Anda di halaman 1dari 5

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta

ISBN: 978-602-96848-2-7

KEBIJAKAN POPULIS PEMERINTAH KABUPATEN BANTUL Samodra Wibawa dan Ahmad Juwari Jurusan Ilmu Administrasi Negara, FISIPOL UGM, Bulaksumur Jogja 55281 E-mail: samodra03@yahoo.com, ahmadjuary@gmail.com

ABSTRAK Makalah ini menguraikan dan menjelaskan kebijakan Pemkab Bantul tahun 2003-2010 yang menguntungkan rakyat kecil (pro poor). Sebelumnya diuraikan apa itu millenium development goals (MDG), yang merupakan konteks dari kebijakan Pemkab Bantul. Apa saja kebijakan-kebijakannya, bagaimana diimplementasikan, apa hasil dan dampaknya bagi rakyat (masyarakat menengah ke bawah)? Apakah manfaat itu memang sebegitu besar, sehingga masyarakat Bantul memilih Idham Samawi sebagai bupati untuk periode ke-dua dan bahkan kemudian memilih isterinya untuk jabatan tersebut pada periode sesudahnya? Selain itu makalah ini juga menyoroti beberapa kelemahan bupati, seperti penyunatan dana gempa yang diaku sebagai kearifan lokal. Apa yang harus dilakukan oleh pemerintah terhadap diskresi semacam ini? Kata-kata kunci: Kebijakan pro rakyat, kesejahteraan, pilkada, diskresi

1.

Pendahuluan Gerakan Reformasi Mei 1998 menghasilkan tidak saja sistem politik negara yang demokratis, melainkan juga sistem negara yang desentralistis serta sistem politik provinsi dan kabupaten yang demokratis pula sejak 2001. Harapannya adalah kegiatan pemerintah provinsi dan kabupaten akan sesuai dengan aspirasi masyarakat. Saat ini sistem pemerintahan kabupaten dan provinsi tersebut diatur oleh UU Pemerintahan Daerah (2004) dan UU Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah (2004) keduanya merevisi UU yang dibuat tahun 1999, yang dinilai memberikan otonomi terlalu besar kepada kabupaten. Hanya saja desentralisasi ke kabupaten menimbulkan masalah baru: korupsi yang semula terpusat menjadi tersebut, terkesan lebih banyak dan lebih terbuka. Hubungan kabupaten provinsi negara juga terkesan kurang harmonis, sehingga pelayanan publik seperti jalan dan jembatan terkesan malah memburuk. Faktor-faktor seperti komitmen politik dan administrasi, sikap, perilaku dan budaya masyarakat, kualitas organisasi pemerintah dan ketersediaan sumberdaya belum berada pada kondisi yang prima guna memanfaatkan peluang yang disediakan oleh desentralisasi (Rondinelli dalam Nurcholis, 2005). Di tengah kesan yang belum memuaskan tersebut, beragam inovasi dijumpai dilakukan oleh berbagi kabupaten dan provinsi, yang untuk sebagian membantu pencapaian target-target yang termuat dalam millenium development goals (MDG). Kabupaten Bantul merupakan salah satunya, yang dipandang oleh banyak pihak sukses dalam kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Kesuksesan Bupati Idham Samawi menjadikannya terpilih pada periode yang ke-dua, dan bahkan

isterinya terpilih pula sebagai penggantinya pada periode berikutnya (2010-2015). 2. Millenium Development Goals Millenium development goals (MDG) merupakan deklarasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000 di New York yang telah disetujui oleh 189 negara, termasuk Indonesia. Dokumen ini memuat target-target dalam delapan bidang berikut yang direncanakan untuk dicapai pada 2015 (Sulfiana, 2007): menanggulangi kemiskinan dan kelaparan mewujudkan pendidikan dasar untuk semua mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan menurunkan angka kematian anak meningkatkan kesehatan ibu memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya memastikan kelestarian lingkungan hidup mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan. Dalam hal kemiskinan dan kelaparan, misalnya, ditargetkan untuk: menurunkan jumlah penduduk yang tingkat pendapatannya di bawah 1 USD per hari menjadi setengahnya antara tahun 1990 2015 menurunkan jumlah penduduk yang menderita kelaparan menjadi setengahnya antara tahun 1990 2015. Target-target MDG seperti di atas menjadi acuan banyak negara untuk membangun negeri masing-masing, termasuk Indonesia. Tahun 2000 pemerintah SBY mengkopi target-target tersebut menjadi, misalnya, berkurangnya minimal separo masyarakat miskin (Kompas, 2010). Namun target [113]

