Anda di halaman 1dari 30

FENOMENA GEMPA BUMI Gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang bersifat alamiah, yang terjadi pada lokasi

tertentu, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Getaran pada bumi terjadi akibat dari adanya proses pergeseran secara tiba-tiba (sudden slip) pada kerak bumi. Pergeseran secara tiba-tiba terjadi karena adanya sumber gaya (force) sebagai penyebabnya, baik bersumber dari alam maupun dari bantuan manusia (artificial earthquakes). Selain disebabkan oleh sudden slip, getaran pada bumi juga bisa disebabkan oleh gejala lain yang sifatnya lebih halus atau berupa getaran kecil-kecil yang sulit dirasakan manusia. Getaran tersebut misalnya yang disebabkan oleh lalu-lintas, mobil, kereta api, tiupan angin pada pohon dan lain-lain. Getaran seperti ini dikelompokan sebagai mikroseismisitas (getaran sangat kecil). Dimana tempat biasa terjadinya gempa bumi alamiah yang cukup besar, berdasarkan hasil penelitian, para peneliti kebumian menyimpulkan bahwa hampir 95 persen lebih gempa bumi terjadi di daerah batas pertemuan antar lempeng yang menyusun kerak bumi dan di daerah sesar atau fault.

Para peneliti kebumian berkesimpulan bahwa penyebab utama terjadinya gempa bumi berawal dari adanya gaya pergerakan di dalam interior bumi (gaya konveksi mantel) yang menekan kerak bumi (outer layer) yang bersifat rapuh, sehingga ketika kerak bumi tidak lagi kuat dalam merespon gaya gerak dari dalam bumi tersebut maka akan membuat sesar dan menghasilkan gempa bumi. Akibat gaya gerak dari dalam bumi ini maka kerak bumi telah terbagi-bagi menjadi beberapa fragmen yang di sebut lempeng (Plate). Gaya gerak penyebab gempa bumi ini selanjutnya disebut gaya sumber tektonik (tectonic source).

Selain sumber tektonik yang menjadi faktor penyebab terjadinya gempa bumi, terdapat beberapa sumber lainnya yang dikategorikan sebagai penyebab terjadinya gempa bumi, yaitu sumber non-tektonik (non-tectonic source) dan gempa buatan (artificial earthquake). BENCANA ALAM GEMPA BUMI Gempa bumi dapat melahirkan sejumlah bencana, seperti korban jiwa, kerusakan berbagai struktur bangunan, longsoran, maupun tsunami (gelombang pasang). Salah satu contoh bencana alam gempa bumi yang baru saja terjadi yaitu gempa bumi dahsyat pada tanggal 26 Desember 2004 bertempat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh. Pada tanggal 17 Januari 1995 di kota Hygo-ken Nambu (Kobe), telah terjadi guncangan dahsyat akibat gempa bumi berkekuatan 6.9 Mw. Gempa bumi ini menelan korban jiwa sebanyak 5096 orang dan

mencederai 26.797 orang. Kota ini hancur berantakan dan menghasilkan kerusakan materil mencapai angka 100 miliar dolar Amerika. Setahun sebelumnya pada tanggal yang sama yaitu 17 januari 1994 telah terjadi gempa bumi berkekuatan 6.7 Mw di Northrige Amerika, menelan korban jiwa sebanyak 57 orang, mencederai 9158 orang, dan memberikan kerugian materil sebesar 20 miliar dolar Amerika [Mori, 2004] Apabila kita menengok kembali pada sejarah yang lebih lampau, kita dapat melihat kejadian lainnya dari peristiwa katastropik gempa bumi, seperti gempa Tokyo pada tanggal 1 september tahun 1923 berkekuatan 7.9 Mw, menyebabkan korban jiwa sebanyak 99.331 orang, atau gempa bumi berkekuatan 7.8 Mw pada tanggal 28 juli 1976 di daerah Tanghsan China merenggut nyawa 240.000 orang. Bagi sejarah kegempaan di Nusantara, periode tahun 2004-2006 penting dicatat. Gempa besar yang di antaranya diikuti gelombang besar tsunami memakan korban ribuan jiwa dari Banda Aceh, Padang, Pangandaran, Cilacap, hingga selatan Yogyakarta. Perlu dicatat pula, kerugian material yang entah berapa nilainya. Fenomena di atas hanyalah beberapa peristiwa, di antara sejumlah gempa lain yang bermunculan di seantero Tanah Air. Jangan dilupakan, Indonesia berada di lingkaran cincin api (ring of fire), dan hanya Kalimantan yang relatif aman dari bahaya laten gempa. Berdasarkan fakta alam tersebut, seperti disuarakan banyak kalangan, sudah selayaknya Indonesia memiliki sistem yang mampu menghindarkan penduduk dan infrastruktur dari kehancuran akibat gempa yang muncul sewaktu-waktu, tak teramalkan. Terkait tsunami, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berhasil membuat detektor dini tsunami yang ditempatkan di selatan perairan Selat Sunda. Puluhan alat sejenis diharapkan hingga akhir tahun sebanyak 200 terpasang memagari daratan Indonesia.

Likuifaksi Bersamaan dengan itu, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menelurkan Program Penyiapan Komunitas terkait gempa dan tsunami, yang di antara kegiatannya berupa penelitian geoteknologi, sosial-ekonomi, dan sosialisasi-edukasi kepada masyarakat di kawasan rentan gempa. Program dua tahun, 2007-2009, tersebut dimulai dengan penelitian geoteknologi yang mengkaji likuifaksi dan sumber daya air di pesisir selatan Cilacap, Jawa Tengah. Likuifaksi merupakan fenomena hilangnya kekuatan lapisan tanah akibat getaran gempa. Lapisan pasir berubah menjadi seperti cairan sehingga tak mampu menopang beban bangunan di dalam atau di atasnya. Ada syarat-syarat terjadinya likuifaksi pada sebuah wilayah, masing-masing lapisan tanah berupa pasir atau lanau, lapisan tanah jenuh air, lapisan bersifat lepas (tidak padat), terjadi gempa bermagnitudo di atas 5,0, dan berkecepatan gempa lebih dari 1,0 gal. Kelima syarat itu harus ada untuk menyatakan terjadi likuifaksi, ungkap Ketua Tim Kajian Likuifaksi dan Sumber Daya Air Pusat Penelitian (Puslit) Geoteknologi LIPI Adrin Tohari. Bersama sejumlah peneliti, sebagai awal Adrin memimpin penelitian lapangan untuk mengetahui peta daya dukung tanah, potensi likuifaksi, dan sumber daya air di selatan Cilacap. Temuan sementara, wilayah selatan Cilacap atau sekitar lima kilometer dari pantai ke arah darat, struktur tanahnya didominasi lapisan pasir berair tanah dangkal.

