Anda di halaman 1dari 5

Kenaikan

bahan

bakar

minyak

merupakan

jawaban

pemerintah

dari

semakin

membengkaknya anggaran negara terhadap subsidi BBM.Hal ini terjadi akibat melonjaknya harga minyak dunia serta penggunaan BBM yang melebihi kuota. Asumsi negara untuk harga minyak dunia per barel adalah 95US$sedangkan sekarang harga ini telah menyentuh angka 120 US$. Kenaikan harga BBM tidak dapat dipungkiri akan menguras banyak tenaga dan pikiran untuk mencari cara terbaik dalam penyelesainnya. Opsi terakhir yang dikeluarkan pemerintah adalah menaikkan harga BBM pada tariff Rp 6.000,00 per liter. Jika hal ini tidak dilakukan maka anggaran APBN yang harus dialokasikan untuk subsidi pada batas tariff Rp 4.500,00 per liter adalah sebesar Rp 178,62 trilliun. Pada kenaikan harga per liter sebesar Rp 1.500,00 akan menekan subsidi sebesar Rp 41,25 trilliun. (dengan perhitungan harga miinyak mentah dunia US$ 105 per barel, kurs Rp 9.000 per dolar AS, dan kota BBM 40 juta kiloliter). Jumlah penduduk yang terus mengalami peningkatan dan pertumbuhan ekonomi yang terus berlangsung, tak bisa dipungkiri akan berdampak kepada peningkatan kebutuhan energi di Indonesia. Berdasarkan data Pusat Penelitian Ekonomi-LIPI, tahun 1970, konsumsi energi primer hanya sebesar 50 juta SBM (Setara Barel Minyak). Tiga puluh satu tahun kemudian, tepatnya tahun 2001 konsumsi energi primer telah mencapai 715 juta SBM atau mengalami pertumbuhan yang luar biasa yaitu sebesar 1330% atau pertumbuhan rata-rata periode 1970-2001 sebesar 42.9%/tahun.Selain itu, menurut proyeksi permintaan energi oleh BPTE-BPPT Puspiptek Indonesia, pada tahun 2025 permintaan energi dari sektor transportasi juga akan terus meningkat bahkan hingga mencapai 350%. Berdasarkan data IEO (Indonesia Energy Outlook) yang dikeluarkan oleh Kementerian energi dan sumber daya mineral tahun 2009, konsumsi energi final (tanpa biomasa untuk rumah tangga) dalam kondisi permintaan energi, regulasi, serta tanpa adanya intervensi pemerintah diperkirakan tumbuh rata-rata 6,7% per tahun, dengan konsumen terbesar sektorindustri (51,3%), diikuti oleh sektor transportasi (30,3%), sektor rumah tangga(10,7%), sektor komersial (4,6%), dan sektor PKP (3,1%). Adapun pangsapermintaan energi final menurut jenis terdiri dari BBM (33,8%), gas (23,9%), listrik(20,7%), batubara (14,9%), LPG (2,6%), BBN (2,9%), dan biomasa komersial(1,1%). Konsumsi energi ini tentu akan berdampak kepada emisi CO2 yang dihasilkan. Berdasarkan prakiraan pertumbuhan konsumsi energi di atas, emisi CO2 dari pembakaran energi sekitar 460 juta ton pada tahun 2010akan terus mengalami peningkatan hingga mencapai 2.160 juta ton pada tahun 2030. Hal ini akan sangat memprihatinkan, jika terus dibiarkan dapat kita bayangkan betapa banyak dampak negatif yang akan timbul akibat peningkatan emisi CO2 yang terus terjadi ini. Dalam kondisi krisis energi yang terus melanda serta emisi CO2 yang terus meningkat, tentu keadaan iniakan sangat mengkhawatirkan. Pemerintah sebagai regulator dan pengendali kebijakan perlu memahami pola konsumsi energi yang tengah terjadi.Selain itu, masyarakat

