Anda di halaman 1dari 21

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

POTENSI DAN PROSPEK PAJAK PENGAMBILAN AIR TANAH DI KABUPATEN BONDOWOSO


Yudhananto : Alumni Pascasarjana Universitas Jember Program Studi Ilmu Ekonomi

Ringkasan Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dan prospek pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso. Penelitian ini juga mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak daerah disertai dengan rekomendasi kebijakan upaya optimalisasi penerimaan pajak daerah. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalah identifikasi nilai ekonomi potensi dengan tolak ukur hasil dan kemampuan melaksanakan. Sedangkan untuk menangkap persepsi masyarakat digunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso sangat tidak berpotensi berdasarkan tolak ukur hasil (yield) dan kemampuan untuk melaksanakan (ability to implement). Hal ini berbeda dengan Kabupaten Situbondo yang masih satu Cekungan Air Tanah (CAT) dengan Kabupaten Bondowoso, pajak pengambilan dan air tanah cukup potensial. Hasil penilaian persepsi masyarakat mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi optimalisasi penerimaan pajak daerah adalah faktor ekonomi menempati prosentase terbesar yaitu 36,54 % dengan kriteria faktor adalah masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, aksesibilitas sumber-sumber ekonomi masih terbatas, dan inovasi dalam pemungutan pajak. Diikuti faktor ekologi 22,37 % meliputi faktor pengendalian pencemaran dan keseimbangan ekosistem masih menjadi faktor utama dalam upaya optimalisasi pajak daerah. Faktor kelembagaan 21,56 % dipengaruhi oleh masih lemahnya law of enforcement terhadap segala bentuk pelanggaran pajak dan belum adanya reformasi birokrasi dalam pemungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah. Faktor sosial budaya 19,53 % yaitu masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kesehatan serta kurangnya penyediaan infrastruktur. Secara umum, menurut persepsi masyarakat dan pengambil kebijakan optimis bahwa pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso dapat dikembangkan lebih lanjut. Kata Kunci: Potensi, Prospek, Determinan, Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah

123

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

POTENCY AND SOIL LAND GROUND WATER UPTAKE TAX PROSPECT IN SUB-PROVINCE BONDOWOSO Abstract

This research aim to identify potency and retrieval tax prospect and exploiting of ground water in Kabupaten Bondowoso. This research also identifies factors influencing optimalisation of acceptance?receiving of area tax is accompanied with recommendation of policy of optimalisation effort of acceptance?receiving of area tax. Analytical method applied in research is identification of potency economics value with result yardstick and ability executes. While to catch perception of public is applied [by] method analytical hierarchy process ( AHP). Result of research indicates that retrieval tax and exploiting of ground water in Kabupaten Bondowoso hardly potency doesn't based on result yardstick ( yield) and ability to execute ( ability to implement). This thing differs from Kabupaten Situbondo which still one Cekungan Air Tanah ( PAINT) with Kabupaten Bondowoso, retrieval tax and ground water enough potential. Result of assessment of perception of public about factors influencing optimalisation of acceptance?receiving of area tax is economic factor occupies percentage of the biggest that is 36,54 % with factor criterion is still the low of level of public earnings, aksesibility source of economicses still be limited, and innovation in tax imporser. Followed ecological factor 22,37 % to cover control of contamination factor and balance of ecosystem still becoming primary factor in the effort optimalisation of area tax. Institutional factor 21,56 % influenced by still weakening it law of enforcement to all kind of collision of tax and has not existence of bureaucracy reform in retrieval tax imporser and ground water exploiting. Cultural social factor 19,53 % that is still the low of quality of human resource and health and lack of infrastructure supply. In general, according to perception of optimism public and policy taker that retrieval tax and exploiting of ground water in Kabupaten Bondowoso can be developed furthermore. Key word: Potency, Prospect, Determinant, Retrieval Tax and Ground water Exploiting

I. PENDAHULUAN Sumber-sumber pendapatan daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 pasal 5 ayat 2 terdiri dari : 1) Pendapatan Asli Daerah (PAD) ; 2) dana perimbangan ; dan 3) lain-lain pendapatan. Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu sumber penerimaan yang memberikan kontribusi terbesar di antara komponen lainnya. Oleh karena itu jenis penerimaan ini menjadi salah satu tolak ukur dari tingkat kemandirian suatu daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kemampuan suatu daerah dalam hal pembiayaan penyelenggaraan pembangunan dapat dilihat dari besarnya kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Anggaran Pembangunan Belanja Daerah (APBD). Salah satu sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) 124

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

yang mempunyai prospek cukup baik dan kontribusi terbesar adalah pajak daerah. Sesuai Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No.18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi daerah yang termasuk dalam Jenis Pajak Propinsi adalah pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air; Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Di atas Air; Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Pengambilan serta Pemanfaatan Air Tanah maupun Air Permukaan. Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah dan Air Permukaan merupakan salah satu sumber pendapatan daerah yang penting. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah sangat penting seiring dengan makin meningkatnya kebutuhan air masyarakat baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun kebutuhan sektor niaga dan non niaga. Kabupaten Bondowoso merupakan daerah yang mempunyai perkembangan pesat di wilayah Provinsi Jawa Timur yang dicirikan oleh perkembangan sektor pertanian, industri dan pariwisata. Pesatnya perkembangan tersebut diikuti dengan perkembangan penduduk yang menyebabkan berkembangnya permukiman baru dan berdampak pada alih fungsi lahan. Akibatnya, resapan air tanah semakin berkurang, sementara disisi lain kebutuhan akan air terus meningkat baik untuk keperluan sehari-hari, niaga dan non niaga. Permintaan air untuk kebutuhan sehari-hari setiap jiwa di daerah Kabupaten Bondowoso dapat dikategorikan dalam program Indeks Kebutuhan Konsumen yaitu 100 liter/hari/jiwa sebagaimana ditunjukkan pada tabel 1.1 berikut. Tabel 1.1 Kebutuhan Air Penduduk di Kabupaten Bondowoso
JUMLAH KEBUTUHAN AIR NO TAHUN PENDUDUK LITER/HARI 1 2004 714,835 71,483,500 2 2005 721,078 72,107,800 3 2006 727,376 72,737,600 4 2007 733,729 73,372,900 Rata-rata Sumber : Bondowoso dalam angka tahun 2007 BERASAL DARI AIR TANAH 60 % 42,890,100 43,264,680 43,642,560 44,023,740 KEBUTUHAN AIR LITER/TAHUN 15,654,886,500 15,791,608,200 15,929,534,400 16,068,665,100 15,861,173,550