Ciri-ciri itu mengindikasikan kawasan lokasi penelitian dulunya lapisan endapan pantai purba yang menjadi dataran layak huni. Secara geologis, daya dukung tanah dengan lapisan tersebut rentan bila terjadi gempa. Simulasi yang dilakukan Jepang, goncangan akibat gempa, membuat bangunan di atasnya ambles, sedangkan benda di dalam tanah seperti tangki minyak muncul ke permukaan. Khusus di Cilacap, setidaknya terdapat dua bangunan vital yang berdekatan dengan pantai, seperti tangki Pertamina dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Beberapa fenomena likuifaksi ditemui di Indonesia di kawasan pascagempa, di antaranya berupa semburan pasir yang menyumbat sumur artesis/gali seperti di Bantul, dan perpindahan lateral pada permukaan datar yang terlihat retakan seperti di Bandara Adisucipto, Yogyakarta. Ada pula longsoran lereng tanah, kegagalan pondasi jembatan (loss of bearing capacity), dan bangunan ambles (ground settlement). Penelitian di lapangan Di lapangan, penelitian geoteknologi untuk mengetahui potensi daya dukung tanah dan likuifaksi dilakukan dengan dua cara: pengeboran teknik mengambil sampel lapisan tanah dan pengeboran sondir yang mengukur kepadatan lapisan tanah melalui alat manometer (tanpa mengambil sampel tanah). Kedua teknik pengeboran penting dilakukan di titik-titik berbeda sebelum hasilnya dianalisa dan menghasilkan peta daya dukung. Secara teknis, angka-angka yang mewakili tekanan, yang diambil pada setiap kedalaman tertentu, akan menghasilkan grafis kepadatan tanah. Dari setiap titik pengeboran hingga kedalaman 27 meter ditemukan kepadatan tanah yang berbeda. Untuk kasus Cilacap, ditemukan gambaran umum bahwa garis aman untuk pondasi struktur bangunan vital direkomendasikan lebih dalam dari 27 meter. Kurang dari itu, lapisan tanah didominasi pasir lepas dan lempung yang rentan bila terjadi gempa besar. Adapun penelitian sumber daya air dilakukan dengan mengambil sampel air sumur, sungai, dan rawa. Pengukuran yang dapat langsung diketahui di lapangan adalah tingkat keasaman (pH), temperatur, dan daya hantar listrik. Di laboratorium, kualitas air dideteksi dengan menguji unsur-unsur utama, seperti nitrat, nitrit, sulfida, zat organik, hingga kandungan logam beratnya. Analisa sampai pada baku mutu standar departemen kesehatan dan asalusul airnya, kata peneliti geoteknologi hidrologi Tjiptasmara. Peta kualitas air di kawasan rawan gempa sangat penting untuk diketahui, khususnya demi penanganan dan evakuasi pascagempa. Demikian pula asal- usulnya, sehingga pemerintah daerah dapat mengonservasi demi keberlanjutannya. Manfaat peta Melalui data geoteknologi yang dihasilkan berupa peta likuifaksi, pemerintah daerah dapat menjadikannya dasar kebijakan rencana umum tata ruang wilayah. Ada dua pilihan, pembangunan infrastruktur menyesuaikan daya dukung tanah yang berarti sedapat mungkin meminimalisasi bangunan. Atau, tetap memanfaatkan kawasan rentan dengan memaksimalkan pondasi bangunan hingga kedalaman aman. Itu semua pilihan. Hasil penelitian hanya rekomendasi saja, ujar Adrin. Yang jelas, informasi geoteknologi sangat penting bahkan mendesak untuk meminimalisasi segala kemungkinan terburuk akibat gempa. Apalagi untuk kawasan rentan. Sejauh ini, Cilacap hanya awal dari rangkaian penelitian geoteknologi berikutnya, secara

berurutan Yogyakarta, Bengkulu, Padang Pariaman, dan Banda Aceh. Tidak ada kata terlambat untuk meneliti lebih banyak wilayah rentan gempa, karena teknologi berada di genggaman. Gempa dan Tsunami 26 Desember 2004

Tujuh tahun telah kita lewati sejak gempa dan tsunami 26 Desember 2004 menggetarkan seluruh planet Bumi dan merenggut nyawa hampir seperempat juta penduduknya. Dalam sejarah moderen bangsa Indonesia, inilah gempa dan tsunami bahkan mungkin bencana terdahsyat yang pernah dialami bangsa Indonesia. Setelah dua tahun berselang sejak gempa dan tsunami dahsyat melanda Aceh, Sumatra Utara, Asia Tenggara, Asia Selatan, dan Afrika bagian timur, para ahli kini telah mendapatkan banyak data dan analisis baru yang menghasilkan evaluasi lebih akurat tentang bencana global ini. Berikut adalah ringkasan data, analisis, dan interpretasi baru tersebut yang didasarkan kepada banyak publikasi terbaru (Wikipedia, New Scientist, NASA, Science, dan lain-lain). Semoga bermanfaat. Gempa ini terjadi pada 26 Desember 2004 pukul 00:58:53 GMT atau waktu lokal 07:58:53 (WIB). Lokasi episentrum gempa adalah di pantai barat Sumatra di sebelah utara Pulau Simeulue pada koordinat 3.316N, 95.854E (319N 9551.24E), sekitar 160 km barat Sumatra. Pusat gempa berada pada kedalaman 30 km di bawah muka laut rata-rata (semula dilaporkan pada kedalaman 10 km). Gempa ini dilaporkan berkekuatan (moment magnitude) MW 9.0. Dalam bulan Februari 2005 magnitude ini dikoreksi menjadi 9.3. (McKee, 2005 : "Power of tsunami earthquake heavily underestimated." New Scientist 9 Februari 2005, hal. 5). Studi yang paling baru dalam tahun 2006 menyebut gempa ini mempunyai kekuatan MW 9.1 9.3. Dr. Hiroo Kanamori, ahli gempa terkenal dari California Institute of Technology menyebut gempa ini punya magnitude MW = 9.2. (EERI Publication 2006-06, hal. 14). Selain terutama di Aceh dan Sumatra bagian utara, gempa ini dirasakan sampai sejauh : Bangladesh, India, Malaysia, Myanmar, Thailand, Singapura dan Maladewa. Gempa ini selain menempati posisi gempa berkekuatan terbesar kedua setelah gempa Chili 1960 yang mencapai 9.5 Skala Richter (ujung Skala Richter ada di situ), gempa Aceh menempati peringkat pertama sebagai gempa dengan waktu (durasi) penyesaran yang paling lama yaitu sampai 500-600 detik (10 menit). Dan, gempa ini cukup besar untuk membuat seluruh bola Bumi bergetar dengan amplitude getaran di atas satu cm (Walton, 2005 "Scientists : Sumatra quake longest ever recorded." CNN 20 Mei 2005). Gempa ini juga telah memicu gempa-gempa lain di seluruh dunia sampai sejauh Alaska (West, Sanches, McNutt, 2005 : "Periodically Triggered Seismicity at Mount Wrangell, Alaska, after the Sumatra Earthquake." Science. Vol. 308, No. 5725, hal. 1144-1146, 20 Mei 2005). Gempa Aceh telah menimbulkan serangkaian tsunami yang merusak pantai-pantai di Aceh, Sumatra Utara, Sri Lanka, India, Thailand and negara-negara lainnya dengan tinggi gelombang sampai 30 meter yang menyebabkan kerusakan parah dan kehancuran serta

