Anda di halaman 1dari 14

Gedung Baru DPR, Apa Kabarmu Sekarang?

Muhammad Jhovy Rahadyan

Deputi Kementerian Kajian Ekonomi BEM Kema FE Unpad 2011

Ditulis 1 Juni 2011

Akhir-akhir ini rencana pembangunan gedung baru DPR semakin tenggelam dengan munculnya berbagai kasus di negeri ini. Mulai dari pertarungan Ruhut Sitompul dengan Mahfud M. D., sampai kaburnya Nazaruddin ke Singapura. Tetapi tetap saja rencana pembangunan gedung baru DPR masih bergulir. Proyek yang akan ditenderkan ini sebentar lagi akan diumumkan pemenang lelangnya bulan ini. Tepatnya diumumkan 6 Juni 2011. Hasil pengamatan Kementerian Pekerjaan Umum bahwa Gedung

Nusantara I tempat anggota DPR berkantor masih layak, tidak mempengaruhi rencana pembangunan gedung baru DPR. Alasannya karena meskipun gedung itu masih layak pakai, anggota DPR tetap butuh ruangan yang besar.

Jusuf Kalla termasuk orang yang menentang pembangunan gedung baru DPR. Dia menjelaskan bahwa gedung kongres Jepang dan Amerika Serikat tidak semewah gedung baru DPR kita. Fraksi PAN yang ikut menolak pembangunan gedung DPR berpendapat bahwa sebaiknya rencana pembangunan tersebut ditunda. Menurut beliau, pembangunan gedung baru DPR tidak perlu karena gedung lama masih bisa dipakai 25 tahun lagi. Namun, kata beliau, jika memang dinilai sudah tidak layak ditempati, sebaiknya pemerintah melakukan alternatif untuk memangkas biaya yang ditafsir sempat mencapai Rp 1,2 triliun itu. Seharusnya pemerintah cukup menambah merenovasi dan menambah kapasitas gedung lama, tidak perlu sampai membuat gedung baru.

Sekjen DPR Nining Indra Saleh menceritakan tentang jadwal pembangunan gedung baru DPR sebagai berikut: rencana

pembangunan gedung baru DPR akan segera diumumkan prakualifikasinya pada 14 Maret sampai 22 Maret.Tanggal 5 Mei, kata dia, dilakukan pembukaan dokumen penawaran sampul pertama. Selanjutnya, tanggal 16 Mei akan diadakan evaluasi penawaran dan kualifikasi sampul. Pada 5 Mei, saat pembukaan sampul itu, acara ini akan dilakukan secara terbuka. Acara ini akan dihadiri pimpinan DPR, KPK dan BPK.Tanggal 30 Mei, panitia akan membuat berita acara hasil lelang. Pengumuman pemenang lelang diumumkan 6 Juni 2011.

Meskipun timeline mereka tetap bergulir, tetapi pertanyaan tentang perlu tidaknya gedung baru DPR masih bergulir. Sempat ada pernyataan pejabat negara yang mengatakan bahwa masalah gedung DPR hanya bisa dibahas oleh orang-orang pintar. Sampaisampai kalangan akademisi dari Universitas Diponegoro mengkritik pernyataan pejabat itu. Para pakar arsitektur dari Semarang pun mengatakan bahwa gedung DPR ikut mengkritik pembangunan gedung yang mewah sampai sempat direncanakan lebih dari 1 triliun rupiah itu.

Biaya pembangunan gedung DPR itu sebenarnya sudah direduksi sampai 777 milyar rupiah. Biaya itu diajukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum. Tetapi biaya itu tidak akan begitu saja disetujui DPR.

Menurut saya tidak mengapa membangun gedung baru DPR jika gedung sekarang tidak layak pakai. Tetapi seharusnya pemerintah melihat ketimpangan suasana yang terjadi di Indonesia. Sekolah rubuh, banjir, tragedi kelaparan, dan masih banyak faktor yang harus diperhatikan. Saat dana pendidikan bagi tunas bangsa masih dipertanyakan kecukupannya, orang yang disebut wakil rakyat sedang membahas gedung mewah. Kalau dilihat dari bentuk gedung baru, sepertinya seni dan kemewahan masih menjadi sesuatu yang diutamakan di gedung baru ini. Saya tahu, gedung DPR yang baru ini bisa menjadi objek wisata bagi rakyat Indonesia dengan desainnya yang unik. Tetapi saya yakin seluruh rakyat Indonesia bila diminta pendapatnya, mayoritas akan menentang rencana ini. Cukuplah pembangunan gedung yang sederhana dan fungsional.

