Anda di halaman 1dari 2

Pelanggaran HAM di Papua Berpangkal dan Harus Berujung Pelanggaran HAM di Papua merupakan permasalahan kekerasan yang tak

bepangkal namun tak berujung. Hanya berselang beberapa tahun sejak diproklamasikannya kemerdekaan indonesia, pelanggaran HAM di Papua muncul. Dalam proklamasi sacral tersebut ribuan bahkan jutaan orang indonesia menumpahkan harapannnya, termasuk harapan untuk merdeka semerdeka-merdekanya. Proklamasi ini seolah-olah menjadi suatu paradox dengan kenyataan di belahan nusantara yang lain jutaan penduduk lainnya ingin sekali mendeklarasikan penderitaan mereka. Berita yang tersebar tidak jelas. Banyak orang menganggapnya sebagai berita burung dan muncul-tenggelam. Kenyataan ini terus-menerus berlanjut dan terjadi hingga saat ini dan menjadi sejarah yang alot. Ketidakperhatian diatas yang ditunjukkan oleh pemerintah dan sebagian besar rakyat Indonesia merupakan penyebab kecil namun berdampak besar dan fatal karena menyangkut kehidupan orang banyak. Tidak heran timbul kesan bahwa sebagian menutup mata atas penderitaan yang lain. Padahal fakta dan data sudah cukup jelas dan konkrit sehingga sudah seharusnya tindakan keras diambil. Yang tidak kalah pentingnya adalah adanya diskriminasi. Di belahan dunia lain orang kulit hitam cenderung tertinggal karena banyak faktor, baik disengaja maupun tidak. Rasanya kondisi yang sama juga menimpa Indonesia. Meski kita secara teritori berada di Negara Kesatuan Republik Indonesia, ternyata sense of belonging kita masih perlu dipertanyakan. Berkaitan dengan isu teritori, penyebab lainnya berlanjutnya kekerasan ini adalah rendahnya tingkat pendidikan orang-orang Papua karena akses informasi sangat terbatas. Kekerasan ini tidak seharusnya terjadi jika bangsa Indonesia memandang dan mengevaluasi diri sebagai Negara Kesatuan Republik Inonesia. Sebagian sibuk dengan misimisi perdamaian dunia sementara banyak warga negara yang merindukan kedaimaian di negerinya sendiri. Betapa tidak enaknya pemandangan ini dilihat. Bukan hanya pembangunan yang tidak merata, namun juga perhatian. Sebagian besar penduduk indonesia yang mengaku telah merasakan kedamaian dan mencicipi buah manis perjuangan para pahlawan telah bereda di personal comfort zone masing-masing. Masalah urgen ini disikapi santai. Kalaupun ada tindakan, arah kebijakan tidak menentu. Terkait dengan kebijakan, pemerintah tentu tidak absen. Undang-Undang Nomor 39 sebenarnya sudah cukup bahkan sangat jelas. Namun, kembali lagi. Implementasi selalu akan menjadi tolok ukur keberhasilan pembuatan undang-undang. Begitu pula dengan undangundang tentang HAM. Implementasi UU HAM bukan hal sederhana. Pemerintah tidak akan pernah mampu secara maksimal menyelesaikan pelanggaran HAM di Papua yang semakin harisemakin meburuk karena pemerintah hanya suatu perangkat sederhana yang tidak dapat

menjalankan multifungsi. Beberapa kali perundingan pun telah ditempuh untuk mengahi pemerintah dan rakyat Papua. Namun, hingga sekarang tanpa alasan yang jelas belum ada kesepakatan apa pun sehingga tidak heran isu disintegrasi pun muncul ke permukaan. Menilik pernyata J.F. Kennedy, Jangan tanyakan apa yang negara bisa lakukan untuk Anda, namun apa yang bisa Anda lakukan untuk negara rasanya tepat ditujukan kepada seluruh rakyat indonesia terkait keterbatasan pemerintah dalam menuntaskan pelanggaran HAM di Papua. Negara bukanlah ujung tombak perjuangan dan pergerakan. Tugas itu harusnya diemban oleh pemuda bangasa. Dari sekian banyak catatan sejarah pergerakan di Indonesia, pemuda memiliki andil didalamnya. Kini pemuda telah banyak mendirikan komunitas dan LSM independen. Posisi ini sangat strategis untuk menengahi pemerintah dan rakyat papua. Pemuda akan menjadi tempat mencurahkan harapan baik pemerintah dan rakyat Papua. Inilah forum terbaik yang sudah ada namun belum termanfaatkan secara maksiaml. Jika seluruh pemuda tergabung dalam satu gerakan untuk menghapuskan pelanggaran HAM di Papua, perdamain yang merata adalah harga mati. Karena kita berada dalam satu negara yang terdiri dari ribuan pulau, permasalahan adalah hal ihwal. Namun menjadi tidak biasa ketika permasalahan yang ada takberkesudahan. Membangun komunikasi dan persepsi bersama bukan hal mudah namun bukan berarti tidak mungkin. Sebaimana yang telah penulis kemukakan di awal, kasus pelanggaran HAM muncul dan tiba-tiba hilang. Pemerintah tidak fokus. Rakyat Papua merasa tidak lagi diperhatikan kebutuhannya dan didemgarkan keinginannya. Padahal, banyak pihak yang sebenarnya mau mengusahakan solusi terbaik. Namun, media untuk menjalankannya akan menjadi pemikiran yang baru lagi. Memperbaiki pola komunikasi pemerintah dan rakyat Papua dengan pemuda sebagai mediator dengan komunitas-komunitas independennya adalah langkah praktis. Jadi, setiap provinsi harus memiliki komuitas independen bebasis penjaminan HAM bagi seluruh rakyat indonesia yang berorientasi pada perdamaian nasional dan internasional

Anda mungkin juga menyukai