kematian sampai sejauh pantai timur Africa. Korban tewas akibat tsunami ini dilaporkan terjadi di Rooi Els di Afrika Selatan pada jarak 8.000 km dari pusat gempa. Perkiraan awal korban tsunami ini untuk seluruh dunia adalah di atas 275.000 orang, belum termasuk ribuan korban hilang. Tetapi, analisis terbaru menyebutkan total korban tsunami adalah 229. 866 orang (186.983 tewas and 42.883 hilang) (Kantor PBB untuk Tsunami Recovery, 2006). Bencana gempa dan tsunami ini disebut sebagai bencana paling buruk dalam sejarah moderen. Bencana ini juga telah mengundang simpati banyak negara di dunia, terbukti dengan komitmen bantuan sebesar total lebih dari 7,0 milyar dolar Amerika Serikat (Wikipedia, 2006). Karakteristik Gempa 26 Desember 2004 Gempa ini juga luar biasa dalam cakupan geografisnya. Diperkirakan sepanjang 1200 km jalur sesar tergeser sekitar 15 meter sepanjang zone penunjaman tempat lempeng samudra Hindia menyusup di bawah lempeng benua Burma (bagian Lempeng Eurasia). Pergeseran sesar tidak terjadi sekonyong-konyong tetapi dalam dua fase selama beberapa menit. Data akustik dan seismograf menunjukkan bahwa fase pertama meliputi pembentukan zone runtuhan sepanjang 400 km dan lebar 100 km, pada kedalaman 30 km di bawah dasar laut. Ini adalah runtuhan terpanjang yang pernah dihasilkan gempa. Runtuhan berjalan memanjang dengan kecepatan 2,8 km/detik atau 10.000 km/jam. Runtuhan mulai terjadi di lepas pantai Aceh dan maju ke arah baratlaut selama 100 detik sebelum kemudian runtuhan berbelok searah jarum jam ke utara menuju pulau-pulau Andaman dan Nikobar. Saat pembelokan tersebut, runtuhan terhenti sesaat selama 100 detik. Fase kedua yaitu runtuhan ke arah utara ini berjalan dengan kecepatan lebih rendah yaitu 2,1 km/detik atau 7600 km/jam. Lalu runtuhan terus berlanjut ke utara selama lima menit sampai ke batas lempeng tempat penyesaran naik ini berubah menjadi penyesaran mendatar. Perubahan ini mengurangi kecepatan perpindahan massa air di lautan sehingga mengurangi amplitude tsunami yang terjadi di bagian utara Samudra Hindia (Kostel dan Tobin, 2005: "The Sound of a Distant Rumble: Researchers Track Underwater Noise Generated by December 26 Earthquake." Lamont-Doherty Earth Observatory, 20 Juli 2005; Wikipedia, 2006). Gempa susulan dengan magnitudo sampai 6,6 terus terjadi di wilayah ini (lepas pantai pulaupulau Andaman dan Nikobar) sampai empat bulan setelah gempa utama. Gempa besar lain yang terjadi di sekitar Pulau Nias pada 28 Maret 2005 dengan magnitude 8,7 (MarketWatch, 2005 "8.7 quake jars Sumatra, at least 300 dead." Investors.com.) menimbulkan perdebatan di kalangan para ahli : apakah ini aftershock gempa 26 Desember 2004 ataukah triggered earthquake (gempa yang disebabkan oleh gempa sebelumnya) (McKernon, 2005, Science and Engineering at The University of Edinburgh School of Geosciences). Gempa Nias terjadi pada jalur sesar yang sama dengan lokasi gempa 26 Desember 2004. Gempa besar di Aceh ini terjadi hanya tiga hari setelah sebuah gempa besar bermagnitude 8,1 melanda sebuah wilayah tak berpenghuni di sebelah barat Kepulauan Auckland (milik Selandia Baru) dan di sebelah utara Kepulauan Macquarie (milik Australia) di Antarktika. Hal ini di luar kebiasaan sebab berdasarkan statistik selama ini gempa dengan kekuatan di

atas 8,0 hanya terjadi satu kali dalam setahun (USGS Earthquake Hazards Program: FAQ; Skinner et al., 2004, Dynamic Earth, hal. 359), tetapi kedua gempa bermagnitude > 8,0 ini hanya terpisah tiga hari. Beberapa ahli seismologi berspekulasi tentang hubungan gempa Antarktika dan gempa Aceh ini. Gempa Antarktika mungkin telah berperan sebagai katalisator gempa Aceh karena kedua gempa ini terjadi masing-masing di ujung sisi selatan dan utara Lempeng Indo-Australia. Tetapi, USGS mengatakan tak ada bukti meyakinkan bahwa kedua gempa ini berhubungan. Yang jelas, gempa Aceh terjadi tepat setahun (sampai jam kejadian pun sama) setelah gempa bermagnitude 6,6 yang menewaskan 30.000 orang di kota Bam, Iran pada 26 Desember 2003 (Wikipedia, 2006). Yang unik juga, adalah bahwa gempa Aceh (magnitude 9,3) terjadi sehari setelah Hari Natal (25 Desember 2004) dan gempa Nias (magnitude 8,7) terjadi sehari setelah Hari Paska (27 Maret 2005). Kedua gempa (Gempa Aceh dan Gempa Nias) telah mengaktifkan gunungapi-gunungapi di sekitarnya pada jalur busur volkanik Sunda di Pegunungan Barisan. Gunung Leuser di Aceh diaktifkan oleh Gempa Aceh, begitu juga erupsi Gunung Talang pada April 2005. Gempa Nias mengaktifkan sejenak kaldera purba Toba, sehingga kita tahu bahwa kaldera purba sama sekali belum mati, hanya tidur panjang (Rinaldo, 2005: "Thousands flee as Indonesian volcano spews into life." Hindustan Times, 12 April 12 2005; Johnston, 2005: Indonesian Volcanoes Erupt; Thousands Evacuated, VOA News). Berapa kekuatan gempa 26 Desember 2006 ini ? Energi total yang dilepaskan adalah sekitar 3.35 exajoules (3.351018 joules). Ini ekivalen dengan lebih daripada 930 tera (10 pangkat 12) watt jam atau 0.8 gigatons TNT, atau sama dengan seluruh energi yang digunakan di Amerika Serikat selama 11 hari. Gempa ini juga telah mengakibatkan osilasi permukaan Bumi setinggi 20-30 cm, sama dengan efek pasang naik akibat gravitasi Matahari dan Bulan. Gelombang kejut gempa dirasakan di seluruh muka planet Bumi sampai sejauh Oklahoma di AS yang mencatat gerak vertikal setinggi 3 mm (Staff Writer, "Earthquake felt in Oklahoma, too." MuskogeePhoenix.com. December 28, 2004). Seluruh permukaan Bumi diperkirakan telah terangkat sampai setinggi 1 cm. Pergeseran massa kerak Bumi dan lepasnya energi yang demikian besar akibat gempan ini telah sedikit mengubah periode rotasi Bumi. Nilai pastinya belum ditentukan, tetapi modelmodel yang dibuat memperlihatkan bahwa gempa ini telah memendekkan panjang hari sebanyak 2,68 mikrodetik atau sepersemilyar panjang satu hari karena berkurangnya kepepatan (oblateness) bola Bumi (Cook-Anderson dan Beasley : "NASA Details Earthquake Effects on the Earth." NASA press release, January 10, 2005). Gempa juga telah menyebabkan Bumi sedikit terhuyung (gerak wobble seperti pendekar mabuk) pada porosnya berarah 145 BT (Schechner, 2004, "Earthquakes vs. the Earth's Rotation" Slate. December 27, 2004) atau terhuyung sampai 5 atau 6 cm (Staff Writer, 2004 "Italian scientists say Asian quakes cause Earth's axis shifted." Xinhua. December 29, 2004). Tetapi, karena efek gerak pasang akibat gravitasi Bulan selalu menambah panjang hari sebanyak 15 mikrodetik setiap tahunnya, maka efek akibat perubahan gerak dan periode rotasi Bumi oleh gempa Aceh segera menghilang.

