Anda di halaman 1dari 15

A. Teori Caput Succedaneum 1.

Pengertian Caput succedaneum merupakan salah satu dari kejadian trauma kepala bayi, dan berikut beberapa pengertiannya. a. Caput succedaneum adalah pada bagian kepala terjadi oedema sebagai akibat pengeluaran serum dari pembuluh darah (Wiknjosastro, 2002 dalam Pratiwi, 2008). b. Pembengkakan pada suatu tempat dan kepala atau adanya timbunan getah bening bawah lapisan apenorose di luar periostium (Nurvita, 2005). c. Caput Succedeneum adalah pembengkakan edematosa pada jaringan subkutan jaringan fetus. Keadaan ini terjadi setelah terjadinya membrane pecah awal pada kala satu persalinan karena tidak adanya kantong penyimpan air yang akan menahan tekanan cervix yang berdilatasi terhadap kepala fetus (Verralls, 2003). d. Caput succedaneum adalah pembengkakan difus jaringan lunak kepala, yang dapat melampaui sutura garis tengah (Saifuddin, 2006 dalam Pratiwi, 2008). e. Caput succedaneum: pembengkakan jaringan di atas bagian presentasi kepala janin yang keluar, yang diakibatkan tekanan selama persalinan (Bobok, 2004). Jadi, Caput succedaneum adalah pembengkakan difus pada jaringan lunak karena adanya timbunan getah bening bawah lapisan apenorose diluar periostium yang terjadi setelah terjadinya membrane pecah awal pada kala satu persalinan karena tidak adanya kantong penyimpan air yang akan menahan tekanan cervix yang berdilatasi terhadap kepala fetus dan akibat tekanan selama persalinan. Ukuran dan letak dari caput succedaneum itu bermacammacam, seperti yang dijelaskan oleh Oxorn, bahwa letak caput

tergantung pada posisi bayi. Pada posisi occipitoanterior (OA) caput terbentuk di vertex, yakni di sebelah kanan sutura sagittalis pada occipitianterior kiri (LOA) dan sebelah kiri pada occipitiantori kanan (ROA). Pada waktu fleksi menjadi lebih jelas dalam persalinan maka bagian belakang vertex menjadi bagian terendah dan caput terbentuk pada daerah itu, sedikit disebelah kanan atau kiri dari sebelumnya. Jadi kalau posisinya LOA maka caput terletak di bagian belakang os parietale kanan, dan pada ROA di bagian belakang os parientale kiri (oxorn, 2010). Besar kecilnya caput succedaneum merupakan beratnya tekanan yang dikenakan pada kepala. Caput yang besar menunjukan adanya tekanan yang berat dari atas dan tahanan dari bawah. Caput yang kecil dijumpai pada his yang lemah atau tahanan yang ringan. Caput terbesar didapatkan pada panggul yang sempit setelah partus yang lama dan sukar. Pada partus lama caput yang besar menunjukan kemungkinan adanya disproporsi kepala panggul atau posisi occipititoposterior, sedang caput yang kecil kemungkinan terjadi adanya inertia uteri (Oxorn, 2010). Pada pemeriksaan vagina atau rectal pemeriksaan harus hatihati dalam membedakan antara turunnya kepala dengan caput. Caput yang membesar dan dapat dikira kepala yang turun, padahal sebenarnya ada hambatan dalam penurunan kepala. Caput yang menjadi semakin besar merupakan indikasi untuk penilaian kembali situasi. Caput terlihat pada waktu lahir, mulai menghilang segera sesudahnya dan umumnya akan hilang sama sekali setelah 24 sampai 36 jam (Oxorn, 2010). 2. Etiologi

Menurut Moctar (1998), terjadinya caput succedaneum disebabkan karena: f. g. Partus lama. Partus obstruksi.

h.