Pada tahun 2004 dengan jumlah penduduk 714.835 jiwa membutuhkan air sebesar 71.483.500 liter/hari yang diambil dari air tanah dan diperkirakan sebesar 42.890.100 liter /hari atau 15.654.886.500 liter/tahun. Pada tahun 2005 dengan jumlah penduduk 721.078 jiwa membutuhkan air sebesar 72.107.800 liter/hari yang diambil dari air tanah dan diperkirakan sebesar 43.264.680 liter /hari atau 15.791.608.200 liter/tahun. Pada tahun 2006 dengan jumlah penduduk yang makin meningkat yaitu 727.376 jiwa membutuhkan air sebesar 72.737.600 liter/hari yang diambil dari air tanah dan diperkirakan sebesar 15.929.534.400 liter /hari atau 15.929.534.400 liter/tahun. Pada tahun 2007 dengan jumlah penduduk yang makin meningkat yaitu 733.729 jiwa membutuhkan air sebesar 73.372.900 liter/hari yang diambil dari air tanah dan diperkirakan sebesar 44.023.740 liter /hari atau 16.068.665.100 liter/tahun. Rata-rata penggunaan air tanah di Kabupaten Bondowoso sebesar 15.861.173.550 liter/tahun. Kebutuhan air di Kabupaten Bondowoso bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari tetapi juga untuk keperluan niaga dan non niaga. Pada tahun 2004, dengan jumlah rata-rata satu bulan 1.917.876 m3 dan dalam satu tahun 23.014.512.000 liter/tahun Pada tahun 125

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

2005, dengan jumlah rata-rata satu bulan 1.994.112 m3 dan dalam satu tahun 23.929.344.000 liter/tahun. Pada tahun 2006, jumlah rata-rata satu bulan meningkat menjadi 1.995.264 m3, dalam satu tahun 23.943.168 liter/tahun. Pada tahun 2007, dengan jumlah rata-rata satu bulan 2.011.766 m3 dan dalam satu tahun 24.141.192.000 liter/tahun. Maka jumlah rata-rata keseluruhan pengambilan air tanah sebesar 23.757.054.000 liter/tahun. Penggunaan air tanah secara keseluruhan baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun niaga dan non niaga sebesar 39.618.227.550 liter/tahun. Sedangkan air tanah yang tersedia pada cadangan air tanah Bondowoso-Situbondo sebesar 136.532.620.800 liter/tahun. Keadaan tersebut bila tidak diimbangi dengan adanya upaya konversi lahan resapan kemungkinaan besar pemanfaatan dan pengambilan air tanah tanpa kendali dan akan berkembang terus seiring dengan perkembangan penduduk dan industri akan mendekati air tanah yang tersedia, bahkan tidak menutup kemungkinan pemanfaatan dan pengambilan air tanah dapat melebihi ketersediaan air tanah yang ada. Konservasi lahan resapan ini tentunya tidak lepas dari biaya yang digunakan yang cukup tinggi. Oleh karena peran pajak sangat penting bagi upaya konservasi lahan ini. Pemanfaatan kebutuhan air tanah yang makin meningkat merupakan sumber potensial bagi penerimaan pajak pengambilan air tanah. Target pajak pengambilan air tanah di Kabupaten Bondowoso pada kurun waktu 2004 hingga 2007 rata-rata mencapai 63,61 %. Pada tahun 2004, dari target pajak sebesar Rp. 340.254.876,00 dapat direalisasikan menjadi sebesar Rp.176.842.987,00, atau mencapai 51,97 %. Namun tahun 2005 terjadi penurunan dari target Rp. 388.348.015,00 dapat direalisasikan menjadi sebesar Rp.125.395.690,00, perbandingan target dan realisasi mencapai 32,29 %. Pada tahun 2006 dari target Rp. 187.593.905,00 dapat direalisasikan menjadi Rp. 157.142.876,00 perbandingan target realisasi mencapai 83,77 %. Pada tahun 2007 dari target Rp. 96.000.000,00 dapat direalisasikan menjadi Rp. 82.944.918,00 atau perbandingan target dan realisasi mencapai 86,40 % (Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bondowoso, 2004-2007). Penurunan penerimaan pajak tersebut disebabkan antara lain tidak adanya perolehan obyek pajak baru serta kesadaran wajib pajak rendah yang tidak lagi membayar kewajibannya. Hal ini tidak menutup kemungkinan ke depan realisasi pajak tidak mencapai target yang diharapkan.. Masih rendahnya optimalisasi pajak air tanah disebabkan oleh beberapa faktor dari berbagai aspek. Beberapa faktor yang menyebabkan belum tergalinya potensi pajak antara lain : (1) ekonomi, pemanfaatan air tanah belum memberikan kontribusi yang besar bagai pembentukan komposisi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan secara ekonomis, belum memberikan kontribusi optimal peningkatan pendapatan masyarakat sekitar; (2) sosial, rendahnya kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak secara tepat waktu; belum seimbangnya kebutuhan pemakaian air dengan cadangan air yang ada sehingga potensial menyebabkan krisis air tanah; (3) ekologi, pengambilan dan pemanfaatan air tanah secara eksploitatif akan berdampak pada keseimbangan ekologi sehingga menimbulkan kerugian baik terhadap masyarakat itu sendiri maupun bagi daerah lain. Beberapa dampak kerugian lingkungan tersebut antara lain : a) Menurunnya permukaan air tanah akibat dari pengambilan air tanah secara besar-besaran; b) Semakin berkurangnya jumlah sumber air akibat adanya penggundulan hutan dan berubah fungsi menjadi lahan pertanian; c) Terjadinya penurunan permukaan tanah atau subsidant daerah setempat. (4) budaya, masih rendahnya pengetahuan dan pendidikan masyarakat mengenai manfaat dan sustainibilitas air bagi kebutuhan masyarakat yang berimplikasi pada pemakaian air secara berlebihan, masih rendahnya motivasi dan kesadaran untuk pembayaran pajak atas pemakaian dan pemanfaatan air; (5) 126

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

kelembagaan, masih lemahnya kemampuan aparatur dalam pengelolaan pajak, lemahnya sistem hukum dimana belum ada peraturan daerah sebagai payung hukum untuk pengelolaan air tanah, lemahnya law of enforcement bagi masyarakat, dan lemahnya sistem administrasi pengelolaan pajak. Berangkat dari fenomena mengenai manfaat penting sumber daya air tanah bagi masyarakat, namun belum diimbangi dengan pengelolaan yang baik, maka diperlukan kebijakan yang tepat dalam pengelolaan air tanah. Rekomendasi kebijakan baik yang bersifat preventif maupun implementatif penting untuk dilakukan dalam berbagai aspek baik ekonomi, sosial dan budaya, ekologi dan kelembagaan. Terkait dengan pentingnya pemanfaatan air tanah dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pemenuhan kebutuhan air masyarakat, hal ini menarik untuk dikaji lebih dalam dari berbagai aspek. Dengan menganalisa potensi dan prospek pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah dapat diperoleh gambaran dan informasi ketersediaan potensi air tanah sehingga diharapkan akan memberikan stimulus bagi pemenuhan kebutuhan air masyarakat, dan dapat untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik untuk saat ini dan yang akan datang serta dapat ditindak lanjuti dengan kebijakan pengelolaan air tanah yang tepat. Oleh karena itu penelitian mengenai potensi dan prospek pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah menjadi penting dan relevan untuk dilaksanakan.

