Anda di halaman 1dari 11

Kawasan pemanfaatan dalam teknologi pembelajaran & penerapannya

I Wayan Muliartha
Teknologi Pembelajaran | Undiksha | 2011

A. Kawasan Pemanfaatan dalam Teknologi Pembelajaran Domain ketiga dalam teknologi pembelajaran ialah kawasan pemanfaatan. Pemanfatan adalah tindakan mengguakan metode dan model instruksional, bahan dan peralatan media untuk meningkatkan suasana pembelajaran. Adapun kawasan pemanfaatan menurut Seels & Richey (2000:46) dapat digambarkan sebagai berikut:

KAWASAN PEMANFAATAN 1. Pemanfaatan Media 2. Divusi Inovasi 3. Implementasi dan Institusionalisasi 4. Kebijakan dan regulasi Gambar 1. Kawasan Pemanfaatan Pemanfaatan adalah aktivitas menggunakan proses dan sumber belajar (Seels & Richey, 2000: 50). Fungsi pemanfaatan sangat penting karena membicarakan kaitan antara peserta didik dengan bahan belajar atau sistem pembelajaran. Mereka yang terlibat dalam pemanfaatan mempunyai tanggung jawab untuk mencocokkan peserta didik dengan bahan belajar dan aktivitas yang spesifik, menyiapkan peserta didik agar dapat berinteraksi dengan bahan belajar dan aktivitas yang dipilih, memberikan bimbingan selama kegiatan belajar, memberikan penilaian atas hasil yang dicapai peserta didik, serta memasukkannya ke dalam prosedur organisasi yang berkelanjutan. Kawasan pemanfaatan mungkin merupakan kawasan teknologi

pembelajaran yang tertua, mendahului kawasan desain dan produksi media pembelajaran yang sistematis. Kawasan ini berasal dari gearakan pendidikan visual pada dekade pertama abad ke-20, dengan didirikannya museum-museum.

Pada tahun-tahun awal abad ke-20, guru mulai berupaya untuk menggunakan film teaterikal dan film singkat mengenai pokok-pokok pembelajaran di kelas. Di antara penelitian formal yang paling tua mengenai aplikasi media dalam pendidikan ialah studi yang dilakukan oleh Lashley dan Watson mengenai penggunaan film-film pelatihan militer Perang Dunia I (tentang pencegahan penyakit kelamin). Setelah perang dunia II, gerakan pembelajaran audiovisual mengorganisasikan dan mempromosikan bahan-bahan belajar audiovisual, sehingga menjadikan persediaan bahan pembelajaran semakin berkembang dan mendorong cara-cara baru membantu guru. Selama tahun 1960-an banyak sekolah dan perguruan tinggi mulai banyak mendirikan pusat-pusat media pembelajaran. Karya Dale pada 1946 yang berjudul audiovisul materials in teaching, yang di dalmnya mencoba memberikan rasional umum tentang pemilihan bahan belajar dan aktivitas belajar yang tepat. Heinich, Molenda dan Russel dalam buku Instructional materials and New Technologies if Instruction (1986)

mengemukakan model ASSURE, sebagai acuan prosedur untuk merancang pemilihan dan pemanfaatan media pembelajaran. Langkah-langkah ASSURE meliputi: (1). Analize learner (menganalisis peserta didik); (2) State objective (merumuskan tujuan); (3) Select media and materials (memilih media dan bahan); (4). Utilize media and materials (menggunakan media dan bahan); (5) Require learner participation (melibatkan peserta didik); dan (6) Evaluate and revise (penilaian dan revisi). a. Pemanfaatan Media Pemanfaatan media yaitu penggunaan secara sistematis dari sumber belajar. Proses pemanfaatan media merupakan proses pengambilan keputusan berdasarkan pada spesifikasi desain pembelajaran. Mislanya bagaimana suatu film

diperkenalkan atau ditindaklanjuti dan dipolakan sesuai dengan bentuk belajar yang diinginkan. Prinsip-prinsip pemanfaatan media juga dikaitkan dengan karakteristik peserta didik. Seseorang yang belajar mungkin memerlukan bantuan keterampilan visual atau verbal agar dapat menarik keuntungan dari praktik atau sumber belajar. Adapaun beberapa contoh pemanfaatan media dalam kegiatan pembelajaran antara lain sebagai berikut: (1) Pemanfaatan media video dalam kegiatan pembelajaran; (2) Pemanfaatan kaset audio dalam kegiatan

