Anda di halaman 1dari 2

Anak-Anak Manusela Tak Butuh Omongan Saya

Saya cinta membaca dan jalan-jalan. Keduanya seolah tak terpisahkan dari diri saya. Kendati apa yang maksudkan dengan 'membaca' dan 'jalan-jalan' tidak melulu dimaknai secara literal. Membaca tidak hanya buku. Membaca bisa dengan segenap indra. Pun, jalan-jalan begitu. Tidak harus dengan kaki, tapi juga penelusuran melalui pikiran. Maka, ketika saya membaca catatan Rosa Dahlia Yekti Pratiwi di Facebook berjudul "Jendela untuk sabahat kecil Manusela", saya merasa ada sesuatu dalam diri yang bergerak. Tergerak. Jika bisa disebut, terilhami. Dan, tulisan tersebut akan teronggok begitu saja kalau tidak disebarluaskan. Tulisannya mengingatkan saya pada tulisan para Pengajar Muda dari gerakan Indonesia Mengajar. Coretan-coretan yang menyentuh. Langsung menukik ke hati yang paling dalam. Mengetuk nurani. Sembari menghamparkan kenyataan. "Beginilah wajah pendidikan, wajah masyarakat, wajah budaya di daerah-daerah terpencil di Indonesia." Itu yang seakan-akan mereka katakan lewat tulisan. Saya punya blog. Tulisan Rosa saya sebarkan di sana. Respon bermunculan. Terutama dari teman-teman blogger yang saya ketahui memiliki kepedulian tinggi pada pendidikan Indonesia. Misalnya, Mbak Helene Jeane Koloway. Asli Surabaya, ia yang tinggal di Perancis saat ini, mengajukan tanya, "Tah, tolong tanya'in ke Ocha dng, kalo seandainya aku tertarik utk sedikit berbagi utk anak-anak Manusela, gimana caranya? Makasih sebelumnya..." Pesan Mbak Helene saya sampaikan ke Rosa. Rosa pun telah menyebarluaskan tulisannya ini ke grup Petualang Aku Cinta Indonesia (ACI) 2010 dan 2011. Teman-temannya pun berbondong menyebarkan tulisan Rosa. Beragam respons muncul. Intinya, bagaimana agar diambil tindakan nyata. Mewujudkan impian anak-anak SD YPPK Manusela untuk memiliki alat tulis yang layak serta buku-buku menarik baca buat mengisi rak biru besar perpustakaan mereka. Penerbit Bentang Pustaka, yang menerbitkan buku saya, juga saya ketahui sedang mengadakan program pengumpulan buku. Buku ini akan disebarkan ke daerah-daerah. Maka, ibarat pucuk dicinta ulam tiba, saya bagi tulisan Rosan di grup mereka. Jadilah antara Rosa dan Bentang Pustaka melakukan kontak satu sama lain. Sementara itu, makin banyak respons yang muncul. Saya kira, inilah momen yang tepat bagi Rosa dan kawan-kawannya, untuk tidak berlama-lama lagi. Tercetuslah program "1 Buku untuk Indonesia". Fan pages dibuat. Akun Twitter dibikin. Siapa yang berminat menyumbangkan buku-buku, alat tulis, sepatu, dan sebagainya, agar menghubungi dua akun tersebut, juga mengontak founder-nya.

Saya kira, inilah kekuatan jejaring sosial. Kita bisa menggalang massa dalam waktu yang singkat. Terima kasih untuk internet. Maka, ketika akhirnya sumbangan buku-buku berdatangan, saya pribadi, merasakan haru sekaligus kesal. Haru karena langkah Rosa dan kawan-kawan untuk mewujudkan impian anak-anak SD YPPK Manusela telah mendekati kenyataan. Kesal pada diri sendiri karena hingga keberangkatan Tim "1 Buku untuk Indonesia", saya belum jua menyumbang perkakas belajar buat anak-anak Manusela. Cerca saya. Hanya bisa membuat tulisan, berbicara, tapi tidak bertindak nyata. Cerca saya. Hanya bisa membagikan tulisan Rosa, sementara saya tidak ikut sumbang buku, sekalipun hanya satu. Cerca saya. Tapi, sebentar... Jangan-jangan ada yang sama dengan saya?

Penulis: Lalu Abdul Fatah

Anda mungkin juga menyukai