Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Daerah Aliran Sungai (DAS) di Indonesia semakin mengalami kerusakan lingkungan dari tahun ke tahun. Kerusakan lingkungan pada DAS meliputi kerusakan pada aspek biofisik ataupun kualitas air.Indonesia memiliki sedikitnya 5.590 sungai utama dan 65.017 anak sungai. Dari 5,5 ribu sungai utama panjang totalnya mencapai 94.573 km dengan luas DAS mencapai 1.512.466 km2. Saat ini sebagian DAS di Indonesia mengalami kerusakan sebagai akibat dari perubahan tata guna lahan, pertambahan jumlah penduduk serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pelestarian lingkungan DAS. (Buku Status Lingkungan Hidup Indonesia 2009; www.mediaindonesia.com) Kerusakan lingkungan yang terjadi semakin meluas akibat kerusakan hutan secara signifikan. Kerusakan tersebut telah menyebabkan penurunan daya dukung DAS dalam menahan dan menyimpan air. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya laju deforestrasi sebesar 1,6 juta ha per tahun pada periode 1985-1997 menjadi 2,1 ha per tahun pada periode 1997-2001. Hal tersebut juga ditunjukkan oleh laju peningkatan jumlah DAS kritis , 22 DAS pada tahun 1984, 39 DAS pada tahun 1992, dan 62 DAS pada tahun 1998. (Mohammad Bisri, 2009:3) Gejala Kerusakan lingkungan DAS dapat dilihat dari penyusutan luas hutan dan kerusakan lahan terutama kawasan lindung di sekitar DAS. Kerusakan DAS yang terjadi mengakibatkan kondisi kuantitas (debit) air sungai menjadi fluktuatif antara musim penghujan dan kemarau. Selain itu juga penurunan cadangan air serta tingginya laju sendimentasi dan erosi. Dampak yang dirasakan kemudian adalah terjadinya banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Beberapa usaha untuk menanggulangi masalah banjir dan tanah longsor sudah dilakukan tetapi akan terasa percuma apabila tidak memperhatikan sistem konservasi yang dapat mendorong terjadinya erosi yang berlebihan, sehingga menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk pendangkalan sungai karena pengendapan sedimen yang berasal dari erosi. Pengelolaan DAS adalah suatu proses formulasi dan implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumber daya alam dan manusia yang terdapat di DAS

2 untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumber daya air tanah (Chay Asdak, 2004:5).

1.2. Identifikasi Masalah DAS Brantas hulu merupakan salah satu DAS yang memiliki kondisi kritis, dengan musim penghujan pada Bulan Desember - Maret. Salah satu faktor yang menyebabkan kondisi DAS Brantas hulu menjadi kritis adalah karena penggundulan hutan oleh masyarakat. Dengan kondisi DAS yang kritis tersebut, maka tingkat kekeringan dan banjir akan terus semakin bertambah apabila kondisi DAS tersebut tidak segera ditangani Berkurangnya luas daerah hutan yang menjadi daerah resapan air akibat perubahan tata guna lahan yang tidak terencana dan terpola dengan baik serta tidak berwawasan lingkungan, dapat mengakibatkan terjadinya erosi dan sedimentasi yang pada gilirannya akan mengakibatkan bencana banjir dan tanah longsor. Hal ini tentunya dapat mengakibatkan bencana yang akan merugikan banyak pihak dan akan menelan biaya yang besar untuk menanggulanginya. Berdasarkan uraian diatas, diperlukan suatu perencanaan pengelolaan dan teknik konservasi yang terpadu sehingga penggunaan kebutuhan sekarang terpenuhi dan menyimpan untuk penggunaaan di masa yang akan datang. Hal ini dapat terjadi jika segera dilakukan pengelolaan yang tepat yaitu pengelolaan yang mempertimbangkan aspek konservasi dan hidrologi. Usaha konservasi DAS telah memberikan dorongan untuk mengembangkan model pendugaan erosi, sedimen, dan limpasan yang aplikatif sesuai dengan kondisi lapangan. Model SWAT (Soil And Water Assessment Tool) dengan perangkat lunak yang dipakai adalah AVSWAT (Arc View Soil And Water Assessment Tool) merupakan salah satu program yang dapat digunakan untuk melakukan pendugaan terjadinya limpasan, erosi, dan sedimen pada suatu DAS, yang hasil analisisnya akan sangat membantu dan dapat dipertanggungjawabkan baik secara teori dan praktis. Penggunaan model AVSWAT 2000 penting dilakukan mengingat terbatasnya ketersediaan data sedimen, erosi dan limpasan di DAS Brantas hulu, sehingga hasil analisisnya akan dapat bermanfaat dalam pengelolaan DAS Brantas hulu.

