Anda di halaman 1dari 6

Andriani Putri Nugrahani 1006692253 Kriteria Pergub 88/2010 Dapat Menjadi agenda kebijakan Dalam sejumlah literatur (Lihat:

Kimber, 1974; Salesbury, 1976; Sandbach, 1980; Hogwood dan Gunn, 1986) memang disebutkan bahwa secara teoritis, suatu isu akan cenderung memperoleh respon dari pembuat kebijakan, untuk dijadikan agenda kebijakan publik, kalau memenuhi beberapa kriteria tertentu. Diantara sejumlah kriteria itu yang penting ialah: 1. Isu tersebut telah mencapai suatu titik kritis tertentu, sehingga ia praktis tidak lagi bisa diabaikan begitu saja; atau ia telah dipersepsikan sebagai suatu ancaman serius yang jika tak segera diatasi justru akan menimbulkan luapan krisis baru yang jauh lebih hebat di masa datang. 2. Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak (impact) yang bersifat dramatik. 3. Isu tersebut menyangkut emosi tertentu dilihat dan sudut kepentingan orang banyak bahkan umat manusia pada umumnya, dan mendapat dukungan berupa liputan media massa yang luas. 4. Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas. 5. Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan (legitimasi) dalam masyarakat. 6. Isu tersebut menyangkut suatu persediaan yang fasionable, di mana posisinya sulit untuk dijelaskan tapi mudah dirasakan kehadirannya.1 Berdasarkan, sumber diatas, kami menganalisis bahwa Pergub 88/2010 tentang kawasan dilarang merokok (KDM) ini telah mencapai kriteria yang membuatnya pantas ditetapkan menjadi sebuah peraturan baru. Pada poin 1 dan 2, pergub ini memenuhi kriteria yang menyatakan bahwa suatu isu tidak bisa diabaikan begitu saja karena akan menimbulkan dampak yang bersifat dramatik. Pergub ini hadir menggantikan Peraturan Gubernur No. 75 tahun 2005 yang menyatakan bahwa pengelola gedung hanya diharuskan menyediakan kawasan merokok yang memenuhi persyaratan dan harus dilengkapi sistem sirkulasi udara.2

Diambil dari Rahmadani Yusran,S.Sos, M.Si, BAHAN KULIAH FORMULASI DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FIS-UNP, http://staf.unp.ac.id/yusranrdy/media/isu_kebijakan.pdf
1
2

Eko Priliawito, Zaky Al-Yamani. Ruang Bagi Perokok Kembali Dipersempit.

http://metro.vivanews.com/news/read/152466-ruang_bagi_perokok_kembali_dipersempit. KAMIS, 20 MEI 2010

Salah satu faktor keluarnya perubahan peraturan ini, Menurut Peni Susanti, Kepala Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta, karena ruang khusus merokok yang disediakan pengelola gedung dalam memfasilitasi konsumen perokok terbukti tidak bisa melindungi penghuni dan pengunjung yang tidak merokok dari bahaya asap rokok. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan BPLHD terhadap seluruh gedung di Jakarta pada Agustus-September 2010. Diketahui baik di area khusus merokok dan area dilarang merokok, kadar nikotin tercatat tinggi. Fakta ini merupakan bukti kuat bahwa tempat khusus merokok tidak efektif melindungi area lain bebas dari asap rokok3. Bisa dibayangkan apabila hasil penelitian ini tidak ditindaklanjuti dengan hadirnya revisi atas Pergub yang lama, maka akan timbul suatu krisis atau dampak dramatis dari masyarakat. Selain itu, isu larangan merokok di dalam gedung yang diatur Pergub 88/2010 ( khususnya di tujuh tempat-tempat publik, seperti; tempat pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan)4 ini juga sesuai dengan kriteria yang disebutkan diatas bahwa suatu isu layak ditindaklanjuti menjadi sebuah kebijakan apabila ia menyangkut emosi tertentu dilihat dan sudut kepentingan orang banyak bahkan umat manusia pada umumnya, dan mendapat dukungan berupa liputan media massa yang luas. Terbukti setelah pergub ini di sahkan, terjadi unjuk rasa dari para demonstran yang mendukung Pergub ini. Demonstran tersebut antara lain terdiri dari kelompok LM3 (Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok), Suara Ibu Peduli (SIP), Yayasan Kanker Indonesia, YLKI dan Fakta (Forum Warga Kota Jakarta).5 Isu kawasan dilarang merokok ini juga menjangkau dampak yang amat luas. Selain masyarakat yang mendukung, terdapat juga kelompok masyarakat yang merasa dirugikan

HASIL SURVEY IMPLEMENTASI PERGUB NO.88/2010 TENTANG KDM. http://www.ylki.or.id/hasil-survey-implementasi-pergub-no-882010-tentang-kdm.html. 1 Juli 2011. 4 YLKI MENDESAK PELAKSANAAN PERGUB NO. 88/2010 TENTANG KAWASAN DILARANG MEROKOK DI JAKARTA, http://www.ylki.or.id/ylki-mendesak-pelaksanaanpergub-no-882010-tentang-kawasan-dilarang-merokok-di-jakarta.html. 1 Juni 2011.
5Masyarakat