Pertolongan persalinan dengan vacum ekstraksi (dalam

Pratiwi, 2008). Nurvita (2005), menjelaskan bahwa caput suksedanum terjadi bila : 3. Ketuban sudah pecah His cukup kuat, makin kuat his, makin besar caput suksedaneum Anak hidup, tidak terjadi pada anak yang mati. Selalu terjadi pada bagian yang terendah dari kepala. Manifestasi Klinis Caput Succedeneum terjadi pada saat lahir dan terjadi pada bagian kepala yang terletak pada kepala bagian ostium internum dengan kelainan tadi mungkin terletak pada garis sutura. Karena Caput Succedeneum merupakan pembengkakan edematosa, maka akan terjadi cekungan pada penekanan. Caput Succedeneum akan hilang sempurna dalam 24-48jam (Verralls, 2003). Sedangkan, tanda dan gejala dari Caput Succedaneum menurut Markum (2002), adalah sebagai berikut : i. j. k. l. m. Benjolan terdapat di daerah presentasi lahir. Pada perabaan teraba benjolan lunak. Berbatas tidak tegas. Bersifat oedema tekan. Biasanya menghilang dalam waktu 2 3 hari tanpa

pengobatan khusus (dalam Pratiwi, 2008). 4. Patofisiologi Menurut Markum (2002), kelainan ini timbul akibat tekanan yang keras pada kepala ketika memasuki jalan lahir hingga terjadi pembendungan sirkulasi kapiler dan limfe disertai pengeluaran cairan tubuh ke jaringan ekstra vasa. Benjolan caput berisi cairan serum dan sering bercampur sedikit darah, secara klinis benjolan ditemukan di daerah presentasi lahir, pada perabaan teraba benjolan lunak, berbatas

tidak tegas, bersifat oedem tekan. Benjolan terletak di luar periosteum hingga dapat melampui sutura (dalam Pratiwi, 2008).

5.

Pathway Persalinan dengan vacum forcep Partus lama Partus obstruksi. Tekanan daerah kepala sub periostal

(Nurvita, 2005)

Kerusakan jaringan sub periostal

Kerusakan integritas jaringan

Nutrisi

Injury

Eliminasi alvi

6.

Penatalaksanaan Medis ini tidak memerlukan pengobatan khusus, biasanya

Kelainan

menghilang dalam beberapa hari setelah lahir (Nurvita, 2005). Caput Succedeneum tidak memerlukan pengobatan , kecuali kalau ukuran nya berlebihan, tetapi sebaiknya bayi mendapatkan penanganan manual (handling) sekecil mungkin paling tidak 24 jam dan diamati secara seksama adanya iritasi pada otak (Verralls, 2003).

Digambarkan dalam KTI, Pratiwi (2008) bahwa menurut Depkes RI (1996), penatalaksanaan bayi baru lahir dengan Caput succedaneum adalah sebagai berikut: Penatalaksanaan Caput Succedaneum

Bayi dirawat seperti pada perawatan bayi normal

Awasi keadaan umum bayi

Lingkungan harus dalam keadaan baik, cukup ventilasi untuk masuk sinar matahari

Pemberian ASI yang adekuat, ajarkan ibu cara menetekkan dengan tiduran untuk mengurangi anak jangan sering diangkat, agar benjolan tidak meluas

Mencegah terjadinya infeksi dengan cara

Memberikan penyuluhan kepada orang tua tentang

Perawatan tali pusat dengan

Personal higiene yang

baik

baik

Keadaan trauma pada bayi, tidak usah cemas karena benjolan akan menghilang 2 s.d. 3 hari

Perawatan bayi seharihari

Manfaat dan cara pemberian ASI

Gambar 1.1 Penatalaksanaan Caput Succedaneum

B. Cephalhematoma 1. a. 2005). b. tulang Ekstravasasi darah akibat pecahnya pembuluh darah antara tengkorak dan selubung eksternalnya, periosteum. Pengertian Pembengkakan pada kepala karena adanya penumpukan darah yang disebabkan oleh perdarahan subperiostium (Nurvita,

