Anda di halaman 1dari 25

RHINITIS ALERGI

Charles Boru -10.2008.016 Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA Semester VI Fakultas Kedokteran UKRIDA Jakarta 2011 Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Rinitis Alergika merupakan salah satu penyakit alergi yang sering dijumpai dimasyarakat. Rhinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986). Definisi menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its impact on Asthma) tahun 2001 adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantarai IgE. Rinitis alergika adalah suatu gejala alergi yang terjadi pada hidung. Angka ini bergantung kepada iklim dan letak geografis masing-masing negara. Kejadian rinitis alergi pada anak usia yang sangat muda rendah akan tetapi secara progresif meningkat pada anak usia yang Iebih tua. Sekitar 57% penderita rinitis alergika mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya. Rinitis alergika yang timbul pada masa anak biasanya menetap sampai usia dewasa dan akan

berkurang pada usia lanjut. Sekitar 15 - 25 % penderita akan sembuh spontan setelah S - 7 tahun. Gejala rinitis alergika berupa bersin-bersin disertai gatal-gatal pada hidung dengan ingus yang encer sebanyak kurang lebih 20 ml setiap jam. Gejala ini sering disertai gejala hidung tersumbat yang menyebabkan anak rewel dan sulit tidur. Rasa gatal kadang-kadang terasa pada langit-langit dan telinga. Gejala-gejala gatal, merah dan berair pada mata sering menyertai gejala rinitis alergika. Kadang-kadang gejala rinitis alergika ini disertai gejala sinusitis yaitu peradangan sinus (rongga udara) di sekitar hidung. Prinsip pengobatan rinitas alergika juga sama dengan prinsip pengobatan penyakit alergi pada umumnya. Terbagi dalam tiga pendekatan, meliputi penghindaran terhadap allergen, farmakoterapi untuk pencegahan dan penanganan gejala, imunoterapi spesifik. Sedangkan terapi farmakologinya didasarkan pada gejala yang terjadi. 1

1.2 Rumusan masalah Masalah yang diangkat dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana batasan dan klasifikasi rhinitis alergika ? 2. Bagaimana diagnose dini terhadap rhinitis alergika ? 3. Bagaimana upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap rhinitis alergika?

1.3 Tujuan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Mengetahui batasan dan klasifikasi rhinitis alergika 2. Mengetahui diagnose dini terhadap rhinitis alergika

3. Mengetahui upaya pengelolaan dan pencegahan yang tepat terhadap rhinitis alergika

1.4 Hipotesis Kedua lubang hidung terus-menerus tersumbat sejak 4 hari yang lalu, disertai bersin-bersin 10X, hidung terasa gatal, kedua mata gatal dan berair merupakan gejala rinitis alergika.

BAB II ISI

SKENARIO Seorang wanita, 25 tahun datang ke poliklinik Ukrida dengan keluhan kedua lubang hidung terus menerus tersumbat sejak 4 hari yang lalu. Keluhan ini dirasakan sejak pasien pindah dari Sukabumi ke Jakarta. Awalnya pasien bersin bersin setiap hari lebih dari 10x dan hidung terasa gatal. Kedua mata juga terasa gatal dan berair. Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap makanan.

1. Anamnesis Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rhinitis alergika yang khas adalah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan sejumlah besar

debu. Gejala lainnya adalah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung tersumbat dan mata gatal, yang kadang-kadang dosertai dengan banyak airmata (lakrimasi). Sering kali gejala yang timbul tidak lengkap, terutama pada anak. Kadang-kadang keluhan tersumbat merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien. Evaluasi yang baik meliputi onset dan lamanya gejala, adanya keterkaitan dengan musim atau waktu tertentu, respon terhadap pengobatan, terpapar dengan alergen, dan keterkaitan dengan lingkungan. 1

Gambar 1 Anamnesis yang dianjurkan untuk mendiagnosis rhinitis :

Gejala : durasi, waktu timbulnya efek setelah pajanan, efek terhadap kehidupan sehari-hari, Faktor Pencetus Lingkungan ; rumah, tempat kerja, sekolah, dan lain lain Riwayat alergi yang lain ( asma, eksema, konjungtivitis) Riwayat pengobatan, trauma, dan terapi yang sedang dijalani saat ini Riwayat makanan Riwayat keluarga, termasuk penyakit alergi Gejala sistem lain

2. Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan pada nasal sebaiknya dilakukan pada pasien dengan riwayat rhinitis, termasuk pemeriksaan saluran nasal, sekresi, septum, aliran udara, dan menentukan apakah terdapat polyp nasi atau tidak. Pada rinoskopi anterior, tampak mukosa edema, basah, berwarna pucat atau livid disertai adanya secret encer yang banyak. Jika gejala persisten, mukosa inferior akan tampak hipertrofi. Gejala spesifik lain pada anak adalah terdapatnya bayangan gelap didaerah bawah mata yang terjadi karena statis vena sekunder akibat obstruksi hidung. Gejala ini disebut allergic shiner. Selain dari itu anak- anak akan tampak sering menggosok-gosok hidung (allergic salute), karena gatal dengan punggung tangan. Keadaan menggosok ini lama kelamaan akan membentuk garis melintang di dorsum nasi bagian sepertiga bawah, yang disebut (allergic crease). Mulut sering terbuka dengan lengkung langit-langit yang tinggi, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan gigi geligi. Dinding posterior faring tampak granuler dan edema, serta dinding lateral faring menebal. Lidah tampak seperti gambar peta. 1,

3. Pemeriksaan Penunjang

In vitro : Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula pemeriksaan IgE total (prist-paper radio immunosorbent test) seringkali menunjukkan nilai normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya selain rhinitis alergika juga menderita asma bronchial atau urtikaria. Pemeriksaan ini berguna untuk prediksi kemungkinan alergi pada bayi atau anak kecil dari suatu keluarga dengan derajat alergi yang tinggi. Lebih bermakna adalah

pemeriksaan IgE spesifik dengan RATS (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno Sorbent assay Test).

Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (>5sel/lap) mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan adnya infeksi bakteri. 1 In vivo : Alergen dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point titration/SET), SET dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai konsentrasi.

Untuk alergi makanan, uji kulit yang akhir-akhir ini dilakukan adalah Intracutaneus provocative Dilutional Food Test (IPDFT), namun sebagai baku emas dapat dilakukan dengan diet eliminasi dan provokasi (Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis makanan sampai suatu ketika gejala menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan. 1

4. Working Diagnosis Rhinitis alergika.

Adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan allergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan allergen spesifik tersebut (Von Pirquet, 1986) Gell dan Coombs mengklasifikasikan menjadi 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu : 1. Rhinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis). Di Indonesia tidak dikenal rhinitis alergi musiman, hanya ada di negara yang mempunyai 4 musim. Allergen penyebabnya sepsifik, yaitu tepungsari (pollen) dan spora jamur. Oleh karena itu nama yang tepat ialah polinosis atau rino konjungtivitis karena gejala klinik yang tampak ialah gejala pada hidung dan mata (mata merah, gatal disertai lakrimasi)
2. Rhinitis alergi sepanjang tahun (perennial). Gejala pada penyakit ini timbul

intermiten atau terus menerus, tanpa variasi musim, jadi dapat ditemukan sepanjang tahun. Penyebab yang paling sering ialah allergen inhalan, terutama pada orang dewasa, dan allergen ingestan. Allergen inhalan utama adalah allergen dalam rumah (indoor) dan allergen diluar rumah (outdoor). Allergen ingestan sering merupakan penyebab pada anak anak dan biasanya disertai dengan gejala alergi yang lain, seperti urtikaria, gangguan pencernaan. Gangguan fisiologik pada golongan perennial lebih ringan dibandingkan dengan golongan musiman tetapi karena lebih persisten maka komplikasinya lebih sering ditemukan. 1 Biasanya memperikirakan seorang menderita RA tidak sulit bila diperhatikan riwayat perjalanan penyakit dan umumnya orang tua anak atau penderita sudah mengetahuinya. Kadang-kadang diperkirakan sebagai penyakit flu yang berkepanjangan, tetapi pada pengamatan lebih lanjut dapat diperhatikan beberapa hal untuk memastikannya antara lain:

