Anda di halaman 1dari 3

BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Survei cepat adalah salah satu metode survey yang dimaksudkan untuk memperoleh informai tentang suatu masalah dalam jangka waktu yang relative pendek, dengan biaya yang murah dan hasil yang optimal. Survey cepat ini dilakukan dengan menentukan kebijakan terhadap suatu program yang segera ingin dilaksanakan. Difteri merupakan suatu penyakit bakteri akut terutama menyerang tonsil, faring, laring, hidung, adakalanya menyerang selaput lendir atau kulit serta kadang-kadang konjungtiva atau vagina (Chin, 2000). Berdasarkan data Kesehatan Propinsi Jawa Timur pada tahun 2009 tercatat 119 kasus dan 2 kasus yang meninggal, dan pada tahun 2010 tercatat sebanyak 286 kasus dan 16 kasus yang meninggal (Depkes, 2010). Sehubungan dengan masalah tersebut Dinas Kesehatan provinsi Jawa Timur mengeluarkan surat dengan nomor 443.33/5257/101.2/2010 perihal peningkatan kewaspadaan terhadap KLB Difteri, salah satunya kabupaten dan kota untuk lebih waspada dan intensif menemukan kasus serta surveilans PD3I secara ketat dan berbasis masyarakat. Perkembangan kasus difteri di propinsi Jawa Timur semakin cepat dan mengindikasikan bahwa KLB semakin meluas, sehingga Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur mengeluarkan surat nomor 443.33/389/101.2/2011 perihal peningkatan kewaspadaan terhadap KLB yaitu untuk melaporkan setiap ada kasus/KLB Difteri dengan format W1 ke Dinas kesehatan Propinsi dalam waktu <24 jam, memastikan tiap bayi (<2 bulan) mendapat imunisasi DPT lengkap dan imunisasi DT untuk anak SD dan yang sederajat sebagaimana ketentuan pelaksanaan program pengembangan imunisasi. Menanggapi surat Dinas Kesehatan Proponsi Jawa Timur maka Dinas kabupaten Jember mengeluarkan surat dengan nomor 443/4737/414/2010 perihal peningkatan kewaspadaan terhadap KLB yang ditujukan kepada puskesmas di kabupaten jember untuk melakukan pemantauan ketat terhadap penderita dan gejala klinis difteri, pengobatan penderita sesuai tata lakasanana serta dalam upaya pencegahan setiap bayi mendapat imunisasi dasar lengkap sesuai umur dan interval pemberian imunisasi serta melaksanakan program BIAS sesuai ketentuan. Hasil penemuan kasus Difteri yang dilakukan Dinas

Kesehatan Kabupaten Jember tercatat angka kasus Difteri pada tahun 2009 sebanyak 2 kasus, tahun 2010 sebanyak 6 kasus dan pada tahun 2011 terjadi peningkatan sebanyak 19 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa tingginya angka tersebut sudah melebihi angka KLB (Kejadian Luar Biasa), padahal penemuan 1 kasus Difteri merupakan KLB (Dinkes Jember, 2011). Data penemuan kasus Difteri pada tahun 2009-2011 menunjukkan bahwa daerah yang terdapat kasus Difteri antara lain wilayah kerja Puskesmas Mumbulsari (1 kasus), Puskesmas Bangsalsari (1 kasus), Puskesmas Semboro (1 kasus), Puskesmas Gladakpakem (1 kasus), Puskesmas Sumberbaru (2 kasus), Kaliwates (1 kasus), Puskesmas Mangli ( 1 kasus), Puskesmas Sukorejo (2 kasus), Puskesmas Paleran (1 kasus), Puskesmas Tanggul (2 kasus), Puskesmas Patrang (1 kasus), Puskesmas Rowotengah (1 kasus), Puskesmas Semboro (1 kasus), Puskesmas Ajung (1 kasus), Puskesmas Jombang (2 kasus), Puskesmas Jember Kidul (1 kasus), Puskesmas Rambipuji (1 kasus), Puskesmas Kencong (1 kasus), Puskesmas Kalisat (1 kasus) (Dinkes jember, 2011).
Seiring dengan ditetapkannya KLB Difteri di Jawa Timur , maka pemerintah Jawa Timur melakukan serangkaian kegiatan penanggulangan. Difteri merupakan penyakit menular

yang dapat dicegah dengan imunisasi dan potensial terjadi KLB. Dampak program imunisasi harus dapat dipantau terus-menerus walaupun insidens difteri yang dilaporkan semakin kecil. Setiap letusan Kejadian Luar Biasa (KLB) harus segera dilakukan penyelidikan epidemiologi terhadap kontak terdekat dengan kasus dengan pengambilan dan pemeriksaan spesimennya (Depkes RI, 2003). Upaya yang telah dilakukan dalam penanggulangan yaitu antara lain dengan melalui program Outbreak Respon Immunization imunisasi tambahan yang diberikan pada sasaran usia 0-15 tahun, Back Lock Fighting yang dilakukan pada bayi usia 12-36 bulan dengan melihat status imunisasi di buku KIA, ORI pada daerah kasus pada usia di atas 3-7 tahun menggunakan vaksin DT dan usia di atas 715 tahun menggunakan vaksin Td, BIAS (Bulan Imunisasi Anak Sekolah) pada kelas 1 dengan DT pada kelas 2-3 dengan Td.
Kegiatan imunisasi dengan BLF dan ORI ini bertujuan untuk kekebalan tubuh dan meningkatkan Herd Imunity(kekebalan populasi) hinggga mencapai 95%. Kekebalan 95% ini akan memberikan perlindungan terhadap populasi, sehingga bila terdapat kasus difteri maka kasus difteri ini tidak akan cepat menular, karena kekabalan pada populasi tersebut sudah

terbentuk. Tetapi bila kekebalan populasi tersebut belum tercapai maka apabila terjadi suatu penyakit semisal difteri maka peyakit tersebut akan cepat meyebar.

Dalam pelaksanaannya, masih terdapat berapa keluarga(anak) yang belum/menolak untuk diimunisasi. Banyaknya anak yang belum/menolak diimunisasi ini akan meyulitkan dalam pembentukan herd imunity dan menjadi sumber penularan untuk difteri. Untuk itu perlu dilakukan survey cepat untuk mengetahui banyaknya anak yang belum/ menolak imunisasi untuk segera dilakukan tindakan dalam upaya meningkatakan kekebalan tubuh dalam diri individu dan kekebalan populasi dalam penularan difteri. 1.2 Rumusan Masalah Bagaimana pelaksanaan back lock fighting pada kelompok sasaran di wilayah kerja puskesmas Kabupaten Jember?

1.3 Tujuan 1. Untuk mengetahui cakupan imunisasi di wilayah kerja puskesmas kabupaten jember.
2. Mengetahui keberhasilan pelaksanaan back lock fighting pada kelompok sasaran di

daerah wilayah kerja puskesmas kabupaten Jember.


3. Untuk dapat melakukan kegiatan survey cepat pelaksanaan back lock fighting pada

kelompok sasaran di daerah wilayah kerja puskesmas kabupaten Jember.

Anda mungkin juga menyukai