pembelajaran; dan (3) Pemanfaatan Komputer dan jaringan internet dalam kegiatan pembelajaran. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan guru dalam pemanfaatan media pembelajaran (by utilization). Erikson dan Curl (1972) mengembangkan proses pemilihannya dalam bentuk checklist sebagai berikut: 1. 2. 3. Apakah materinya penting dan berguna bagi peserta didik? Apakah dapat menarik minat peserta didik untuk belajar? Apakah ada kaitan yang mengena dan langsung dengan kompetensi atau tujuan khusus yang hendak dicapai? 4. Bagaimana format penyajiaanya diatur memenuhi sekuens atau tata urutan belajar? 5. 6. 7. 8. Apakah materi yang disajikan aktual, mutakhir, dan otentik? Apakah konsep dan faktanya terjamin kecermatannya? Apakah isi dan presentasinya memenuhi standar selera? Bila tidak, apakah ada keseimbangan kontroversial? Selain itu, setiap sekolah harus mampu memanfaatkan alternatif teknologi yang tersedia tanpa meninggalkan perhatian atas empat aspek penting dari teknologi itu, yaitu: a) aksesibilitas; b) biaya; c) efektivitas dalam fungsi pembelajaran; dan d) kemampuan teknologi untuk mendukung interaktivitas antara peserta didik dan tenaga pendidik. b. Difusi Inovasi Difusi diartikan sebagai proses suatu inovasi dikomunikasikan, diadopsi, dan dimanfaatkan oleh masyarakat tertentu. Melalui proses difusi tersebut memungkinkan suatu inovasi diketahui oleh banyak orang dan dikomunikasikan sehingga tersebar luas dan akhirnya digunakan dimasyarakat. Proses difusi biasanya terjadi karena ada pihak-pihak yang menginginkannya atau secara sengaja merencanakan dan mengupayakaannya. Dalam proses difusi terjadi interaksi antara empat elemen, yaitu karakteristik inovasi itu sendiri, bagaimana informsi tentang inovasi dikomunikasikan, waktu, dan sifat sistem sosial dimana inovasi dikenalkan.

Difusi inovasi adalah proses berkomunikasi melalui strategi yang terencana dengan tujuan untuk diadopsi (Seels & Richey, 2000: 50-51). Tujuan akhir yang ingin dicapai ialah untuk terjadinya perubahan. Selama bertahun-tahun, kawasan pemanfaatan dipusatkan pada aktivitas guru dan ahli media yang membantu guru. Model dan teori pemanfaatan dalam kawasan pemanfaatan cenderung terpusat pada perpektif pengguna (user). Akan tetapi, dengan diperkenalkannya konsep difusi inovasi pada kahir tahun 1960-an yang mengacu pada proses komunikasi dan melibatkan pengguna dalam mempermudah proses adopsi gagasan, perhatian kemudian berpaling ke perseptkitf penyelenggara. Roger (1983) melakukan studi tentang difusi inovasi, yang mencakup berbagai disiplin ilmu. Hasil studinya telah memperkuat pandangan tentang pentahapan, proses, serta variabel yang dapat mempengaruhi difusi. Dari hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan tergantung pada upaya membangktkan kesadaran, keinginan mencoba dan mengadopsi inovasi. Dalam proses difusi inovasi kadang kala membawa keberhasilan yang gemilang karena inovasi diterima dengan baik oleh masyarakat, dan kadangkala mengalami kendala sehingga menghambat keberhasilan dan bahkan kegagalan karena ditolak oleh masyarakat. Dengan demikian, proses difusi inovasi mendatangkan konsekuensi-konsekuensi. Dalam hal ini, penting dilakukan proses desiminasi, yaitu yang sengaja dan sistematis untuk membuat orang lain sadar adanya suatu perkembangan dengan cara menyebarkan informasi. Desiminasi ini merupakan tujuan awal dari difusi inovasi. Langkah-langkah difusi menurut Rogers (1983) adalah: (1) Pengetahuan; (2) persuasi atau bujukan; (3) keputusan; (4) implementasi; dan (5) konfirmasi (Seels & Richey, 2000: 51). Dalam konteks teknologi pembelajaran, inovasi mengacu kepada

pemanfaatan teknologi canggih, baik perangkat linak (software) maupun perangkat keras (hardware) dalm proses pembelajaran. Tujuan utama aplikasi teknologi baru ini adalah untuk meningkatkan mutu pembelajaran, efektivitas dan efisiensi. Metode dan strategi pembelajaran juga merupakan sebuah inovasi dalam pembelajaran.

