Anda di halaman 1dari 22

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Trematoda atau cacing daun adalah cacing yang termasuk kelas Trematoda Filum Platyhelminthes dan hidup sebagai parasit. Pada umumnya cacing ini bersifat hermafrodit kecuali cacing Schistosoma. Spesies yang merupakan parasit pada manusia termasuk sub kelas Digenea, yang hidup sebagai endoparasit. Berbagai macam hewan dapat berperan sebagai hospes definitive cacing trematoda, antara lain kucing,anjing, kambing, sapi, tikus, burung, musang, harimau, dan manusia. Schistosomiasis adalah salah satu penyakit infeksi parasit pada manusia yang paling luas. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan bahwa schistosomiasis dan soil transmitted disease (cacing yang ditularkan melalui tanah) mewakili lebih dari 40% dari beban penyakit global yang disebabkan oleh semua penyakit tropis, termasuk malaria. Ada tiga spesies trematoda darah yang penting bagi manusia yaitu schistosoma japonicum, schistosoma mansoni dan schistosoma

hematobium. Tiga spesies schistosoma tersebut berparasit pada manusia, dimana ketiganya struktur bentuknya sama, tetapi beberapa halseperti morfologinya sedikit berbeda dan juga lokasi berparasitnya pada tubuh hospes definitif. S. hematobiumdan S. mansoni, banyak dilaporkan menginfeksi orang di Mesir, Eropa dan Timur Tengah, sedangkan S.

japonicum,banyak menginfeksi orang di daerah Jepang, China, Taiwan, Filippina, Sulawesi, Laos, Kambojadan Thailand. (Widyastuti, 2002).

B. Tujuan 1. Mengetahui pengertian Trematoda Darah 2. Mengetahui taksonomi dari golongan Trematoda Darah 3. Mengetahui epidemiologi dan distribusi geografis dari

TrematodaDarah 4. Mengetahui morfologi dari golongan TrematodaDarah 5. Mengetahui siklus hidup dari TrematodaDarah 6. Mengetahui patologi dari Trematoda Darah 7. Mengetahui diagnosis, pencegahan dan pengobatan infeksi trematoda darah.

BAB II PEMBAHASAN

Cacing trematoda darah (schitosomiasis) adalah cacing yang berbentuk pipih dan tinggal di berbagai aliran darah. Biasanya cacing ini masuk ke tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang mengandung parasite cacing ini dan mandi pada air yang kotor. Hospes definitifnya adalah manusia, berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes reservoir. Pada manusia cacing ini menyebabkan penyakit skistosomiasis atau bilharziasis(Unggowaluyo, 2002). Schistosoma dikenal sebagi Blood fluke yang menyebabkan penyakit skistomiasis atau bilharziasis. Jenis cacing yang menyerang hewan dan manusia adalah Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. japonicum, S. intercalatum dan S. mekongi. S. haematobium menyebabkan schistosomiasis kemih. Skistomiasis menyerang beberapa negara sedang berkembang di Afrika, Amerika Selatan, Timur Tengah, Asia Timur dan Tenggara termasuk Indonesia (Iskandar, 2006). S. mansoni (hati / usus) terdistribusi di seluruh sub-Sahara Afrika dan Timur Tengah, tapi juga ditemukan di beberapa pulau Karibia, Brasil, Venezuela dan pantai Suriname. S. haematobium (kemih) endemik di lebih dari 50 negara Afrika (dan paling banyak ditemukan di timur Afrika, khususnya Danau Malawi), pulau-pulau Madagaskar dan Mauritius, dan Timur Tengah. Hal ini juga diketahui terjadi di beberapa wilayah kecil di India. S. japonicum (hati / usus) ditemukan di timur dan Asia Tenggara dan Pasifik Barat, terutama di Cina, Indonesia dan Filipina. S. intercalatum (hati /