sebagai konsumen sudah semestinya turut berperan serta dalam upaya penghematan dan diversifikasi pemakaian energi serta pengurangan emisi CO2. Persentase konsumsi BBM terhadap total pemakaian energi final merupakan yang terbesar dan terus mengalami peningkatan. Konsumsi BBM yangsangat tinggitentu berkaitan dengan keterlambatan upaya diversifikasi ke energi non minyak. Hal ini tak bisa dipungkiri juga merupakan sebuahdampak harga BBM yang masih relatif murah dengan adanya subsidi dari pemerintah.Kebijakan pemberian subsidi BBM yang bermaksud menjaga stabilitas perekonomian nasional ternyata telah keluar dari tuuan awalnya.Dalam realitanya, subsidi BBM telah menimbulkan berbagai persoalan.Masyarakat cenderung boros menggunakan BBM bahkan alokasi subsidi BBM cenderung lebih banyak dinikmati oleh kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi yang seharusnya tidak perlu mendapatkan subsidi. Selain itu, tahukah Anda, jumlah anggaran yang dikeluarkan pemerintah untuk subsidi energi sama besarnya dengan total seluruh pengeluaran di bidang pertahanan, pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial? Hingga 2010, pemerintah Indonesia mengeluarkan dana lebih besar untuk subsidi energi daripadajumlah yang dikeluarkannya untuk belanja pertahanan, pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial.Sebelum 2009, pengeluaran pemerintah untuk subsidi energi lebih besar daripada pengeluaranmodal untuk infrastruktur publik, sistem transportasi, serta fasilitas air dan sanitasi.Tahun lalu, meskipun pemerintah telah melakukan peningkatan pengeluarannya di bidang lain, namun subsidi energi masih tergolong tinggi. Kebijakan pengurangan subsidi BBM memang akan menuai berbagai polemik. Namun, ditinjau dari sisi energi, hal ini akan menjadi momentum yang tepat bagi pemerintah untuk mengembangkan berbagai energi alternatif yang prospeknya akan lebih menjanjikan, gas bumi misalnya. Baik dilihat dari segi cadangan yang masih melimpah maupun dari harga yang relatif lebih murah dibandingkan BBM.Selain itu, kebijakan pengurangan subsisi BBM tentu akan mampu mendorong masyarakat lebih hemat dalam menggunakan energi serta menunjang diversifikasi pemakaian energi. Hal ini akan mampu mengatasi berbagai krisis energi yang tengah terjadi. Di samping itu, pengurangan konsumsi energi juga akan mampu membantu dalam pengurangan emisi yang tentu juga harus menjadi perhatian. Pengurangan subsidi ini diharapkan bisa dialokasikan untuk penelitian dan pengembangan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan.Dana sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal yang jauh lebih produktif. Salah satu alternatif dampak penanganan terhadap kenaikan harga ini adalah pemberlakuan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp 150.000 per kepala keluarga. Tidak sedikit ekonom yang menyayangkan adanya program seperti ini karena sebenarnya berujung pada pemborosan akibat sasaran yang kurang tepat.Meskipun dana ini ditujukan untuk mencegah jatuhnya daya beli masyarakat akibat kenaikan harga barang yang akan

terjadi karena inflasi, maraknya penyimpangan pada masa Bantuan Langsung Tunai membuat pengamat ragu akankah program ini mencapai sasarannya. Namun, solusi jangka pendek untuk mengatasi shock akibat kenaikan bbm yang akan terjadi tak bisa dipungkiri yang paling mungkin untuk diberikan masih BLSM. BLSMsebagai sebuahtransfer payment yang dilakukan pemerintah kepada warganya sebenarnya sudah sangat umum terjadi di negara-negara lain, bahkan di negara maju seperti Amerika Serikat. Yang sering menjadi persoalan BLSM menjadi tidak tepat sasaran adalah karena adanya berbagai kendala teknis serta reformasi birokrasi di negeri ini yang masih bermasalah. Oleh karena itu,yang harus dilakukan di saat BBM telah mengalami kenaikan adalah menjaga dan mengawasi agar implementasi BLSM ini dilaksanakan dengan benar dan tepat sehingga BLSM dapat mencapai tujuan awalnya dan mampu menjadi solusi jangka pendek terhadap kenaikan harga BBM ini. Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah yang mulai menurun, diikuti dengan rencana yang kontroversional membuat kondisi di masyarakat menjadi semakin tidak kondusif.Hal ini cenderung dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk memperoleh dukungan dari masyarakat.Pandangan-pandangan yang dibuat seakan pro-rakyat dikemukakan dengan berbagai motivasi, ada yang memang karena sejalan pendapatnya, ada yang sekedar untuk memanfaatkan momen. Karena sungguh jika ditinjau dari sisi politik maka kebijakan sebagai pengurangan subsidi BBM ini merupakan kebijakan yang terbilang sangat tidak populis. Sangat disayangkan jika para politikus di negeri ini malah memanfaatkan momen ini kesempatan untuk unjuk gigi di tengah keresahan masyarakat terhadap kenaikan BBM ini. Dengan kenaikan BBM tentunya akan timbul masalah-masalah terutama yang disebabkan faktor ekonomi. Kenaikan BBM tentuakan disertai kenaikan bahan-bahan lainnya seperti pangan, listrik, transportasi dan bahan lainnya. Selain itu, kenaikan BBM juga akan berdampak terutama pada masyarakat yang hidup di garis kemiskinan, seperti meningkatnya pengangguran, rakyat tidak mendapatkan pelayanan sosial (social service) yang baik, jaminan sosial (social Insurance) berkualitas, akses pendidikan dan kesehatan yang murah dan berkualitas, serta proteksi terhadap sandang-pangan-papan yang memadai.Hal inilah yang perlu menjadi perhatian bagi pemerintah.Penyimpangan subsidi yang ada serta besarnya potensi yang dimiliki dari penghematan BBM hendaknya disikapi dengan lebih bijak. Bagaimanapun juga, meski bisa digunakan untuk produksi, subsidi BBM tidak lain hanyalah sebuah bahan baku. Selain BSM sebagai solusi jangka pendek yang dapat ditawarkan.Pembangunan di Indonesia memerlukan akselerasi. Penambahan ruas dan perbaikan jalan, penambahan modal transportasi, serta penyediaan pendidikan untuk semua lapisan masyarakat tentunya akan menjadi investasi besar bagi kemajuan negara ini.