Akibat yang lebih spektakular muncul secara lokal. Terdapat gerakan secara mendatar sepanjang 10 meter dan 4-5 meter secara vertikal sepanjang jalur sesar akibat gempa ini. Spekulasi awal menyebutkan bahwa pulau-pulau kecil di sebelah baratdaya Sumatra, yang berposisi di atas lempeng Burma telah bergerak ke arah baratdaya sampai sejauh 20-36 meter. Tetapi, berdasarkan data yang lebih akurat, yang dikeluarkan sebulan setelah gempa, menunjukkan bahwa gerakan itu hanya 20 cm (Staff Writer. "Quake moved Sumatra by only 20 centimeters: Danish scientists", Agence France Presse, January 31, 2005). Karena gerakan ini vertikal juga lateral (oblique), maka terdapat wilayah pantai yang tenggelam di bawah muka laut. Kepulauan Andaman-Nikobar telah bergeser ke baratdaya sejauh 1,25 meter dan telah tenggelam hampir 1 meter (Bagla, 2005, "After the Earth Moved", Science Now, January 28, 2005). Dalam bulan Februari 2005, kapal riset Royal Navy HMS Scott melakukan survey di dasar laut di sekitar wilayah gempa, yang kedalaman lautnya bervariasi dari 1,000 m - 5,000 m di sebelah barat Sumatra. Survey yang dilakukan dengan menggunakan high-resolution, multibeam sonar system ini menunjukkan bahwa gempa telah menimbulkan perubahan besar topograpfi dasar laut. Kegiatan tektonik sepanjang waktu geologi pada sesar ini telah membuat punggungan sesar naik/anjak (thrust ridges) setinggi 1500 meter, yang runtuh di beberapa tempat selama gempa terjadi menghasilkan longsoran seluas beberapa km persegi. Sebuah kawasan longsoran teramati terdiri atas blok batuan sepanjang 2 km setinggi 100 meter. Kekuatan air yang dipindahkan akibat perubahan topografi dasar laut ini telah menyeret blok batuan seberat jutaan ton tersebut sejauh 10 km. Palung samudra selebar beberapa km tersingkap dalam jalur gempa ini (Knight, 2005: "Asian tsunami seabed pictured with sonar" New Scientist - February 10, 2005). Karakteristik Tsunami 26 Desember 2004 Gempa yang terjadi telah mengangkat dasar laut beberapa meter, memindahkan air laut sebanyak sekitar 30 km3 memicu gelombang tsunami yang dahsyat. Gelombang-gelombang tsunami itu tidak berasal dari titik episentrum dan menyebar secara radial ke seluruh penjuru Samudra Hindia seperti secara salah digambarkan dalam beberapa kartun, tetapi para gelombang ini tersebar secara radial ke luar dari runtuhan sepanjang 1200 km (bukan berasal dari point source tetapi dari line source). Hal ini telah menyebabkan gelombang makin tersebar secara luas, teramati sampai mencapai Arktika, Chili, dan Mexico. Naiknya dasar laut telah mengurangi space of accommodation Samudra Hindia dan telah meyebabkan kenaikan permanen gloabal sea level (eustasy) sebesar 0,1 mm (Bilham, 2005 "A Flying Start, Then a Slow Slip." Science. Vol. 308, No. 5725, hal. 1126-1127. 20 Mei 2005). Secara kebetulan, pada saat kejadian tsunami 26 Desember 2004 itu dua satelit melintas di atas Samudra Hindia (satelit TOPEX/Poseidon dan satelit Jason 1) (Staff Writer, "NASA/French Satellite Data Reveal New Details of Tsunami." Jet Propulsion LaboratoryJPL/NASA, January 11, 2005). Kedua satelit ini membawa radar yang secara akurat dapat mengukur ketinggian permukaan laut di tengah samudra. Anomali ketinggian sebesar 50 cm

terukur. Pengukuran-pengukuran kedua satelit ini merupakan data yang sangat berharga untuk pemahaman gempa dan tsunami yang dibangkitkannya. Tidak seperti data dari pengukur air pasang (tide gauge) yang dipasang di kawasan pantai, pengukuran ketinggian air laut di tengah samudra oleh satelit dapat digunakan untuk menghitung parameter2 pembangkitan tsunami akibat gempa tanpa keharusan mengoreksi efek2 akibat dekat pantai (Wikipedia, 2006). Radar pada satelit-satelit itu mencatat ketinggian gelombang tsunami 26 Desember 2004 di tengah lautan adalah maksimum 60 cm pada dua jam setelah gempa. Ini adalah untuk pertama kalinya pengamatan tsunami dari satelit dilakukan, itu pun secara tidak sengaja. Tetapi, pengamatan ini tidak dapat digunakan untuk keperluan peringatan dini tsunami sebab keberadaan kedua satelit di atas Samudra Hindia itu melintas bukan untuk keperluan pengamatan tsunami, juga diperlukan waktu beberapa jam untuk menganalisis data yang dihasilkan. Berapa kekuatan tsunami 26 Desember 2004 itu ? Total energi tsunami ini adalah ekivalen dengan sekitar lima megaton TNT (20 peta -10 pangkat 15-joules). Ini lebih dari dua kali total energi ledakan yang digunakan selama Perang Dunia II (termasuk dua bom atom). Di banyak tempat, gelombang tsunami mencapai ketinggian 24 meter sampai 30 meter ketika melanda pantai dan masuk ke arah daratan sampai sejauh dua km bergantung kepada topografi pantai (Pearce dan Holmes, 2005 : "Tsunami: The impact will last for decades" New Scientist - January 15, 2005). Karena jalur sesar sepanjang 1200 km yang digoncang gempa ini berarah hampir utaraselatan, kekuatan paling besar gelombang tsunami ada pada arah barat-timur. Bangladesh di utara sesar relatif terserang tsunami secara lemah, dibandingkan dengan tsunami yang lebih kuat menyerang Somalia di sebelah barat sesar, meskipun Somalia terletak lebih jauh dari sumber gempa. Tsunami mulai menyerang pantai-pantai di sekeliling bagian utara Samudra Hindia dalam waktu 15 menit sampai 7 jam (Time travel map: Tsunami Laboratory, Novosibirsk, Russia; Time travel map: Active Fault Research Center : National Institute of Advanced Industrial Science and Technology, Japan). Aceh dan Sumatra terserang tsunami sangat cepat karena terletak di dekat jalur sesar dan laju runtuhan di segmen jalur sesar di wilayah ini terjadi sangat cepat (10.000 km/jam). Thailand, meskipun juga terletak di dekat episentrum gempa, diserang tsunami dua jam kemudian karena runtuhan di wilayah Laut Andaman terjadi lebih lambat daripada di sektor Indonesia. Tsunami terukur sampai ke Antarktika berdasarkan tidal gauges pangkalan penelitian milik Jepang di Antarktika (Japan's Syowa Base) yang mencatat osilasi permukaan laut naik sampai 1 meter dan kekacauan ini berlangsung sampai beberapa hari setelah gempa terjadi ("Indian Ocean Tsunami" at Syowa Station, Antarctica, Hydrographic and Oceanographic Dept. Japan Coast Guard). Energi tsunami pun terlepas sampai ke Samudra Pasifik menghasilkan anomali ketinggian gelombang 20-40 cm di sepanjang pantai barat Amerika Utara dan Amerika Selatan (Indian Ocean Tsunami of 26 December, 2004. West Coast/Alaska Tsunami Warning Center (USGS). December 31, 2004) dan di beberapa tempat

sampai setinggi 2,6 meter seperti di pantai Manzanillo, Mexico. Para ahli memperkirakan bahwa MOR (mid-oceanic ridge) telah ikut berperan dalam memfokuskan dan mengarahkan tsunami dalam jangakauan yang jauh (Carey, 2005 : "Tsunami Waves Channeled Around the Globe in 2004 Disaster" LiveScience-August 25, 2005). Dari bencana terburuk pun, tetap ada hikmah yang dapat kita pelajari untuk kepentingan ke depan, apalagi kita di Indonesia senantiasa berhadapan dengan tenaga-tenaga alam tak tampak yang bisa kapan saja membangkitkan gempa dan tsunami. Pengetahuan kita belum memadai, tetapi kita selalu dapat mempelajari apa pun dari alam ini untuk kepentingan umat manusia. BENCANA ALAM GEMPA BUMI DI ACEH DESEMBER 2004 Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa bumi dahsyat di Samudra Hindia, lepas pantai barat Aceh. Gempa terjadi pada waktu 6:58:50 WIB. Pusat gempa terletak pada koordinat 3,298 LU dan 95,779 BT, kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh dengan kedalaman 20 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9.2 Mw dan merupakan salah satu gempa bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Asia. Gempa bumi ini juga mengakibatkan terjadinya tsunami (gelombang pasang) yang menelan sangat banyak korban jiwa.