usus) ditemukan di daerah hutan tengah dan barat Afrika. Persebaran parasit schistosoma dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Distribusi Schistosomiasis di Dunia Sumber: WHO, 2008 Cacing betina panjang 20-26 mm, lebar 0,25-0,3 mm; cacing jantan panjang 10-20 mm; lebar 0,8-1 mm. Cacing ini hanya mempunyai satu macam hospes perantara yaitu keong air, tidak terdapat hospes perantara II. Mirasidium masuk kedalam tubuh keong air dan berkembang menjadi sporokista I dan sporokista Iinkemudian menghasilkan serkaria yang banyak. Serkaria merupakan bentuk infektif dari cacing ini. Cara infeksinya yaitu serkaria menembus kulit pada waktu manusia masuk kedalam air yang mengandung serkaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit larva ini kemudian masuk ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu ke paru dan kembali ke jantung kiri, kemudian masuk ke sistem peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena porta dan menjad dewasa di hati. Setelah dewasa cacing ini kembali ke vena porta dan vena usus atau vena kandung

kemih untuk S. haematobium dan kemudian cacing betina bertelur setelah bekopulasi. Secara umum. Tiga spesies schistosoma tersebut berparasit pada manusia, dimana ketiganya struktur bentuknya sama, tetapi beberapa halseperti morfologinya sedikit berbeda dan juga lokasi berparasitnya pada tubuh hospes definitif. Perbedaan ketiga jenis cacing scistosoma dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini: Tabel 2.1 Perbandingan tiga Schistosoma pada manusia
Perbedaan Tempat hidup Vena hati dan usus Biomphalaria Hospes Peranatar a (genus) Vena kandung kemih Bulinus, Physopsis Vena hati dan usus Oncomelania S. mansoni s. hematobium s. japonicum

Filipina, Jepang, Asia Afrika, Asia, Amerika Distribusi Patogenesi s Paling patogen Lateral spine Terminal spine Telur Kencing darah Morbiditas tinggi Rounded nodule Latin Afrika timur, Taiwan, Indonesia

Sumber: www. course1.winona.edu

Menurut Gandahusada (2006), diantaranya trematoda darah terdapat sejumlah spesies yang penting bagi manusia karena dapat menularkan penyakit, yaitu : A. Schistosoma japonicum 1. Klasifikasi Kingdom Phylum Class Order Family Genus Species 2. : Animalia : Platyhelminthes : Trematoda : Strigeatoidea : Schistosomatoidae : Schistosoma : Schistosoma japonicum

Epidemologi dan Distribusi geografis S. japonicum ini ditemukan di RRC, Jepang, Filipina, Taiwan, Muangthai, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Hospesnya adalah manusia dan berbagai macam binatang seperti anjing, kucing, rusa, tikus sawah (rattus), sapi, babi rusa, dan lain-lain (Gandahusada, 2006). Cacing ini membutuhkan hospes perantara siput air tawar spesies oncomelania nosophora, O. Hupenis, O. Formosana, O. Hupensis lindonensis di danau Lindu (Sulawesi Tengah), dan O. Quadrasi. Telah diketahui ada 2 strain yang bersifat geograpichal yaitu strain Thailand-Malaysia dan strain Sulawesi. Terdapat perbedaan pada kedua strain yaitu tuan rumah siput yang sesuai (Natadisastra dkk, 2009).

Skistosomiasis di Indonesia hanya ditemukan di daerah yang sangat terpencil di Sulawesi Tengah, yaitu di lembah Napu, Besoa dan dataran tinggi Lindu. Hewan yang biasa menjadi inang reservoar yaitu sapi, babi,anjing, kucing, kerbau, domba, rusa, kuda, tikus dan celurut. Sedangkan pada manusia pertama kali dilaporkan di Desa Tomado oleh Tesch pada tahun 1937 Penelitian selanjutnya telah menemukan penyebabnya, yaitu cacing Schistosoma japonicum. Inang

perantaranya baru ditemukan pada tahun 1971 oleh Davis and Carney di daerah pesawahan Paku yaitu siput (snail) yang diidentifikasi sebagai subspesies dari Oncomelania hupensis dan diberi nama Oncomelania lindoensis. Habitatnya ada dua macam: 1. Fokus pada daerah yang digarap seperti ladang, sawah yang tidak dipakai lagi, atau di pinggir parit antar sawah. 2. Fokus di daerah hutan di perbatasan bukit dan dataran rendah. Penelitian yang mendalam mengenai siput penular tersebut telah dilakukan semenjak tahun 1972 dengan mendirikan laboratorium lapangan yang disebut le Petit Soleil atau Matahari Kecil. Penelitian yang intensif akhirnya menemukan bahwa siput tersebut bersifat amfibius tidak tahan akan kekeringan dan juga tidak dapat hidup dalam keadaan terendam air dalam waktu yang cukup lama (Iskandar, 2006).