* Gejala kambuh pada musim tertentu. *Geografi tempat tinggal: Lingkungan rumah misalnya ada karpet, binatang peliharaan misalnya kucing, anjing atau ayam. Pada lingkungan yang kurang bersih mungkin terdapat kecoa dan tikus. * Terjadi saat dalam atau di luar rumah. Apakah orang tua atau keluarga ada yang alergi misalnya asma, eksem, urtikaria. Gejala karakterisktik RA adalah : * Bersin berulang-ulang sering kali pagi dan malam hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali). * Hidung mengeluarkan secret cair seperti air (runny nose). Penderita sering mengeluh menghabiskan tissue hingga 1 box per hari. * Terasa cairan menetes ke belakang hidung (post nasal drip) karena hidung tersumbat. Hal ini sering menimbulkan batuk kronis. * Pada keadaan lanjut dapat menyebabkan gejala hidung tersumbat. * Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok. * Badan terasa lemah.

Gejala dapat pula disertai mata berair, suara serak dan gangguan penciuman. Sering dijumpai sakit kepala pada daerah sinus dan telinga tersumbat. Pada pemeriksaan fisik dijumpai : * Selaput lender hidung bengkak, basah (sereous, mengkilat), mukosa konka pucat atau keunguan karena pelebaran pembuluh balik (vena).

* Tenggorok meradang dan tampak tonjolan-tonjolan folikel limfoid (cobblestones or granular pharyngitis); Dapat pula dijumpai pembengkakan kelopak mata, kemerahan mata, dan daerah di bawah kelopak mata bawah tampak lebih gelap karena bendungan darah vena serta lipatan kelopak mata bawah berlebih. Klasifikasi Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi: Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu. Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4 minggu. Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi: Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas.

5. Diferensial Diagnosis Membedakan rhinitis alergi dengan jenis rhinitis yang lain dapat menjadi susah karena kriteria diagnosis terhadap berbagai bentuk dari rhinitis tidak begitu jelas, penentuan diagnosis yang tepat sangat diperlukan karena terapi yang efektif bagi rhinitis alergi (misalkan antihistamin dan korticosteroid nasal) kemungkinan kurang efektif terhadap tipe rhinitis yang lain. 1. Rhinitis simpleks Penyakit ini merupakan penyakit virus yang paling sering ditemukan pada manusia. Sering disebut juga sebagai salesma, common cold, flu.

Penyebabnya ialah beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah rhinovirus. Virus virus lainnya adalah myxovirus, virus Coxsackie, dan virus ECHO. Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan, atau menurunnya daya tahan tubuh (kedinginan, kelelahan, adanya penyakit menahun, dll). Pada stadium prodromal yang berlangsung beberapa jam, didapatkan rasa panas, kering dan gatal di dalam hidung. Kemudian akan timbul bersin berulang ulang, hidung tersumbat dan ingus encer, yang biasanya disertai dengan demam dan nyeri kepala. Mukosa hidung tampak merah dan membengkak. Bila terjadi infeksi sekunder bakteri, ingus menjadi mukopurulen. Tidak ada terapi spesifik untuk rhinitis simpleks, selain istirahat dan pemberian obat obat simtomatis, seperti analgetika, antipiretika, dan dekongestan. Antibiotika hanya diberikan bila terdapat infeksi sekunder oleh bakteri. 2,3

2. Rhinitis vasomotor Adalah suatu keadaan idiopatik yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, perubahan hormonal (kehamilan, hipertiroid), dan pajanan obat (kontrasepsi oral, antihipertensi, B-bloker, aspirin, klorpromazin dan obat topical hidung dekongestan) Rhinitis ini digolongkan menjadi non-alergi bila adanya alergi/allergen spesifik tidak dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan alergi yang sesuai (anamnesis, tes cukit kulit, kadar antibody IgE spesifik serum) Kelainan ini disebut juga vasomotor catarrh, vasomotor rinorhea, nasal vasomotor instability, atau juga non-allergic perennial rhinitis. 1