Tsunami memporak-porandakan sebagian wilayah Pantai Aceh, Sumatera Utara, Pantai Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Srilangka, bahkan sampai Pantai Timur Afrika. Dipastikan sekitar 300.000 jiwa kehilangan nyawanya. Korban paling banyak terdapat di Indonesia (Aceh dan Sumatera Utara) UPAYA PEMANTAUAN POTENSI DAN MITIGASI BENCANA ALAM GEMPA BUMI Dengan adanya fakta di atas yang menunjukkan efek negatif dari suatu gempa bumi, maka langkah pemantauan potensi dan usaha mitigasi bencana jelas penting sekali untuk dilakukan, sehingga diharapkan efek negatif yang dapat ditinggalkan oleh bencana tersebut dapat direduksi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka pemantauan potensi dan mitigasi bencana alam gempa bumi yaitu melalui penelitian serta analisis mekanisme siklus dan tahapan gempa bumi. Siklus gempa bumi (earthquake cycle) didefinisikan sebagai perulangan gempa. Satu siklus dari gempa bumi ini biasanya berlangsung dalam kurun waktu puluhan sampai ratusan tahun. Dalam satu siklus gempa bumi terdapat beberapa mekanisme tahapan terjadinya gempa bumi, diantaranya yaitu tahapan interseismic, pre-seismic, coseismic, dan post-seismic [Mori (2004), Vigny (2004), Ando (2005), Natawidjaja (2004)] Bentuk analisis siklus gempa bumi dilakukan dengan cara meneliti dokumen sejarah kejadian gempa bumi, dan penelitian-penelitian geologi, geofisika seperti stratigrafi batuan, terumbu karang (coral microattols), paleo-tsunami, paleo-likuifaksi, dan lain-lain. Sementara itu

bentuk analisis tahapan gempa bumi dilakukan dengan cara melihat dan meneliti fenomenafenomena yang menyertai tahapan gempa bumi seperti deformasi, seismisitas, informasi pengukuran geofisika (reseistivitas elektik, pengamatan muka dan temperatur air tanah), dan lain-lain. [Mori (2004), Vigny (2004; 2005), Ando (2005), Natawidjaja (2004)]. Studi Mekanisme Gempa Bumi Aceh 2004 dengan GPS Untuk melihat mekanisme dari gempa bumi Aceh 2004 dapat dilakukan salah satunya dengan memanfaatkan teknologi Global Positioning System (GPS). Data GPS dapat dengan baik melihat deformasi yang mengiringi tahapan mekanisme terjadinya Gempa Bumi. Studi mengenai tahapan mekanisme gempa ini akan sangat berguna dalam melakukan evaluasi potensi Bencana Alam gempa bumi, untuk memperbaiki upaya mitigasi dimasa datang. Data GPS yang digunakan dalam penelitian mekanisme gempa Aceh ini diantaranya yaitu data GPS hasil dari program SEAMERGES yang telah mengumpulkan data-data GPS dari lebih 60 stasiun titik pengamatan yang berkaitan dengan pergerakan lempeng di Asia Tenggara dan data-data GPS yang berkaitan dengan gempa Aceh 2004 dan Gempa Nias 2005. Sebagian data berupa data kontinyu, dan sebagian lagi berupa data campaign. Kemudian pada bulan Februari dan Maret 2005, ITB bekerjasama dengan Nagoya Univerisity, BPPT, LIPI, dan Universitas Syiah Kuala mengadakan kerjasama penelitian Near field co-seismic dan post-seismic gempa yang terjadi di Aceh, dan Near Field cosesimic gempa Nias dengan menggunakan teknologi GPS. Pekerjaan survai dilakukan masing-masing selama kurang lebih 10 hari dengan memantau titik-titik benchmark yang dulu di bangun oleh BPN dan BAKOSURTANAL. Selain itu pada survei lapangan juga di pasang titik-titik baru guna pemantauan pergerakan tanah di sekitar Aceh pasca gempa bumi 2004. Di bawah ini diberikan foto-foto yang diambil dari kegiatan survey lapangan di daerah Lok Nga di Pantai Barat Aceh, dan Sigli di pantai Utara Aceh.

Analisis tahapan Interseismic Dari hasil pengolahan data interseismic dapat disimpulkan bahwa akumulasi deformasi pada tahapan interseismic di sekitar wilayah Aceh ternyata cukup besar sebelum terjadinya gempa bumi di akhir tahun 2004, dan apabila kita sebelumnya menyadari akan hal tersebut maka bukan tidak mungkin kita dapat melakukan bentuk mitigasi bencana yang lebih baik lagi. Kemudian apabila kita tengok hasil pemodelan block rotation (solusi geodessya 1999 dalam vigny 2005) di daerah Sumatera, kita bisa melihat indikasi deformasi yang cukup besar di daerah Sumatera bagian utara apabila di bandingkan dengan bagian selatan-nya. Indikasi high deformasi dimungkinkan karena terdapatnya area wide coupling di sekitar zona subduksi tersebut. Area wide coupling ini dimungkinkan oleh pola sudut kemiringan dangkal yang menyusun zona subduksi Sumatera bagian utara. Sementara itu makin ke selatan sudut kemiringan-nya membesar. Analisis tahapan Pre-seismic

Pengolahan data pre-seismic signal, dilakukan dengan menggunakan data GPS kontinyu yang terletak di daerah paling dekat dengan episenter gempa, yaitu GPS di stasiun Sampali Sumatera Utara, dan stasiun Phuket Thailand. Sinyal yang dicoba dilihat adalah sinyal preseismic deformasi, dan karakteristik ionosfer pada gempa Aceh 2004. Berdasarkan hasil penelitian pre-seismic signal deformasi dari gempa Aceh- 2004 ternyata tidak ditemukan adanya bentuk anomali deformasi berupa akselerasi deformasi. Hasil pengolahan data GPS daily solution di stasiun Sampali selama 15 hari sebelum terjadinya gempa di Aceh tidak menunjukkan adanya akselerasi deformasi. Kumpulan nilai koordinat daily solution hanya berubah dalam fraksi mili saja. Sementara itu hasil pengolahan data GPS daily solution di stasiun Phuket selama 15 hari sebelum terjadinya gempa di Aceh juga tidak menunjukkan adanya akselerasi deformasi. Kumpulan nilai koordinat daily solution di titik Phuket juga hanya berubah dalam fraksi mili saja. Berbeda halnya kalau kita lihat hasil pengolahan data 15 hari setelah gempa di titik Sampali dan Phuket, masing-masing dengan jelas menunjukkan sinyal deformasi post-seismic. Analisis tahapan Coseismic Berdasarkan hasil perhitungan, besarnya co-seismic deformation akibat gempa Aceh 2004 di beberapa titik pantau near field adalah sebagai berikut: titik Banda Aceh terdeformasi 2.4 meter, titik pulau Sabang telah terdeformasi 1.8 meter, Sigli mengalami deformasi 70 centimeter, titik Meulaboh terdeformasi 1.9 meter dan Lok Nga terdeformasi sebesar 2.7 meter. Sementara itu co-seismic deformation di beberapa titik pantau far field adalah sebagai berikut: titik Phuket Thailand terdeformasi sebesar 27 sentimeter, titik Langkawi Malaysia terdeformasi sebesar 17 sentimeter, dan titik Sampali Sumatera Utara terdeformasi 15 sentimeter. Dari hasil co-seismic deformation gempa Aceh 2004, kita kemudian membuat model coseismic slip (pergeseran pada bidang sesar) dengan menggunakan formula elastic half space modeling (Okada 1999). Input parameter utama yaitu vektor co-seismic deformation, parameter sekundernya diantaranya konstanta rigiditas, kemudian beberapa parameter untuk pendekatan model (apriori model) yaitu geometri bidang sesar (panjang dan lebar bidang sesar), serta informasi sudut kemiringan bidang sesar. Pendekatan nilai sudut kemiringan diperoleh dari plotting vertikal gempa susulan (aftershock). Informasi co-seismic slip gempa Aceh yang dibuat, dapat digunakan dalam melihat mekanisme release energi, kemudian perhitungan besar energi, serta mekanisme transfer energy (stress transfer) yang berguna dalam hal evaluasi potensi gempa.