3 1.3. Batasan Masalah Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka batasan masalah dalam pembahasan ini adalah sebagai berikut : 1. Lokasi studi adalah DAS Brantas hulu yang melintasi 3 sungai yaitu Kali Brantas, Amprong dan Bango dengan outlet AWLR Gadang 2. Perhitungan sedimentasi menggunakan model SWAT (Soil And Water Assessment Tool) dengan metode MUSLE (Modifified Universal Soil Loss Equation), dan perangkat lunak yang dipakai adalah AVSWAT 2000 versi 1.0 dan ArcView GIS 3.3. 3. Data hujan dan data debit didapat dari Perum Jasa Tirta I Jawa Timur yang berupa data harian dan bulanan (2001 - 2010). 4. Rancangan penggunaan lahan atau perencanaan fungsi kawasan

menggunakan perangkat lunak (software) ArcviewGIS 3.3 5. Tidak membahas tentang penyusunan dasar program AVSWAT 2000, namun teori akan dijelaskan. 6. Tidak melakukan verifikasi di lapangan secara langsung atas hasil interpretasi karena terbatasnya biaya, waktu, dan peralatan. Verifikasi dilakukan dengan menggunakan data- data sekunder yang sudah ada. 7. Tidak membahas aspek analisa dampak lingkungan, analisa ekonomi dan sosial budaya masyarakat. 8. 9. Tidak membahas secara teknis upaya konservasi. Rumus-rumus empiris yang digunakan dalam perhitungan dianggap umum dan sudah teruji kebenarannya.

1.4. Rumusan Masalah Dari batasan masalah diatas, maka masalah dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana kesesuaian data hasil pemodelan AVSWAT 2000 dengan Data Lapangan? 2. Berapakah besarnya pendugaan erosi, sedimen dan limpasan dengan model SWAT (Soil And Water Assessment Tool) mulai tahun 2001 - 2010? 3. Bagaimana Indeks Bahaya Erosi (IBE) yang terjadi di DAS Brantas hulu? 4. Bagaimana bentuk konservasi lahan yang sesuai untuk dilaksanakan pada DAS Brantas hulu?

4 1.5. Tujuan dan manfaat Tujuan dari studi ini adalah : 1. Mengetahui kesesuaian data hasil pemodelan AVSWAT 2000 dengan Data Lapangan. 2. Untuk menduga besarnya erosi, sedimen dan limpasan di DAS Brantas hulu. 3. Mengetahui penyebaran erosi dan sedimentasi di DAS Brantas hulu pada perubahan tata guna lahan. 4. Untuk mengetahui arahan konservasi lahan dan air serta fungsi kawasan pada Sub DAS Brantas hulu. Sedangkan manfaat yang diharapkan dari hasil studi ini adalah: 1. Memperkenalkan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan perangkat lunak (software) AVSWAT 2000 untuk menyelesaikan masalah pengelolaan sumber daya air khususnya masalah erosi di DAS dan di dalam sungai. 2. Sebagai informasi bagi instansi terkait mengenai pengelolaan DAS dan konservasi sumber daya air yang terpadu di daerah studi dan daerah lain pada umumnya.

Anda mungkin juga menyukai