10

Gejala klinik Gejala sering dicetuskan oleh berbagai rangsangan non-spesifik seperti asap/rokok, bau menyengat (parfum), minuman beralkohol, makanan pedas, udara dingin, pendingin dan pemanas ruangan, perubahan kelembaban, perubahan suhu luar, kelelahan dan stress/emosi. Pada keadaan normal, factor-faktor tadi tidak dirasakan sebagai gangguan. Kelainan ini mempunyai gejala yang mirip dengan rhinitis alergi, namun gejala yang dominan adalah hidung tersumbat, bergantian kiri dan kanan, tergantung pada posisi pasien. Selain itu terdapat rinore yang mukoid atau serosa. Keluhan ini jarang disertai dengan gejala mata. Gejala dapat memburuk pada pagi hari waktu bangun tidur oleh karena adanya perubahan suhu yang ekstrim, udara lembab, juga oleh karena asap rokok dan sebagainya. Berdasarkan gejala yang menonjol, kelainan ini dibedakan dalam 3 golongan, yaitu 1) golongan bersin / sneezers, gejala biasanya memberikan respon yang baik dengan terapi antihistamin dan glukokortikoid topical. 2) golongan rinore / runners, gejala dapat diatasi dengan pemberian antikolinergik topical. 3) golongan tersumbat / blockers, kongesti umumnya memberikan respon baik dengan terapi glukokortikoid topical dan vasokonstriktor oral. 1

Tabel 1. Perbedaan rinitis alergi dan rinitis vasomotor

11

6. Etiologi Rinitis alergika adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien yang atopi yang sebelumnya sudah tersensitasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut. 1,6,9 1. Alergen Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan alergen hirupan utama penyebab rinitis alergika dengan bertambahnya usia. Sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang penting. 2. Polutan Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis. Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas

12

buang diesel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih jelas.

7. Epidemiologi Rinitis alergika merupakan salah satu penyakit yang termasuk dalam lingkup data penyakit saluran napas bagian atas pada pencatatan diagnosis sesuai ICD 09. Penyakit lain pada saluran napas bagian atas menduduki posisi keenam pada puskesmas kecamatan Setiabudi tahun 2006.

Rinitis alergika telah terbukti berkaitan dengan insiden asma dan ekzema atopic. Sutau penelitian pada sekelompok mahasiswa dengan rinitis alergi memperlihatkan bahwa 17 hingga 19 persen dari mereka yang mederita asma; namun, 56 hingga 74 persen pasien asmatik ternyata menderita rinitis alergika. Tampaknya ada predisposisi herediter terhadap kondisi-kondisi ini.

Prevalensi rhinitis alergika pada berbagai studi epidemiology range-nya 3% - 19 %. Studi menunjukkan rhinitis alergi musiman (hay fever) ditemukan sekitar 10 20 % dari populasi yang ada. Sebuah studi menunjukkan bahwa prevalensi anak usia 6 tahun yang terdiagnosa rhinitis alergi mencaoai 42%. Secara keseluruhan, rhinitis alergi mengenai 20-40juta individu di US dalam setahun. 7

8. Patofisiologi Rhinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak

13

kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8jam (fase hiper-reaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung 24-48 jam. Pada kontak langsung pertama dengan alergen atau tahap sensitasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/ APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper ( Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepaskan sitokin seperti interleukin 1 (IL 1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkan berbagai sitokin sperti IL 3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi Imunoglobulin E (IgE). IgE disirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor Ig E dipermukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitasi yang menghasilkan sel mediator yang tersensitasi. Bila mukosa yang sudah tersensitasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spasifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Preformed Mediators) terutama histamin. Selain histamine juga dikeluarkan Newly Formed Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrin D4 (LT D4), Leukotrin C4 (LT C4), bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF) dan berbagai sitokin (IL3, IL4, IL5, IL6, GM-CSF (Granulocyte Macrophage Colony stimulating Factor) dll. Inilah yang disebut sebagai Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC)1. Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung

14

tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamine merangsang ujung saraf vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi pengeluaran Inter Cellular Adheesion Molecule 1 (ICAM 1). Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respon ini tidak berhenti sampai disini saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6 8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit, netrofil, basofil, dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM 1 pada sekret hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Protein(EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic Peroxidase (EPO). Pada fase ini selain factor spesifik (alergen), iritasi oleh factor non spesifik dapat memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban udara yang tinggi. Bila dilihat pada gambaran mikroskopik, akan tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vascular bad) dengan pembesaran sel goblet dan sel pembentuk mucus. Terdapat juga pembesaran ruang interselular dan penebalan membrane basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa hidung. 1,6,7