Analisis Post-Seismic Post-seismic pada gempa Aceh 2004 dimulai tepat setelah berakhirnya deformasi elastis pada tahapan co-seismic. Nilai deformasi bertambah sebesar 4 sentimeter dalam kurun waktu 15

hari di stasiun PHKT (Phuket Thailand). Rekaman sinyal post-seismic menunjukan pola eksponensial sesuai dengan hukum omori mengenai tahapan ini. Nilai deformasi di stasiun PHKT (Phuket Thailand) setelah 50 hari dari waktu kejadian gempa mencapai 34 cm, dan nilai ini cukup signifikan, mencapai 1.25 kali nilai deformasi yang diberikan tahapan coseismic. Sementara itu stasiun GPS yang dipasang kontinyu di Universitas Syah Kuala Banda Aceh menunjukkan nilai deformasi post-seismic sebesar 15 sentimeter setelah 90 hari pengamatan. Deformasi post-seismic ini dapat terjadi bertahun-tahun lamanya. Seperti telah disebutkan di atas bahwa studi mengenai tahapan mekanisme gempa ini akan sangat berguna dalam melakukan evaluasi potensi Bencana Alam gempa bumi, untuk memperbaiki upaya mitigasi di masa datang. Setelah melihat mekanisme fase gempa bumi di Aceh 26 Desember 2004 ditambah dengan informasi penelitian siklus gempa bumi, dan penelitian lainnya, maka kita dapat melakukan evaluasi potensi gempa bumi di masa yang akan datang di sekitar zona subduksi Sumatera pasca terjadinya gempa besar tersebut Setelah satu bulan lebih sejak terjadinya gempa 26 Desember, dari hasil pengeplotan gempagempa susulan ini diketahui munculnya "earthquake swarm" (kerumunan gempa), yang berupa gempa-gempa yg episenternya berlokasi dalam sebuah lokasi yang berdekatan (berkerumun). Seperti yg diungkapkan oleh USGS, kerumunan gempa (earthquake swarm) ini merupakan gempa yg mungkin berhubungan dengan kegiatan vulkanisme berupa terobosan magma. Kerumunan gempa (earthquake swarm) ini muncul sebulan setelah gempa, diketahui munculnya sejak 26 Januari 2005, update kegempaan yg saya tulis sebelumnya pada tg 29 january belum meyakinkan gejala ini. Earthquake Swarm ini walaupun masih sangat erat berhubungan dengan gerak-gerak kerak tektonik namun sepertinya mekanismenya sedikit berbeda tidak seperti gempa tektonik biasa yg diakibatkan oleh regangan (stress) yg terkumpul akibat gerakan kerak tektonik lateral, namun gempa ini mirip dengan gempa vulkanik. Secara statistik gempa-gempa di Aceh ini menurun, hanya saja adanya kerumunan gempa ini seolah terlihat adanya peningkatan. Sangat mungkin gempa susulan getaran 26 Desember 04 sudah sangat mengecil. Berberapa gambar menunjukkan penurunan jumlah gempa, maupun kekuatannya. Gambar a menunjukan aktifitasnya secara umum, sedangkan gambar e menunjukkan hasil pengeplotan dari usgs yg sangat jelas memperlihatkan earhtquake swarm ini. Pertanyaan seputar gempa dapat dikirimkan ke iagisek@cbn.net.id atau rovicky@iagi.or.id untuk mendapat perhatian dari anggota IAGI dan HAGI. Anda juga dapat melihat berita seputar gempa dan gejala2 geologi lainnya di www.iagi.or.id . Salam, Rovicky Dwi Putrohari - Anggota IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) - Anggota HAGI (Himpunan Ahli Geofisika Indonesia) Kegempaan sepekan terakhir

Statistik gempa sebulan terakhir :

Statistik kegempaan

Aftershock 6-29 Januari 2005

Earthquake swarm

Sebulan setelah gempa besar kegempaan di Aceh masih terlihat aktif dalam sepekan kemarin sejak tanggal 21 hingga 29 January. Hal ini seperti yang sudah diduga sebelumnya bahwa sebuah gempa sebesar 8.9 - 9.0 SR yg terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 masih akan berbuntut gempa susulan selama 2 bulan bahkan mungkin lebih. Selama sepekan kemarin telah tercatat sebanyak 57 kali getaran gempa di Aceh dan sekitarnya yg tercatat USGS dengan kekuatan diatas 4.5 SR. Dengan demikian terjadi rata-rata 4-5 kali getaran kuat terjadi didaerah ini. Jumlah getaran ini meningkat dari pekan sebelumnya. Bahkan getaran gempa terbesar tercatat berkekuatan 6.3 SR terjadi tanggal 24 January, 2005. Lokasi episenter gempa-gempa susulan ini masih berada pada zona yang sama dengan lokasilokasi episenter sebelumnya. Menurut data BMG 30 Desember 2004 hingga tanggal 18 Januari 2005, jumlah gempa ini relatif menurun. Namun sepertinya gempa-gempa ini meningkat lagi, walaupun lokasi episenternya berada dibagian utara. pada dua hari terakhir 27-28 Januari 2005 kekuatan gempanya juga cukup besar hingga diatas 5.5 SR. Ini menunjukkan bahwa kerak bumi di daerah ini masih dalam stabilisasi, atau tahap "plate reorganisation". Mudah-mudahan saja proses stabilisasi ini cepat selesei sehingga proses pembangunan di Aceh dapat segera dimulai dengan tenang. Kewaspadaan terhadap bahya gempa didaerah ini tetap harus dimiliki juga kewasapadaan terhadap bahaya gejala-gejala ikutannya tetap harus kita miliki. Misalnya bahaya sekuneder berupa longsoran, tsunami, serta bahaya ikutan tersier lainnya termasuk kebakaran dan lain.

Selama sepekan kemarin telah terjadi sebanyak 25 kali getaran gempa di Aceh dan sekitarnya yg tercatat USGS dengan kekuatan diatas 4.5 SR. Dengan demikian terjadi rata-rata 3-4 kali getaran kuat terjadi didaerah ini. Getaran gempa terbesar tercatat berkekuatan 5.6 SR terjadi pada hari sabtu tanggal 15 January, 2005 pukul 3:38:14.

Hampir semua gempa berpusat (episenternya berada) di laut. Satu kali gempa berpusat (episenternya) di darat dengan kekuatan 4.5SR dengan kedalaman 50Km. Secara umum episenter gempa2 ini kedalamannya membesar kearah timur. Hal ini dikarenakan penunjaman kerak australia yg menunjam ke ke utara semakin mendalam, sehingga gesekan akibat tubrukan kerak ini menunjam kearah timur. Semakin dalam, gesekan ini diyakini oleh ahli kebumian yg menyebabkan panas dan melelehkan batuan yang akhirnya menyebabkan munculnya gunung api. Itulah sebabnya jalur penunjaman lempeng ini sejajar dengan jalur gunung api. Tubrukan lempeng Australia ini menerus keselatan hingga ke Sumatra selatan Jawa selatan hingga ke Bali-Lombok-Nusatenggara. Jalur tumbukan inilah yg membentuk jalur gempa yang salahstunya telah bergetar hari Sabtu pekan lalu di Sumba.

Kegempaan sekitar Selat Sunda Pada tanggal 15 januari 05 sebuah getaran cukup kuat dirasakan di Jakarta. Menurut USGS episenter gempa tersebut berada di Selat Sunda dengan kekuatan 5.6 SR, dengan kedalaman 15 KM. Gempa ini terjadi berbarengan dengan maraknya issue tsunami yg melanda jawa yg disebarkan lewat imil dll. Semoga keterangan dibawah meyakinkan kita tentang perlunya kewaspadaan tanpa perlu kepanikan. Dan sekali lagi permalan gempa itu bukanlah berdasarkan atas penelitian ilmiah. Bagaimana kegempaan di daerah Selat Sunda ini ?