3.

Morfologi

Gambar 2.1 Morfologi S. japonicum (a). Dewasa (b). Telur Cacing dewasa menyerupai S. haematobium dan S. mansoni akan tetapi tidak memiliki intergumentary tuberculation. Cacing jantan berukuran panjang 12-20 mm, diameter 0,5-0,55 mm, dan kanalis ginekoporik dan memiliki 6-8 buah testis. Betina panjang kurang lebih 26 mm dengan diameter 0,3 mm. Ovarium dibelakang pada pertengahan tubuh, kelenjar vitelaria terbatas di daerah lateral pada bagian posterior tubuh. Uterus merupakan saluran yang panjang dan lurus berisi 50-100 butir telur. Telur berhialin, subsperis atau oval dilihat lateral, dekat salah satu kutub terdapat daerah melekuk tempat tumbuh semacam duri rudimeter. Telur berukuran 70-100 x 50-65 . Khas sekali, telur diletakan dengan memusatkanya pada vena kecil pada submukosa atau mukosa organ yang berdekatan (Natadisastra dkk, 2009).

4.

Siklus hidup

Gambar 2.2 siklus hidup dari Schistosoma japonicum Telur keluar bersama feaces kemudian menetas menjadi

miracidium, masuk ke tubuh keong (Oncomelania) berubah menjadi sporokista I dan sporokista II kemudian mennjadi banyak serkaria. Serkaria berenang di air dan menginfeksi manusia dengan masuk ke kulit kemudian serkaria memutus ekor menjadi skistosomula dan menjadi cacing dewasa dalam hati (Gandahusada, 2006). 5. Patologi Penyakitnya disebut Oriental schistosomiasis, katamaya atau demam keong. Kelainan tergantung dari beratnya infeksi. Kelainan yang ditemukan diantaranya adalah gatal- gatal (urtikaria). Gejala intoksikasi disertai demam, hematopegali dan eosinofilia tinggi.. 6. Diagnosis, Pengobatan dan pencegahan Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat

dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixation test), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay). Praziquantel 20 mg/kg BB, dosis tunggal untuk pengobatan ternak cukup efektif. Sedangkan untuk manusia dosis 60 mg/kg BB, dibagi dalam 2 dosis dan diberikan selama 1 hari, cukup efektif. Pemberantasan multiintervensi dengan pengobatan penderita,

pemberantasan siput dengan mulluscide dan perbaikan kebersihan lingkungan serta penyuluhan kesehatan berhasil menurunkan angka infeksi skistosomiasi (Iskandar, 2004).

B. Schistosoma mansoni 1. Klasifikasi Kingdom Phylum Class Order Family Genus Species 2. : Animalia : Platyhelminthes : Trematoda : Strigeatoidea : Schistosomatoidae : Schistosoma : Schistosoma mansoni

Epidemologi dan distribusi geografis

Daerah penyebaran S. mansoni di Afrika meliputi Mesir, Sudan, Libia, Uganda, Tanzania, Mozambique, Rhodesia, Zambia, Congo, Senegal, Gambia, Nigeria, Gabon, Togo, Ghana, Pantai Gading, Liberia dan Sierra Lione. Sedangkan di Amerika Selatan ditemukan endemik di Venezuela, Brazil, Suriname, Republik Dominika, Pueterico, Guadelope, St. Marten, St. Lucia, St. Kitts dan Antiqua (Iskandar, 2006). Cacing ini mempunyai hospes perantara berupa siput/keong air tawar dari genus Biomphalaria (keluarga Planorbidae). S. mansoni ditemukan pada hewan pengerat dan primata tetapi target utama infeksi adalah manusia. 3. Morfologi

Gambar 2.3 Morfologi S. mansoni (a). Dewasa (b). Telur

Cacing dewasa jantan berukuran kira-kira 1 cm dan yang betina kirakira 1,4 cm. Pada badan cacing jantan S.mansoni terdapat tonjolan lebih kasar bila dibandingkan dengan S.hematobium dan

S.japonicum. Badan S.japonicum mempunyai tonjolan yang lebih halus. Tempat hidupnya di vena, kolon dan rektum. Telur berukuran

140 x 60 atau lebih besar dari S. japonicum. Telur juga tersebar ke alat-alat lain seperti hati, paru dan otak. 4. Siklus hidup