II. PERUMUSAN MASALAH Pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah merupakan salah satu komponen pajak yang cukup potensial dalam memberikan kontribusi bagi penerimaan daerah seiring dengan makin meningkatnya kebutuhan air masyarakat setiap tahunnya. Belum tercapainya optimalisasi penerimaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah dipengaruhi oleh berbagai faktor baik dari sisi ekonomi, sosial dan budya, ekologi, dan kelembagaan. Terkait dengan hal tersebut, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana potensi pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso ? 2. Bagaimana pengaruh faktor-faktor ekonomi, sosial dan budaya, kelembagaan dan ekologi terhadap pemungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso? 3. Bagaimana prospek pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso ?

III. METODE PENELITIAN 3.1 Obyek Penelitian Penelitian ini berlokasi di Kabupaten Bondowoso. Hal ini didasarkan pada pertimbangan makin meningkatnya jumlah penduduk masyarakat di Kabupaten Bondowoso dan meningkatnya penggunaan air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik untuk kepentingan rumah tangga maupun industri yang diambil dari air tanah. Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder dan primer. Data sekunder tahun 2002-2006 diperoleh dari : (a) kantor Badan Pusat Statistik untuk data Produk Domestik Bruto Regional Bruto (PDRB) dan Anggaran Pembangunan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Bondowoso; dan (c) kantor Unit Pelaksana Teknis Pendapatan Daerah 127

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

Provinsi Jawa Timur, Bappekab, Bagian Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten Bondowoso dan Instansi lain yang dianggap perlu. Seangkan data data primer diperoleh melalui penyebaran kuisioner untuk menangkap persepsi orang-orang yang expert terkait dengan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah. Pengambilan data dilakukan dengan observasi langsung dan terpadu dilengkapi dengan pengisian kuesioner dengan harapan observasi yang dilakukan memiliki tingkat obyektivitas dan ketelitian yang akurat.

3.2 Teknik Analisis Data Untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini digunakan beberapa alat analisis antara lain: Statistik Deskriptif yang berguna untuk memberi gambaran mengenai hasil penelitian secara universal. Untuk menganalisis lebih dalam digunakan teknik variance test yang berguna untuk melihat keseragaman sampel, sensitivity test yang berguna untuk melihat perubahan situasi dan kondisi objek penelitian. Sebelum data dianalisis, akan dilakukan seleksi data sampel untuk mendeteksi apakah masih terdapat sampling error pada data sampel, dengan harapan hasil penelitian akan menjadi konsisten dan tidak bias. Dengan demikian rekomendasi yang akan diajukan akan menjadi lebih dapat dipertanggungjawabkan. Alat analisis yang digunakan dalam menghitung peranan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah sebagai pajak daerah adalah menghitung rasio pajak pemanfaatan dan pengambilan air tanah terhadap pajak daerah, Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan penerimaan daerah dengan rumus sebagai berikut (Widodo, 1990:21): Pajak Air Tanah Peranan Pajak AT = ------------------------ Pajak Daerah Pajak Air Tanah Peranan Pajak AT = --------------------------------- Pendapatan Asli Daerah Pajak Air Tanah Peranan Pajak AT = --------------------------- Penerimaan Daerah Keterangan : Peranan Pajak Air Tanah adalah peranan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah Pajak Air Tanah adalah realisasi pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah Pajak Daerah adalah realisasi pajak daerah Pendapatan Asli Daerah adalah realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Penerimaan Daerah adalah realisasi penerimaan daerah

a. Identifikasi Nilai Ekonomi Potensi Pajak Daerah 128

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

Setiap nilai pajak diberi nilai antara -2, -1, +1 dan +2 didasarkan atas besaran hasil (yield) dan kemampuan melaksanakan (ability to implement). Nilai -2 menunjukkan pajak sangat tidak berpotensi, nilai -1 menunjukkan tidak berpotensi, nilai +1 berpotensi sedangkan +2 sangat berpotensi. b. Variabel hasil (yield) Untuk mendapatkan nilai -2 hingga +2 dapat dilihat dari (1) rata-rata realisasi penerimaan tahun 2004-2007 dengan rata-rata realisasi penerimaan pajak tahun 2004-2007 di kabupaten lain yaitu Kabupaten Situbondo; (2) elastisitas realisasi penerimaan pajak tahun 2004-2007 dibandingkan dengan pengeluaran rutin Anggaran Pembangunan Dan Belanja Daerah (APBD) kabupaten Bondowoso; dan (3) elastisitas realisasi penerimaan pajak dan retribusi tahun 2004-2007 dibandingkan dengan Product Domestic Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso. - Bila hasil analisis lebih besar dari kabupaten lain dan elastis terhadap pengeluaran rutin dan Product Domestic Regional Bruto (PDRB) maka pajak sangat berpotensi (+2) - Bila hasil lebih besar dan tidak elastis terhadap pengeluaran rutin dan Product Domestic Regional Bruto (PDRB) berarti pajak berpotensi +1 - Bila hasil lebih kecil dan elastis terhadap pengeluaran rutin dan Product Domestic Regional Bruto (PDRB) berarti pajak tidak berpotensi -1 - Bila hasil lebih kecil dan tidak elastis terhadap pengeluaran rutin dan Product Domestic Regional Bruto (PDRB) berarti pajak sangat tidak berpotensi -2 c. Variabel Kemampuan Daerah untuk melaksanakan (Ability to implement) Digunakan dua perbandingan yaitu (1) rata-rata perbandingan antara target dan realisasi penerimaan pajak selama 2004 2007, (2) Perbandingan target dan realisasi antara Kabupaten Bondowoso dengan kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Situbondo. 1) Bila rata-rata perbandingan antara target dan realisasi diatas 110% dan lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan target dan realisasi kabupaten lain maka pajak sangat berpotensi (+2) 2) Bila rata-rata perbandingan antara target dan realisasi antara 100% - 110% dan lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan target dan realisasi kabupaten lain maka pajak sangat berpotensi (+1) 3) Bila rata-rata perbandingan antara target dan realisasi dibawah 100% dan lebih tinggi dibandingkan dengan perbandingan target dan realisasi kabupaten lain maka pajak sangat berpotensi (-1) 4) Bila rata-rata perbandingan antara target dan realisasi dibawah 100% dan lebih rendah dibandingkan dengan perbandingan target dan realisasi kabupaten lain maka pajak sangat berpotensi (-2) d. Analytical Hierarchy Process (AHP) Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan analisis yang digunakan dalam pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem, dimana pengambil keputusan berusaha memahami suatu kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan.