Selat Sunda terletak pada jalur pertemuan lempeng tektonik, juga daerah ini berada pada kaki gunung Krakatau, seperti yang tertulis diatas. Gunung ini diperkirakan merupakan gunung api aktif yg sangat berkaitan dengan proses penunjaman lempeng australia dan juga berhubungan dengan proses-proses kegempaan didaerah ini. Gambar yg terlampir memperlihatkan bahwa didaerah Selatan Sumatra-Selat Sunda hingga Jawa Bagian barat ini merupakan tempat dengan kegempaan cukup besar. Didaerah ini pertahun rata-rata terjadi 1-2 kali gempa dengan kekuatan diatas 4SR. Namun karena pusat gempa ini sering berada pada kedalaman cukup besar sehingga seringkali getarannya tidak dirasakan oleh manusia, dan hanya tercatat dalam rekaman dengan seismograph. Namun gempa yg terjadi pada hari sabtu pekan lalu cukup besar dengan kekuatan 5.6 sehingga getarannyapun dirasakan hingga di Jakarta. Dengan demikian sebenernya tidak perlu dikhawatirkan berlebihan, karena memang daerah ini sangat sering merasakan getaran gempa. Hanya saja karena adanya bencana tsunami 26 Des 2004 kemarin menjadikan kita semakin waspada akan bencana yg dipicu oleh gempa. Ini merupakan pertanda bagus bahwa kita sedang belajar menghadapi gejala-gejala alam yg akan terjadi secara lugas, lugu dan apa adanya. Dan kitalah yg dituntut selalu waspada dengan

gejala-gejala alam ini, dan harus dapat hidup berdampingan dengan alam sekitar. Salam, Ir. Rovicky Dwi Putrohari MSc - Anggota IAGI (Ikatan Ahli Geologi Indonesia) - Anggota HAGI (Himpunan Ahli Geofisika Indonesia) Gambar dapat diperoleh juga di : http://putrohari.tripod.com/Putrohari/

Kegempaan sekitar Selat Sunda

Gempa dengan kekuatan 6.2 SR ini sangat dirasakan getarannya di Aceh karena kedalamannya hanya 22.4 Km (Gempa dangkal). Lokasinyapun sangat dekat dengan kota Banda Aceh (lihat peta terlampir). Selain itu dalam waktu yg sangat pendek terjadi susulan dengan kekuatan 5.7 SR. (lihat lampiran gambar). Kemana harus lari ? Gempa susulan ini masih akan terjadi hingga beberapa pekan mendatang. Karena gempa kali ini berada di laut maka selain ancaman goncangan juga ada ancaman tsunami. Sehingga seandainya dipantai anda harus menjauhi pantai atau lari keatas. Namun seandainya anda berada di perbukitan terjal dan merasakan goncangan gempa sangat kuat anda harus menghindari tebing2 yang mungkin saja longsor. Hal ini penting karena jalan darat masih sangat diperlukan untuk pasokan atau distribusi logistik bagi korban bencana ini. Pengetahuan tentang berlindung dari bencana ini sifatnya "sangat local spesific" artinya tiaptiap daerah akan memiliki cara berlindung yang berbeda-beda. Inilah pentingnya mengetahui kondisi sekitar anda. Berlindung dari bencana alam ini merupakan ilmu hidup (survival knowledge), janganlah disama ratakan karena kondisi bencana itu sangat terkantiung dimana anda berada.

Setelah dua hari kemaren hanya sedikit gempa yang tercatat oleh USGS, berikutnya saya update data kegempaan kali ini dengan menggunakan data dari Gempa terkini dari BMG (Badan meteorologi dan geofiska). Syukurlah BMG akhirnya merilis data pengukurannya. Data gempa setelah tanggal 2 Jan 2005 ini semua berasal dari BMG (

http://geof.bmg.go.id/gempaterkini.jsp ), semoga data-data ini akan terus di update oleh BMG. Dari hasil plotting data-data gempa BMG ini terlihat jumlah gempa yg tercatat meningkat, namun perlu diingat bahwa data-data kegempaan yg dicatat BMG tidak hanya gempa yg 'magnitude'-nya diatas 5 SR. Untuk tidak membingungkan magnitude yg diukur disini bercampur antara MB, Md dan MI. Walaupun ada sedikit perbedaan, semoga tidak membingungkan dan bahkan kita semakin mengerti tentang perbedaan pengukuran kekuatan gempa. - Mb adalah Magnitudo Body Waves - Md adalah Magnitudo Durasi - Ml adalah Magnitudo Lokal Dengan demikin kita sedikit mengerti mengapa data dari BMG dapat berbeda dengan yg dari USGS, hal ini hanya karena banyaknya metode pengukuran kekuatan gempa ini. Kegempaan ini menunjukkan kekuatan yg jelas menurun dari sebelumnya, skali lagi walaupun ada perbedaan metode pengukuran antara BMG dengan USGS. Menurut database USGS aftershock ini akan terus terjadi hingga beberapa minggu atau bahkan hingga dua bulan mendatang. Dengan kekuatan yg bervariasi. Berikut tabel dari database USGS dari 10 tahun gempa terakhir ini. kolom 1 YEAR kolom 2 Magnitude 5.5 & larger events. kolom 3 Magnitude 5.0 & larger events. kolom 4 Magnitude 4.5 & larger events. 1995 | 2 | 7 | 35 1996 | 2 | 9 | 36 1997 | 2 | 11 | 37 1998 | 1 | 8 | 38 1999 | 3 | 11 | 34 2000 | 5 | 12 | 44 2001 | 4 | 9 | 36 2002 | 11 | 25 | 91 2003 | 6 | 20 | 64 2004 | 4 | 14 | 67 Dari tabel diatas terlihat bahwa dari Main Shock gempa masih akan menghasilkan beberapa kali aftershock. Semoga pengeplotan data ini semakin menenangkan anda untuk tidak khawatir lagi dengan kegempaan di Aceh-Andaman-Nicobar dsk ini. Namun demikian kewaspadaan akan bahaya gempa-gempa lain tentu saja masih sangat diperlukan. Saya lampirkan pula peta dari USGS mengenai daerah rawan bahaya gempa di Pulau Sumatra dan sekitarnya.

Seberapa pentingya sih prediksi ini untuk menyelamatkan korban ? Tentunya orang akan tertarik dengan 'what next' apa yang akan terjadi, berapa nomer nomer

buntut yg bakalan keluar, atau siapa yg bakalan menang sepak bola nanti .... Ramalan emang sesuatu yg sering dan selalu ditunggu-tunggu dan dicari oleh orang tertentu, termasuk anda kah ?. Apakah iya prediksi ini paling berperan mengurangi korban ? Jawabnya mungkin saja. Saya rasa akan lebih bermanfaat jika masyarakat sendiri sudah mampu membekali diri dengan "pengenalan gejala bencana" ketimbang menunggu pengumuman si tukang perintah (pemerintah :) tentang akan munculnya bencana dengan early warning, maupun ramalan/prediksi dari ahli geofisika/geologi. Seperti yg aku gemborkan di beberapa milist ---> "Prediksi dan peringatan dini (early warning)" itu konsumsinya orang- orang "diatas" sedangkan sosialisasi "kewaspadaan" pada bahaya di lingkungan sendiri itu konsumsinya orang "awam", macem kita-kita lah ... :).