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta

ISBN: 978-602-96848-2-7

tersebut nampaknya belum mampu terealisasikan saat ini. Pada tahun 2010 angka kemiskinan hanya turun 0,82% setelah tahun 2009 turun 1,27% (BPS, 2010). Penduduk miskin di Indonesia jumlahnya kini 31,02 juta orang (13,33%). Dengan demikian menurunkan angka kemiskinan menjadi 7,5% pada 2015 sesuai dengan MDG sepertinya sangatlah sulit (Sibuea, 2011). Selain kemiskinan, angka kematian bayi di Indonesia bervariasi. Di tahun 2005 angka kematian bayi di DKI Jakarta adalah 18 per 1000 kelahiran, di DIY, Kepulauan Riau dan Sulut masing-masing 19, sementara di NTB sangat tinggi, yakni 66 (Bappenas, 2007). Upaya pencapaian target-target MDG ini sepertinya membutuhkan peran dominan dari pemerintah kabupaten. Dan secara umum mungkin patut diduga, bahwa kabupaten dapat dijadikan ujung tombak guna mencapai target-target tadi. Era otonomisasi mestinya merupakan kondisi yang subur bagi kreativitas dan inovasi pemerintah dan orsospol di tingkat kabupaten guna membutktikan dugaan ini. 3. Kebijakan Pro Rakyat Pemkab Bantul Kabupaten Bantul terdiri dari 17 kecamatan, 75 desa, dan 933 dusun (sub-desa, merangkum beberapa rukun warga). Kabupaten ini memiliki sumberdaya alam yang cukup melimpah di bidang pertanian. Sektor ini pada 2008 memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Bantul, yaitu 24,33%, sekalipun trendnya cenderung menurun akibat alih fungsi lahannya menjadi perindustrian. Gempa besar melanda kabupaten ini pada pagi hari 27 Mei 2006, menewaskan 4.659 jiwa (Bappeda Bantul, 2007) sehingga memperoleh perhatian nasional dan internasional yang tidak kalah besar dengan perhatian terhadap bencana tsunami di Aceh tanggal 26 Desember 2004. Setelah gempa, masyarakatnya terbilang cepat bangkit. Kabupaten Bantul sejak tahun 2000 di bawah Bupati Idham Samawi (PDIP) memiliki kebijakan-kebijakan yang dinilai pro rakyat oleh banyak kalangan. Tiga di antaranya diuraikan di bawah ini. a. Proteksi Petani Bupati Idham Samawi pada tahun 2003 membuat kebijakan pertanian yang melindungi petani dari gejolak harga pasar. Ia memproteksi komoditas utama pertanian, yaitu padi, jagung, bawang merah, kacang tanah, cabai, kedelai. Ini dituangkan dalam SK Bupati tentang Kebijakan Pertanian di Bantul (No. 12A/2003). Yang dilakukan oleh mirip dengan Bulog: membeli hasil pertanian dengan harga normal, ketika harga jual petani sedang rendah (karena panen raya). Dengan demikian petani tidak merugi karena harganya anjlok. Pemkab membeli gabah dengan harga Rp 2.100/kg, jagung Rp 2.000/kg, kacang tanah basah [114]