Beban subsidi BBM membengkak sejalan dengan naiknya harga minyak dunia yang telah mencapai harga 120 dolar AS per barel, padahal asumsi harga APBN hanya 90 dolar per barel. Walau sudah dikunci dengan ndang-undang untuk tidak menaikkan harga minya dalam negeri, kondisi terkini menyebabkan

kebijakan itu harus diubah. Pemeirntah mulai mengancang kenaikan BBM bersubsidi dari 4500 rupiah per liter menjadi 6000 rupiah per liter. Isu kenaikan itu pun mulai di gulirkan dan berbagai tanggapan pun bermunculan. Para wakil rakyat mendapat wadah baru untuk saling berseteru antara setuju dan tak setuju. Di lapangan para spekulan langsung pasang kuda-kuda. Bagi mereka kenaikan bisa jadi ajang menikmati rente baru. Rakyat yang kurang mampu mulai merasakan dampaknya. Harga-harga merangkak sedikit demi sedikit. Padahal keputusan jadi atau tidak harga BBM naik masih menunggu hasil APBN Perubahan 2012. Manajemen pemerintahan kita memang menganut teori tambal sulam sehingga kualitas antisipasi strategisnya sangat rendah. Rakyat lebih banyak terimbas dari kebobrokan manajemen itu sendiri ketimbang mekanisme pasar yang sesungguhnya dapat terjadi.Kenaikan BBM bersubsidi sebesar 1.000 rupiah menurut para ahli akan berdampak pada inflasi sekitar 1,2 persen. Ini berarti kenaikan sebesar 1.500 rupiah seperti yang direncanakan secara teoritis akan berpengaruh pada naiknya angka inflasi sebesar 1,8 persen. Bagaimana seharusnya hal ini disiasati. Pemerintah pada dasarnya dihadapkan pada sebuah dilema yang sebenarnya tidaklah terlalu rumit. Selama ini subsidi BBM memang sangat tidak adil.Selama ini orang kaya lah yang menikmati subsidi BBM. Menurut kajian Irwan Andri A dan Birny B (Gatra, No.16, 23-29 Februari 2012) mobil pribadi milik para orang-orang kaya menyedot 53 persen jatah BBM bersubsidi. Sepeda motor menghabiskan sekitar 40 persen dan aangkutan umum hanya 7 persen. Kuota di APBN sebesar 21,2 juta kilo liter per tahun dengan asumsi harga 90 dolar AS maka orang-orang kaya pemilik mobil pribadi menikmati kebijakan subsidi ini mencapai 65,5 triliun rupiah. Sebuah jumlah yang tidak kecil yang sebenarnya dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat miskin. Bila ditambah dengan subsidi yang dihisap untuk sepeda motor sebesar 49,4 triliun rupiah maka pemerintah memiliki kesempatan menggunakan anggaran sebesar 114,9 triliun rupiah. Jumlah yang sebenarnya sangat ideal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat bila dilakukan dengan program yang dapat dipertanggungjawabkan secara baik. Ada tiga aspek yang sebenarnya amat penting dilakukan pemerintah, yakni pembenahan sistem dan moda transportasi umum. Prasarana dan sarana transportasi yang mampu mengurangi pemborosan menjadi mendesak dilakukan agar kebutuhan pemakaian BBM dalam negeri dapat dikurangi sehingga Indonesia tidak menjadi net oil importer.
Hal sekecil apapun haruslah kita lakukan demi melakukan perubahan di bumi Indonesia ini, satu minggu lagi tepat tanggal 1 april pemerintah berencana akan menaikan harga BBM Premium, namun jauh-jauh hari berbagai macam penolakan muncul di mana-mana, mulai dari media cetak, media elektronik, demo masyarakat, buruh ataupun mahasiswa. Kasus pembakaran ban, shalat ghaib di jalan, pemboikotan jalan sampai penurunan poto presiden di gedung DPR juga bermunculan di mana-mana semenjak beredarnya kabar ini. Terakhir semakin mendekati hari kenaikan BBM ternyata bahan-bahan kebutuhan pokok sudah mulai merangkak naik ditambah lagi BBM bersubsidi yang tiba-tiba menghilang ditimbun oleh oknumoknum yang tidak bertangggung jawab. Banyak sekali pemaparan yang dilakukan baik oleh politisi ataupun para ahli tentang dukungan dan penolakan kenaikan BBM ini. Salah satunya menybutkan bahwa kenaikan BBM adalah satu-satunya cara untuk menyelamatkan APBN negara tentunya pengurangan subsidi ini diiringi dengan naiknya inflasi dan pengeluaran biaya lain yaitu BSM (versi terbarunya BLT). Para politisi lain pun menyampaiakan argumennya mulai dari kondisi masyarakat yang sangat menghawatirkan, pengelolaan minyak antara pertamina dan pemerny=tah yang mengundang banyak pertanyaan sampai dengan proses pembagian BSM (bantuan sementara masyarakat) yang digadang-gadang pemerinta untuk membantu masyarakat miskin dianggap tidak mendidik bangsa.

