Anda di halaman 1dari 14

Psikoneurologi pada Gangguan Afektif Bipolar

A. PENDAHULUAN
Gangguan bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir1. Disebut bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi. Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang awam. Bunuh diri pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi, tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Risiko bunuh diri dapat meningkat selama menopause2.

B. PATOFISOLOGI
1. Faktor Biologi a. Herediter Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar (adanya episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada generasinya, berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar memiliki satu orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka 27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%), sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%2. b. Genetik

Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer, 18q22, 18q22-q23, dan 21q22. Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar2. c. Neurotransmiter Sejak ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar. Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin hidroksilase, catecholOmetiltransferase (COMT), dan serotonin transporter (5HTT)2. d. Kelainan Otak Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan hipokampus. Korteks prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek)2. 2. Faktor Psikososial a. Peristiwa Kehidupan dan Stres Lingkungan Satu pengamatan klinis yang telah lama yang telah direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan suasana perasaan daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I5.

b. Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamika Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mengendalilkan suatu hubungan antara kehilangan suatu objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan satusatunya cara bagi ego untuk melepaskan suatu objek. Ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian5 c. Ketidakberdayaan yang Dipelajari Di dalam percobaan dimana binatang secara berulang dipaparkan dengan kejutan listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang akhirnya menyerah dan tidak melakukan usaha sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada manusia yang terdepresi, kita dapat menemukan keadaan ketidakberdayaan yang mirip. Menurut teori ketidakberdayaan yang dipelajari, depresi dapat membaik jika klinisi mengisi pada pasien yang terdepresi suatu rasa pengendalian dan penguasaan lingkungan. Klinisi menggunakan teknik perilaku berupa dorongan yang menyenangkan dan positif di dalam usaha tersebut5. d. Teori Kognitif Menurut teori kognitif, interpretasi yang keliru (misinterpretation) kognitif yang sering adalah melibatkan distorsi negatif, pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme, dan keputusasaan. Pandangan negatif yang dipelajari tersebut selanjutnya menyebabkan perasaan depresi. Seorang ahli terapi kognitif berusaha untuk mengidentifikasi hal yang negatif dengan menggunakan tugas perilaku, seperti mencatat dan secara sadar memodifikasi pikiran pasien5.

C. KRITERIA DIAGNOSTIK
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV, gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan depresi, sedangkan gangguan bipolar II

ditandai dengan hipomanik dan depresi. PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini yang dialami penderita6. F31 Gangguan Afektif Bipolar Gangguan ini tersifat oleh episode berulang (yaitu sekurang-kurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana perasaan (mood) serta pengurangan energi dan aktivitas (depresi). Yang khas adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode. Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu sampai 4-5 bulan, episode depresi cenderung berlangsung lebih lama (rata-rata sekitar 6 bulan) meskipun jarang melebihi 1 tahun kecuali pada orang usia lanjut. Kedua macam episode itu seringkali terjadi setelah peristiwa hidup yang penuh stres atau trauma mental lain (adanya stres tidak esensial untuk penegakkan diagnosis). Termasuk: gangguan atau psikosis manik-depresif. Tidak termasuk: gangguan bipolar, episode manik tunggal (F30). F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Hipomanik Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Episode sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania (F30.0); dan (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau. F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Tanpa Gejala Psikotik Untuk menegakkan diagnosis pasti:
(a)

Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik,

gejala psikotik (F30.1); dan


(b)

manik, depresif atau campuran) di masa lampau. F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik Dengan Gejala Psikotik Untuk menegakkan diagnosis pasti:

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania dengan gejala

psikotik (F30.2); dan (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran) di masa lampau. F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Ringan atau Sedang Untuk menegakkan diagnosis pasti: ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1); dan
(b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau (a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif

campuran di masa lampau. F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Tanpa Gejala Psikotik

Untuk menegakkan diagnosis pasti: berat tanpa gejala psikotik (F32.2); dan

(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat Dengan Gejala Psikotik Untuk menegakkan diagnosis pasti: berat dengan gejala psikotik (F32.3); dan (b) Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau. F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran Untuk menegakkan diagnosis pasti: (a) Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik, hipomani, dan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/ hipomania dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu); dan
(a) Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode depresif

(b)

Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,

manik, atau campuran di masa lampau. F31.7 Gangguan Afektif Bipolar Episode Kini Dalam Remisi Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik, manik, atau campuran dimasa lampau dan ditambah sekurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau campuran). F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT

F32 Episode Depresif

Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini, ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan F32.3), gejala utama yang ditemukan adalah : Afek depresif Kehilangan minat dan kegembiraan Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah

Gejala lainnya adalah : a) Konsentrasi dan perhatian berkurang b) Harga diri dan kepercayaan diri berkurang c) Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekali pun) d) Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis e) Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f) Tidur terganggu

g) Nafsu makan berkurang


F32.0 Episode Depresif Ringan

a) Suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala dari depresi yang paling khas, dan sekurang-kurangnya dua gejala dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lain (untuk F32.-) harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. b) Tidak boleh ada gejala yang berat diantaranya.
c) Lamanya episode berlangsung ialah sekurang kurangnya sekitar 2 minggu.

d) Hanya sedikit kesulitan dalam pekerjan dan kegiatan social yang biasa dilakukannya. F32.00 Tanpa gejala somatik F32.01 Dengan gejala somatik
F32.1 Episode Depresif Sedang a) Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling khas yang ditentukan untuk

episode depresif ringan (F32.0), ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. b) Lamanya keseluruhan episode berlangsung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu. c) menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga. F32.10 Tanpa gejala somatik F32.11 Dengan gejala somatik
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik a) Semua ketiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresof ringan dan sedang

harus ada, Ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat.
b) Apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien

mungkin tidak mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara

terinci. Dalam hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat dibenarkan. c) Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
d) Sangat tidak mungkinpenderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan

atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik

a) Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 tersebut diatas,
b) Disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide

tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood). F32.8 Episode Depresif lainnya F32.9 Episode Depresif YTT

D. PEMERIKSAAN FISIK
a. Penampilan Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan sedikit sampai tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat, kotor, berlubang, kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang kehilangan berat badan secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak akan cocok. Kebersihan diri tercermin dari mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan dengan badan yang kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada wanita, kuku jari tangannya mungkin terdapat lapisan warna yang berbeda atau sebagian warna yang rusak pada kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga pada tangannya. Rambut mereka juga

tidak terurus. Bila orang ini bergerak, afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak dengan lambat dan sangat sedikit yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka juga berbicara dengan suara yang pelan atau suara yang monoton. b. Afek/Suasana Perasaan Afek depresi. Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode depresi. Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. c. Pikiran Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka. Gagasan yang negatif, perhatian nihilistik, dan mereka mempunyai suatu istilah bahwa mereka bagaikan gelas yang separuh kosong. Pemikiran mereka lebih berfokus tentang kematian dan tentang bunuh diri. d. Persepsi Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan tanpa psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah berdosa, bersalah, dan merasakan penyesalan yang sangat dalam. e. Bunuh diri Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka adalah individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri. f. Pembunuhan/kekerasan Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan bunuh diri. Pada beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi untuknya dan untuk orang terdekatnya/orang lain. g. Tilikan/Insight Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri. Penderita biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab mereka sangat

jatuh dan menurun dalam mengenali diri mereka sendiri. Meraka memiliki sedikit pengertian terhadap diri mereka sendiri. h. Kognitif Pada depresi dan manik yang berat, penderita dapat mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya.

E. PENATALAKSANAAN
Terapi Farmakologi8 Pengobatan yang tepat tergantung pada stadium gangguan bipolar yang dialami penderita. Pilihan obat tergantung pada gejala yang tampak, seperti gejala psikotik, agitasi, agresi, dan gangguan tidur. Antipsikosis atipikal semakin sering digunakan untuk episode manik akut dan sebagai mood stabilizer. Antidepresan dan ECT juga dapat digunakan untuk episode depresi akut (contoh, depresi berat). Selanjutnya, terapi pemeliharaan/maintenance dan pencegahan juga harus diberikan. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa jika diterapi dengan obat mood stabilizer, penderita gangguan bipolar akan mengalami lebih sedikit periode manik dan depresi. Obat ini bekerja dengan cara menstabilkan mood penderita (sesuai namanya), juga dapat menstabilakn manik dan depresi yang ekstrim. Antipsikosis atipikal seperti ziprasidone, quetiapine, risperidone, aripiprazole dan olanzapine, kini juga sering digunakan untuk menstabilkan manik akut, bahkan untuk menstabilkan mood pada depresi bipolar.
Table 1 FDA-Approved Bipolar Treatment Regimens 9

Nama Generik Valproate Carbamazepine extended release Lamotrigine Lithium Aripiprazole Ziprasidone

Nama Dagang Depakote Equestro Lamictal Abilify Geodon

Mani k X X

Mixe d X

Maintenanc e

Depres i

X X X

X X

X X X

Risperidone Quetiapine Chlorpromazine Olanzapine Olanzapine/fluoxetine Combination