15

Gambar 2. Patofisiologi rinitis alergi Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan, mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus menerus/persisten sepanjang tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjasi proliferasi jaringan ikat dan hyperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal. Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas : 1 1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya tungau debu rumah, (D. pteronyssinus, D.farinae, B.tropicalis)I, kecoa, serpihan epitel kulit binatang (kucingm anjing), rerumputan (Bermuda grass) serta jamur (Aspergillus, Alternaria). 2. Alergen ingestan yang masuk melalui saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, sapi, telur, coklat, ikan laut, udang kepiting dan kacang-kacangan. 3. Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin dan sengatan lebah. 4. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit dengan jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

16

Satu macam alergen dapat merangsang lebih dari satu organ sasaran, sehingga memberi gejala campuran, misalnya tungau debu rumah yang memberi gejala asma bronchial dan rhinitis alergi. Klasifikasi Rinitis alergika 1 Saat ini digunakan klasifikasi rhinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, yaitu berdasarkan sifat berlangsungnya dibagi menjadi :
1. Intermitten (kadang-kadang) : bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang

dari 4 minggu
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rhinitis alergika dibagi menjadi: Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai, berolah raga, belajar, bekerja, dan hal-hal lain yang mengganggu. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas

Faktor Resiko Faktor resiko rhinitis alergika antara lain : 7 1. Riwayat keluarga yang atopi 2. Serum IgE > 100 IU/mL sebelum usia 6 tahun 3. Sosioekonomi menengah keatas 4. Paparan terhadap alergen dalam ruangan (binatang dan debu) 5. Skin prick testpos itif

17

9. Komplikasi Komplikasi rhinitis alergi yang sering ialah : 1,6


1. Polip hidung. Beberapa peneliti mendapatkan, bahwa alergi hidung merupakan

salah satu factor penyebab terbentuknya polip hidung dan kekambuhan polip hidung. 2. Otitis media efusi yang residif, terutama pada anak-anak 3. Sinusitis paranasal 10. Penatalaksanaan Eliminasi alergen Terapi yang paling ideal adalah dengan menghindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. Pasien yang peka terhadap debu harus hidup dalam lingkungan sebersih mungkin. Setiap ruangan harus sungguh- sungguh dijaga bebas dari benda-benda pengumpul debu seperti karpet dan gorden. Pasien yang peka terhadap kapang harus menghindari tidur di tempat yang lembab seperti, kamar tidur di lantai bawah tanah. Jendela harus ditutup pada malam hari, karena udara malam sering kali mengandung kapang. Pasien yang peka terhadap asap harus menghindari ruangan penuh asap, serta menghindarkan beberapa makanan yang terkait dengan timbulnya gejala.7 Medikamentosa Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1, yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rhinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. 7 1. Anti histamin Generasi pertama CTM Dws : 4 12 mg hs or 2 - 12 mg BID

18

Anak : 2 thn: 4 - 12 mg hs or 2 - 12 mg BID 6 -11 thn : 2 - 8 mg q d - BID, 12 mg/d max 2 -5 thn : 2 - 6 mg q d - BID Generasi kedua Fexofonadine Dws :60mg bd atau 180mg 1kali sehari Anak >12 thn 60mg 2x/hari 6-11thn 30mg 2x/hari Cetirizine (*Zyrtec) Dws : 5-10mg 1x/hari anak >6 thn 5 10mg 1X/hari 2-5thn : 2,5 atau 5 mg 1kali/hari Dekongestan Pseudoefedrin Dws : 30 60 mg 4 6 jam sekali Anak : 6 11thn = 30mg 4 6jam sekali 2 5 thn = 15mg 4 6 jam sekali Nasal dekongestan Mometasone (*Nasonex) Dws: 4 semprot sebagai dosis single Anak 3 11 thn = 2 semprot sebagai dosis single Kombinasi antihistamin dengan dekongestan banyak digunakan. Kombinasi loratadine atau fexofenadin dengan pseudoefedrine banyak tersedia dan memberikan efek yang lebih baik dibandingkan pemberian antihistamin secara tersendiri. Kortikosteroid

