Anda di halaman 1dari 2

Tanggung jawab Dunia Akademik dalam Upaya Penegakan Hukum (Perhatian terhadap Korban) Victim was a forgotten figure

in study of crime. Victims of assault, robbery, theft, and other offences were ignored while police, courts, and academicians concentrated on known violators
"Korban adalah seorang tokoh dilupakan dalam studi kejahatan Korban penyerangan, perampokan, pencurian, dan pelanggaran lainnya diabaikan sementarapolisi, pengadilan,dan akademisi berko nsentrasi pada pelanggar dikenal."

Bertolak dari pendapat Frank R. Prassel diatas maka dapat kita lihat bahwa betapa korban pada kenyataannya harus merasakan kembali penderitaannya setelah menjadi korban secara langsung dari perbuatan pelaku, kini harus mengalami menjadi korban kedua kalinya (second victimisation) bahkan hal tersebut dilakukan oleh pihak-pihak maupun unsur-unsur sistem yang seharusnya menjadi harapan bagi korban dalam memberikan perlindungan. Dunia akademik mendapatkan tantangan besar untuk memberikan kontribusi keilmuan dalam rangka upaya penegakan hukum di negara manapun, tidak terkecuali di Republik Indonesia. Fakultas Hukum dalam hal ini sebagai kawah candradimuka bagi terbentuknya calon penegak hukum berkualitas, merupakan institusi yang paling bertanggung jawab untuk dapat mengejawantahkan hal tersebut, namun apa jadinya jika dunia akademik tidak dapat memberikan keilmuan yang menyeluruh (holistic) dalam hal pemberian perbekalan yang cukup bagi calon-calon penegak hukum di Negara kita? Dunia akademik terlebih dahulu harus mampu mempersiapkan berbagai cabang keilmuan terkait yang mendukung cita-cita pembentukan calon penegak hukum terbaik yang dicetak lewat institusinya, maka salah satu langkah terpenting adalah perlunya pemilihan, penggodokan dan penerapan kurikulum yang tepat di setiap insitusi yang nantinya akan diimplementasikan dalam kegiatan akademiknya. Sebagaimana diketahui bahwa Ilmu Hukum sebagai keilmuan tidak dapat berdiri sendiri tanpa adanya dukungan cabang-cabang keilmuan lainnya yang saling terkait dan mendukung satu sama lain, ibarat mata rantai maka jika satu saja mata rantai yang terputus maka akan terjadi ketidak sinambungan dalam pemahaman keilmuan bagi calon penegak hukum. Realitas sosial yang ada disetiap Negara ketika maraknya terjadi kejahatan maka yang akan muncul berbarengan dengan kejahatan tersebut adalah penjahat (pelaku kejahatan), reaksi sosial (dapat berupa pengucilan dan penjatuhan sanksi terhadap pelaku kejahatan) dan korban. Dunia akademik dalam menghadapi tantangan tersebut maka perlu secara mendalam menjawab realitas sosial tersebut dengan pendekatan keilmuan, dalam hal mencari tahu tentang kejahatan maka diperlukan pendekatan keilmuan Kriminologi, sementara untuk mencari tahu jawaban mengenai korban maka diperlukan pendekatan keilmuan viktimologi. "Korban adalah seorang tokoh dilupakan dalam studi kejahatan Korban penyerangan, perampokan, pencurian, dan pelanggaran lainnya diabaikan sementara polisi, pengadilan,dan akademisi berkonsentrasi pada pelanggar dikenal."

Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hari Selasa kemarin, kedatangan tamu Djubaidah (60). Nenek ini datang membawa 80 sandal dalam karung untuk disumbangkan kepada Kapolri. "Puluhan sandal ini sebenarnya bukan dari saya sendiri. Saya ikut menyumbang, tapi sebagian sandal ini dari tetangga-tetangga," kata Djubaidah kepada wartawan di Kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Jakarta, Selasa (3/1). Nenek Djubaidah yang tingga di Utan Kayu Selatan, Jakarta Timur itu memang tidak datang sendirian. Wanita yang sehari-hari berjualan makanan kecil itu pergi ke KPAI naik mikrolet ditemani 2 anak, 1 cucu, 1 keponakan dan 3 tetangganya guna memberikan sandal bagi Kapolri. Dengan wajah sedih, Nenek Djubaidah yang mengenakan baju kebaya warna biru mengaku apa yang dilakukannya itu merupakan ungkapan simpatinya kepada AAL (15), siswa SMKN Palu yang terancam hukuman 5 tahun penjara karena tuduhan mencuri sepati sandal jepit milik seorang polisi, Briptu Ahmad Rusdi Harahap, di Palu, Sulawesi. "Kasihan AAL. Saya hanya minta keadilan bagi AAL. Jangan perlakukan orang kecil semena-mena. Kalau keluarga polisi yang seperti itu bagaimana? Apa dia tidak minta keadilan. Jadi jangan mentang-mentang orang kecil diperlakukan semena-mena," kata Djubaidah yang mengenakan baju kebaya warna biru. Sementara itu jumlah keseluruhan sandal yang terkumpul di KPAI hingga kemarin telah mencapai 600 pasang yang merupakan sumbangan dari berbagai kota di Indonesia. Bahkan ada 25 pasang sandal sumbangan WNI di Berlin, Jerman. Ratusan sandal itu terhampar di pelataran KPAI sebagai kerpihatinan atas proses hukum yang dijalani AAL. "Kami tidak menyangka aksi ini mendapat sambutan luar biasa daru masyarakat dari berbagai kalangan: jenderal, bekas pejabat, dosen, mahasiswa, buruh, sampai tukang cabut rumput," kata Koordinator posko, Budhi Kurniawan, kepada wartawan, Selasa (3/1). Sebagaimana diketahui, tanggal 29 Desember 2011 lalu KPAI di Jakarta membuka "Posko 1.000 Sandal". Hal itu dilakukan sebagai kritik atas kasus yang menimpa pelajar bernama ALL yang terancam hukuman penjara 5 tahun karena diduga mencuri sandal Di tempat terpisah, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj di Jakarta, Senin, meminta majelis hakim yang menyidangkan kasus tersebut lebih mengutamakan rasa kemanusiaan dalam mengambil putusan. "Tujuan hukuman adalah mewujudkan kehidupan yang harmonis dan stabil. Apakah mencuri sandal tidak salah? Itu tetap salah, tapi hukuman yang diberikan kepada seorang pencuri sandal harus adil, harus mengutamakan kemanusiaan," katanya. Ia juga meminta jangan sampai hukuman yang dijatuhkan kepada pencuri sandal jauh lebih berat dibandingkan koruptor, yang dalam sejumlah kasus di Indonesia divonis antara dua hingga hingga lima tahun. "Kalau koruptor dihukum dua atau tiga tahun, sementara pencuri sandal dihukum lima tahun, itu akan sangat menyakitkan. Itu sangat menyinggung rasa kemanusiaan," tandasnya. Sementara itu pihak Polri menyebutkan, dari awal sudah tidak berkehendak untuk melanjutkan proses hukum kasus sandal jepit yang menimpa tersangka AAL hingga ke persidangan. "Polri tidak berkehendak kasus itu diproses ke persidangan, tapi karena orang tua dan pengacara anak itu yang minta akhirnya diproses hukum. Jadi memang diminta mereka," kata Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Irjen Pol Saud Usman Nasution di Jakarta, Selasa. Pernyataan ini terkait dengan adanya aksi pengumpulan sandal bekas untuk AAL yang dilakukan oleh beberapa elemen masyarakat. Saud mengatakan silakan saja aksi itu, tapi ia perlu meluruskan, bahwa Polri tidak berkehendak kasus itu diproses. "Untuk seribu sandal itu, kita akan terima dan disalurkan pada orang yang membutuhkannya," kata Kadiv Humas itu. (Antara/Dwi Putro AA)

Anda mungkin juga menyukai