Rp 1.500/kg dan kering Rp 3.000/kg, bawang merah Rp 2.800/kg, cabe merah Rp 1.500/kg dan kedelai Rp 2.500/kg. Selain itu dalam Pemkab membangun kemitraan dengan swasta sejak PT. Melki Agro Sarana, PT. Benih Sheed, Eka Poultry dan Yayasan Unilever Peduli diajak bekerjasama dengan kelompok tani untuk mengembangkan produk pertanian organik. Swasta membeli gabah organik petani untuk dipasarkan ke Jakarta. Yayasan Unilever Peduli mengembangkan kedelai hitam malika sebagai bahan baku kecap bekerjasama dengan Lembaga Pengembangan Teknologi dan Manajemen Agro Industri Fakultas Teknik Pertanian UGM. Kemitraan yang dilakukan dengan petani menggunakan pola plasma, dan petani memperoleh hasil yang lebih banyak dibandingkan kedelai konvensional (Bappeda Bantul, 2007). Pemberdayaan Usaha Kecil dan Menengah Selain sektor pertanian dan perdagangan, di Bantul juga terdapat banyak Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yakni 17.799 buah, sekitar 23,6% dari 74.941 total UKM di DIY pada tahun 2005 (Perindakop DIY dalam Purwanto, 2006). Sentra-sentra kerajinan banyak ditemui di Bantul, misalnya: gerabah di Kasongan, kulit di Manding dan batik di Imogiri dan Pandak. Kebijakan pro rakyat yang digulirkan Pemkab Bantul adalah menggalakkan sektor ini bersama dengan pariwisata pada tahun 2008. Kabupaten Bantul membangun sentra pariwisata Gabusan, Manding dan Tembi (GMT) untuk memasarkan produk-produk UKM. Ini menggabungkan kawasan wisata utama: Gabusan dengan pasar kerajinan, Manding dengan kerajinan kulit dan Tembi dengan rumah budaya. Tapi tampaknya hingga saat ini Pasar Seni Gabusan sebagai ikon baru GMT perlu banyak dibenahi karena tampaknya tidak berhasil menarik lebih banyak wisatawan. Pelarangan mall Kebijakan pelarangan mall di Bantul bertujuan untuk melindungi pedagang-pedagang pasar tradisional agar tidak mati. Larangan pendirian mall termuat dalam Peraturan Bupati (Perbup) tentang Penataan Toko Modern (No. 12/2010, revisi atas Perbup yang sama No. 57/2009), dan konon akan diusahakan menjadi peraturan kabupaten (Perkab) agar memiliki kedudukan yang lebih kuat. Bupati menilai, bahwa keberadaan 56 pasar tradisional di Bantul sangatlah menguntungkan seluruh warga, dan karena itu harus dipertahankan. Ia tak khawatir jika karena kebijakannya dicap sebagai pejabat katrok (ndeso) (KR 2010). Bantul merupakan satu-satunya kabupaten di antara lima kabupaten/kota di DIY yang melarang keberadaan mall. Di tengah arus modal yang masuk ke DIY, sikap ini terlihat sebagai heroik. c. b.

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta

ISBN: 978-602-96848-2-7

Walaupun begitu, kebijakan pelarangan mall di Bantul tidak diikuti oleh kebijakan pelarangan toko modern (Alfamart, Indomart dsb.) yang semakin menjamur. Yang dilakukan saat ini adalah mengatur jarak toko seperti itu antara 3 - 5 kilometer dengan pasar tradisional, dan itupun banyak dilanggar. Dalam Perbup tersebut termuat pula ketentuan lain, misalnya luas toko maupun keharusan untuk bermitra dengan usaha kecil dan koperasi. Pada akhirnya mall mewah yang besar memang tidak dijumpai di Bantul (barangkali memang tidak pernah ada pengusaha yang berminat?), tapi toko-toko modern tetap menjamur. Pada hal yang terakhir ini, birokrasi terkesan tidak bersungguh-sungguh (lihat Isnani 2010) mungkin karena bupatinya memang sudah di ujung akhir masa jabatannya. Sekalipun berbeda-beda efektivitasnya, tiga kebijakan di atas kiranya dapat menjadi teladan atau best practices. Hanya saja kebijakan pro rakyat yang dilakukan tidak lepas dari berbagai masalah dan tantangan yang dihadapi. Tiga kebijakan pro rakyat di atas relevan dengan kondisi Bantul sendiri dimana ada tiga sektor utama yang menjadi mata pencaharian masyarakatnya, yaitu pertanian, UKM, dan pedagang tradisional. Selain tiga kebijakan di atas, di daerah yang porak-poranda akibat gempa 2006 dilakukan beragam program yang berguna bagi rakyat, misalnya dibentuknya Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) di seluruh dusun di Bantul. Bekerjasama dengan Yayasan Damandiri, Posdaya menjadi program pemicu peningkatan kesejahteraan keluarga (Setyowantoko, 2011). Di bidang pendidikan, Dinas Sosial Bantul membagikan bantuan kepada siswa maupun mahasiswa yang berasal dari Bantul. Program-program seperti inilah yang mempercepat Bantul mencapai target-target yang dikehendaki dalam kesepakatan yang tertuang dalam Millenium Development Goals (MDG). Dalam Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia tahun 2010 disebutkan, bahwa Bantul sangat berkomitmen dalam menurunkan angka kematian bayi (Bappenas, 2010). Bagi Desa yang bebas dari kematian bayi Pemda memberikan penghargaan sebesar Rp100 juta. Hal ini menjadi daya tarik yang kuat bagi pemerintah desa-desa di Bantul, sehingga kematian bayi di Bantul tahun 2010 hanya 9,85 per 1000 kelahiran, lebih baik dibanding tahun sebelumnya sebesar 11,75. Penderita gizi buruk di Bantul pun terus menurun, tahun 2009 0,33 sedang tahun 2010 sebesar 0,32, jauh di bawah angka gizi buruk Propinsi DIY sebesar 2,0. Angka cakupan imunisasi hampir seluruhnya tercakup di seluruh desa di Bantul, baik imunisasi Hepatitis, TT ibu hamil maupun kepada anak sekolah (Bappeda Bantul, 2010). [115]

