediator inflamasi. Pelepasan LPC ini tidak ada hubungannya dengan proses infeksi. Respon yang timbul mula-mula bersifat lokal terbatas pada jaringan yang cedera, kemudian berkembang menjadi suatu bentuk respon sistemik.yang dikenal dengan SRIS. SRIS adalah suatu bentuk respon klinis sistemis terhadap berbagai stimulus klinik yang dapat berupa infection, injury, inflammation, inadequate blood flow dan ischemia. SDOM adalah kumpulan gejala dengan adanya gangguan fungsi organ pada pasen sedemikian rupa sehingga homeostasis tidak dapat dipertahankan tanpa intervensi. SRIS selalu berkaitan

dengan SDOM karena SDOM merupakan akhir dari SIRS. Bila penyebab dari SIRS adalah suatu infeksi maka disebut sebagai SEPSIS Kriteria klinis mengikuti American College of Chest Phycsions and the Society of Critical Care Medicine tahun 1991, adalah bila didapati 2 atau lebih manifestasi berikut selama baeberapa hari berturut, turut yaitu : Hipertermia (suhu > 38 C ) atau hipertermia (sushu <36 C) Tkhikardi(frekuensi nadi > 90 kali permenit) Takhipnu (frekuensi nafas >20 kali permenit) atau tekanan parsial CO2 rendah (PaCO2 <32 mmHg) Leukositosis ( jumlah lekosit >12.000) , lekopeni <>10 % netrofil dalam bentuk imatur Resusitasi Cairan Pada Luka Bakar Masalah yang dihadapi pada penenganan fase akut dari luka bakar adalah gangguan pernapasan dan hipovolemik syok. Syok merupakan suatu kondisi klinik gangguan sirkulasi yang menyebabkan ganggua perfusi dan oksigenasi sel atau jaringan . Jumlah cairan yang hilang dalam syok lebih dari 25 % dari volume cairan tubuh. Sel atau jaringan yang mengalami gangguan perfusi akan menjadi iskemik dan mungkin berakhir dengan nekrosis. Sehingga penanganan syok yang berorientasi pada kenyataan ini memerlukan tindakan dalam waktu singkat, pemberian cairan secara cepat menggunakan beberapa jalur intravena bila perlu melalui akses vaskuler langsung. Penatalaksanaan resusitasi cairan dilakukan berdasarkan regimen terapi cairan yang ada, namun perlu dicatat bahwa rumus itu hanya sekedar usaha untuk memperoleh carajumlah kebutuhan cairan dengan hitungan yang tegas, bukan suatu patokan yang memiliki nilai mutlak, karena pemberian cairan sebenarnya berdasarkan kebutuhan sirkulasi yang dinamik dari waktu ke waktu, yang harus dimonitor oleh parameter parameter tertentu Patokan pemberian cairan yang terbaik adalah klinis yang memberikan perubahan : Produksi urin perjam, menggambarkan baik tidaknya sirkulasi perifer Frekuensi pernafasan, memggambarkan fungsi paru secara langsung dan gambaran sirkulasi secara tidak langsung. Kadar HB dan HMT, vasokonstriksi dan hipovoemia memberi kan perubahan gambaran hemokonsentrasi CVP, paling akurat memberi informasi volume cairan yang dalam sirkulasi. Pitt fall yang harus dipertimbangkan dalam resusitaasi adalah : Melakukan perhitngan luka bakar saat luka belum dibersihkan akan memberikan kesalahan perhitungan yang besa Perhitungan dewasa berbeda dengan anak/bayi Patokan luas permukaan telapak tangan adalah telapak tangan pasien bukan pemeriksa Pengukuran BB hanya berdasarkan perkiraan Pemilihan jenis cairan Pengembalian cairan pada luka bakar merupakan hal yang sangat penting. Resusitasi yang adekuat akan memberi kestabilan dan mengembalikan curah jantung dan tekanan darah ke nilai normalnya.

Cairan resusitasi yang terbaik adalah bila diimbangi dengan kadar elektrolit. Pada formula Evans Brooke, pemberian koloid (darah) bertujuan untuk : mengatasi penurunan HB, disamping itu koloid akan menarik cairan yang mengalami pasasi ekstravaskuler, alasan ini dianggap tidak tepat karena: Syok yang terjadi adalah syok hipovoleia yang hanya memerlukan penggantian cairan. Penurunan kadar HB terjadi karena perlekan eritrosit , trombosit, lekosit dan komponen sel pada dinding pembuluh darah kapiler darah yang mengalami vasokonstriksi sehingga sefara klinis tampak sebagai kondisi anemia Sementara terjadi gangguan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan kebocoran plasma pemberian koloid tidak akan efektif dan akan menaikkan beban jantung, paru dan ginjal. Pemberian cairan isotonis yang diperkaya denagan elektrolit Koloid / plasma diberikan (bila diperlukan) setelah sirkulasi mengalami pemulihan (>24-36 jam) Sampai sekarang diyakini RL merupakan cairan yang paling sering diberikan pada resusitasi luka bakar. RL merupakan cairan isotonic terbaik yang mendekati komposisi cairan ekstraseluler. Cairan yang diproduksi terkini adalah Ringer Asetat (AR) yang mengandung bikarbonat disampngg laktat. RL dan AR merupakan cairan fisiologi yang berbeda dalam hal sumber bikarbonat . RL mengandung 27 mmol laktat perliter, sedang AR mengandung 27 mmol asetat perliter.(Kveim cit Yefta, 2001) dilakukan penelitian dengan membandingkan penggnaan AR dan RL sebagai larutan yang digunakan dalam resusitasi syok hemoragik. Pada pemberian RL terjadi akumulasi ion ion laktat, sementara pada pemberian AR dimana asetat segera dimetabolisme dengan cepat (meskipun dalam keadaan syok) dengan AR ini akan diikuti dengan perbaikan asam basa. (Connahan cit Yefta, 2001) membandingkan pemberian cairan resusitasi pada luka bakar derajat III , dengan menilai Fungsi miokard, kadar fosfat berenergi tiggi (ATP,CTP) dan survival rate nya. Curah jantung pada pemberian RL jelas menunjukkan perbaikan tetapi masih dibawah nilai pada kondisi normal, sedang pemberian Asering curah jantung membaik, yang dapat dijelaskan akibat vasodilatasi dan perbaikan aliran koroner yang diinduksi oleh asetat. Survaival rate pada pemberian RL 24 jam pertama 87-100 % setelah 48 jam survival AR lebih tinggi. RL memberikan keuntungan sesaat , namun tidak jangka panjang, hal ini diduga karena efek toksisk akibat pemberian laktat. AR memiliki tosisitas rendah., konversinya menjadi karbonat terjadi dalam waktu cepat dan menghasilkan ATP dan CTP yang merupakan bahan bakar jantung. http://www.bedahugm.net/Bedah-Plastik/LUKA-BAKAR.html

Anda mungkin juga menyukai