129

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

Di dalam Analytical Hierarchy Process (AHP), penetapan prioritas kebijakan dilakukan dengan menangkap secara rasional persepsi orang, kemudian mengkonversi faktor-faktor yang intangible (yang tidak terukur) ke dalam aturan yang biasa, sehingga dapat dibandingkan. Adapun tahapan dalam analisis data sebagai berikut (Saaty, 1980): 1. Identifikasi sistem, yaitu untuk mengidentifikasi permasalahan dan menentukan solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari referensi dan berdiskusi dengan para pakar yang memahami permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi. 2. Penyusunan struktur hierarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan sub tujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah. 3. Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Teknik perbandingan berpasangan yang digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para responden yang dianggap sebagai key person. Mereka dapat terdiri atas: 1) pengambil keputusan; 2) para pakar; 3) orang yang terlibat dan memahami permasalahan yang dihadapi. 4. Matriks pendapat individu, formulasinya dapat disajikan sebagai berikut: C1 C1 C2
A a ij

C2 a12 1 . . . .1/a2n

. . . . . . . . . . . .

Cn A1n A2n . . . 1

1 1/a12 . . . 1/a1n

. . . Cn

Dalam hal ini C1, C2, ..... Cn adalah set elemen pada satu tingkat dalam hierarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil perbandingan berpasangan membentuk matriks n x n. Nilai aij merupakan nilai matriks pendapat hasil perbandingan yang mencerminkan nilai kepentingan Ci terhadap Cj. 4. Matriks pendapat gabungan, merupakan matriks baru yang elemen-elemennya berasal dari rata-rata geometrik elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio inkonsistensinya memenuhi syarat. 5. Pengolahan horisontal, yaitu : a) Perkalian baris; b) Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vektor); c) Perhitungan akar ciri (eigen value) maksimum, dan d) Perhitungan rasio inkonsistensi. Nilai pengukuran konsistensi diperlukan untuk menghitung konsistensi jawaban responden 130

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

6. Pengolahan vertikal, digunakan untuk menyusun prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hierarki keputusan tertentu terhadap sasaran utama. Revisi Pendapat, dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat cukup tinggi (>0,1). Beberapa ahli berpendapat jika jumlah revisi terlalu besar, sebaiknya responden tersebut dihilangkan. Jadi penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Struktur hierarki Analytical Hierarchy Process (AHP) dalam penelitian ini meliputi dua hal yaitu hierarki pertama meliputi identifikasi faktor dan prospek pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso. Hierarki kedua mencakup rekomendasi kebijakan dalam intensifikasi pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso.

III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Identifikasi Potensi Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air tanah Kabupaten Bondowoso Untuk mengidentikasi potensi pajak pengambilan dan pemanfataan air tanah di Kabupaten Bondowoso didasarkan pada lima tolak ukur prinsip pemungutan pajak. Menurut Devas (1989), ada lima tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai pajak daerah yaitu yield, equity, economic efficiency, ability to implement dan suitability as a local source. Arti penting dari kelima tolak ukur tersebut pada penilaian apakah suatu jenis pajak akan bertahan lama dan berkelanjutan. Penelitian ini menggunakan dua tolak ukur yaitu hasil atau yield dan kemampuan melaksanakan atau ability to implement. a) Yield Tolak ukur yield memberikan justifikasi bahwa untuk menilai hasil penerimaan pajak di Kabupaten Bondowoso digunakan tiga penilaian, yaitu : 1) Pertumbuhan penerimaan pajak daerah di Kabupaten Bondowoso relatif terhadap penerimaan rata-rata di Kabupaten sekitarnya yaitu Kabupaten Situbondo. 2) Elastisitas penerimaan pajak daerah terhadap pengeluaran rutin pemerintah daerah 3) Elastisitas penerimaan pajak daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Bondowoso Digunakannya dimensi pertumbuhan sebagai alat untuk menilai hasil (yield), diharapkan dapat memberikan gambaran kongkrit hasil (yield) penerimaan pajak daerah. Sebab hasil (yield) nominal penerimaan pajak daerah pada periode waktu tertentu seringkali kurang menggambarkan hasil yang sesungguhnya, baik karena kesalahan teknis maupun kesalahan sumber daya manusia. Adapun digunakannya perbandingan dengan daerah lain, diharapkan memperkuat penilaian hasil (yield) melalui dimensi pertumbuhan. Dimana apabila pertumbuhannya baik, maka dengan asumsi lainnya daerah lain tetap, maka seharusnya pertumbuhan hasil (yield) di Kabupaten Bondowoso lebih besar dari rata-rata pertumbuhan hasil (yield) di daerah sekitarnya. Dan mengingat pajak lebih banyak digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin, maka seharusnya terdapat hubungan yang elastis antara pajak dengan pengeluaran rutin

131

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

pemerintah daerah. Oleh karena itu, untuk menilai hasil penerimaan pajak daerah Kabupaten Bondowoso berpotensi atau tidak, digunakan ukuran: 1) Sangat potensial jika pertumbuhan hasil (yield) lebih tinggi dari daerah sekitarnya dan pada saat yang sama elastis terhadap pengeluaran rutin dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2) Potensial jika pertumbuhan hasil (yield) lebih tinggi dari daerah sekitarnya namun pada saat yang sama inelastis terhadap pengeluaran rutin dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 3) Jika pertumbuhan hasil (yield) lebih rendah dari daerah sekitarnya dan pada saat yang sama elastis terhadap pengeluaran rutin dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 4) jika pertumbuhan hasil (yield) lebih rendah daerah sekitarnya dan pada saat yang sama inelastis terhadap pengeluaran rutin dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Potensi hasil (Yield) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air tanah Kabupaten Bondowoso ditunjukkan tabel 1. Tabel 1. Potensi hasil (Yield) Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air tanah Kabupaten Bondowoso Tahun Perbandingan Elastisitas Elastisitas Kesimpulan : dengan Kabupaten Belanja Rutin PDRB dengan Potensi/Tidak Situbondo Non PegawaiPajak air tanah Berpotensi Pajak Sangat tidak 2004 < 0.00 0.00 berpotensi Sangat tidak 2005 < -0.21 -0.64 berpotensi Tidak berpotensi 2006 < 1.34 0.63 Sangat tidak 2007 < -0.43 -0.27 berpotensi
Sumber : Data diolah

Pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso sangat tidak berpotensi karena memiliki nilai pertumbuhan hasil (yield) lebih kecil dibandingkan pertumbuhan hasil (yield) di daerah lain yaitu Kabupaten Situbondo. Selain itu nilai elastisitas pajak dengan pengeluaran rutin dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menunjukkan nilai yang tidak elastis. Hanya pada tahun 2006 menunjukkan nilai yang elastis, namun realisasi penerimaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah masih lebih kecil dari kabupaten Situbondo. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah dinilai sangat tidak berpotensi berdasarkan tolak ukur hasil (yield) disebabkan oleh beberapa faktor antara lain masih sedikitnya pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso seperti untuk industri maupun rumah tangga. Disamping juga faktor pelayanan publik yang juga masih kurang. Bila dibandingkan dengan kabupaten Situbondo yang masih satu cekungan (Cekungan Air Tanah, 132

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

CAT), potensi pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah lebih signifikan di kabupaten Situbondo. Hal ini mengingat relatif lebih banyaknya jumlah industri dibandingkan kabupaten Bondowoso. Adanya PT.PLN (Persero) Paiton dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) memerlukan kebutuhan air cukup besar. Potensi lainnya adalah adanya tambak udang dan pabrik gula Prajekan yang menggunakan input sumber daya air yang cukup besar. b) Kemampuan Melaksanakan (Ability to Implement) Untuk mengetahui sejauh mana pemerintah daerah Kabupaten Bondowoso dapat melaksanakan pengelolaan pajak daerah digunakan dua alat, yaitu 1) Perbandingan antara rata-rata potensi dan realisasi penerimaan pajak daerah tahun 2004-2007 di Kabupaten Bondowoso 2) Perbandingan antara rata-rata potensi dan realisasi penerimaan pajak daerah tahun 2004-2007 Kabupaten Bondowoso dengan Kabupaten sekitarnya yaitu Kabupaten Situbondo Kesimpulan analisis sebagai berikut : 1) Sangat berpotensi untuk dilaksanakan di kabupaten Bondowoso apabila rata-rata di Kabupaten Bondowoso lebih dari 110% dan lebih besar dibandingkan kabupaten lainnya. 2) Berpotensi apabila lebih dari 110%, namun lebih kecil dibandingkan Kabupaten lainnya 3) Tidak berpotensi apabila kurang dari 110%, namun lebih besar dibandingkan Kabupaten lainnya 4) Sangat tidak berpotensi bila kurang dari 110 % dan lebih kecil dibandingkan Kabupaten lainnya Dipergunakannya alasan perbandingan antara potensi dan realisasi penerimaan pajak daerah, dengan argumentasi hubungan antara potensi dan realisasi menunjukkan kemampuan melaksanakan pajak daerah. Kemampuan untuk mencapai potensi apalagi melebihi potensi menunjukkan bahwa pajak daerah tersebut mudah dilaksanakan. Semakin tinggi realisasi dibandingkan potensinya, berarti semakin terlihat adanya kemampuan daerah untuk melaksanakan pajak tersebut. Penelitian ini menggunakan patokan 110% sebagaimana penelitian yang dilakukan Riyardi et al (2002). Dimana disebut memiliki potensi untuk melaksanakan pajak daerah, berarti realisasi penerimaan pajak daerah minimal 110% dari potensinya. Adapun realisasi sebesar kurang dari 110% dikhawatirkan terlalu mudah dicapai, sehingga tidak dapat digunakan sebagai tolok ukur kemampuan untuk melaksanakan. Adapun digunakannya ukuran kedua, yaitu perbandingan dengan Kabupaten lain. Hal ini tercermin pada penerimaan pajak daerah yang lebih mudah dilaksanakan dibandingkan daerah lain yaitu berupa realisasi dibandingkan potensi di Kabupaten Bondowoso lebih tinggi daripada daerah/kota lain. Hasil identifikasi potensi berdasarkan tolak ukur kemampuan melaksanakan, menunjukkan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso sangat tidak berpotensi dibandingkan kabupaten Situbondo yang lebih potensial. Identifikasi potensi pajak berdasarkan kemampuan melaksanakan menunjukkan hasil yang sama dengan identifikasi berdasarkan hasil (yield). Pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di

133

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

Kabupaten Bondowoso belum menunjukkan keunggulan dan memberikan kontribusi yang cukup terhadap penerimaan daerah, lihat tabel 2. Tabel 2. Perbandingan antara Potensi dan Realisasi Penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air tanah Kabupaten Bondowoso Kab.Bondowoso Kabupaten Situbondo Tahun Kesimpulan < Kab. Rerata 99-00 >110 Rerata 99-00 Bondowoso Sangat tidak 2004 51.97 < < 143 berpotensi Sangat tidak 2005 32.29 < < 94 berpotensi Sangat tidak 2006 83.77 < < 126 berpotensi Sangat tidak 2007 86.40 < < 100 berpotensi Sangat tidak Rata-rata 53.58 < < 114 berpotensi

Sumber : Data diolah, 2009

c) Identifikasi Permasalahan dan Rekomendasi Kebijakan dalam Pemungutan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air tanah Implementasi pelaksanaan otonomi daerah menuntut pemerintah kota/kabupaten untuk memiliki kewenangan dan tanggungjawab yang lebih nyata dan sangat luas dalam mengelola dan mengurus rumahtangganya sendiri, akan tetapi hal ini memerlukan sumber-sumber pembiayaan yang sangat besar untuk mengurangi ketergantungannya pada pemerintah pusat. Untuk itu pemerintah kota/kabupaten perlu meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah terhadap total penerimaan anggaran dan belanja daerah melalui kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah yang bersifat komperehensif dan senantiasa berpihak pada rakyat. Optimalisasi penerimaan pajak daerah merupakan langkah penting dalam meningkatkan penerimaan daerah. d) Determinan Penerimaan Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah di Kabupaten Bondowoso Dalam implementasi pengelolaan penerimaan pajak daerah masih dijumpai berbagai kendala baik teknis maupun non-teknis. Beberapa faktor yang mempengaruhi optimalisasi pajak daerah dapat dilihat dari sisi ekonomi, sosial/budaya, kelembagaan dan ekologi. Dari sisi ekonomi, aspek penting dalam upaya optimalisasi pajak daerah adalah tingkat pendapatan masyarakat, iklim investasi, aksesibilitas sumber-sumber ekonomi, mobilitas ekonomi dan inovasi dalam pemungutan pajak. Sisi sosial budaya adalah kualitas SDM terutama menyangkut kesadaran masyarakat membayar pajak dan kualitas aparat pajak, kualitas kesehatan, ketersediaan infrastruktur untuk pengembangan sumber daya manusia dan kesehatan serta masih rendahnya pola pikir masyarakat mengenai kepemilikan barang publik. Sisi kelembagaan mencakup masalah hukum kurangnya Perda mengenai ketentuan pajak daerah, masalah law of enforcement pada setiap tindak kriminal penyalahgunaan 134