Secara umum tampaknya kepemimpinan Idham Samawi dinilai sukses. Setelah duduk selama dua kali masa jabatan (akhir tahun 1999-2010), posisinya diwariskan dengan mudah kepada isterinya, Ny. Sri Suryawidati. Bersama dengan wakilnya Drs. Sumarmo, pasangan ini, berbeda dengan Idham yang didukung PDIP, diusung oleh Partai Amanat Nasional, Golkar, dan Partai Karya Perjuangan Bangsa dan meraih kemenangan telak dengan perolehan suara 67,8% dari sebanyak 487.877 suara sah pada pemilu yang diselenggarakan Mei 2010. (Lawannya pasangan Sukadarma memperoleh 28,3% suara dan pasangan Karib 3,9%, Pemilu Indonesia 2010). 4. Kasus Dana Gempa: Kearifan Lokal atau Korupsi? Keharuman nama Idham Samawi ternodai atau setidaknya terganggu oleh kasus penggunaan dana rekonstruksi bencana gempa di Bantul. Dalam hal ini Kepala Dusun Mancingan, Desa Parangtritis, Kecamatan Kretek, Tri Waldiyana disidang oleh PN Bantul dan terbukti melakukan korupsi (Simanjuntak dkk, 2008) dana rekonstruksi gempa senilai Rp865 juta. Dia dituntut hukuman penjara enam bulan, harus membayar denda Rp50 juta dan uang pengganti Rp29 juta. Tuntutan serupa untuk kasus yang sama juga dikenakan kepada terdakwa lain, yakni Wijoyo Hadi Sumarto dan Kepala Desa Temuwuh, Kecamatan Dlingo, Basuki yang melakukan pemotongan dana gempa Rp1,6 miliar (Menkokesra, 2010). Dalam kasus-kasus tersebut Idham Samawi duduk sebagai saksi dalam persidangan yang telah dimulai sejak 25 Mei 2010. Idham yang sudah tidak menjabat lagi membela para terdakwa dengan mengatakan, bahwa pemotongan dana rekonstruksi gempa tersebut merupakan bentuk kearifan lokal yang telah dimusyawarahkan bersama. Dana yang dianggap dikorupsi tersebut digunakan masyarakat untuk membangun sarana-prasarana umum, dan semua itu dilakukan berdasarkan musyawarah dan diketahui semua warga. Guna memperkuat pembelaan terhadap para pamongnya tersebut, Idham bahkan sempat mengatakan untuk rela tidur di Kantor Kejaksaan Negeri membela para terdakwa. Namun ketiga pamong tersebut akhirnya tetap ditahan dengan tahanan rumah. Dalam hal ini penulis tidak berusaha untuk menyatakan penilaian tentang keputusan pengadilan. Namun, melihat bahwa Idham merupakan sosok yang punya karakter dan figur yang disukai rakyatnya, tampaknya adalah benar, bahwa pemotongan dana rekonstruksi tersebut, yang dilakukan oleh para pamong tanpa sepengetahuan dirinya dilakukan benar-benar tidak untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kebaikan bersama. Tindakan para pamong memang menyimpang dari aturan penggunaan dana