c. Implementasi dan institusionalisasi Implementasi dan intitusionalsisasi yaitu penggunaan bahan dan tsrategi pembelajaran dalam keadaan yang sesungguhnya (bukan tersimulasikan). Sedangkan institusionalisasi penggunaan yang rutin dan pelestarian dari inovasi pembelajaran dalam suatu struktur atau budaya organisasi (Seels&Richey, 2000:51). Begitu produksi inovasi telah diadopsi, proses implementasi dan pemanfaatan dimulai. Untuk menilai pemanfaatan harus ada implementasi. Bidang implementasi dan institusionalisasi (pelembagaan) yang didasarkan pada penelitian, belum berkembang sebaik bidang-bidag yang lain. Tujuan dari implementasi dan institusionalisasi adalah menjamin penggunaan yang benar oleh individu dalam organisasi. Sedangkan tujuan dari institusionalisasi adalah untuk mengintegrasikan inovasi dalam struktur kehidupan organisasi. Keduanya tergantung pada perubahan individu maupun organisasi.

d. Kebijakan dan regulasi Kebijakan dan regulasi adalah aturan dan tindakan dari masyarakat yang mempengaruhi penyebaran (difusi) dan pemanfaatan teknologi pembelajaran (Seels & Richey, 2000:51). Kebijakan dan peraturan pemerintah mempengaruhi pemanfaatan teknologi. Kebijakan dan regulasi biasanya dihambat oleh permasalahan etika dan ekonomi. Misalnya hukum hak cipta yang dikenakan pada pengguna teknologi, baik untuk teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer, maupun teknologi terpadu atau multimedia.

B. Perkembangan Konsep dan Revolusi Teknologi Pendidikan/Pembelajaran Dalam mengalami perkembangan teknologi Pendidikan/pembelajaran Revolusi tersebut sudah dapat

beberapa

pergeseran

paradigma.

dikelompokan menjadi 3 (Beckwith, 1998), yaitu: a) Teknologi Masa Lampau.

b) Teknologi Masa Sekarang, dan c) Teknologi Masa Depan. Teknologi masa lampau adalah teknologi yang bisa dilihat dari segi penggunaanya yaitu teknologi lebih mengarah sebagai peralatan atau tool approach. Salah satu contohnya adalah penggunaan OHP, film bingkai, dan sebagainya dalam usaha membantu pendidik untuk melangsungkan pembelajaran. Teknologi ini lebih bersifat untuk membantu tenaga pendidik dalam mengatasi permasalahan pembelajaran. Dengan kata lain teknologi ini lebih tepat mempunyai fungsi utama sebagai pembantu tugas pengajar. Teknologi masa sekarang adalah pergeseran penggunaan teknologi dari yang bersifat tool menjadi teknologi dengan proses dengan pendekatan sistematik atau systematic approach. Teknologi ini sudah bergeser menjadi sebuah atuan, tahapan-tahapan, dan hokum-hukum dalam usaha untuk memudahkan belajar. Sistematik memiliki arti aturan atau urutan. Artinya, revolusi ke dua ini berfokus pada usaha untuk merancang, mengembangkan, mengimplmentasikan, dan menilai pembelajaran bermedia. Media tersebut dirancang untuk mampu mengajar dan mempelajarkan tanpa menghadirkan guru dalam kelas konvensional. Teknologi masa depan dapat digambarkan dengan menggunakan pendekatan sistem atau system approach. Teknologi ini merupakan satu kesatuan yang mersifat dinamis, dari sebelumnya yang merupakan sebuah komponen yang lepas dalam usaha sadar untuk mempengaruhi terjadinya transformasi belajar. Harapan dari teknologi ini dapat terciptanya persekolahan yang lebih baik, proses belajar yang lebih baik, transformasi yang lebih baik, komunikasi interaktif yang lebih baik, dan dunia yang lebih baik. Dari ketiga ulasan di atas dapat disimpulkan bahwa teknologi dalam pendidikan/pembelajaran masih dalam situasi keterbatasan. Ini merupakan sebuah realita dan kenyataan bahwa pendidikan dan pembelajaran dewasa ini masih jauh dari harapan yang diinginkan. Kekecewaan yang dialami tenaga pendidik adalah teknologi/pembelajaran masih belum bisa membantu mengatasi banyak persoalan yang terjadi. Era sekarang memang sudah disebut dengan istilah era globalisasi atau abat 2i, atau era informasi. Secara sadar dapat dirasakan oleh masyarakat, terutama semakin banyaknya saluran atau sumber informasi yang tersedia. Eric