Seharusnya anggota DPR memahami bahwa pembangunan gedung pemerintahan dan gedung milik swasta itu berbeda. Gedung milik

swasta tidak akan mendapat kecaman mayoritas warga Indonesia karena itu hak pemiliknya. Pemiliknya ingin semewah apa, itu hak mereka. Lain halnya dengan gedung pemerintahan. Keadaan sosial dan politik di negara harus benar-benar dipikirkan matang-matang. Jangan sampai menyinggung perasaan warga Indonesia lainnya. Apalagi yang digunakan adalah uang rakyat Indonesia.

Belum lagi melihat kondisi Jakarta yang semakin hari, semakin tidak layak huni dan dijadikan ibukota negara. Opsi pemindahan ibukota memang masih perdebatan panjang. Tetapi saya sangat yakin setidaknya 100 tahun lagi tetap saja opsi pemindahan ibukota akan menguat. Lalu bagaimana jadinya jika gedung baru DPR tetap dibangun? Pasti salah satu alibi anggota DPR membuat gedung DPR yang bagus dan mewah agar awet dan dapat dipakai dalam waktu yang lama. Lantas masih relevankah waktu yang lama itu dengan opsi pemindahan ibukota yang semakin menguat?

Sebaiknya gedung baru yang akan dibangun sederhana dan kuat secara konstruksi. Untuk luas gedungnya juga cukup sama besar dengan yang sekarang ada. Jika anggota DPR meyakini bahwa pembangunan gedung mewah ini untuk jangka waktu yang lama, itu

adalah salah. Mereka kurang berpikir jauh ke depan. Membuat gedung mewah yang lantas ditinggalkan beberapa tahun lagi? Akan banyak negara yang menertawakan kita.

Pembangunan gedung ini juga menyalahi tanggung jawab sosial terhadap kota Jakarta. Saat banyak pakar lingkungan yang mengatakan bahwa keadaan Jakarta semakin tidak layak huni, justru ada gedung mewah yang akan menambah deretan pembuat sesak Jakarta. Belum lagi proses pembuatan gedung ini yang akan meningkatkan kemacetan dalam waktu yang lama. Logikanya, ada pembangunan gedung, akan banyak berseliweran kendaraan pengangkut bahan baku bangunan. Sehari kemacetan di Jakarta saja sudah menghilangkan sekian banyak rupiah karena ketidakefisienan dan keefektifan lalu lintas.

Ternyata permasalahan gedung baru DPR ini kembali lagi kepada moral anggota DPR kita. Secanggih dan seteliti apapun para pakar mengkaji dan merekomendasi yang terbaik bagi anggota DPR, tetap saja keputusan di tangan anggota DPR. Generasi pemimpin Indonesia yang bersih dan cerdas sangat dirindukan bangsa

Indonesia. Mari sama-sama kita bangun negara ini dengan baik dan benar.

MENGUKIR KARYA DENGAN PRESTASI!

Korupsi, Penghambat Target Indonesia di Tahun 2014 Selasa, 15-11-2011 16:36:59 oleh Webmaster | Artikel dan Esai / Artikel