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta

ISBN: 978-602-96848-2-7

rekonstruksi yang diatur oleh pemerintah (pusat), namun kiranya sulit untuk disebut korupsi, karena tidak untuk kepentingan pribadi. Tindakan ini barangkali lebih tepat disebut diskresi atau freies ermessen kebebasan bertindak yang sebenarnya merupakan hak para pelaksana guna menanggapi kebutuhan lokal yang tidak terpikirkan sebelumnya oleh para pembuat kebijakan. Terkait dengan kasus di atas, ada hal lain yang menghadang Idham lagi, yakni penyerangan kantor LOS (Lembaga Ombudsman Swasta) DIY yang terletak di Kota Jogja, yang diduga dikoordinir oleh atau setidaknya melibatkan 9 orang aparat desa dan pegawai Pemkab Bantul pada tanggal 11 Februari 2008. Penyerangan tersebut dilakukan setelah sebelumnya LOS mengumumkan hasil penelitiannya, bahwa 40% dana rekonstruksi korban gempa yang dikucurkan Java Reconstruction Fund salah sasaran. Pengrusakan ini memaksa Bupati Idham Samawi untuk memohon maaf dan menyanggupi membayar ganti rugi materiil, namun dia menolak untuk memberikan pernyataan soal keterlibatan aparat desa dan pegawai Pemkab dalam penyerangan itu (Yunanto, 2008). Ini sepertinya tidak terselesaikan, dan bahkan Pemkab Bantul terkesan berbelit-belit untuk mengganti kerugian, sementara para pelaku pengrusakan malah menjadi orang-orang penting di birokrasi Pemkab (Global FM, 2011). Bahwa kasus pengrusakan ini belum terselesaikan, ini kiranya mencerminkan kekuatan sosok Idham di satu sisi dan ternyata-- lemahnya aparat penegak hukum di sisi lain. 5. Penutup Dalam sistem kabupaten yang demokratis, semestinya setiap kebijakan yang dibuat pemerintahnya adalah pro rakyat (kecil, yang jumlahnya pada umumnya paling banyak). Bahwa ada kabupaten yang terlihat kuat sekali prorakyatnya dan ada kabupaten yang begitu abai kepada rakyat, kiranya ini tidak terlepas dari personalitas bupatinya, selain dukungan politik dari parlemen kabupaten. Idham memenuhi dua kriteria ini: figurnya kuat dan diusung oleh partai dominan dalam parlemen kabupaten. Posisinya yang sedemikian rupa dalam kondisi seperti itu memungkinkannya untuk bebas berkreasi merumuskan kebijakan-kebijakan yang pro rakyat. Hanya saja dia terjebak untuk melakukan kreativitas kebablasan: baik di matanya, tapi menyeleweng di mata pembuat kebijakan dan penegak hukum. Pilihannya adalah: menyadarkan figur-figur kuat seperti dia agar lebih berhati-hati ataukah mengubah aturan hukum untuk memberikan kebebasan yang lebih besar lagi bagi jiwa-jiwa bagus yang kreatif? **

Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). 2007. Laporan Perkembangan Pencapaian Milenium Development Goals Indonesia 2007. www.targetmdgs.org. diakses tanggal 17 Mei 2011 Bappeda Bantul. 2007. Ringkasan Laporan: Penyusunan Rencana Strategis Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) Kabupaten Bantul 2007. www.bappeda.bantulkab.go.id Bappeda Bantul. 2010. Executive Summary LKPJ Akhir TA 2010 dan ILPPD Akhir TA 2010. http://bappeda.bantulkab.go.id/berita/baca/ 2011/04/26/084115/executive-summarylkpj-akhir-ta-2010-dan-ilppd-akhir-ta2010-kab-bantul diakses tanggal 17 Mei 2011 Global FM. 2011. Refleksi 2 Tahun Kasus Pengrusakan Kantor LOS DIY. http://www.globalfmjogja.com diakses tanggal 15 Mei 2011 Isnani. 2010. Implementasi Peraturan Bupati Bantul tentang Penataan Toko Modern. Skripsi. Jogja: Jurusan Administrasi Negara, FISIPOL UGM KR. 2010. APPSI Keluhkan Pasar Modern di Bantul. http://www.krjogja.com/news diakses tanggal 13 Mei 2011 Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/badan perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2010. Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia 2010. gizi.net diakses tanggal 16 Mei 2011 Kompas. 2010. SBY, Indonesia, dan MDGs. 2010. http://muda.kompasiana.com diakses tanggal 13 Mei 2011 Menkokesra. 2010. Perangkat Desa Korupsi Dana Gempa. Bupati Bantul Membela. http://www.menkokesra.go.id diakses tanggal 13 Mei 2011 Nurcholis, Hanif. 2005. Teori dan Praktik: Pemerintahan dan Otonomi Daerah. Jakarta: Grasindo. Pemilu Indonesia. 2010. Istri Gantikan Suami Jadi Bupati. http://www.pemiluindonesia.com diakses tanggal 15 Mei 2011 Purwanto, Erwan Agus. 2006. Strategi Budaya untuk Pemulihan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Yogyakarta Pascagempa. i-lib.ugm.ac.id/ diakses tanggal 15 Mei 2011 Setyowanto, Hari. 2011. Wakil Bupati Bantul Drs H Sumarno PRS; Posdaya Percepat Kesejahteraan Keluarga Pascagempa. http://www.gemari.or.id diakses tanggal 13 Mei 2011