Anti-Merokok

Tak

Ingin

Perda

Diubah.

http://www.antaranews.com/berita/249312/masyarakat-anti-merokok-tak-ingin-perda-diubah. 10 Maret 2011.

dengan adanya peraturan gubernur ini, salah satunya adalah Komunitas Kretek. Komunitas kretek ini menuntut agar Pergub Nomor 88 Tahun 2010 itu dicabut dan dikembalikan lagi ke Pergub Nomor 75. Mereka menilai bahwa keberadaan Kawasan Dilarang Merokok itu tidak adil dan alasan yang melandasi munculnya regulasi ini dinilai dangkal. Bahkan komunitas ini juga menuduh ada campur tangan Swiss Contact Indonesia terkait regulasi ini. Pihak asing tersebut juga diduga telah mengeluarkan dana Rp 3,2 miliar untuk mengatur aturan smoke free Jakarta6. Namun, segala kekisruhan ini dipatahkan oleh Mahkamah Agung yang menolak permohonan uji material Pergub ini yang diajukan oleh seorang warga DKI Jakarta Ariadi yang menguasaka tuntutannya kepada Tim Avokasi Hak Rakyat (TAHR)7. Dengan terpenuhinya kriteria-kriteria tersebut diatas, maka analisis kami menyatakan bahwa isu kawasan dilarang merokok ini layak ditindaklanjuti menjadi suatu kebijakan publik yang hadir dalam bentuk Peraturan Gubernur.

Riana Afifah, Hertanto Soebijoto. Komunitas Kretek: Cabut Pergub DKI No 88.

http://megapolitan.kompas.com/read/2011/05/25/16280468/Komunitas.Kretek.Cabut.Pergub. DKI.No.88. 25 Mei 2011.


7

MA Tolak Uji Materi Pergub Larangan Merokok. http://www.poskota.co.id/berita-

terkini/2011/06/22/ma-tolak-uji-materi-pergub-larangan-merokok. 22 Juni 2011.

Febrillian Pratami 1006664281 Implementasi dan Penerapan Secara Nyata Pergub 88/2010

Implementasi kebijakan merupakan proses kebijakan administrative yang dilakukan setelah kebijakan resmi ditetapkan.8 Suatu kebijakan diaplikasikan secara nyata oleh pihak berwenang agar terlaksana sesuai ketentuan yang telah dibuat dalam kehidupan masyarakat. Maka dari itu diperlukan pengetahuan dan kesadaran pada pelaku kebijakan agar dapat terjadi implementasi dalam suatu kebijakan melalui proses komunikasi dan sosialisasi. Jika kebijakan tidak terlasksana secara nyata maka pasti terdapat kesalahan pada cara yang dilakukan untuk mencapai terlaksananya kebijakan tersebut. Hal ini juga menyebabkan perbedaan antara hasil yang diharapakan dan yang terjadi sebenarnya dalam masyarakat. Gejala tersebut dinamakan implementation gap, dimana keinginan pembuat kebijakan tidak selaras dengan yang terjadi secara nyata.9 Implementation gap ini juga terjadi dalam proses pelaksanaan Pergub 88/2010 dalam kehidupan social secara nyata. Dimana pemerintah telah melakukan usaha dan cara agar kebijakan ini berlaku optimal tetapi masih terdapat kekurangan dan ketidakpuasan yang dialami masyarakat dalam proses pelaksanaan kebijakan ini secara nyata. Untuk mensosialisasikan pergub 88/2010 tersebut pejabat-pejabat yang kelak menjadi implementor kebijakan sebelumnya telah diberi pembekalan. Pembekalan yang diberikan dalam rangka Pengawasan dan Penegakan Hukum KDM, menurut Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), dilakukan agar menambah pengetahuan dan keterampilan dasar yang sama bagi seluruh implementor terhadap standar prosedur pengawasan dan penegakan hukum Kawasan Dilarang Merokok di DKI Jakarta. Pejabat tersebut diharapkan berhasil melakukan pengawasan dan penegakan hukum di area KDM lewat pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pelatihan sebelumnya sehingga selanjutnya informasi yang mereka dapat dari KDM dapat ditindaklanjuti seterusnya oleh instansi tempat mereka bekerja.10

Menurut Tachjan, 2006, diambil dari Implementasi Kebijakan Pemilihan Kepala Daerah di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, Monang Sitorus http://fisip.uns.ac.id/publikasi/sp3_2_monang_sitorus.pdf dilihat pada 4 Desember 2011 pukul 5.20. 9 Menurut Andrew Dunsire, Wibawa, 1999, Ibid. 10 Pembekalan Pengawasan dan Penegakkan Hukum Kawasan Dilarang Merokok, 31 Maret 2011, http://bplhd.jakarta.go.id/masterpage.php?&id_berita1=48, dilihat pada 4 Desember 2011 pukul 4.50.