Korupsi, Penghambat Target Indonesia di Tahun 2014

Muhammad Jhovy Rahadyan Deputi Kementerian Kajian Ekonomi BEM Kema FE Unpad 2011

Indonesia perlu bekerja keras untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi yang dipatok sebesar 7 persen pada 2014. Direktur Economist Corporate Network Ross O Brien menyatakan, target ini bisa dicapai apabila Pemerintah Indonesia melakukan reformasi dan restrukturisasi di bidang perbaikan institusi dan lingkungan hukum guna menggalakkan investasi di sektor infrastruktur publik. Korupsi berkaitan erat dengan investasi publik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pejabat-pejabat strategis di Indonesia sering korupsi dengan jalan penggelembungan dana proyek-proyek yang menyangkut masyarakat luas. Bisa saja, sekilas kelihatannya alokasi dana untuk pendidikan meningkat tajam, tetapi kualitas dari dana itu justru menurun tajam. Anggaran pendidikan keseluruhan dalam anggaran pendapatan belanja negara 2010 mengalami lonjakan signifikan sebesar Rp11,9 triliun menjadi Rp221,4 triliun, dari sebelumnya Rp209,5 triliun di tahun 2009. Hal yang menarik adalah justru pada tahun ini anggaran pendidikan di RAPBN 2011 mengalami penurunan secara nominal

rupiah dibandingkan APBN 2010 lalu. Alasannya adalah ada perubahan mekanisme penyaluran dana yang asalnya menggunakan sistem sentralisasi di kemendiknas menjadi langsung ke daerah-daerah. Menurut saya informasi ini secara tidak langsung mengatakan bahwa sistem yang dulu dipakai tidak efisien atau mungkin sarat akan korupsi. Ini menunjukkan bahwa besarnya kenaikan dana investasi dari pemerintah tidak berbanding lurus dengan kenaikan dampak positif dari dana tersebut, dikarenakan korupsi. Kasus lainnya, selama 2008 lalu, persekongkolan pemenangan tender pemerintah menjadi satu-satunya kasus terbesar yang masuk dalam laporan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Kantor Perwakilan Surabaya. Dari 17 kasus yang masuk dalam laporan, 80% diantaranya adalah persekongkolan tender pemerintah dalam pengadaan barang dan jasa serta pembangunan proyek infrastruktur. Sisanya, 10% tentang monopali pasar dan 10% lainnya tentang diskriminasi konsumen. Hal ini kembali menegaskan jika korupsi sudah sangat mengakar di birokrasi pemerintahan kita. Hal berikutnya yang akan muncul setelah macetnya investasi pemerintah adalah rendahnya penerimaan negara. Karena macetnya investasi-investasi tersebut mengakibatnya hal-hal yang

memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia juga terhambat. Seperti dalam kasus pendidikan tadi, sumber daya manusia yang harusnya menjadi berkualitas tinggi akan tidak sesuai ekspetasi awal. Bisa saja kualitasnya lambat naiknya atau bahkan turun. Dalam kasus tender infrastruktur jalan, distribusi bahan baku ke pabrik lalu selanjutnya ke konsumen pun akan terhambat karena hal yang terkesan sepele, jalanan rusak. Permasalahan-permasalahan kecil (mikro) ini akhirnya akan menjadi permasalah negara juga (makro).

Efek ketiga yang akan muncul adalah rendahnya daya beli pemerintah dalam membeli barang-barang produksi. Tidak ada uang, tidak ada barang. Akhirnya BUMN-BUMN akan kesulitan dalam memproduksi barang-barang. Belum lagi memikirkan bagaimana bersaing dengan kompetitor-kompetitor swasta di bidang yang sama. Dampak kedua adalah untuk menutupi itu, pemerintah pun pasti berpikir untuk mengajukan utang, dengan harapan kondisi darurat ini teratasi dan selanjutnya keuntungan dari BUMN akan dipakai membayar utang kelak. Tetapi kenyataannya, korupsi kembali berbicara, sehingga bukannya untung tetapi BUMN akhirnya mengemis subsidi pemerintah.

Bagaimana dengan penerimaan pajak? Bukankah jumlahnya sangat fantastis sebesar Rp 649,042 triliun pada tahun 2010? Justru di pajak inilah ladang empuk bagi mafia pajak. Belum lepas dari ingatan kita bagaimana kasus Gayus Tambunan sempat berlarutlarut. Sulit sekali melacak siapa saja mafia pajak ini dan berapa dana yang telah dicuri. Hal ini dikarenakan mafia berbeda dengan koruptor biasa. Koruptor biasa mungkin bekerja sendiri-sendiri tanpa melibatkan pihak lain dalam sebuah permainan korupsi. Sehingga jika dilacak pun orang-orang yang berhubungan dengan kasus korupsi tersebut akan mudah diketahui. Informan pun cukup mudah didapat. Hal ini dikarenakan idealisme orang tersebut atau orang itu tidak mendapat bagian sama sekali dari hasil korupsi tersebut. Sehingga tidak ada rugi bagi dia untuk kooperatif dengan pihak berwenang. Beda kasusnya dengan mafia. Mafia adalah sekelompok koruptor yang punya posisi-posisi strategis di dalam sebuah kasus korupsi. Mereka sama-sama dapat bagian dalam menjalankan aksinya. Saat akan dilacak pihak berwenang pun, mereka akan saling melindungi satu sama lain. Kasus seperti ini yang sangat sulit didobrak pihak berwenang.