19

Preparat kortikosteroid topikal memiliki efek melalui mekanisme multipel, yaitu vasokontriksi dan mengurangi edema, menekan produksi sitokin dan menghambat influks sel radang. Preparat ini merupakan terapi yang paling efektif pada rinitis alergi terutama derajat berat. Yang termasuk pada golongan kortikosteroid topikal ini yaitu budesonid, beklometason, flunisolid, flutikason, mometaso furoat dan triamnicolon asetonid. Tidak didapatkan efek samping sistemik yang signifikan pada dewasa, tetapi pada anak dilaporkan terdapat hambatan pertumbuhan pada pemakaian beclomethasone intranasal. Efek samping lokal yang timbul berupa kering dan iritasi pada mukosa hidung serta epistaksis ringan. Dalam pemakaiannya, harus diberitahukan kepada pasien agar dalam menyemprotkan obat tidak mengarah ke septum karena dapat terjadi erosi mukosa yang akhirnya menimbulkan perforasi septum. Kortikosteroid oral digunakan pada kasus tertentu dengan gejala hidung yang sangat berat. Contoh obat yang digunakan yaitu prednison atau metiprednisolon. 7 Ipratropium Bromida Ipratropium bromida intranasal dalam bentuk larutan 0,03% merupakan suatu agen antikolinergik yang cukup efektif dalam mengurangi sekresi hidung, tetapi tidak signifikan terhadap gejala hidung yang lain. Pemberian preparat ini sangat membantu bila rinore tidak dapat dikurangi dengan kortikosteroid topikal dan/atau antihistamin. Selain itu, dapat pula diberikan pada pasien yang mengalami rinore akut dengan sebab yang jelas sebagai profilaksis. Efek samping yang sering timbul yaitu iritasi hidung, timbulnya krusta dan epistaksis ringan. 7 Sodium Kromoglikat Sediaan sodium kromoglikat intranasal sudah tersebar penggunaannya dalam terapi rinitis alergi. Biasanya kurang efektif bila dibandingkan dengan antihistamin atau kortikosteroid. Pemberian optimal 4-6 kali sehari. Idealnya, obat ini diberikan sebelum gejala mayor timbul karena cara kerjanya sebagai stabilisator sel mast. Jika diberikan 4 kali sehari, obat ini sama efektif dengan antihistamin dalam mengurangi bersin, rinore dan gatal pada hidung. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai profilaksis akut sebelum terpapar dengan alergen yang sudah diketahui. 7 Leukotriene Modifier

20

Golongan obat ini merupakan antagonis reseptor leukotrien. Pengaruhnya terhadap gejala rinitis yaitu dengan dihambatnya produksi leukotrien dapat mengurangi gejala, terutama sumbatan hidung, karena diduga leukotrien berperan dalam menyebabkan sumbatan hidung pada rinitis alergi. Akan tetapi, obat ini bukan merupakan pilihan utama untuk rinitis. 7 Resepresep obat ini fungsinya memblokir produksi leukotreina, yaitu bahan kimia pembentuk radang yang diproduksi oleh tubuh. Pemakaiannya cukup sekali sehari dan tidak menyebabkan kantuk, sekaligus juga bisa digunakan untuk mengobati asma karena alergi. Contoh obatobat demikian ini antara lain montelukast (Singulair) dan zafirlukast (Accolate), Cromolyn natrium (NasalCrom). Obat semprot hidung tanpa resep ini mencegah pelepasan histamin dan membantu meringankan pembengkakan dan hidung meler. Hal ini paling efektif bila digunakan sebelum gejala mulai muncul mulai gejala dan mungkin perlu digunakan beberapa kali sehari. 6,7 Operatif Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior), konkoplasti atau multiple outfractured, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.

Imunoterapi Imunoterapi alergen sangat efektif dalam mengendalikan gejala rinitis alergi yang berat. Penelitian-penelitian pada dekade terakhir ini mengemukakan bahwa imunoterapi alergen menyebabkan toleransi terhadap limfosit T alergen spesifik dengan adanya penurunan pengeluaran mediator dan inflamasi jaringan. Pemberian imunoterapi dipertimbangkan pada pasien-pasien dengan : 1. 2. tidak responsif terhadap kombinasi pengendalian lingkungan dan medikasi mengalami efek samping medikasi yang cukup berat

21

3. 4.

mengalami gejala sepanjang tahun yang memerlukan terapi setiap hari, atau menginginkan pengendalian jangka panjang terhadap gejala alergi.