Ashby

(1972) mengatakan telah terjadi revolusi ke-empat dalam bidang

pendidikan. a) Ketika guru dan orang tua menyerahkan anaknya untuk dididik oleh guru yang berilmu. b) Telah digunakan alat tulis untukkeperluan pendidikan. c) Ditemukannya mesin cetak , sehingga materi dapat disajikan dalam bentuk buku. d) Telah ditemukannya perangkat elektronik, sehingga bahan pelajaran dapat dipelajari dan diperoleh melalui tarnsformasi media elektronik. Selanjutnya Eric Ashby memberikan tujuh cirri-cirirevolusi ke-empat. a) Berkembangnya pendidikan di luar kampus, sebagai [endidikan berkelanjutan. b) Pebelajar mendapatkan akses lebih besar dari berbagai sumber. c) Perpustakaan sebagai pusat sumber belajar menjadi dominan dalam lingkungan pembelajaran. d) Bangunan kampus yang berupa gedung beralih menjadi kampus satelit yang berada di tengah masyarakat. e) Tututan bagi pebelajar untuk menguasai teknologi. f) Tumbuhnya profesi baru dalam bidang media dan teknologi. g) Pebelajar dituntut untuk belajar mandiri.

Bukhopadhyay (1995)

berpendapat bahwa kecendrungan globalisasi

memacu dunia pendidikan dari pendidikan tatap muka menjadi pendidikan yang lebih terbuka. Pendapat ini memberikan ilham bahwa sudah tidak semestinya para pendidik berada dalam situasi nyaman dengan ketakutan akan perubahan. Pendidikan masa mendatang akan bersifat luwes. Terbuka, dan dapat diakses oleh siapapun.

C. Penerapam Teknologi Pendidikan/Pembelajaran dalam upaya mengatasi masalah pembelajaran Tantangan abad ini dan abad mendatang jelas semakin berat dengan tantangan dunia yang mengalami perubahan yang cepat. Dengan perubahan

yang cepat itu pula mau tidak mau pendidikan juga semakin cepat dengan cirri belajar secara cepat. Profesionalitas adalah salah satu pemecahan masalah tersebut. Menciptakan tenaga pendidik yang professional adalah tantangan dan eksistensi dari Teknologi Pendidikan/Pembelajaran. Professional bukanlah profesi yang mudah. Memerlukan banyak waktu seiring dengan perjalanan kehidupan seseorang. Penerapan ilmu teknologi pendidikan/pembelajaran bertujuan mempercepat terjadinya profesi tersebut, dan memecahkan permasalahan dalam pembelajaran. Penerapan teknologi pendidikan dan

pembelajaran dalam upaya memecahkan permasalahan pendidikan dan pembelajaran mempersyaratkan beberapa hal, antara lain sebagai berikut (Riyanto, 2011).. a) Dukungan teknologi dan infrastruktur. b) Penguasaan pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan konten. c) Dukungan dari pemerintah dan top leader. d) Kesiapan pengguna atau user. Sementara itu pemecahan masalah belajar secara empiric dapat dilakukan dengan berbagai cara, strategi, dan prosedur. Aplikasi dan penerapan teknologi pendidikan dan pembelajaran dalam upaya mengatasi permasalahan pembelajaran dideskripsikan sebagai berikut. a) Memadukan berbagai macam pendekatan dari bidang ekonomi, manajemen, psikologi, rekayasa, dan lainnya dalam satu sistem. b) Memecahkan masalah belajar pada manusia secara berkelompok dan menyeluruh, dengan memperhatikan dan mengkaji berbagai situasi dan kondisi dan saling keterkaitan di antaranya. c) Menggunakan teknologi sebagai proses dan produk untuk membantu memecahkan masalah belajar. d) Timbulnya daya lipat atau efek sinergi di mana penggabungan pendekatan dan atau unsur-unsur yang mempunyai nilai lebih dari sekedar penjumlahan. Demikian pula pemecahan secara menyeluruh dan serempak akan mempunyai nilai lebih daripada memecahkan masalah secara terpisah (Miarso, 2007).