DAFTAR PUSTAKA [116]

Proceeding Simposium Nasional Otonomi Daerah 2011 LAB-ANE FISIP Untirta

ISBN: 978-602-96848-2-7

Sibuea,

Posman. Kemiskinan, MDGs, dan Pembangunan Agroindustri. http://www.stoppemiskinan2015.org diakses tanggal 13 Mei 2011 Simanjuntak, Frengky dkk. 2008. Membedah Fenomena Korupsi. Jakarta: Tranparancy International Indonesia Sobari, Wawan dkk. 2004. Inovasi sebagai Referensi: Tiga Tahun Otonomi Daerah & Otonomi Award. Surabaya: Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi. Sulfiana, Endang. 2007. Sosialisasi MDGs. http://www.ppsw.or.id/Greget/gregetutama.html diakses tanggal 13 Mei 2011 Yunanto, Reza. 2008. Perusakan Kantor LOS Yogyakarta: 9 Penggerak Massa Layak Jadi Tersangka. http://www.prakarsa-rakyat.org diakses tanggal 15 Mei 2011

Dompet Dhuafa setelah sebelumnya tinggal di PP/PA Sinar Melati Yogyakarta. Aktif dalam kegiatan mahasiswa: Keluarga Mahasiswa Administrasi Negara (KMAN), BEM KM UGM maupun Keluarga Mahasiswa Etos Jogja. Tahun 2010 mewakili UGM dalam kompetisi PIMNAS (Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional) di Bali, memperoleh medali perak. Menulis di Kedaulatan Rakyat dan Harian Jogja di kolom suara mahasiswa hingga belasan kali. Prisnsip yang dipegang teguh adalah bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling berguna bagi orang lain.

Biodata penulis Samodra Wibawa memperoleh gelar Dr.rer.publ. dari sekolah tinggi nasional bidang ilmu administarsi (negara) di kota Speyer Jerman -Deutsche Hochschule fuer Verwaltungswissenschaften-pada 2003. Sebelumnya memperoleh gelar MSc. untuk ilmu dan kebijakan lingkungan di Fakultas Biologi University of Bath, England (1994) dan Drs. bidang administrasi negara di UGM (1989). Sebagai dosen, termasuk sebagai dosen tamu di UGM, UNY, UIN (dulu IAIN) Sunan Kalijaga, Akmil Magelang, UNS, UNSOED, UNDIP, UNG (Gorontalo) pernah mengajar matakuliah: kebijakan publik, proses formulasi kebijakan, evaluasi kebijakan, metode penelitian, analisis dampak sosial, teori administrasi negara, patologi administrasi negara, sejarah sosialpolitik, kepemimpinan, manajemen pelayanan publik, administrasi pembangunan, kebijakan pendidikan, dan administrasi keuangan negara. Telah menerbitkan 10 buku, di antaranya Negaranegara di Nusantara: dari Negara Kota hingga Negara Bangsa, dari Modernisasi hingga Reformasi Administrasi (Yogyakarta: Gamapress 2001), Reformasi Administrasi, Bunga Rampai Pemikiran Administrasi Negara/Publik (Yogyakarta: Gava Media 2006) dan Politik Perumusan Kebijakan Publik (Yogyakarta: Graha Ilmu 2011). Saat ini dipercaya sebagai Sekretaris Jenderal ASIAN (Asosiasi Ilmuwan Administrasi Negara, periode 2011-2013). Ahmad Juwari lahir di Bantul pada 14 Mei 1990. Menamatkan pendidikan dasar dan menengahnya di Bantul dan sejak 2008 menuntut ilmu di Jurusan Ilmu Administrasi Negara FISIPOL UGM. Penerima beastudi Etos wilayah Yogyakarta di bawah Lembaga Pengembangan Insani (LPI) [117]

Anda mungkin juga menyukai