Dampak yang tak kalah mengerikan dari penggelapan pajak secara keseluruhan adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap

pengalokasian pajak. Bahkan dua tahun belakangan (2009 dan 2010) penerimaan pajak Indonesia belum pernah mencapai target yang ditetapkan. Pajak memang diwajibkan, tetapi saat masyarakat membayar pajak rutin dengan pikiran pajak itu pasti akan dikorupsi juga, hal itu akan mempengaruhi psikologis masyarat secara luas. Masyarakat akan merasa justru pajak itu cara oknum-oknum pejabat mencuri uang mereka secara legal dan sah menurut hukum.

Sekencang apapun kita berlari dalam menggenjot roda perekonomian agar target pertumbuhan ekonomi 2014 terpenuhi, jika korupsi masih merajalela, maka pada akhirnya kita akan terlihat seperti merangkak saja, bukan berlari. Harus ada reformasi hukum yang diterapkan di Indonesia, sehingga ada hukum yang sangat mengintimidasi para koruptor dan calon koruptor dalam aksinya. Agar mereka berpikir ulang jika ingin korupsi. Penerapan hirarki pemerintah yang ramping, efisien, dan efektif juga wajib diperhatikan. Dalam teori di dalam ilmu manajemen, jika suatu korporasi terlalu panjang rantai komandonya, maka instruksi pimpinan tertinggi akan semakin sulit disampaikan sampai jenjang hirarki paling bawah. Ini masih berbicara korporasi dengan rantai komando, yang kita hadapi lebih kompleks lagi, negara dengan pengawasan korupsi di tiap-tiap rantai komando. Ketiga, selain

memperbaiki dari atas, harus ada perbaikan dari bawah. Contoh, penerimaan PNS harus melalui uji kelayakan dan kepatutan yang sangat ketat, meskipun hanya menyeleksi pekerja-pekerja di tingkat hirarki yang rendah. Kemudian saat para PNS melakukan kesalahan, kurang produktif, atau bahkan korupsi, beri hukuman yang sangat berat. Sehingga sumber daya pekerja yang dihasilkan oleh seleksi alam ini adalah pribadi-pribadi jujur dan berkualitas. Jika sudah demikian, maka para PNS ini akan lebih peka dan sensitif jika atasan mereka ada yang korupsi. Mereka tidak akan segan-segan melaporkan kepada pihak berwajib. Cara ini akan memperbaiki secara perlahan tetapi pasti dan memberikan fondasi yang kuat. Masalah PNS yang sering dikeluhkan sebagai pengangguran terselubung pun teratasi. Cara-cara korporasi memang tidak semua bisa diterapkan dalam pemerintahan, tetapi bukan berarti seluruh metode berkualitas yang ada di korporasi kita tolak bukan?

Jika setiap elemen masyarakat dan pemerintah mau berbenah diri, mau
berpikir terbuka dengan inovasi-inovasi yang ada, tidaklah mustahil kita akan terbebas dari korupsi. Memang korupsi adalah penyakit bervirus yang ditularkan Belanda sejak kita dijajah dulu. Hirarki pemerintahan kita pun warisan Belanda. Hukum pun warisan Belanda. Kita serasa dikepung oleh penyakit bervirus dari setiap lini yang dibawa Belanda sejak dulu. Tetapi bukanlah hal mustahil memperbaiki itu semua. Belum terlambat. Bahkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2014 yang sebesar 7 persen bukan hal yang mustahil untuk diraih.

Anda mungkin juga menyukai