Penerapan teknologi pendidikan dan pembelajaran dapat berwujud dalam berbagai bentuk untuk memecahkan masalah dalam pendidikan dan pembelajaran. Khususnya dalam perluasan akses dan mutu pendidikan, yaitu: a) Menerapkan prosedur pengembangan pembelajaran dalam

penyusunan kurikulum, struktur dan muatan kurikulum, kalender pendidikan, silabus, dan perangkan pembelajaran lain. b) Menerapkan prosedur pengembangan pembelajaran dalam

penyusunan bahan belajar/ajar, modul, buku teks, atau buku elektronik (e-book). c) Menerapkan metoda pembelajaran yang lebih menekankan kepada penerapan teori belajar mutakhir, seperti teori belajar konstruktivistik, dan paradigm pembelajaran baru lainnya. d) Mengembangkan dan memanfaatkan berbagai jenis media sesuai dengan kebutuhan dan dengan mengindahkan prinsip pemanfaatan secara efektif dan efisien. e) Mengembangkan strategi pembelajaran untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses pembelajaran yang aktif, interaktif, kreatif, dan menyenangkan (PAKEM). Sesungguhnya pemanfaatan media pembelajaran dalam kajian teknologi pendidikan dan pembelajaran bukanlah hal yang baru. Pemanfaatan dan penggunaan media pembelajaran merupakan revolusi dari pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran seperti film, multimedia interaktif, dan sarana internet sebagai sumber pembelajaran telah memberikan harapan baru bagi masyarakat dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan. Dibandingkan dengan media lainnya sebagai media pembelajaran, internet menjanjikan kemungkinan yang paling efektif dan memiliki dampak yang serius terhadap masyarakat, baik masyarakat politik, maupun masyarakat pendidik. Sedangkan computer/internet pemanfaatannya lebih luas lagi yaitu mencakup bidang-bidang pekerjaan, sekolah/pendidikan, permainan/hiburan, dan

perdagangan baik dalam cakup individu, keluarga, kelompok, maupun instansi. Dengan demikian condong pembelajaran di masa depan akan lebih berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK) semakin berkembang. Sistem

pembelajaran yang inovatif, sebagai bentuk aplikasi konsep teknologi pendidikan dan pembelajaran, telah berhasil diciptakan dan telah dilembagakan dalam sistem pendidikan nasional. Selain pembelajaran yang inovatif, sebagai aplikasi konsep teknologi pendidikan/pembelajaran, yaitu: belajar berbasis masalah, belajar berbasis aneka sumber (BEBAS), pembelajaran elaborative, pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM), pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi, seperti e-edukasi net, ASEAN SchoolNet, televise edukasi, dan lain sebagainya. Teknologi pendidikan/pembelajaran merupakam gabungan dari tiga unsur yang sinergi, yaitu: media dalam pendidikan, psikologi pembelajaran, dan pendekatan sistem dalam pendidikan. Teknologi pendidikan berupaya merancang, mengembangkan, dan memanfaatkan aneka sumber belajar sehingga dapat memudahkan atau memfasiltasi seseorang untuk belajar di mana saja, kapan saja, dan siapa saja, dengan cara dan sumber belajar apa saja yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya. Dengan memanfaatkan teknologi

pendidikan/pembelajaran, niscaya masalah belajar dan pembelajaran dapat dipecahkan dalam setiap aktifitas pendidikan.

10

Daftar Pustaka

Degeng, I. N. S. 1993. Media Pendidikan. Malang: FIP IKIP Malang. Seels. B & Richey R. 2000. Insructional Technology. Woshington: AECT. Soulier, J.S. 1981. Real Objects and Models. New Jersey: Educational Technology Publications. Susilana, R. dan Cepi, R. 2007. Media Pembelajaran: Hakikat, Pengembangan, Pemanfaatan dan Penilaian. Bandung: Wacana Prima. Riyanto, T.P. 2011. Aplikasi teknologi pendidikan dalam pemecahan pembelajaran. Tersedia pada: http://www.unesa.ac.id . diakses tanggal 23 mei 2011.

Miarso Y. 2004. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.

11

Anda mungkin juga menyukai