Gambar 2.4 siklus hidup dari Schistosoma mansoni Telur berisi embrio menembus keluar dinding pembuluh darah,masuk ke rongga usus atau kandung kemih dan dikeluarkan melalui tinja. Masuk ke dalam air dan menetas menjadi mirasidium ( larva ) mirasidium berenang aktif dalam air, mencari hospes perantaranya yaitu keong. Mirasidiun menembus masuk tubuh keong, dalam keong air mirasidium berkembang menjadi sporokista I dan sporokista II dan membentuk banyak serkaria. Serkaria adalah bentuk infektif cacing Schistosoma. Serkaria keluar dari keong air, berenang aktif di dalam air, serkaria menembus kulit manusia pada waktu manusia masuk ke dalam air yang mengandung serkaria, waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit.

Setelah serkaria menembus kulit, kemudian masuk ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran darah masuk ke jantung kanan, lalu paru dan kembali ke jantung kiri kemudian masuk ke dalam sistem peredaran darah besar, ke cabang-cabang vena portae dan menjadi dewasa di hati. Setalah dewasa cacing ini kembali ke vena portae dan vena usus kemudian cacing betina bertelur setelah berkopulasi. 5. Patologi Kelainan tergantung dari beratnya infeksi, kelainan yang di temukan pada stadiun I adalah gatal-gatal (urtikaria). Gejala intoksikasi disertai demam, hepatomegali dan eosinifilia tinggi. Pada stadium II ditemukan pula sindrom disentri. Pada stadium III ditemukan sirosis hati splenomegalia yang biasanya si penderita menjadi lemah, mungkin terdapat gejala syaraf, gejala paru dan lainlain. 6. Diagnosis, Pengobatan dan pencegahan Diagnosis dan pengobatan sama dengan S. japonicum. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja atau jaringan biopsi hati dan biopsi rektum. Reaksi serologi dapat dipakai untuk membantu menegakkan diagnosis. Reaksi serologi dapat dipakai adalah COPT (Circumoval precipitin test), IHT (Indirect Haemagglutation test), CFT (Complement fixation test), FAT (Fluorescent antibody test) dan ELISA (Enzyme linked immuno sorbent assay).

Praziquantel 20 mg/kg BB, dosis tunggal untuk pengobatan ternak cukup efektif. Sedangkan untuk manusia dosis 60 mg/kg BB, dibagi dalam 2 dosis dan diberikan selama 1 hari, cukup efektif. Pemberantasan multiintervensi dengan pengobatan penderita,

pemberantasan siput dengan mulluscide dan perbaikan kebersihan lingkungan serta penyuluhan kesehatan berhasil menurunkan angka infeksi skistosomiasi (Iskandar, 2004).

C. Schistosoma hematobium 1. Klasifikasi Kingdom Phylum Class Order Family Genus Species 2. : Animalia : Platyhelminthes : Trematoda : Strigeatoidea : Schistosomatoidae : Schistosoma : Schistosoma hematobium

Epidemologi dan distribusi geografis Cacing ini mempunyai hospes perantara berupa keong dari genus bulinus. Hospes deinitif adalah manusia, sedangkan baboon dan beberapa jenis kera dilaporkan menjadi hospes reservoir. Cacing ini menyebabkan penyakit schistosomiasis urinary (kandung kemih). Schistosomiasis haematobium endemik di lebih dari 50 negara di Afrika dan Timur Tengah. Hal ini juga kadang-kadang terlihat di

Asia Barat. S. haematobium di temukan di Timur Tengah antara lain di Yaman,, Aden, Saudi Arabia, Libanon, Syria, Turki, Irak dan Iran. S. interculatum di temukan di Libanon, Uganda, Kenya, dan Madagaskar (Iskandar, 2006). WHO memperkirakan bahwa di seluruh dunia, 180 juta orang tinggal di daerah endemik dan 90 juta terinfeksi dengan parasit. Sebagian besar hidup di Sub-Sahara Afrika. Sekitar 70 juta orang menderita hematuria schistosomal (darah dalam urin), 18 juta orang terkait gangguan dari dinding kandung kemih, dan 10 juta dari hidronefrosis (akumulasi urin terkait di ginjal akibat obstruksi ureter). Diperkirakan 150.000 orang meninggal setiap tahun akibat gagal ginjal resultan dan sejumlah tapi signifikan dari kandung kemih dan kanker genitourinari lainnya. Angka kematian keseluruhan

diperkirakan minimal 2 per 1.000 pasien yang terinfeksi per tahun. Di banyak tempat, ada insiden yang lebih tinggi infeksi pada anak laki-laki dan perempuan. Hal ini terjadi karena kontak dengan air meningkat dibandingkan dengan kelompok masyarakat lainnya dalam budaya di mana perempuan biasanya mengambil air untuk keperluan rumah tangga dan anak laki-laki sering bermain di atau dekat air. Di beberapa daerah di mana pria terutama nelayan air tawar atau petani menggunakan irigasi, mereka memiliki tingkat lebih tinggi terkena schistosomiasis (www.stanford.edu, 2004). 3. Morfologi

Gambar 2. 5 Morfologi cacing S. hematobium Cacing jantan dewasa berukuran 10-15 mm. Mereka memiliki alur yang mendalam yang disebut canal gynecophoral dimana cacing betina dewasa biasanya melekat. Cacing jantan memiliki nodul kecil (tuberkel) pada permukaan dorsal dan banyak duri kecil pada alat hisap dan gynecorphoral calanya. Cacing betina lebih panjang yaitu sekitar 16-22 mm, halus dan lebih ramping. Kedua jenis kelamin ini memiliki dua alat hisap, satu di anterior ventral dan satu lagi digunakan sebagai peganangan pada dinding venula.

Gambar 2. 5 Telur S. hematobium Telur dapat ditemukan dalam urin dari hospes yang terinfeksi. Ukuranya 110-170 panjang sampai 70 . Bentuknya memanjang dengan tulang belakang terminal yang khas dan terlihat seperti bola

rugby

dengan

tonjolan

tajam

pada

salah

satu

ujungnya

(www.stanford.edu, 2004). 4. Siklus hidup

Gambar 2.6 siklus hidup dari Schistosoma mansoni

Mirasidium masuk kedalam tubuh keong air dan berkembang menjadi sporokista I dan sporokista Iinkemudian menghasilkan serkaria yang banyak. Serkaria merupakan bentuk infektif dari cacing ini. Cara infeksinya yaitu serkaria menembus kulit pada waktu manusia masuk kedalam air yang mengandung serkaria. Waktu yang diperlukan untuk infeksi adalah 5-10 menit. Setelah serkaria menembus kulit larva ini memutus ekor menjadi skistosomula kemudian masuk ke dalam kapiler darah, mengalir dengan aliran

darah masuk ke jantung kanan, lalu ke paru dan kembali ke jantung kiri, kemudian masuk ke sistem peredaran darah besar, ke cabangcabang vena porta dan menjadi dewasa di hati. Setelah dewasa cacing ini meninggalkan hati dan bermigrasi, pada akhirnya berakhir di pembuluh darah disekitar kandung kemih (vena kandung kemih) kemudian cacing betina bertelur setelah bekopulasi. Telur dilepaskan pada dinding kandung kemih, kemudian masuk kedalam dan keluar bersama urin untuk memulai siklus lagi (IARC, 1994). 5. Patologi Kelainan terutama ditemukan di dinding-dinding kandung kemih. Gejala yang ditemukan adalah hematuria dan disuria bila terjadi sistisis. Syndrome disentri ditemukan bila terjadi kelainan di rectum. Gatal-gatal atau ruam kulit atau disebut swimmer itch dan pembengkakan lokal sering terjadi 24 jam setelah infeksi awal dan berlangsung selama 4 hari. Pada satu atau dua bulan, mungkin muncul gejala berupa demam, hepatitis, pembesaran hati, limpha dan kelenjar getah bening. Gejala ini berlangsung selama 2-3 minggu. Tidak emua orang mengalami manifestasi klinik pada tahap awal ini.

Setelah berbulan-bulan atau bertahun-tahun, individu yang terinfeksi dapat mengalami buang air kecil sakit atau sulit (disuria), darah di urin (hematuria), obstruksi uretra, kerusakan ginjal dari obstruksi air seni (nefropati obstruktif), tidak buang air kecil (disuria), dan / atau kaki gajah penis. 50-70% orang dengan infeksi jangka panjang memiliki semacam gejala saluran kemih pada pemeriksaan.