Pembengkakan dibatasi oleh batas-batas tulang kranial yang terkena (biasanya parietal) (Bobok, 2004). Jadi, Cephalhematoma adalah Pembengkakan pada kepala yang dikarenakan penumpukan darah atau pecahnya pembuluh darah antara tulang tengkorak dan selubung eksternal periosteum yang dibatasi oleh batas-batas tulang kranial. 2. Etiologi Menurut Prawiraharjo (2002), Cephalhematoma dapat terjadi karena : 1. Persalinan lama Persalinan yang lama dan sukar, dapat menyebab kan adanya tekanan tulang pelvis ibu terhadap tulang kepala bayi, yang menyebabkan robeknya pembuluh darah. 2. Tarikan vakum atau cunam Persalinan yang dibantu dengan vacum atau cunam yang kuat dapat menyebabakan penumpukan darah akibat robeknya pembuluh darah yang melintasi tulang kepala kejaringan periosteum. 3. Kelahiran sungsang yang mengalami kesukaran melahirkan kepala bayi. Sedangkan menurut Nurvita (2005), etiologi cephalhematome, yaitu: Tekanan jalan lahir terlalu lama pada kepala waktu persalinan Moullage terlalu keras selaput tengkorak robek

Partus dengan tindakan (Forcep, Vacum ekstraksi, Frekuensi 0,5 2% dari kelahiran hidup dsb.) .

3.

Patofisiologi Perdarahan yang terjadi saat cephalhematoma, timbul akibat gesekan antara tulangtulang cranium dengan periosteuem karena tumpang tindihnya tulangtulang yang terjadi selama moulage. Keadaan demikian mungkin dapat terjadi pada kelahiran normal maupun pada persalinan yang lebih sulit . kadar protombin yang rendah diduga mungkin sebagai penyebabnya (Verralls, 2003). Partus lama Moulage terlalu keras Persalinan dengan vacum dan forcep Kelahiran sungsang Tekanan daerah kepala sub periostal Perdarahan Kerusakan jaringan sub periostal Kerusakan integritas jaringan

Nutrisi Injury Patofisiologi (Nurvita, 2005) 4. Manifestasi klinis

Eliminasi alvi

Cephalhematoma belum terjadi saat lahir, tetapi timbul 2-3 hari setelah itu, pada saat jumlah darah sudah cukup untuk menyebabkan pembengkakan yang nyata. pembengkakan dibatasi oleh periosteum dan dengan demikian hanya terjadi diatas tulang , walaupun Cephalhematoma Tidak terjadi diatas sutura . biasanya kepala tampak lebih merah dan

memar dibandingkan dengan

Caput Succedeneum. Pembengkakan

mungkin bertambah dan paling tidak memerlukan waktu 6 minggu untuk dapat hilang sempurna (Verralls, 2003). Tanda / gejala menurut Nurvita (2005), yaitu: 5. Kepala bengkak dan merah Batas jelas Pada perabaan mula-mula lunak, lambat laun keras. Menghilang pada waktu beberapa minggu. Penatalaksanaan Cephalhematoma umumnya tidak memerlukan perawatan khusus. Biasanya akan mengalami resolusi khusus sendiri dalam 2-8 minggu tergantung dari besar kecilnya benjolan. Namun apabila dicurigai adanya fraktur, kelainan ini akan agak lama menghilang (1-3 bulan) dibutuhkan penatalaksanaan khusus antara lain : a. b. c. Menjaga kebersihan luka Tidak boleh melakukan massase luka/benjolan

Cephalhematoma. Pemberian vitamin K Bayi dengan Cephal hematoma tidak boleh langsung disusui oleh ibunya karena Pergerakan dapat mengganggu pembuluh darah yang mulai pulih Retnoningrum seksedaneum a. b. c. d. Jika ada luka dijaga agar tetap bersih dan kering Lakukan pemberian vitamin K jika perlu Apabila dicurigai terjadi fraktur tulang tengkorak, harus Lakukan pemeriksaan radiologik apabila dicurigai terdapat Perawatan yang dilakukan sama dengan caput

dilakukan pemeriksaan lain seperti foto thoraks. gangguan susunan saraf pusat, seperti tampak benjolan yang sangat luas (Retnoningrum, 2012).

Pengobatan hanya diperlukan apabila hematoma bertambah besar dalam beberapa hari. Kalau demikian, maka diberikan suntikan vitamin K untuk meningkatkan kadar protombin dan membantu pengentalan darah. Kadar hemoglobin sebaiknya dihitung dan bayi sebaiknya diobati untuk anemianya apabila perlu (Verralls, 2003). Diagnosis differensial menurut Oxorn (2010), antara caput succedaneum dan cephalhematoma meliputi kriteria dibawah ini: Caput succedaneum 1. Sudah ada pada waktu lahir. 2. Lunak ada tekukan bila ditekan. 3. Pembengkakan yang merata 4. Terletak di atas sutura dan melewatinya. 5. Bisa berubah-rubah letaknya, mencari tempat yang terendah 6. Terbesar pada waktu lahir dan segera mulai mengecil dan hilang dalam beberapa jam. 6. Timbul setelah beberapa jam, bertambah besar untuk beberapa lama dan baru hilang setelah beminggu7. Berisi cairan getah bening minggu atau berbulan-bulan. 7. Berisi darah 3. Berbatas tegas 4. Terbatas pada satu tulang, tidak melewati sutura 5. Tetap ditempat semula Cephalhematoma 1. Muncul Mungkin belum timbul untuk beberapa jam. 2. Lunak, tidak ada lekukan

C. Konsep Asuhan Keperawatan Mengingat konsep dan perjalanan penyakit yag terjadi pada caput succedaneum dan cephal hematom adalah hampir sama, maka konsep asuhan keperawatan yang dapat diberikan juga hampir sama pula. Akan tetapi tetap dalam koridor penyakit perdarahan ekstrakranial. 1. Pengkajian a. 1) Subjektif Identitas Terjadi pada bayi baru lahir terutama nampak jelas segera (Caput Succedaneum), dan pada beberapa jam atau hari setelah lahir(Cephal Hematom). 2) b. Keluhan Objektif 1) Benjolan di kepala bayi, biasanya pada daerah tulang parietal, oksipital. 2) Berkembang secara bertahap segera setelah persalinan. (Caput Succedaneum) 3) Berkembang secara bertahap dalam waktu 12-72 jam. (Cephal Hematom) 4) Pembengkakan kepala berbentuk benjolan difus. 5) Tidak berbatas tegas, melampaui batas sutura. (Caput Succedaneum) 6) Berbatas tegas, tidak melampaui batas sutura. (Cephal Hematom) 7) Perabaan, mula-mula keras lama kelamaan lunak. 8) Pada daerah pembengkakan terdapat pitting odema. Benjolan di kepala bayi segera dan beberapa jam setelah lahir.

9) Sifat timbulnya perlahan, benjolan tampak jelas setelah 6-8 jam setelah lahir. 10)Bersifat soliter / multiple. 11)Anemi, hiperbilirubin bila gangguan meluas. 12)Jarang menimbulkan perdarahan yang memerlukan transfusi, kecuali bayi yang mempunyai gangguan pembekuan. c. d. Pemeriksaan radiologi : dilakukan bila ada indikasi Pemeriksaan Laboratorium untuk menilai kadar gangguan nafas, benjolan terlalu besar. hematokrit, hemoglobin, bilirubin, dan faktor pembekuan.

2. Diagnosa Keperawatan Dx. 1 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan trauma jaringan perinatal. Dx 2 Ansietas (anak dengan orang tua) berhubungan dengan ketidak tahuan status kesehatan anak. Dx 3 Resiko infeksi berhubungan dengan adanya indurasi. 3. Rencana Keperawatan No 1. Tujuan & KH Intervensi Rasional Keperawatan Gangguan rasa Tujuan: 1. Kaji ekspresi 1. Memberikan data nyaman berhubungan jaringan perinatal. Anak akan menunjukkan rasa ketidaknyamana n. KH : rewel. terus menangis. 3. Anak memperhatik3. Kaji tanda an tanda tanda vital normal. tanda vital, catat 3. Peningkatan peningkatan frekuensi nadi, peningkatan atau 2. Kurangi jumlah cahaya 2. Stimulus demikian dapat mengganggu anak yang mengalami anak (diam, terusmenerus,dll) dasar untuk mengevaluasi intervensi yang diberikan. rewel, menangis menentukan dan Dx.

dengan trauma berkurangnya

1. Anak tidak lampu,

kebisingan, dan cedera. Karena dapat lingkunagn lainya intrkranial. dalam anak.

