Anda di halaman 1dari 2

KUNCI HATI Dalam raga ada hati, dan dalam hati, ada satu ruang tak bernama.

Di tanganmu tergenggam kunci pintunya. Ruang itu mungil, isinya lebih luas dari serat sutera. Berkata- kata dengan bahasa yang hanya bisa dipahami oleh nurani. Begitu lemahnya ia berbisik, sampai kadang- kadang engkau tak terusik. Hanya kehadirannya yang terus terasa, dan bila ada apa- apa dengannya duniamu runtuh bagai melutuh usai gerimis. Tahukah engkau bahwa cinta yang tersesat adalah buta dunia? Sinarnya menyilaukan hingga kau terperangkap, dan hatimu menjadi sasaran sekalinya engkau tersekap. Banyak garis batas memuai begitu engkau terbuai, dan dalam puja kau sedia serahkan segalanya. Kunci kecil itu kau anggap pemberian paling berharga. Satu garis jangan sampai kau tepis: membuka diri tidak sama dengan menyerahkannya. Di ruang kecil itu, ada teras untuk tamu. Hanya engkau yang berhak ada di dalam inti hatimu sendiri.

Jembatan Zaman Bertambahnya usia bukan berarti kita paham segalanya. Pohon besar yang tumbuh mendekati langit dan menjauhi tanah. Ia merasa telah melihat segala dari ketinggiannya. Namun masih ingatkah ia dengan sepetak tanah mungil waktu masih kerdil dulu? Masih pahamkah ia akan semesta kecil ketika ia semut serdadu bagaikan kereta raksasa dan setetes embun seolah bola kaca dari surga, tatkala ia tak peduli akan pola awan di langit dan tak kenal tiang listrik? Waktu kecil dulu, kupu- kupu masih sering hinggap di pucuknya. Kini burung besar bahkan bersangkar di ketiaknya, kawanan kelelawar menggantungi buahnya. Namun jangan sekali- kali ia merendahkan kupu- kupu yang hanya menggeliat di tapaknya, karena mendengar bahasanya pun ia tak mampu lagi.

Anda mungkin juga menyukai