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

wewenang, masih kecilnya peran lembaga non pemerintah, masih kuatnya sistem lokal, kurangnya sosialisasi dan masih belum adanya reformasi birokrasi. Sedangkan dari sisi ekologi meliputi ketersediaan sumber daya air tanah, eksploitasi sumber daya, keseimbangan ekosistem, tindakan pengendalian pencemaran dan upaya konservasi lahan. Analisa tersebut terangkum dalam hasil rekapitulasi pendapat masyarakat yang expert terkait pajak. Hasil perhitungan persepsi masyarakat dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP) menunjukkan bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi penerimaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah adalah faktor ekonomi dengan prosentase 36,54% diikuti faktor ekologi 22,37%, faktor kelembagaan 21,56% dan faktor sosial/budaya 19,53%. Sedangkan pada level dua faktor ekonomi yaitu pendapatan masyarakat menempati urutan terbesar yaitu 11,68%, diikuti aksesibilitas ekonomi masyarakat yaitu 7,2% dan inovasi dalam pemungutan pajak yaitu 6,14%. Untuk faktor sosial/budaya adalah kualitas sumber daya manusia yaitu 5,85%, diikuti kualitas kesehatan 3,71%. Belum adanya reformasi birokrasi menempati bobot terbesar yaitu 4,1%, diikuti masih rendahnya law enforcement terhadap segala bentuk pelanggaran pajak 3,9% dan sistem lokal yang masih kental berlaku. Sedangkan faktor ekologi dipengaruhi oleh pengendalian pencemaran air tanah yaitu 5,05%, diikuti keseimbangan ekosistem 4,98% dan ketersediaan sumber daya air 4,95%, lihat gambar 1.
Ko ns e rva s i la ha n P e nge nda lia n pe nc e m a ra n Eko s is te m Eks plo ita s i s um be r da ya Ke te rs e dia n s um be r da ya a la m R e fo rm a s i biro kra s i S o s ia lis a s i S is te m lo ka l ya ng be rla ku Orga nis a s i no n go ve rnm e nt La w e nfo rc e m e nt re nda h B e lum a da pe rda P o la pikir a ta s ke pe m ilika n ba ra ng publik Kua lita s infra s truktur S DM Kua lita s infra s truktur ke s e ha ta n Kua lita s Ke s e ha ta n Kua lita s S DM Ino va s i P e m unguta n P a ja k M o bilita s Aks e s bilita s Iklim inve s ta s i P e nda pa ta n M a s ya ra ka t

0.044 0.051 0.050 0.030 0.050 0.041 0.033 0.035 0.032 0.039 0.035 0.032 0.031 0.037 0.037 0.058 0.061 0.061 0.072 0.053 0.117 0.020 0.040 0.060 0.080 0.100 0.120 0.140

0.000

Gambar 1 Determinan Pajak Pengambilan dan Pemanfataan Air Tanah di Kabupaten Bondowoso

135

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

Level ketiga untuk alternatif prospek pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah menunjukkan prospek optimis terhadap sustainibilitas pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah, dengan prosentase 38,12%, diikuti status quo 32,73% dan pesimis 28,40%. Hal ini menunjukkan menurut persepsi pelaku ekonomi dan pengambil kebijakan, pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah optimis untuk dikembangkan dan dikelola lebih lanjut, ditunjukkan tabel 3.

Tabel 3.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air tanah Kabupaten Bondowoso Level Bobot Level Bobot Bobot Level Kedua Pertama Final Ketiga final Pendapatan Masyarakat 0.1168 Iklim investasi 0.0535 0.3812 Ekonomi 0.3654 Aksesbilitas 0.0723 Optimis Mobilitas 0.0614 Inovasi Pemungutan Pajak 0.0614 Kualitas SDM 0.0585 Kualitas Kesehatan 0.0371 Kualitas infrastruktur Sosial 0.3273 Status 0.1953 kesehatan 0.0369 Budaya Quo Kualitas infrastruktur SDM 0.0314 Pola pikir atas kepemilikan barang publik 0.0315 Belum ada perda 0.0348 Law enforcement rendah 0.0395 Organisasi non government 0.0321 Kelembagaan 0.2156 Sistem lokal yang berlaku 0.0346 Sosialisasi 0.0333 Reformasi birokrasi 0.0413 Ketersedian sumber daya 0.2840 Pesimis alam 0.0496 Eksploitasi sumber daya 0.0296 Ekologi 0.2237 Ekosistem 0.0499 Pengendalian pencemaran 0.0505 Konservasi lahan 0.0442

Sumber : Data diolah dari Data Primer, 2009

e. Rekomendasi Kebijakan Upaya peningkatan penerimaan pajak daerah memerlukan adanya kebijakan yang mendukung optimalisasi pajak. Pemerintah kota/kabupaten perlu meningkatkan kontribusi penerimaan pajak daerah terhadap total penerimaan anggaran dan belanja daerah melalui kebijakan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah yang bersifat komperehensif dan berpihak pada rakyat. 136

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

e.1 Intensifikasi Pajak Intensifikasi pajak daerah diartikan sebagai suatu usaha yang dilakukan oleh pemerintah kota/kabupaten untuk meningkatkan pajak daerah yang biasanya diaplikasikan dalam bentuk: 1. Perubahan Tarif Pajak Daerah Kebijakan perubahan tarif pajak daerah merupakan hal yang sangat mudah dilaksanakan oleh pemerintah kota/kabupaten dan secara nyata dapat meningkatkan penerimaan pajak daerah lebih besar dan sangat cepat. Namun kebijakan ini dapat mengganggu daerah tersebut khususnya dalam kegiatan produksi dan kegiatan perdagangan barang dan jasa, disamping itu kebijakan ini dapat pula menimbulkan terjadinya pelarian modal oleh para investor (crowding out) dari daerah tersebut ke daerah lain yang tarif pajaknya lebih rendah yang pada akhirnya akan berdampak pada perekonomian masyarakat. 2. Peningkatan Pengelolaan Pajak Daerah a. Pengelolaan pajak daerah harus dilakukan secara profesional melalui mekanisme dan prosedur yang baik dan transparan, guna menghindari terjadinya pemborosan biaya pemungutan dan kebocoran penerimaan pajak daerah. Mekanisme dan prosedur penerimaan yang baik dan transparan dalam pengelolaan sumber-sumber penerimaan keuangan kota/kabupaten idealnya ditetapkan dengan peraturan pemerintah kota/kabupaten yang dijabarkan lebih lanjut dengan keputusan walikota/bupati sebagai petunjuk operasional bagi aparat pengelola keuangan daerah, guna menghindari terjadinya kebocoran dan pemborosan sumber-sumber keuangan kota/kabupaten. Memperhatikan prosedur dan mekanisme pengelolaan pajak daerah yang transparan dan jelas, tidaklah berarti bahwa pengelolaan pajak daerah sudah pasti akan berjalan dengan baik, namun dalam pelaksanaannya masih sering mengalami/dijumpai hambatan dari berbagai pihak baik hambatan yang bersifat internal maupun eksternal. Adapun hambatan-hambatan tersebut adalah: a. Hambatan yang bersifat internal Hambatan yang bersifat internal dalam pengelolaan pajak daerah bersumber dari dalam organisasi pemerintah kota/kabupaten yang disebabkan oleh hal-hal antara lain sebagai berikut: 1) Perkembangan intelektual dan moral aparat pengelola pajak daerah. 2) Kurangnya koordinasi antara unit pengelola pajak daerah dengan unit-unit terkait. b. Hambatan yang bersifat eksternal Hambatan yang bersifat eksternal dalam pengelolaan PAD dari luar organisasi pemerintah kota/kabupaten yang disebabkan oleh hal-hal antara lain sebagai berikut: 1) Perkembangan intelektual moral masyarakat untuk membayar pajak daerah. 2) Rendahnya pendapatan perkapita masyarakat. 3) Adanya usaha meringankan beban pajak daerah oleh masyarakat, baik yang sesuai ketentuan maupun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