2. Anak tidak berbagai stimulus meningkatkan tekanan

dalam batas frekuensi nadi,

peningkatan atau penurunan frekuensi penurunan nafas, pernapasan, atau dan diforesis. diforesis menunjukkan

ketidaknyamanan. 4. Kolaborasi : Berikan analgesik sesuai kebutuhan 4. Mengurangi nyeri 2. Ansietas (anak Tujuan: dengan orang tua) berhubungan dengan tua akan menunjukkan kecemasan untuk nyeri. dan spasme otot 1. Jelaskan pada 1. Dengan menegetahui apa yang akan tua tentang tujuan dilakukan sebelum semua tindakan melaksanakan prosedur keperawatan yang dilakukan dan bagaimana dilakukan dan mengapa prosedur tersebut dilakukan membantu mengurangui kecemasan. orang tua untuk

Anak dan Oranganak dan orang

ketidaktahuan berkurang. status kesehatan KH : anak. pengurangan rasa agitasi

1. Menunjukkan tindakan

2. Ijinkan orang 2. Dengan mengijinkan

2. Mengajukan tua tetap tepat sehubungan dan

pertanyaan yang menemani anak, menemani anak bergantung pada memberi dukungan keadaan anak. emosional pada anak dan mengurangi Kecemasan orang tua akan berkurang dengan mengijinkan mereka memantau dan berpartisipasi dalam perawatan anak. 3. Dapat menurunkan ansietas dan memungkinkan pasien membuat keputusan

dengan penyakit 3. Berikan penangananya. konsisten mengenai prognosis.

informasi akurat, kecemasan pada anak.

atau pilihan sesuai 3. Resiko infeksi Tujuan : berhubungan indurasi. Anak akan tidak adanya tanda atau KH : 1. Suhu tubuh kurang dari 37oC 2. Tidak ada drainase dari luka (cephal hematom) 3. Tidak ada tanda-tanda infeksi. dalam batas normal sesuai dengan usia. Tabel 1. Rencana keperawatan (Speer, Kathleen Morgan.2007) dengan adanya menunjukkan realita. 1. Kaji keadaan 1. Mengidentifikasi indurasi pada anak. 2. Pantau suhu adanya infeksi secara dini. 2. Hipertermi infeksi.

suhu anak setiap merupakan suatu tanda 3. Kaji tanda dan 3. Meningitis merupakn gejala meningitis, komplikasi yang termasuk kakuk mengkin terjadi kuduk, peka rangsang, nrei muntah, dan kejangkejang. padasetiap kejadian cephal hematom 4. Teknik steril akan membantu mencegah

gejala infeksi. 4 jam

kepala, demam, walaupun jarang.

4. Ganti balutan masuknya bakteri indurasi(jiak ada) kedalam luka dan dan gunakan mengurangi infeksi.

4. Sel darh putihteknik sterilisasi.

Nurvita, Yuli dan Mikhrofatul R. 2005. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Kasus Trauma Kelahiran.. Makalah. Lamongan: Akademi Keperawatan. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, (Online) http://www.qirtin.com/pengertian-caputsuccedaneum-dan-cephalhematoma/#ixzz1qtIbyfoZ. Diakses 2 April 2012 Pratiwi, Novilia Dihan. 2008. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny X dengan Caput Succedaneum Post Vacum Ekstraksi Di Ruang Catleya Bayi Rumah Sakit Panti Waluyo Surakarta. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta: Akademi Kebidanan, Kusuma Husada. Verralls, Sylvia. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Terapan Dalam Kebidanan; Alih bahasa, Hartono, Edisi 3. Jakarta: EGC. Oxorn, Harry dan William R. Forte. 2010. Ilmu Kebidanan: Fisiologi dan Patologi Persalinan Editor Dr. Mohammad Hakimi, Ph. D. Jakarta: Yayasan Essentia Medika. Bobak, Lowdermik Jensen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4; Alih Bahasa, Maria A. Wijayarini, Peter I. Anugrah; Editor Renata Komalasari Pengarang. Jakarta: EGC. Retnoningrum, Ambar Dwi. 2012. Chepal Hematom. (online) http://kebidananssbn.ac.id/berita-16-cephal-hematoma.html diakses pada tanggal 4 April 2012 Speer, Kathleen Morgan.2007. Tabel Rencana keperawatan. (online) http://frenshil.blogspot.com/search?q=cephal&x=0&y=0 diakses tanggal 20 Maret 2012.

Anda mungkin juga menyukai