BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan akhlak merupakan permasalahan utama yang selalu menjadi tantangan manusia dalam sepanjag sejarahnya. Sejarah bangsa-bangsa baik yang diabadikan dalam alquran seperti kaum Ad, Samud, madyan, dan Saba maupun yang didapat dalam buku-buku sejarah menunjukkan bahwa suatu bangsa akan kokoh apabila akhlaknya kokoh dan sebaliknya suatu bangsa akan runtuh apabila akhlaknya rusak. Aqidah dan Akhlak merupakan dasar yang utama dalam pembentukan kepribadian manusia yang seutuhnya. Pendidikan yang mengarah pada terbentuknya kepribadian berakhlak merupakan hal yang pertama yang harus dilakukan, sebab akan melandasi kestabilan kepribadian secara keseluruhan. Tentang pendidikan akhlak ini lebih lanjut dikatakan oleh Muhammad Athiyah AlAbrasyi, mengatakan bahwa Pendidikan budi pekerti dan akhlak merupakan jiwa dari pendidikan Islam dan mencapai suatu akhlak yang sempurna merupakan tujuan yang sebenarnya dari pendidikan Islam. Dengan demikian jelas bahwa gambaran manusia yang ideal yang harus dicapai melalui pendidikan adalah manusia yang sempurna akhlaknya. Menurut ajaran Islam berdasarkan praktek Rasulullah, pendidikan akhlakul karimah (akhlak mulia) adalah faktor penting dalam membina suatu umat atau membangun suatu bangsa. Suatu pembangunan tidak ditentukan semata dengan faktor kredit dan investasi material. Betapapun melimpah ruahnya kredit dan besarnya investasi, kalau manusia pelaksanaannya tidak memiliki akhlak yang baik, niscaya segalanya akan berantakan akibat penyelewengan & korupsi. Oleh karena itu, program utama dan perjuangan pokok dari segala usaha ialah pembinaan akhlak mulia. Ia harus ditanamkan kepada seluruh lapisan dan tingkatan masyarakat, mulai dari tingkat atas sampai ke lapisan bawah. Akhlak dari suatu bangsa itulah yang menentukan sikap hidup dan laku perbuatannya. Tepat apa yang dikatakan oleh penyair besar Ahmad Syauqi Bey, yaitu kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah lenyap, musnah pulalah bangsa itu.
BAB II Pembahasan
A. Pengertian kepribadian Para ahli banyak mengemukakan istilah-istilah atau definisi tentang kepribadian yang berbeda, yang tentunya perbedaan ini dipengaruhi oleh sudut pandang yang berbeda-beda pula. Namun, pada hakekatnya essensi dari istilahistilah yang dikemukakan tersebut sama. Istilah-istilah (baca: etimologi) yang dikenal dalam teori kepribadian adalah sebagai berikut : 1) Mentality, yaitu suatu situasi mental yang dihubungkan dengan kegiatan mental atau intelektual. 2) Individuality, adalah sifat khas seseorang yang menyebabkan sifat khas seseorang berbeda dengan orang lain. 3) Identity, yaitu sifat kedirian sebagai suatu kesatuan dari sifat-sifat
mempertahankan dirinya dari pengaruh sesuatu dari luar. Selanjutnya berdasarkan kata-kata tersebut para ahli mengemukakan definisinya, sebagai berikut : 1) Allport Dengan mengecualikan beberapa sifat kepribadian dapat dibatasi pengertian kepribadian sebagai suatu cara bereaksi yang khas dari seseorang individu terhadap perangsang sosial dan kualitas penyesuaian diri yang dilakukannya terhadap segi sosial dari lingkungannya. 2) Mark A. May Kepribadian adalah apa yang memungkinkan seseorang berbuat efektif atau memungkinkan seseorang mempunyai pengaruh terhadap orang lain. Dengan kata lain kepribadian aadalah nilai perangsang sosial seseorang. 3) Woodworth Kepribadian adalah kualitas dari seluruh tingkah laku seseorang. 4) Morisson
B. Kepribadian Muslim
Kepribadian dalam islam terhimpun dalam suatu kataakhlak (bahasa arab) dari asal kata khuluk yang berarti budi pekerti. Kata akhlak mengandung segi persesuaian dengan khalqun (ciptaan) serta erat hubungannya dengan khalik dan makhluk . Setiap perbuatan dan prilaku manusia (makhluk) baik secara individu maupun interaksi sosial tidak pernah lepas dari pengawasan al-Khalik.
C. Mengembangkan Kepribadian Muslim Berdasarkan uraian sebelumnya dan melihat realitas kebobrokan akhlak atau kepribadian muslim yang telah terkontaminasi dengan segala bentuk kepribadian dan gaya hidup yang serba material dan hedonisme, terutama kehidupan yang tidak mempunyai ukuran pasti kepribadian dan tidak mempunyai keyakinan terhadap terminal pasti dari kehidupan maka perlu bagi sekalian insan beriman untuk kembali kepada ajaran moralitas atau kepribadian yang sudah standar dari Allah SWT, yakni dari al-Quran dan suri teladan Muhammad SAW. Ada beberapa karakteristik yang harus dipenuhi seseorang sehingga ia dapat disebut berkepribadian muslim, yaitu :
1. Salimul Aqidah / Aqidatus Salima (Aqidah yang lurus/selamat)
Salimul aqidah merupakan sesuatu yang harus ada pada setiap muslim. Dengan aqidah yang lurus, seorang muslim akan memiliki ikatan yang kuat kepada ALLAH SWT, dan tidak akan menyimpang dari jalan serta ketentuan-ketentuan-Nya. Dengan kelurusan dan kemantapan aqidah, seorang muslim akan menyerahkan segala perbuatannya kepada ALLAH sebagaimana firman-Nya yang artinya : Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku, semua bagi Allah tuhan semesta alam. (QS. alAnaam [6]:162). Karena aqidah yang lurus/selamat merupakan dasar ajaran tauhid, maka dalam awal dawahnya kepada para sahabat di Mekkah, Rasulullah SAW mengutamakan pembinaan aqidah, iman, dan tauhid.
2. Shahihul Ibadah (ibadah yang benar)
Shahihul ibadah merupakan salah satu perintah Rasulullah SAW yang penting. Dalam satu haditsnya, beliau bersabda: Shalatlah kamu sebagaimana melihat aku shalat.
7
Matinul khuluq merupakan sikap dan perilaku yang harus dimiliki oleh setiap muslim, baik dalam hubungannya kepada Allah maupun dengan makhluk2-Nya. Dengan akhlak yang mulia, manusia akan bahagia dalam hidupnya, baik di dunia apalagi di akhirat. Karena akhlak yang mulia begitu penting bagi umat manusia, maka salah satu tugas diutusnya Rasulullah SAW adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, dimana beliau sendiri langsung mencontohkan kepada kita bagaimana keagungan akhlaknya sehingga diabadikan oleh ALLAH SWT di dalam Al Quran sesuai firman-Nya yang artinya: Dan sesungguhnya kamu benar-benar memiliki akhlak yang agung. (QS. alQalam [68]:4).
4. Mutsaqqoful Fikri (wawasan yg luas)
Mutsaqqoful fikriwajib dipunyai oleh pribadi muslim. Karena itu salah satu sifat Rasulullah SAW adalah fatonah (cerdas). Al Quran juga banyak mengungkap ayat-ayat yang merangsang manusia untuk berfikir, misalnya firman Allah yang artinya: Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir.(QS al-Baqarah [2]:219)Di dalam Islam, tidak ada satupun perbuatan yang harus kita lakukan, kecuali harus dimulai dengan aktifitas berfikir. Karenanya seorang muslim harus memiliki wawasan keislaman dan keilmuan yang luas. Untuk mencapai wawasan yg luas maka manusia dituntut utk mencari/menuntut ilmu, seperti apa yg disabdakan beliau SAW : Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi setiap muslim.(Muttafaqun alaihi).Dan menuntut ilmu yg paling baik adalah melalui majelis2 ilmu spt yg digambarkan ALLAH SWT dlm firman-Nya:Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: Berlapang-lapanglah dalam majlis, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. al-Mujadilaah [58]: 11).Oleh karena itu ALLAH SWT mempertanyakan kepada kita tentang tingkatan intelektualitas seseorang, sebagaimana firman-Nya yang artinya: Katakanlah: samakah orang yang mengetahui dengan orang yang tidak mengetahui?, sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.(QS. az-Zumar [39]:9).
5. Qowiyyul Jismi (jasmani yg kuat)
Seorang muslim haruslah memiliki daya tahan tubuh sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Shalat, puasa, zakat dan haji merupakan amalan di dalam Islam yang harus dilaksanakan dengan kondisi fisik yang sehat dan kuat. Apalagi berjihad di jalan Allah dan bentuk-bentuk perjuangan lainnya.Oleh karena itu, kesehatan jasmani harus mendapat perhatian seorang muslim dan pencegahan dari penyakit jauh lebih utama daripada pengobatan. Meskipun demikian, sakit tetap kita anggap sebagai sesuatu yang wajar bila hal itu kadang-kadang terjadi. Namun jangan sampai seorang muslim sakit-sakitan. Bahkan Rasulullah SAW
8
Hal ini penting bagi seorang muslim karena setiap manusia memiliki kecenderungan pada yang baik dan yang buruk. Melaksanakan kecenderungan pada yang baik dan menghindari yang buruk amat menuntut adanya kesungguhan. Kesungguhan itu akan ada manakala seseorang berjuang dalam melawan hawa nafsu. Hawa nafsu yang ada pada setiap diri manusia harus diupayakan tunduk pada ajaran Islam. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia menjadikan hawa nafsunya mengikuti apa yang aku bawa (ajaran Islam). (HR. Hakim).
7. Harishun Ala Waqtihi (disiplin menggunakan waktu)
Harishun ala waqtihi merupakan faktor penting bagi manusia. Hal ini karena waktu mendapat perhatian yang begitu besar dari Allah dan Rasul-Nya. Allah SWT banyak bersumpah di dalam Al Quran dengan menyebut nama waktu seperti wal fajri, wad dhuha, wal asri, wallaili dan seterusnya.Waktu merupakan sesuatu yang cepat berlalu dan tidak akan pernah kembali lagi. Oleh karena itu setiap muslim amat dituntut untuk disiplin mengelola waktunya dengan baik sehingga waktu berlalu dengan penggunaan yang efektif, tak ada yang sia-sia. Maka diantara yang disinggung oleh Nabi SAW adalah memanfaatkan momentum lima perkara sebelum datang lima perkara, yakni waktu hidup sebelum mati, sehat sebelum datang sakit, muda sebelum tua, senggang sebelum sibuk dan kaya sebelum miskin.
8. Munazhzhamun fi Syuunihi (teratur dalam suatu urusan)
Munazhzhaman fi syuunihi termasuk kepribadian seorang muslim yang ditekankan oleh Al Quran maupun sunnah. Dimana segala suatu urusan mesti dikerjakan secara profesional. Apapun yang dikerjakan, profesionalisme selalu diperhatikan. Bersungguhsungguh, bersemangat , berkorban, berkelanjutan dan berbasis ilmu pengetahuan merupakan hal-hal yang mesti mendapat perhatian serius dalam penunaian tugas-tugas.
9. Qodirun Alal Kasbi (memiliki kemampuan usaha sendiri/mandiri)
Qodirun alal kasbi merupakan ciri lain yang harus ada pada diri seorang muslim. Ini merupakan sesuatu yang amat diperlukan. Mempertahankan kebenaran dan berjuang menegakkannya baru bisa dilaksanakan manakala seseorang memiliki kemandirian terutama dari segi ekonomi. Tak sedikit seseorang mengorbankan prinsip yang telah dianutnya karena tidak memiliki kemandirian dari segi ekonomi. Karena pribadi muslim tidaklah mesti miskin, seorang muslim boleh saja kaya bahkan memang harus kaya agar dia bisa menunaikan ibadah haji dan umroh, zakat, infaq, shadaqah dan mempersiapkan masa depan yang baik. Oleh karena itu perintah mencari nafkah amat banyak di dalam Al Quran maupun hadits dan hal itu memiliki keutamaan yang sangat tinggi.Dalam kaitan menciptakan kemandirian inilah seorang muslim amat dituntut memiliki keahlian apa saja yang baik. Keahliannya itu menjadi sebab baginya mendapat rizki dari Allah SWT. Rezeki yang telah Allah sediakan harus diambil dan untuk mengambilnya diperlukan skill atau ketrampilan.
10. Nafiun Lighoirihi (bermanfaat bagi orang lain)
Manfaat yang dimaksud disini adalah manfaat yang baik sehingga dimanapun dia berada, orang disekitarnya merasakan keberadaan. Jangan sampai keberadaan seorang muslim tidak menggenapkan dan ketiadaannya tidak mengganjilkan.Ini berarti setiap muslim itu harus selalu mempersiapkan dirinya dan berupaya semaksimal untuk bisa
9
Substansi jiwa menurut para failasof maupun psikolog Islam terdiri atas tiga bagian yaitu jasmani, rohani dan nafsani atau nafsu. Substansi jasmani berupa organisme fisik manusia ia lebih sempurna dibanding makhluk-makhluk yang lain bersifat lahiriyah yang memiliki unsur-unsur tanah, udara, api, dan air, ia akan hidup jika diberi daya hidup atau al bayah. Substansi ruh adalah substansi yang merupakan kesempurnaan awal. Al Gazali menyebutnya lathifah yang halus dan bersifat ruhani. Ruh sudah ada ketika tubuh belum ada dan tetap ada meskipun jasadnya telah mati. Fathur Rahman menyatakan bahwa ruh adalah amanah, karena itu ia memiliki keunikan dibanding dengan makhluk yang lain. Dengan amanah inilah ia menjadi kalifah di muka bumi. Substansi nafsani berarti jiwa, nyawa atau ruh, konotasinya ialah kepribadian dan substansi psiko fisik manusia. Nafs ini merupakan gabungan dari jasad dan ruh. Karena itu nafs adalah potensi jasadi dan rohani. Ia berupa potensi aktualisasinya akan membentuk suatu kepribadian Muslim yaitu merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal dan nafsani. Struktur kepribadian islam merupakan perpaduan harmonis antara kalbu, akal, dan nafsani. 1. Al Qalb atau kalbu merupakan materi organic yang memiliki system kognisi yang berdaya emosi. Al Gazali menyatakan bahwa kalbu memiliki insting yang disebut al nur al ilahy dan al bashirah al bathinah (mata batin). Kalbu dalam arti jasmani adalah jantung (heart) bukan hati (lever). Kalbu dalam artian rohani ialah menunjukan kepada hati nurani (conscience) dan ruh (soul). Kalbu ini berfungsi sebagai pemandu, pengontrol dan pengendali struktur nafs yang lain. Apabila kalbu ini berfungsi normal maka manusia menjadi baik sesuai dengan fitrah aslinya. Karena kalbu memiliki nature ilahiyah yang dipancarkan dari Tuhan. Ia tidak saja mampu mengenal fisik dan lingkungannya tetapi juga mampu mengenal lingkungan spiritual ketuhanan dan keagmaan Mengenai kalbu ini Rasulullah SAW pernah bersabda : Sesungguhnya di dalam tubuh terdapat segumpal daging, apabila ia baik maka semua tubuh menjadi baik, tetapi apabila ia rusak maka semua tubuh menjadi rusak pula, ingatlah bahwa ia adalah kalbu. 10
2. Akal secara estimologi memiliki arti al imsak (menahan) al Ribath (ikatan) al Bajr (menahan) al Naby (melarang) dan manin (mencegah) Berdasarkan makna ini maka yang disebut orang berakal adalah orang yang mampu menahan dan mengikat hawa nafsunya. Jika hawa nafsunya terikat maka rasionalitynya mampu bereksistensi. Dengan akal seseorang mampu membedakan yang baik dan yang buruk, yang menguntungkan dan merugikan. Akal mampu memperoleh pengetahuan dengan daya nalar (al Nazhr) dan daya argumentatif. Melalui akal manusia bisa bermuhasabah yakni menunda keinginan tidak terburu-buru mengerjakannya sehingga menjadi jelas olehnya kelayakannya untuk dikerjakan atau ditinggalkan. Menurut al Hasan jika pekerjaan tersebut dimotivasi untuk mengharap ridho Allah maka kerjakanlah, tetapi jika tidak karena Allah lebih baik ditunda dahulu. Dan jika motivasinya untuk memperoleh ridha Allah maka harus berfikir dahulu apakah dalam mengerjakan sesuatu itu ia memperoleh pertolongan atau tidak, jika tidak sebaiknya ditunda terlebih dahulu. Dan apabila sudah mendapat kepastian akan pertolongan Allah maka kerjakanlah sehingga ia akan mendapat keberuntungan. Sebagaimana Plato, Al Zukhaily berpendapat bahwa jiwa rasional itu bertempat di kepala sehingga yang berfikir adalah akal bukan kalbu. Antara akal dan kalbu sama sama memperoleh daya kognisi tetapi cara dan hasilnya berbeda. Akal mampu mencapai pengetahuan rasional tetapi tidak yang supra rasional,
11
3.
Nafsani
Nafsu merupakan daya nafsani, ia memiliki dua kekuatan yaitu, alGhadhabiyah dan al-Syahwaniyah. Al-Ghadhabiyah adalah suatu daya yang berpotensi untuk menghindari segala hal yang membahayakan. Ghadab dalam psikoanalisa disebut defenci (pertahanan, pembelaan dan penjagaan), yaitu suatu tindakan untyk melindungi egonya sendiri terhadap kesalahan, kecemasan, dan rasa malu atas perbuatannya sendiri, sedang syahwat dalam psikologi disebut appetite yaitu hasrat atau keinginan atau hawa nafsu, prinsipnya adalah kenikmatan. Apabila keinginannya tidak dipenuhi maka terjadilah ketegangan, prinsip kerjanya adalah sama dengan prinsip kerja binatang, baik binatang buas yang suka menyerang maupun binatang jinak yang cenderung pada nafsu seksual. Nafsu merupakan struktur di bawah sadar dalam kepribadian manusia, apabila manusia didominasi oleh nafsunya, maka ia tidak akan dapat bereksistensi 12
13
E. Generasi Muda Islam Sebagai Pejuang Bangsa. Generasi muda islam sebagai aset atau potensi bangsa untuk menyongsong masa depan bangsa yang gemilang, mencapai kemakmuran yang diridhai Allah SWT, memiliki potensi yang siap dilibatkan dalam pembangunan nasional. Potensi-potensi tersebut bila dipandang dari aspek psikologis, sosiologis dan fisiologis, adalah : 1. Idealisme dan daya kritis. Generasi muda islam memiliki idealisme dan daya kritis, sehingga ia mampu memberikan ide-ide cemerlang dan mampu mengkritisi ketimpangan dan penyimpangan dalam tatanan masyarakat atau pemerintahan. 2. Dinamika dan kreativitas. Karena idealisme tersebut generasi muda islam memiliki potensi kedinamisan dan kreativitas yakni kemampuan dan kesedian untuk mengadakan perubahan, pembaharuan dan penyempurnaan kekurangan-kekurangan yang ada atau mengemukakan gagasan-gagasan alternatif. 3. Keberanian mengambil resiko. Perubahan dan pembaharuan termasuk pembangunan, mengandung resiko dapat meleset. Namun, mengambil resiko itu perlu jika kemajuan ingin diperoleh. Kesiapan pengetahuan, perhitungan dan keterampilan dari generasi muda akan memberikan kualitas yang baik kepada keberanian mengambil resiko. 4. Optimis dan kegairahan semangat. Optimisme dan semangat yang dimiliki generasi muda islam akan merupakan faktor penggerak ke arah kemajuan. 5. Sikap kemandirian. Generasi muda islam memilik keinginan untuk selalu mandiri dalam sikap dan tindakkannya. 6. Terdidik. Generasi muda islam secara umum lebih terpelajar, karena banyaknya kesempatan belajar dari generasi-generasi pendahulunya. 7. Keaneka ragaman dalam persatuan dan kesatuan bangsa. Keaneka ragaman generasi muda islam merupakan cerminan keaneka ragaman masyarakat Indonesia, dapat merupakan hambatan jika hal ini dihayati dengan sempit dan eksklusif. Tetapi keaneka ragaman tersebut merupakan potensi dinamis dan kreatif, jika dihayati dalam integritas nasional yang didasarkan atas semangat sumpah pemuda serta kesamaan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
14
15
Kesimpulan : Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat ditarik beberapa kesimpulan yaitu : 1. Ukuran pasti kepribadian atau akhlak seorang muslim adalah al-Quran yang dimanisfestasikan dalam pribadi Rasulullah SAW. 2. Mengembangkan kepribadian muslim harus didasarkan pada tuntunan al-Quran. Karena kepribadian dalam al-Quran merupakan tuntunan atau kehendak dari Allah untuk diamalkan umat manusia 3. Dari kepribadian atau akhlak yang mulia akan melahirkan manusia-manusia yang menjadi rahmat bagi dirinya dan individu lain, serta alam semesta.kehendak dari Allah untuk diamalkan umat manusia 4. Dari kepribadian atau akhlak yang mulia akan melahirkan manusia-manusia yang menjadi rahmat bagi dirinya dan individu lain, serta alam semesta.
DAFTAR PUSTAKA
16
17