Risperdal Seroquel Thorazine Zyprexa Symbyax

X X X X

X X X X X

1. Terapi Non Farmakologi


a. Konsultasi

Suatu konsultasi dengan seorang psikiater atau psikofarmakologis selalu sesuai bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi konvensional dan medikasi. b. Diet Terkecuali pada penderita dengan monoamine oxidase inhibitors (MAOIs), tidak ada diet khusus yang dianjurkan. Penderita dianjurkan untuk tidak merubah asupan garam, karena peningkatan asupan garam membuat kadar litium serum menurun dan menurunkan efikasinya, sedangkan mengurangi asupan garam dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas. c. Aktivitas Penderita dengan fase depresi harus didukung untuk melakukan

olahraga/aktivitas fisik. Jadwal aktivitas fisik yang reguler harus dibuat. Baik aktivitas fisik dan jadwal yang reguler meupakan kunci untuk bertahan dari penyakit ini. Namun, bila aktivitas fisik ini berlebihan dengan peningkatan respirasi dapat meningkatkan kadar litium serum dan menyebabkan toksisitas litium. d. Edukasi Terapi pada penderita gangguan bipolar melibatkan edukasi awal dan lanjutan. Tujuan edukasi harus diarahkan tidak hanya langsung pada penderita, namun juga melalui keluarga dan sistem disekitarnya. Fakta menunjukkan edukasi tidak hanya meningkatkan ketahanan dan pengetahuan mereka tentang penyakit, namun juga kualitas hidupnya.

F. PROGNOSIS
Prognosis pada penderita dengan gangguan bipolar I lebih buruk daripada penderita dengan depresi berat. Dalam 2 tahun pertama setelah episode awal, 40 50 % penderita mengalami serangan manik lain.8 Hanya 50 60 % penderita gangguan bipolar I dapat dikontrol dengan litium terhadap gejalanya. Pada 7 % penderita, gejala tidak kembali/mengalami penyembuhan, 45 % penderita mengalami episode berulang, dan 40 % mengalami gangguan yang menetap.Seringkali perputaran episode depresif dan manik berhubungan dengan usia. Faktor-faktor yang membuat prognosis menjadi lebih buruk antara lain : i. ii. iii. iv. v. vi. Riwayat pekerjaan yang buruk Penggunaan alkohol Gambaran psikotik Gambaran depresif diantara episode manik dan depresi Adanya bukti keadaan depresif Jenis kelamin laki-laki

Indikator prognosis yang baik adalah sebagai berikut : i. ii. iii. iv. v. Fase manik (dalam durasi pendek) Onset terjadi pada usia yang lanjut Pemikiran untuk bunuh diri yang sedikit Gambaran psikotik yang sedikit Masalah kesehatan (organik) yang sedikit

DAFTAR PUSTAKA

1. NIMH. Bipolar disorder. 2010 .

http://www.nimh.nih.gov/health/publications/bipolar-disorder/completeindex.shtml
2. Membangun kesadaran - mengurangi resiko gangguan mental dan

bunuh diri.2011. http://www.rsjlawang.com/artikel_070309a.html 3. F.C.Murphy, B.J. Sahanian, 2001, Neuropschology of Bipolar Disorder, BJ Psych, 178, S 120-127

4. J.L. Thompson, P. Gallagher, J.H.Hughes et all, 2005, Neurocognitive Impairment in Euthymic Patients with Bipolar Affective Disorder, BJ Psych, 186, 32-40 5. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis psikiatri [Widjaja K, alih bahasa]. edisi 7 jilid 1. Jakarta: Binarupa Aksara; 1997. Bab 15, Gangguan Mood; hlm.777-833. 6. Rusdi M. Diagnosis gangguan jiwa, rujukan ringkas PPDGJ-III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya; 2001. 7. A.H.Young, J.R.Calabrese, 2000, Treatment of Bipolar Affective Disorder., BMJ, 321, 1302-3
8. Soreff S. Bipolar affective disorder treatment & management. 2011.

http://emedicine.medscape.com/article/286342-treatment 9. C.L.Marvel, S.Paradiso, 2004, Cognitive and Neurological Impairment in Mood Disorders Psychiatri Clin North, 27, 1-17 10. I.M.Ferrier, J.M.Thompson, 2002, Cognitive Impairment In Bipolar Affective Disorder Implications for the Bipolar Diatress, BJ Psych, 180, 293-295

Anda mungkin juga menyukai