137

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

Inovasi dalam optimalisasi sistem pemungutan pajak daerah dan diikuti dengan pendidikan dan pelatihan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) dan perlunya unit pelayanan terpadu merupakan upaya penting dalam optimalisasi penerimaan pajak. Hal ini sejalan dengan semakin dinamisnya dan meningkatnya aktivitas masyarakat, sehingga memerlukan kemudahan dalam mengakses segala informasi dan layanan. Dukungan inovasi berbasis teknologi informasi menjadi faktor utama dalam sistem perpajakan daerah. Optimalisasi penerimaan pajak perlu didukung dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui peran pendidikan dan pelatihan sebagai komoditi utama dalam peningkatan penerimaan pajak. Didukung dengan iklim hukum yang semakin kondusif dalam menjamin kualitas sistem, peningkatan kualitas moral dan tanggung jawab baik masyarakat maupun aparat serta reformasi birokrasi yang lebih efisien. e.2 Ekstensifikasi Pajak Ekstensifikasi merupakan suatu kebijakan yang dilakukan oleh daerah kota/kabupaten dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak daerah melalui penciptaan sumber-sumber pajak daerah. Salah satu kebijakan penciptaan sumber-sumber pajak daerah oleh pemerintah kota/kabupaten adalah melalui investasi yang memiliki peranan yang sangat strategis bagi pemerintah kota/kabupaten dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak daerah. Investasi secara makro dapat menciptakan multiplier effect dalam sektor perekonomian seperti meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi daerah, meningkatnya Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dan terciptanya sumber/potensi pajak baru. Kegiatan investasi memberikan kontribusi yang sangat besar dan baik terhadap upaya peningkatan penerimaan pajak daerah pada khususnya dan penerimaan pendapatan asli daerah pada umumnnya. Untuk itu kegiatan investasi mutlak diusahakan oleh pemerintah kota/kabupaten melalui kebijakan-kebijakan sebagai berikut: 1) Menciptakan daya tarik dan iklim yang kondusif bagi investor lokal maupun investor asing untuk menanamkan/menginvestasikan modalnya di kota/kabupaten. 2) Memberi kemudahan bagi investor lokal maupun asing untuk menanamkan/menginvestasikan modalnya di daerah dengan menghilangkan birokrasi yang berbelit-belit e.3 Tinjauan Ekologi Optimalisasi Pajak Dari sisi ekologi, upaya menjaga keberlangsungan (sustainability) ketersediaan air tanah merupakan langkah penting dalam mengoptimalisasikan penerimaan pajak air tanah. Menjaga keseimbangan ekosistem sumber daya air tanah disertai dengan tindakan preventif pengendalian pencemaran air tanah diharapkan dapat menjaga ketersediaan air tanah. Kebijakan konservasi lingkungan yang diimbangi dengan penegakan law of enforcement yang tegas, sosialisasi lingkungan pada masyarakat dan upaya yang bersifat kontinyu melalui reboisasi hutan merupakan faktor penting dalam menjaga sustainabilitas air tanah. Faktor dan Prospek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah Kabupaten Bondowoso ditunjukkan gambar 2.

138

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

Prospek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah Kabupaten Bondowoso

Ekonomi

Sosial/Budaya

Kelembagaan

Ekologi

Pendapatan masyarakat Iklim Investasi Aksesbilitas Mobilitas Inovasi pemungutan pajak

Kualitas Sumber Daya Manusia Kualitas kesehatan Kualitas infrastruktur kesehatan Kualitas infrastruktur Sumber daya manusia Pola pikir atas kepemilikan barang publik

Belum ada Perda Law enforcement rendah Organisasi non goverment Sistem lokal yang berlaku

Ketersediaan sumber daya

Eksploitasi Sumber Daya Ekosistem Pengendalian pencemaran Konservasi lahan

Sosialisasi Reformasi birokrasi

Optimis

Status Quo

Pesimis

Gambar 2 Hierarki 1 : Faktor dan Prospek Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Tanah Kabupaten Bondowoso

139

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

IV.

KESIMPULAN

Berdasarkan pada pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah kurang potensial berdasarkan tolak ukur hasil (yield) dan kemampuan melaksanakan (ability to implement). Begitu halnya dengan kontribusi terhadap penerimaan daerah relatif rendah dan kurang signifikan. Dibandingkan dengan Kabupaten Situbondo yang masih satu cekungan air tanah (CAT) dengan kabupaten Bondowoso, pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Situbondo lebih potensial. 2. Berdasarkan persepsi pelaku ekonomi dan pengambil kebijakan, faktor ekonomi menjadi determinan utama yang menjadi hambatan dan penyebab masih rendahnya penerimaan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah yaitu masih rendahnya tingkat pendapatan masyarakat, aksesibilitas sumber-sumber ekonomi masih terbatas, dan inovasi dalam pemungutan pajak. Sedangkan faktor sosial budaya dipengaruhi oleh faktor masih rendahnya kualitas sumber daya manusia dan kesehatan serta kurangnya penyediaan infrastruktur. Dari sisi ekologi, faktor pengendalian pencemaran dan keseimbangan ekosistem masih menjadi faktor utama dalam upaya optimalisasi pajak daerah. Faktor kelembagaan dipengaruhi oleh masih lemahnya law of enforcement terhadap segala bentuk pelanggaran pajak dan belum adanya reformasi birokrasi dalam pemungutan pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah. 3. Secara umum, menurut persepsi masyarakat dan pengambil kebijakan optimis bahwa pajak pengambilan dan pemanfaatan air tanah di Kabupaten Bondowoso dapat dikembangkan dan dikelola lebih lanjut. Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai implikasi kebijakan: 1. Pentingnya pemantapan hukum secara tegas melalui law of enforcement bagi setiap tindakan penyalahgunaan wewenang maupun hasil penerimaan pajak baik bagi masyarakat pembayar pajak, aparat pajak maupun aparat pemerintah daerah 2. Inovasi pengelolaan pajak yang semakin variatif sesuai kebutuhan masyarakat dan sistem pemungutan pajak yang mudah diakses oleh masyarakat dan intensifikasi penyampaian informasi pada masyarakat secara lebih luas dan menarik. 3. Pentingnya peningkatan kualitas aparat dan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan dalam bentuk workshop terkait dengan perpajakan daerah. Memberikan fasilitas untuk melanjutkan studi bagi aparat ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. 4. Pentingnya sosialisasi dan tindakan preventif kepedulian terhadap kelestarian lingkungan khususnya menjaga ekosistem dan pengendalian pencemaran. Upaya ini perlu juga didukung dengan penerapan hukum yang tegas terhadap segala tindakan pencemaran lingkungan.

140

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

DAFTAR PUSTAKA Affendi, Anwar, Prof.Dr.Ir., 1996, Ekonomi Sumber Daya Alam, Materi Kuliah, Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Program Pasca Sarjana, IPB, Bogor Analytical Hirarchical Process,(2003), Modul Pelatihan, Que IESP Universitas Gadjah Mada Arsyad, Lincolyn.1999.Pengantar Perencanaan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah. BPFE, Yogyakarta Azis, Iwan Jaya, (1994), Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya di Indonesia, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta Chay Asdak, Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Gadjah Mada University Press, 2001, Yogyakarta. Daud Silalahi. M, DR, SH, Pengaturan Hukum Sumber Daya Air dan Lingkungan di Indonesia, Penerbit Alumni, 1996, Bandung. Devas, N, Brian Binder, Anne Both, Kenneth Davey, and Roy Kelly, 1989, Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia (Terjemahan oleh Masri Maris), Universitas Indonesia Press, Jakarta, 61-62 Devas, Nick, et al.1989.Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia.UI-Press. Jakarta Hakim Basyar.A, S.Sos,M.Si, Upaya Meletekan Reformasi Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam Secara Komprehensif, 2001, Jakarta. Insukindro, Mardiasmo, Wahyu Hidayat, Wihana Kirana Jaya, BM. Purwanto, Abdul Halim, John Suprihanto, A. Budi Purnomo, 1994, Peranan dan Pengelolaan Keuangan Daerah Dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Asli Daerah, Buku I, KKD, Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta , 9 Jamil.A, dan Rahayu Astuti, 1997, Analisis Pajak Pembangunan I Perhotelan sebagai Sumber Pendapatan Asli Daerah, Studi Kasus Kotamadya Yogyakarta, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Volume 2 Nomor 3, 312-323 Kaho, Joseph Riwu.1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. RajaGrafindo Persada, Jakarta Karseno, Arif Ramelan, et al.2004. Peningkatan PAD Kabupaten Demak tahun 2004. Dispenda Demak dan MEP-UGM Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomi dan Pembangunan Daerah : Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Penerbit Erlangga. Jakarta 141

Yudhananto, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan Air Tanah Di Kabupaten Bondowoso

Mardiasmo dan Makhfatel, 2000, Perhitungan Potensi Pajak dan Restribusi Daerah di Kabupaten Magelang, Laporan akhir Pusat Antar Universitas, Studi Ekonomi , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Mardiasmo, 1997, Perpajakan, Edisi ke-4, Andi Offset, Yogyakarta, 1 Millier.M. Stephen and Russek Frank.S, 1997, Fiscal Structures and Economic Growth at The State and Local Level, Public Finance Review, Volume 25 Nomor 2, 213-237 Mulyanto, Dr., 2002. Potensi Pajak dan Retribusi Daerah di Kawasan Subosuka Wonosraten Propinsi Jawa Tengah. Central for Institutional Reform and The Informal Sector. University of Maryland at College Park Mulyono, Sri, (1988), AHP Suatu Model Baru yang Serbaguna, Ekonomi Keuangan Indonesia Vol. 36 No.3 Penelitian Air Bawah Tanah di Kabupaten Bondowoso dan Kabupaten Situbondo, Kerjasama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi jawa Timur, 2003 Ppal, J.S. 2000. Taxation in Indonesia.Gadjahmada University Press, Yogyakarta Ray. K. Linsley, Joseph B Fransini, Edisi ke Tiga. Teknik Sumber Daya Air, Pnerbit Airlangga, 1985, Jakarta. Reksohadiprodjo, Sukanto, M.Com.,PhD., 1998, Ekonomi Sumber Daya Alam dan Energi, BPFE, Yogyakarta Reksohadiprodjo, Sukanto, 1999, Govermental of Indonesia Tax Revenues, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Volume 14 Nomor. 4, 1-3 Rin Bata, Firdaus, 2001, Potensi dan Prospek Pajak Hotel dan Restoran di Kabupaten Tana Toraja Tahun 1991-2000, Tesis Magister Ekonomika Pembangunan, UGM, Yogyakarta, tidak dipublikasikan Riyardi, Agung, Anton Agus Setiawan dan Didit Purnomo.2002.Potensi Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten Sukoharjo. Central for Institutional Reform and The Informal Sector. University of Maryland at College Park Saaty, Thomas, (1986), Axiomatic Foundation of The Analytic Hierarchy Process, Management Science Vol. 32 No.7 Salvatore, D, 1997, Theory and Problems of Microeconomis Theory (terjemahan), Penerbit Erlangga, Jakarta, 51

142

Jurnal Perencanaan Wilayah dan Pembangunan, Volume 1 Nomor 1, Nopember 2009

Sidik, Machfud. 2002. Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dalam rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah. Orasi Ilmiah Wisuda XXI, STIA LAN Bandung Suparmoko. 1991. Keuangan Negara dalam Teori dan Praktek. Edisi ketiga. Yogyakarta, BPFE-UGM Tadaro, MP, 1997, Economic Development, Sixth Edition, Logman Limited, London. Umar Fahmi Achmadi, Prof.,Dr., MPH,PhD., Peranan Air Dalam Peningkatan Derajat Kesehatan Masyarakat, Direktorat Jenderal PPM dan PL, Departeman Kesehatan, 2001, Jakarta. Undang Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Pembagian Keuangan antar Pemerintah Pusat dan Daerah, Dirjen PUOD Jakarta Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No.18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi Daerah, Jakarta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Dirjen PUOD, Jakarta Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Sekneg, Jakarta Yahya, Agus, 2001, Potensi dan Prospek Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Trenggalek, Tesis Magister Ekonomika Pembangunan, UGM, Yogyakarta, tidak dipublikasikan

143

Anda mungkin juga menyukai