Anda di halaman 1dari 4

Keberadaan Negara membahayakan HAM

Pendahuluan Hak asasi manusia (HAM) diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa adalah hak dasar yang dimiliki manusia secara kodrati sejak manusia itu dilahirkan.Hak asasi ini bersifat universal karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara.Manusia sebagai makhluk Tuhan memiliki martabat yang tinggi dan sudah menjadi sebuah kemerdekaan individu dan keharusan universal bahwasanya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun.Dalam perkembangan sejarah peradaban manusia didalamnya selalu tidak lepas dari masalah HAM.Sejarah mencatat bahwa tidak ada kekuasaan apapun yang bisa meruntuhkan HAM.Setiap tidakan yang melanggar hak-hak individu selalu ada perlawanan.Magna Charta dalah satu dari sekian banyak bukti upaya perlawanan terhadap pelanggaran HAM oleh penguasa kepada rakyat. Negara-negara di seluruh dunia dalam konteks hak asasi manusia pasti menjamin perlindungan dan keadilan HAM yang dirumuskan dalam konstitusinya.Tetapi tidak menutup kemungkinan negara sendiri yang melakukan kejahatan kemanusiaan.Negara dengan penguasa rezim otoroter cenderung melakukan tindakan represif terhadap rakyat yang berujung pada tindakan kekerasan.Contoh nyata tindakan kekerasan dan kejahatan kemanusiaan negara adalah di Indonesia pada masa rezim orde baru.Penumpasan G 30 S/PKI dan pembersihan komunisme menelan banyak korban jiwa.Mereka yang terduga komunis banyak yang langsung dibunuh,yang lainnya langsung dipenjarakan tanpa diadili terlebih dahulu dan setelah keluar tetap diganjar dengan embel-embel eks-tapol yang tetap diawasi dan dibatasi ruang geraknya. Dari sini terbukti masih belum ada titik temu antara keberadaan negara dengan jaminan HAM.Penulis ingin melakukan analisa terhadap masalah ini dengan sudut pandang ideologi Negara dengan jaminan hak asasi manusia.Semoga dari tulisan ini dapat ditarik kesimpulan menurut pro/kontra bahwa negara menjamin atau membahayakan HAM.

Ideologi sebagai dasar Negara dalam analisa HAM Dalam kaitannya dengan HAM ideology memberikan pengaruh besar.Ideologi dituduh sebagai biang kerok dari malapetaka kemanusiaan.Walaupun abstrak,telah terbukti ideologi memberikan sumbangan siknifikan bagi merebaknya problem sosial-politik hingga pada tingkat malapetaka dan bencana kemanusiaan seperti genocide dan holocaust. Dua orang sarjana Kanada,Frank Chalk dan Kurt Jonassohn menganalisa ada 4 tipe genocide. (1) ideologis, (2) retributive, (3) pembangunan,dan (4) depostik.Dari ke empat aspek ini yang paling utama ada pada ideologis dimana Chalk dan Jonassohn selanjutnya mengatakan holocaust nazi,pembunuhan

besar-besaran orang Armenia oleh kaisar Utsmani,dan genoside rakyat kamboja oleh Khmer Merah sebagai contoh genocide ideologis.Menurut penelitian Dr.Helen FeinDirektur eksekutif lembaga study genocide di Kennedy School of Government Harvard University menemukan bahwa genocide telah terjadi sejak lama.Pada abad ke -5 terjadi pembunuhan besar-besaran yang dilakukan oleh angkatan perang Atilla yang terkenal dengan julukan sang penakhluk dari asia.Pada abad ke-13,pasukan mongol Jenghis Khan melakukan pembantaian besar-besaran terhadap orang di timur tengah.Hingga abad ke 20 ini pun menurut catatan Fein,pembunuhan masal demi kejayaan kerajaan,atas nama kehormatan negara, atau kemurnian ras masih menjadi bagian dari kebijakan beberapa pemimpin negara guna mencapai tujuan-tujuan politik domestic dan luar negrinya. Kebijkan politik negara sudah pasti dipengaruhi oleh ideology yang dianut.Begitu juga dengan kebijan tentang perlindungan HAM.Karena bagaimanapun ideology berperan besar dalam doktrin politik suatu negara.Negara penganut liberalis memandang HAM adalah suatu hak mutlak manusia.Liberalisme merupakan sikap bahwa apa saja boleh dilakukan asalkan tidak merugikan orang lain.Kepemilikan individu atas modal dan property menjadi spirit yang dibawa oleh penganut liberal.Nilai hak asasi manusia menjadi sebuah keniscayaan untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat.Menurut pandangan pemikir liberalisme seperti John Lock dalam Two Treatises of Government, Lock menulis bahwa dalam keadaan alamiah manusia itu bebas untuk menentukan dirinya dan menggunakan miliknya dengan tidak tergantung dari kehendak orang lain.Liberalisme dalam pandangan Lock memepunyai dua dimensi yakni : The problem of Justice dan The problem of good life. Dengan pembagian tersebut menandakan bahwa ada sebuah proses rasionalitas yang sangat signifikan. John Lock adalah salah seorang pemikir liberal abad pencerahan, ia memikirkan sebuah pembaharuan dalam sistem etik negara yakni mengedepankan nilai-nilai etik dengan mempersembahkan pembelaan terhadap hak asasi manusia.Maka dibutuhkan sebuah sistem atau aturan yang menjamin terhadap hak milik manusia. Sistem tersebut adalah negara. Jadi menurut Lock,Negara didirikan untuk melindungi hak milik pribadi. Bukan hanya kepemilikan pribadi atas barang (proprty) melainkan juga kehidupan (Lives) dan hak-hak kebebasan (Liberties). Inilah hak-hak yang tak terasingkan (inalienable right) dan negara justru didirikan untuk melindungi hak-hak asasi tersebut. Oleh karena itu Lock menciptakan sebuah aturan hukum mengenai pembatasan kekuasaan menjadi dua bagian besar, yakni : Legislatif dan Eksekutif yang meliputi kekuasaan federatif.Dalam perkembangan liberalisme akan dikenal sebuah proses dalam menentukan kebijakan yakni berbentuk sikap negara dalam melihat dua dimensi dalam HAM, yakni hak sipil politik yang berarti negara harus bersikap pasif. Dan untuk memenuhi hak sosial ekonomi dan budaya (ekosob) negara harus berperan aktif untuk mewujudkannya. Selain liberalisme ada ada sudut pandang lain yang menganggap negara justru melanggar HAM.Negara dianggap sebagai penguasa yang membatasi dan mendominasi segala aspek sosialmasyarakat.Anarkisme mendasarkan pada ide bahwa negara atau bentuk kekuasaan politik lain