11. Preventif Ada 3 hal utama dalam tindakan pencegahan terjadinya alergi yaitu 8 1. Penghindaran Tindakan penghindaran akan berhasil bila penyebab/ pencetus terjadinya alergi diketahui. Salah satu cara untuk mengetahui pencetus alergi ialah dengan melakukan uji kulit ( test alergi ) disamping hasil pengamatan yang cermat sehari-hari oleh orang tua penderita. Dari hasil pemeriksaan test alergi dapat diketahui zat-zat yang menimbulkan alergi . Beberapa zat terutama makanan kadang-kadang tidak ada hubungan yang jelas antara hasil test dengan gejala alergi. Hal ini disebabkan anak yang mempunyai alergi terhadap makanan belum tentu karena alergi terhadap makanan itu sendiri, akan tetapi alergi terhadap zat-zat hasil pemecahan/ metabolisme makanan dalam tubuh. Selain test alergi pada kulit, Juga dapat dilakukan pemeriksaan kadar imunoglobulirn E yang spesifik dalam darah terhadap zat-zat tertentu yang dicurigai menimbulkan alergi. 2. Cara hidup yang baik Cara hidup yang baik perlu diperhatikan pada pendenita alergi yaitu cukup istirahat, olahraga teratur, disiplin dalam diet yang ditetapkan serta hidup dalam lingkungan dengan zat alergen yang minimal. 3. Pemakaian obat-obatan Obat-obatan pencegahan diberikan pada penderita alergi yang kronis/berat atau yang sering kambuh. Pemberian imunoterapi/ desensitisasi ( pengebalan terhadap alergen ) hanya berhasil bila penderita hanya mempunyai alergi terhadap satu zat saja.

22

Ibu hamil yang mempunyai riwayat alergi dalam keluarganya sebaiknya melakukan diet pencegahan terhadap makanan yang sering menimbulken alergi untuk mencegah terjadinya reaksi alergi pada bayi yang dilahirkan. Diet ini dilakukan pada akhir tniwulan kehamilan. 12. Prognosis Gejala rhinitis alergi dapat ditangani dengan baik. Pada beberapa kasus ( terutama pada anak-anak) seiring dengan pertumbuhan, system imun menjadi kurang sensitive terhadap alergen. Meskipun, umumnya suatu substansi yang menyebabkan alergi pada seseorang, dapat terus mempengaruhi dalam waktu yang lama. Beberapa kasus rhinitis alergi yang parah membutuhkan imunoterapy atau tindakan operatif untuk pada jaringan di dalam hidung atau sinus. 6

BAB III KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan dari makalah ini maka di simpulkan bahwa hipotesis diterima. Kedua lubang hidung terus-menerus tersumbat sejak 4 hari yang lalu, disertai

23

bersin-bersin 10 kali, hidung terasa gatal, kedua mata gatal dan berair merupakan gejala rinitis alergika.

DAFTAR PUSTAKA
1. Irawati Nina, dkk. Rinitis Alergi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok

Kepala dan Leher Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2007: hlm. 128
2. Wardani, S.Retno, dkk. Infeksi Hidung. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher Edisi keenam. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2007: hlm. 140
3. Peter A. Hilger, M.D. Penyakit Hidung. BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi6. Penerbit

Buku Kedokteran EGC. Jakarta, 1997: hlm.210


4. Mark S Dykewicz, MD, et al. Diagnosis and Management of Rhinitis: Complete

Guidelines of the Joint Task Force on Practice Parameters in Allergy, Asthma and
24

Immunology. Annals of allergy, asthma, & immunology. Volume 81, november (part II), 1998 : hlm. 478
5. Agency for Healthcare Research and Quality. Evidence report/technology assessment

No.54. Management of allergic and nonallergic rhinitis. May 2002.


6. Rhinitis Alergi http://www.scribd.com/doc/31033909/Rhinitis-Alergi diunduh 18 Maret

2011, 9pm
7. Tinjauan Pustaka Rinitis Alergi Hasma http://www.scribd.com/doc/35932919/Tinjauan-

Pustaka-Rinitis-Alergi-Hasma diunduh 18 Maret 2011, 9pm


8. Alergi

pada

Anak

http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=199741315235

diunduh 18 Maret 2011, 9pm


9. Alergi rhinitis http://obtrando.files.wordpress.com/2010/03/rhinitis-alergi.pdf diunduh 18

Maret 2011, 9pm

25

Anda mungkin juga menyukai