Perdebatan para ahli dan poltisi pun seakan tiadak akhir diiringi saling hujat dan menjatuhkan seolaholah ada kepentingan lain dalam perdebatan mereka, presiden pun ikut angkat bicara dan rakyat pun sampai dibuat jenuh dengan perdebatan yang berkepanjanngan ini. Mereka para pejabat dan anggota dewan seolah-olah sedang bermain layar lebar dengan rakyat Indonesia adalah para penontonnya. Dengan semua hal yang terjadi kenaikan BBM bukanlah hal yang tepat terutama bagi masyarakat awam yang tidak mengerti sama sekali tentang regulasi di pemerintahan. Rakyat kecil hanya tahu bahwa sanya beberapa bulan yang lalu pemerintah yang pada kasusu ini diwakili oleh presiden telah melakukan belanja yang sangat besar yaitu pesawat kepresidenan dengan harga kurang lebih Rp 912 Miliar setara dengan pembangunan 4 ribu sekolah rusak dan setara untuk kehidupan bertahun-tahun ribuan rakyat mikin. Mereka hanya tahu bahwa sanya seorang anggota dewan yang menyetujui kenaikan BBM ini duduk di DPR dengan kursi yang berharga 24 juta per unit atau mungkin setara dengan biaya hidup 1 tahun sebuah keluarga besar yang miskin. Mereka tidak pernah mengerti tentang penyelamatan anggaran negara, mereka tidak pernah mengerti tentang defisit anggran yang mereka mengerti adalah bagaimana mereka menghidupi keluarga, mereka terus berusaha untuk terus bertahan hidup. Harusnya para pejabat dan anggota dewan merasa MALU dengan kondisi ini.. Mereka harusnya tidak terlalu banyak melakukan perdebatan dalam berbagai media yang seolah-olah merupakan sebuah pencitraan di depan masyarakat yang tidak berujung. Para pejabat dan para wakil rakyat harus lebih banyak mendengar suara rakyat dan melakukan hal-hal yang sangat konkrit dalam menyelesaikan permasalahan bangsa ini, bahkan ketika anggaran negara benar-benar tidak bisa diselamatkan dengan pengurangan pos anggaran di mana-mana harusnya mereka sadar bahwasanya saat ini mereka telah menikmati uang rakyat berupa fasilitas yang sangat nyaman digunakan, harusnya mereka pun bisa rela untuk mngembalikan salah satu fasilitas yang sekarang mereka gunakan contohnya mobil dinas yang mewah. Bila semua anggota DPR RI dan DPRD di 33 provinsi ditambah para MENTRI dan Pejabat DINAS di 33 provinsi juga mengembalikan mobil yang mereka gunakan sekarang kepada negara mungkin permasalahan ini bisa dislesaikan atau mungkin defisit negara tidak akan terlalu besar dengan naiknya harga BBM ini. Toh dengan melakukan ini para pejabat tidak akan jatuh miskin, ketika mobil dinas dikembalikan mereka masih punya mobil pribadi ataupun kalo tidak punya kan masih ada motor, mereka memang bekerja untuk rakyat dan tidak seharsnya pula menggunakan terlalu banyak uang rakyat, mereka harus sadar bahwasanya mereka jadi pejabat dan wakil rakyat bukan di negara maju yang sudah mapan perekonomiannya tetapi di negara berkembang yang masih penuh dengan kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai