Anda di halaman 1dari 3

Curing Untuk menyempurnakan dan mempercepat polimerisasi, maka setelah pengisian (packing) dan pengepresan perlu dilakukan pemasakan

(curing) di dalam oven atau boiling water (air panas). Nama lain dari curing adalah siklus polimerisasi. Di dalam curing yang harus diperhatikan adalah lamanya dan kecepatan peningkatan temperatur. Sebab bila undercured (suhu kurang) menyebabkan meningkatnya residual monomer dan bila temperaturnya lebih dari 100,80C kemungkinan akan terjadi gaseous porosity. Metode pemasakan dapat dilakukan dengan cara cepat atau lambat. Menurut Combe ada tiga metode pemasakan resin acrylic, yaitu: 1. Kuvet dan Begel dimasukkan ke dalam waterbath, kemudian diisi air setinggi 5 cm diatas permukaan kuvet. Selanjutnya dimasak diatas nyala api hingga mencapai temperature 70C (dipertahankan selama 10 menit). Kemudian temperaturnya ditingkatkan hingga 100C (dipertahankan selama 20 menit). Selanjutnya api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperatur ruang. 2. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (100C), kemudian kuvet dan beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali (dipertahankan selama 20 menit), api dimatikan dan dibiarkan mendingin sampai temperatur ruang. 3. Memasak air sesuai kebutuhan hingga mendidih (100C), kemudian kuvet dean beugel dimasukkan dan ditunggu hingga mendidih kembali. Setelah mendidih api segera dimatikan dan dibiarkan selama 45 menit. Kuvet dan begel yang terletak dalam waterbath harus dibiarkan dingin secara perlahan-lahan. Selama pendinginan terdapat perbedaan kontraksi antara gips dan acrylic yang menyebabkan timbulnya stress di dalam polimer. Pendinginan secara perlahan-lahan akan memberi kesempatan terlepasnya stress oleh karena perubahan plastis. Selama pengisian mould space, pengepresan dan pemasakan perlu dikontrol perbandingan antara monomer dan polimer. Karena monomer mudah menguap, maka berkurangnya jumlah monomer dapat menyebabkan kurang sempurnanya polimerisasi dan terjadi porositas pada permukaan acrylic. Hal-hal yang menyebabkan berkurangnya jumlah monomer adalah: Perbandingan monomer dan polimer yang tidak tepat. Penguapan monomer selama proses pengisian rongga cetak. Pemasakan yang terlalu panas, melebihi titik didih monomer (100,80C). Secara normal setelah pemasakan terdapat sisa monomer 0,2-0,5%. Pemasakan pada

temperatur yang terlalu rendah dan dalam waktu singkat akan menghasilkan sisa monomer yang lebih besar. Ini harus dicegah, karena: a. Monomer bebas dapat lepas dari gigi tiruan dan mengiritasi jaringan mulut. b. Sisa monomer akan bertindak sebagai plasticizer dan membuat resin menjadi lunak dan lebih flexible. Porositas dapat memberi pengaruh yang tidak menguntungkan pada kekuatan dan sifat-sifat optic acrylic. Porositas yang terjadi dapat berupa shrinkage porosity (tampak gelembung yang tidak beraturan pada permukaan acrylic) dan gaseous porosity (berupa gelembung uniform, kecil, halus dan biasanya terjadi pada bagian acrylic yang tebal dan jauh dari sumber panas). Permasalahan yang sering timbul pada acrylic yang telah mengeras adalah terjadinya crazing (retak) pada permukaannya. Hal ini disebabkan adanya tensile stress ysng menyebabkan terpisahnya moleku-molekul primer. Retak juga dapat terjadi oleh karena pengaruh monomer yang berkontak pada permukaan resin acrylic, terutama pada proses reparasi. Keretakan seperti ini dapat terjadi oleh karena : 1. Stress mekanis oleh karena berulang-ulang dilakukan pengeringan dan pembasahan denture yang menyebabkan kontraksi dan ekspansi secara berganti-ganti. Dengan menggunakan bahan pengganti tin-foil untuk lapisan cetakan maka air dapat masuk ke dalam acrylic sewaktu pemasakan, selanjutnya apabila air ini hilang dari acrylic maka dapat menyebabkan keretakan. 2. Stress yang timbul karena adanya perbedaan koefisien ekspansi termis antara denture porselen atau bahan lain seperti klamer dengan landasan denture acrylic;retak-retak dapat terjadi di sekeliling bahan tersebut. 3. Kerja bahan pelarut; missal pada denture yang sedang direparasi, sejumlah monomer berkontak dengan resin dan dapat menyebabkan keretakan. Denture dapat mengalami fraktur atau patah karena: 1. Impact; missal jatuh pada permukaan yang keras. 2. Fatigue; karena denture mengalami bending secara berulang-ulang selama pemakaian. ( E. Combe, 1992. p. 270-275) Polimerisasi/ curing melalui energi gelombang mikro (microwave) Resin poli (metil metakrilat) juga dapat dipolimerisasi menggunakan energi gelombang mikro. Teknik ini menggunakan resin dengan rumus khusus serta kuvet yang tidak

mengandung logam. Oven gelombang mikro konvensional digunakan untuk memasok energi termal yang diperlukan untuk polimerisasi. Keuntungan utama dari teknik ini adalah kecepatan polimerisasi yang dicapai. Penelitian menunjukkan sifat resin gelombang mikro dibandingkan dengan resin konvensional yang telah dijelaskan. Tambahan lagi, ketepatan basis protesa yang terpolimerisasi menggunakan energi gelombang mikro setara dengan resin yang diproses menggunakan teknik konvensional. (Anusavice, 2003. p. 205-207)

Anda mungkin juga menyukai