Namun kenyataan yang terjadi belum sesuai dengan harapan para implementor. Karena masih dilaporkannya berbagai keluhan mengenai KDM yang diperoleh BPLHD hingga kini. Beberapa laporan yang dibuat oleh warga memberitahukan bahwa masih ada oknum-oknum yang melanggar peraturan dengan merokok di tempat-tempat umum. Menurut berita yang dikutip dari Majalah Potret Indonesia mengenai detil laporan keluhan yaitu:
Apabila diuraikan, maka pengaduan pelanggaran Pergub adalah 150 di tempat kerja, 224 di plaza dan mall, 108 rumah makan, dua di tempat bermain, 17 gedung dalam stasiun terminal dan bandara, 10 angkutan dan Kereta Listrik (KRL), sembilan hotel, dua sarana pendidikan sehingga jumlah total menjadi 522 lokasi di Kawasan Dilarang Merokok. Berdasarkan data sama, sebanyak 488 warga Jakarta mengeluhkan bahwa masih adanya aktivitas merokok di dalam gedung, 29 orang mengeluhkan masih adanya ruangan merokok di dalam gedung, di area tempat kerja dan tempat umum, serta lima orang mengeluhkan adanya tanda Kawasan Dilarang Merokok (KDM) yang rusak.11

Dari hasil laporan tersebut dapat ditangkap bahwa hasil implementasi yang dilakukan oleh pihak berwenang belum berhasil sepenuhnya bagi masyarakat. Sebab lain yang menyebabkan tidak berjalannya kebijakan ini dengan baik adalah tidak adanya sanksi tegas yang diberikan oleh pemerintah terhadap pihak yang melanggar. Meskipun dalam pembekalan yang diberikan kepada implementor telah menyangkut pemberian sanksi terhadap pelanggar kebijakan yang berupa peringatan tertulis, mencantumkan nama badan usaha yang melanggar peraturan dalam media massa, penghentian usaha sementara, dan yang terakhir pencabutan surat izin, tetapi sampai sekarang belum ada pemberitahuan secara luas oleh BPLHD mengenai tempat usaha apa saja yang telah diberi sanksi. Selama ini BPLHD baru memberitahukan bahwa mereka telah memberikan peringatan secara tertulis pada beberapa badan usaha dan mengancam perusahaan yang masih bandel akan diumumkan secara luas namanya. Perusahaan yang menjadi target BPLHD adalah hotel berbintang dan gedung perkantoran. Beberapa gedung yang diberi surat peringatan telah memberikan laporan hasil perbaikan di tempat usaha mereka. Pada bagian ini terdapat bagian yang dilewatkan oleh pemerintah. Gedung yang ditindaklanjuti oleh BPLHD hanya berupa hotel, mall, restoran, dan perkantoran. Tempat strategis lain seperti stasiun, terminal, sekolah dan universitas belum pernah ditindaklanjuti selayaknya gedung-gedung di atas. Padahal jika dilihat secara dalam, pengguna fasilitas
11

Redaksi Majalah Potret Indonesia, Pergub Larangan Merokok Dilanggar Sanksi Tak Tegas! (Senin, 24 Oktober 2011, 19.29) http://www.majalahpotretindonesia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2837:pergublarangan-merokok-dilanggar-sanksi-tak-tegas&catid=54:peristiwa&Itemid=411, dilihat pada 4 Desember 2011 pukul 6.00.

public tersebut berasal dari berbagai kalangan baik yang berpendidikan maupun yang kurang. Maka pengetahuan mengenai larangan merokok juga lebih dibutuhkan tempat tersebut dibanding tempat usaha seperti mall atau hotel. Pemerintah juga tidak memberikan opsi lain bagi pemberian sanksi terhadap tempat public seperti sekolah dan terminal, karena tidak mungkin mencabut izin usaha tempat public tersebut. Yang bisa dilakukan adalah memeberikan sanksi perorangan, namun hal tersebut juga kurang efektif karena tempattempat seperti terminal dan universitas yang ramai menyebabkan sulitnya pengawasan secara perorangan dalam pelanggaran aturan KDM. Penyebab penyimpangan implementasi yang terjadi dalam pelaksanaan Pergub 88/2010 tidak hanya kurang tegasnya sanksi yang diberikan pemerintah tetapi juga karena kurangnya kesadaran pengelola tempat dan pihak yang menjadi perokok mengenai kepentingan masyarakat yang tidak merokok. Selain kurangnya kesadaran perokok mengenai dampak yang mereka hasilkan pada perokok pasif, masih ditemukan juga adanya keengganan pada orang-orang yang tidak merokok untuk melaporkan pelanggaran yang mereka temukan dilakukan oleh perokok. Hal ini juga didukung budaya yang ada dimana mereka beranggapan bahwa pemerintah pun juga pada akhirnya kurang tegas menindaklanjuti keluhan mereka ketika melakukan pengaduan.

Anda mungkin juga menyukai