bukan hanya tidak diperlukan,tetapi juga kejahatan positif yang harus dihilangkan.Jika negara dihilangkan,maka manusia akan baik,semua paksaaan dan dominasi tidak akan lagi terjadi.William Godwin (1756-1836),dalam karyanya, Enquiry Concerning Political Justice (1793) mengatakan bahwa negara memiliki pengaruh yang merusak bagi mereka yang tunduk padanya.Bahkan ia menegaskan bahwa sebenarnya kita dapat membangun sebuah masyarakat yang lebih baik tanpa adanya negara.Kepercayaan umum bahwa negara diperlukan untuk menjaga kehidupan social jelas-jelas mitos. Godwin berkeyakinan bahwa seorang manusia normal yang tidak terinfeksi dalam perkembangan alamiahnya akan membentuk diri mereka sendiri dan lingkungannya yang cocok dengan kebutuhan sejak lahirnya akan kedamaian dan kebebasan.Negara mempertahankan dirinya dengan melakukan penipuan dan kekerasan.Negara mempertahankan penduduk dalam kebodohan.Penghapusan semua institusi politik akan mengakhiri perbedaan kelas dan perbedaan rasa kebangsaan,kedengkian dan agresi yang muncul menyertainya.Tujuan akhirnya adalah bahwa kebebasan dan kebersamaan sebagai sebuah kerjasama yang saling membangun antara satu dengan yang lainnya. Pemikiran lain tentang anarkisme dikemukakan oleh Johan Caspar Schmidth atau yang lebih dikenal dengan Max Stirner dalam karyanya The Ego and His Own mengekspresikan individualisme,kejahatan,dan kekerasan atas nama kehendak bebas yang tertinggi. Negara,masyarakat agama,morarilas diingkari,karena dianggap mencekik kebebasan jiwa.Baginya,penegasan diri adalah satu-satunya kebaikan.Negara dan semua manifestasi lain dari semangat kolektivitas harus dihancurkan.Perbedaaan pandangan antara anarkisme dan liberalism terletak pada pandangan tentang perlunya hukum dan negara.Pengikut anarchism menolak bahwa hukum dan negara sebagai hal yang tidak perlu,sedangkan dalam pandangan liberal,hukum dan negara diperlukan.Kebebasan semaksimal mungkin tetapi dalam batasan hukum.

Kesimpulan Dari dua sudut pandang ideologi yang berbeda ternyata ada garis pembatas yang jelas antara keberadaan negara membayakan atau melindungi HAM.Dalam pandangan liberal menurut John Lock kebebasan adalah bahwa individu sebagai pribadi memiliki hak mendasar untuk hidup, bebas, dan berkepemilikan.Untuk itu diperlukan suatu lembaga yang mengatur dan melindungi hak-hak tersebut dalam sebuah system legal formal yang dinamakan Negara.Aturanaturan itu dituangkan negara dalam sebuah produk hukum yang jelas.Negara dalam liberalisme akan dikenal sebuah proses dalam menentukan kebijakan yakni berbentuk sikap negara dalam melihat dua dimensi dalam HAM, yakni hak sipil politik yang berarti negara harus bersikap pasif. Dan untuk memenuhi hak sosial ekonomi dan budaya (ekosob) negara harus berperan aktif untuk mewujudkannya.

Sedangkan dalam konsep yang ditawarkan Anarkisme negara justru membatasi kebebasan individu atas dominasi kekuasaan.Negara atau bentuk kekuasaan politik lain bukan hanya tidak diperlukan,tetapi juga kejahatan positif yang harus dihilangkan. William Godwin mengatakan bahwa negara memiliki pengaruh yang merusak bagi mereka yang tunduk padanya.Bahkan ia menegaskan bahwa sebenarnya kita dapat membangun sebuah masyarakat yang lebih baik tanpa adanya negara.Negara dianggap sebagai penguasa yang membatasi dan mendominasi segala aspek sosial-masyarakat Jika negara dihilangkan,maka manusia akan baik,semua paksaaan dan dominasi tidak akan lagi terjadi.

Daftar Pustaka I.Adams, Ideologi Politik Mutakhir (terjemahan Political Ideology Today),1993 http://id.wikipedia.org/wiki/Anarkisme, diakses pada tanggal 7 April 2012, 12:43 WIB JurnalOnline: http://insistnet.com Liberalisme: Bebas dari Tuhan, oleh Khayrurrijal (Guru Pondok Pesantren Husnayain, Sukabumi) diakses pada 7 Apri 2012, 12:45 WIB

Anda mungkin juga menyukai