Prediksi gempa yg keterjadiannya bisa puluhan tahun sekali, dan tsunami besar ini bisa sekali dalam ratusan tahun. Sehingga prediksi ini mungkin hanya bermanfaat utk perencanaan bendungan, jembatan, gedung2 tinggi, serta bangunan2 dan perencanaan strategis lainnya. Kesalahan prediksinyapun bisa meleset puluhan tahun, tempatnya (epicenternya) juga bisa meliputi ratusan Km persegi. Kejadiannyapun bisa sepuluh tahun lagi, seratus tahun lagi, bulan depan, atau bahkan nanti sore ! Peringatan dini ("Early warning") merupakan serangkaian sistem alat utk memberitahukan akan timbulnya kejadian alam. Bisa bencana maupun tanda2 alam yg menarik utk dinikmati. Sistem peringatan dini (early warning) akan melibatkan dan membutuhkan 'hardware' (alat) dan technology, juga prosedur penyampaian (software), termasuk otoritas siapa yg berhak/wajib menyampaikan (brainware). Bahkan ketika disampaikanpun belum tentu orang akan menghindar setelah tahu. Beberapa tulisan aku baca di web cukup menarik yg intinya "Apakah yg terjadi ketika kau beritahu bakalan akan ada tsunami ? .... beberapa orang akan berjejer di pantai untuk melihatnya !". Pada kenyataannya yang selamat dari bencana kemarin banyak yg sudah mengetahui gejalagejala akan datangnya "bencana" tsunami. Sepupu saya, salah seorang dokter AD yg sedang bertugas di Aceh sana waktu kejadian, ketika mengetahui ada gempa kekuatan besar langsung melarikan diri ke tempat lain (naik gunung) dengan mobil, dan selamat. Salah seorang teman anak saya juga berceritera hal yg sama ttg selamatnya pamannya yg ada di Aceh, yaitu mengenal kemungkinan tsunami setelah merasakan gempa sempet menjemput anaknya yang akhirnya selamat.

Kalau anda denger apa yg terjadi di rekaman video2 amatir ini terdengar kata-kata " ... here the bigger one ... here coming again ... wow, now its huge ...etc, etc" ... artinya mereka sudah tahu sebelumnya. Namun di video itu nampak orang yg berjejer di pinggir pantai, dan terhempas !. Saat ini saya masih lagi kepingin memberikan "pengetahuan" ke masyarakat tentang bagaimana terjadinya bencana serta tanda2nya,

terserahlah mereka dengan pengetahuan ini mau menonton atau menghindar, itu pilihan mereka... thats beyond my control !. Nah aku pingin bertanya kepada ahli-ahli pendidikan di negeri ini. Kapankah saat yg tepat memberikan pelajaran ttg bahaya ? - Saat inikah atau segera setelah kejadian. - Atau menunggu nanti (tahun depan) kalau sudah tenang. Perlu diingat keterjadian bencana ini puluhan tahun bahkan ratusan tahun sekali, namun rakyat Indonesia ini mnurutku termasuk yg "malas belajar" dan "pelupa" ... maaf. Kejadian gempa yg sekali dalam ratusan tahun ini memiliki dampak khusus dalam proses belajar umat manusia ... its part of learning proccess. Belajar tidak harus dengan mengalami sendiri ... ini penting !!

Hasil pengukuran secara statistik menunjukkan penurunan intensitas gempa sbb : Hari ke-1 (26 Des 2004) = 33 Getaran (Main shock 9.0 SR, after shock 7.1SR) Hari ke-2 (27 Des 2004) = 29 Getaran (max 6.1 SR) Hari ke-3 (28 Des 2004) = 8 Getaran (max 5.8 SR) Hari ke-4 (29 Des 2004) = 5 Getaran (Max 6.2 SR) Hari ke-5 (30 Des 2004) = 6 Getaran (Max 5.9 SR)

Hari ke-6 (31 Des 2004) = 7 Getaran (Max 6.3 SR) Hari ke-7 (1Januari 2005) = 4 Getaran (Max 6.5 SR) Hari ke-8 (2 Januari 2005) = 1 Getaran (max 5.3 SR) Penurunan intensitas gempa ini menunjukkan mulai stabilnya daerah ini.

Awal tahun ini Aceh diguncang lagi dengan gempa yg cukup besar pada dini hari dengan kekuatan cukup kuat dengan 6.5 SR. Menurut USGS lokasi gempa masih di sekitar Aceh. Berbeda dengan yg ditulis di detik.com yg bersumber dr BMG yg menyebutkan pusat gempa di Selatan Bengkulu, bahkan dirasakan hingga II-III MMI. Mungkin gempa ini dibawah 5SR sehingga tidak tercatat di USGS. Sya tidak tahu pasti penyebabnya. Atau mungkin ada gempa lain di sekitar Bengkulu seperti yg terekam oleh BMG. (references : Detik.com Sabtu, 01/01/2005 14:10 WIB Gempa yang Guncang Aceh, Berpusat di Bengkulu Selatan ) Menurut USGS pada awal tahun ini ada 2 gempa berkekuatan lebih dari 5 SR yang menggoyang Aceh yaitu : Magnitude 6.5 Tanggal/jam 1/1/2005 6:25 (UTC) Lattitude 5.045, Longitude 92.259, dengan kedalaman 10 Lokasi OFF THE WEST COAST OF NORTHERN SUMATRA Yang sebelumnya digoyang dengan magnitude 5.8 SR Pada tanggal 1/1/2005 4:03 Jam 5.457 (UTC) 94.445 45.5 NORTHERN SUMATRA, INDONESIA. Gempa susulan dengan kekuatan 6.5 ini merupakan gempa susulan terbesar ketiga sejak getaran pertama tanggal 26 Desember lalu. Gempa ini juga cukup dangkal karena hanya memiliki kedalam yg diperkirakan 10Km. Tentunya cukup membuat kepanikan. Berikut statistik kekuatan data gempa yg diambil dari USGS - US Geological Survey. Secara kuantitatif jumlah gempa ini menurun dari : Hari ke-1 (26 Des 2004) = 33 Getaran (Main shock 9.0 SR, after shock 7.1SR) Hari ke-2 (27 Des 2004) = 29 Getaran (max 6.1 SR) Hari ke-3 (28 Des 2004) = 8 Getaran (max 5.8 SR) Hari ke-4 (29 Des 2004) = 5 Getaran (Max 6.2 SR) Hari ke-5 (30 Des 2004) = 6 Getaran (Max 5.9 SR) Hari ke-6 (31 Des 2004) = 7 Getaran (Max 6.3 SR) Hari ke-6 (1January 2004) = 2 Getaran (Max 6.5SR)

Gempa yg terakhir tercatat hingga tanggal 31 December 2004 07:54 pagi waktu setempat ada satu yg cukup besar dengan kekuatan 6.3 SR. Kedalaman episenternya juga dangkal hanya 11.9 Km. Saya rasa gempa ini akan cukup kuat dirasakan didaerah Aceh. Kalau ada yg merasakan getarannya tolong beritahu ke saya, supaya dapat menambah informasi update gempa saya ini. Hasil pertemuan para ahli gempa dari LIPI, ITB, IAGI, BGM, HAGI dll yg diprakarsai oleh Departemen ESDM kemaren 30 Desember 2004, menyatakan bahwa TIDAK AKAN ADA TSUNAMI SEBESAR tanggal 26 Dec 04 dalam waktu dekat. Juga USGS menyebutkan bahwa gempa susulan ini akan terus terjadi mungkin dalam orde mingguan atau bahkan dalam bulan mendatang. Ini perlu disikapi sebagai pertanda baik, semoga. Sehingga usaha-usaha penyelamatan korban luka serta evakuasi dan pemberian bantuan tidak perlu terlalu khawatir adanya gempa susulan

yg lebih besar. Namun tetap berjaga-jaga dan waspada, karena bukan hanya getarannya gempanya saja yg berbahaya. Dari hasil kajian teknis para ahli ini serta pengalaman sejarah manusia (tercatat) memang tidak ada gempa sebesar 9 SR yg berulang dalam waktu singkat. Juga perkiraan atau prediksi dari gempa tidak akan tepat sebagai acuan utk operasional. Apalagi utk penyelamatan diri. Tidak ada yg dapat secara tepat memprediski kapan dan dimana gempa itu akan terjadi. Menurut hemat saya, prediksi itu bersifat strategis dengan ketidak pastian waktu serta lokasi yg cukup besar. Peringatan dini itu bersifat operasional yg cukup kompleks karena melibatkan manusia, prosedur, serta otoritas, dan sangat tergantung dengan teknologi dan prasarana. Namun sekali lagi "kewaspadaan diri" itulah yg jauh lebih penting sebagai usaha penyelamatan diri. Kenalilah gejala-gejala alam. Pandai-pandailah "menari" di punggung bumi yg sedang mengeliat.

Anda mungkin juga menyukai