Infeksi saluran kencing kronis oleh bakteri adalah komplikasi yang sering terjadi dari disfungsi saluran kemih yang disebabkan oleh parasit. Kandung kemih juga dapat mengembangkan tuberkel, polip, tukak, patch berpasir, sistitis cystica, dan / atau leukoplakia yang terlihat pada pemeriksaan endoskopi. Kanker kandung kemih (karsinoma sel schistosomiasis skuamosa) dikaitkan dengan jangka panjang kemih, tetapi kejadian ini tidak diketahui

(www.stanford.edu, 2004). 6. Diagnosis, Pengobatan dan pencegahan Cara yang paling umum untuk mendiagnosis infeksi S. haematobium adalah dengan identifikasi ova (telur) dalam urin atau di biopsi kandung kemih, rektum, atau dinding vagina. Urinalisis juga dapat mengungkapkan darah dalam urin. Orang yang terinfeksi sering mengalami anemia, eosinofil tinggi tingkat, dan / atau trombosit rendah dalam darah mereka. Tes antibodi juga dapat digunakan untuk mendiagnostik, meskipun jarang dilakukan. Praziquantel (20 mg / kg secara oral 3 kali selama 1 hari) atau metrifonate (10mg/kg 1x seminggu setiap minggu, dengan total 3 dosis) adalah obat pilihan. Kortikosteroid juga dapat diberikan dengan infeksi akut. Sementara terapi obat yang efektif untuk membunuh parasit sudah dalam tubuh, tidak mencegah infeksi baru. Pasien harus didorong untuk mengembangkan strategi pencegahan serta memiliki perawatan ulangi jika perlu

Pencegahan dapat dilakukan dengan mengobati penderita untuk menghilangkan sumber infeksi. Menyediakan air bersih untuk memasak, minum, dan mandi memberi alternatif lain untuk melakukan kontak dengan air yang terdapat serkaria. Menyediakan sistem pembuangan kotoran yang sehat sehingga penularan bisa dicegah. Pemberantasan siput dengan bahan kimia maupun secara biologis menggunakan predator alami siput (www.stanford.edu, 2004).

BAB III PENUTUP

Cacing trematoda darah (schitosomiasis) adalah cacing yang berbentuk pipih dan tinggal di berbagai aliran darah. Biasanya cacing ini masuk ke tubuh manusia melalui makanan atau minuman yang mengandung parasite cacing ini dan mandi pada air yang kotor. Pada manusia ditemukan 3 spesies penting yaitu S. Japonicum, S. Mansoni, S. Haematobium. Hospes

definitifnya adalah manusia, berbagai macam binatangdapat berperan sebagai hospes reservoir. Pada manusia cacing ini menyebabkan penyakit skistosomiasis atau bilharziasis.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2004. Schistosoma haematobium (blood flukes). http://www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2004/Schisto/website. html. diakses tanggal 30 Maret 2012. _______. 2007. Lecture 9: Schistosomes. http://course1.winona.edu/kbates/Parasitology/schistos.htm. diakses tanggal 30 Maret 2012. Gandahusada, Sriasi. Illaude, Henry D. Pribadi, Wita. 2006, Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga, Balai Penerbit FKUI, Jakarta

IARC. 1994. Schistosoma Haematobium. IARC Working Group in 1994 Monograph Vol 100 B . http://monographs.iarc.fr/ENG/Monographs/vol100B/mono100B-14.pdf. diakses tanggal 30 Maret 2012. Iskandar. 2006. Tinjauan Skistosomiasis Pada Hewan Dan Manusia Di Lembah Napu, Lembah Besoa Dan Lembah Danau Lindu Kabupaten Poso Sulawesi Tengah. Nakah Loka Karya Nasional Penyakit Zoonosis

Natadisastra, Djaenudin dan Agoes, Ridhad. 2009. Parasitologi Kedikteran : Ditinjau dari Organ yang Diserang. Edisi I. EGC. Jakarta Ridley, Jhon W. 2010. Parasitology for Medical And Clinical Laboratory Profesionals. Delmar Cengage, New York Unggowaluyo, J.S. 2002. Parasitologi Medik I. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta WHO. 2008. Traveller Information Sheets : Schistosomiasis. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs115/en/index.html. diakses tanggal 30 Maret 2012.

Widyastuti, Retno, 2002, Parasitologi, Pusat Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai