Anda di halaman 1dari 6

Tanggal 26 Agustus Keputusan yang mengubah keadaan Salah satu tragedi yang menyayat hati banyak orang yang

seharusnya tidak perlu terjadi adalah musibah pesawat ulang-alik Challenger yang meledak di udara 73 detik sesudah ia mengangkasa dari Cape Canaveral di Florida pada tanggal 28 January 1986. Musibah yang menelan korban nyawa 7 orang astronaut ini menghentak hati banyak orang antara lain karena salah seorang dari awak pesawat tersebut adalah seorang guru sekolah yang bernama Sharon Christa McAuliffe. Sharon merupakan warga masyarakat biasa yang pertama yang dipilih untuk mengikuti penerbangan ke luar angkasa. Sebenarnya penerbangan ini sendiri merupakan penerbangan pesawat ulang alik ke luar angkasa yang kedua puluh lima kalinya. Sedangkan pesawat Challenger sendiri sebelumnya sudah sembilan kali diluncurkan ke luar angkasa. Keberhasilan secara berturut-turut tersebut mengakibatkan masyarakat Amerika yakin bahwa pesawat ulang alik ini tidak akan mungkin mengalami kecelakaan. Komisi yang dibentuk pemerintah Amerika untuk menyelidiki penyebab dari malapetaka ini menemukan bahwa pangkal utama dari musibah ini adalah adanya cacat pada sebuah penyekat O-ring yang menghubungkan tangki bahan bakar padat di sisi kanan pesawat, ditambah dengan cuaca yang dingin di Cape Canaveral di pagi hari itu. Adanya cacat ini sesungguhnya sudah diketahui oleh para manajer lembaga luar angkasa Amerika Serikat atau NASA bertahun-tahun sebelumnya. Namun mereka tidak menanganinya dengan baik sebagaimana seharusnya. Selain itu mereka juga mengabaikan peringatan dari para ahli teknik tentang bahaya dari peluncuran pesawat ulang alik di dalam suhu udara yang dingin. Sebaliknya dari menunda peluncuran pesawat Challenger, mereka memutuskan untuk tetap menerbangkannya pada hari naas tersebut. Keputusan untuk tetap meluncurkan pesawat ini ternyata merupakan suatu kekeliruan yang fatal. Udara yang dingin dan cacat pada rancangan penyekat O-ring ternyata mengakibatkan terjadinya kebocoran pada penghubung tanki bahan bakar, dan pesawat pun meledak berkeping-keping di depan mata banyak orang yang menyaksikannya melalui layar televisi. Satu keputusan yang menyebabkan tragedi yang seharusnya tidak usah terjadi. Memang di dalam hidup ini kita tidak dapat menghindarkan diri dari keharusan untuk membuat keputusan. Suka tidak suka setiap orang harus membuat keputusan. Bahkan orang yang tidak bersedia untuk membuat keputusan pun sebenarnya sudah membuat keputusan,

yaitu memutuskan untuk tidak membuat keputusan. Bukan itu saja, kita menjadi kita hari ini itu juga antara lain merupakan buah dari berbagai keputusan yang telah kita buat di masa silam. Dampak dari suatu keputusan terhadap keberadaan kita di masa kini dan di masa depan itulah yang terkandung di dalam apa yang Yesus ajarkan di dalam Lukas 15:11-24. Di sana kita melihat betapa keputusan-keputusan keliru dapat menghancurkan masa depan kehidupan kita, sebaliknya keputusan yang tepat dapat juga memulihkan masa depan kita. Lukas 15:11-24 11 Yesus berkata lagi: "Ada seorang mempunyai dua anak laki-laki. 12 Kata yang bungsu kepada ayahnya: Bapa, berikanlah kepadaku bagian harta milik kita yang menjadi hakku. Lalu ayahnya membagibagikan harta kekayaan itu di antara mereka. 13 Beberapa hari kemudian anak bungsu itu menjual seluruh bagiannya itu lalu pergi ke negeri yang jauh. Di sana ia memboroskan harta miliknya itu dengan hidup berfoya-foya. 14 Setelah dihabiskannya semuanya, timbullah bencana kelaparan di dalam negeri itu dan iapun mulai melarat. 15 Lalu ia pergi dan bekerja pada seorang majikan di negeri itu. Orang itu menyuruhnya ke ladang untuk menjaga babinya. 16 Lalu ia ingin mengisi perutnya dengan ampas yang menjadi makanan babi itu, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. 17 Lalu ia menyadari keadaannya, katanya: Betapa banyaknya orang upahan bapaku yang berlimpah-limpah makanannya, tetapi aku di sini mati kelaparan. 18 Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, 19 aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. 20 Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia lalu merangkul dan mencium dia. 21 Kata anak itu kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa. 22 Tetapi ayah itu berkata kepada hamba-hambanya: Lekaslah bawa ke mari jubah yang terbaik, pakaikanlah itu kepadanya dan kenakanlah cincin pada jarinya dan sepatu pada kakinya. 23 Dan ambillah anak lembu tambun itu, sembelihlah dia dan marilah kita makan dan bersukacita. 24 Sebab anakku ini telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali. Maka mulailah mereka bersukaria. I. Rangkaian keputusan yang keliru yang menghancurkan kehidupan

Menjawab celaan orang-orang Farisi dan para ahli Taurat berkenaan dengan kesediaan-Nya untuk menerima dan bergaul dengan orang-orang berdosa, di dalam Lukas 15:3-32 Yesus menyampaikan suatu trilogi, atau tiga kisah yang berhubungan satu dengan yang lain dan yang teruntai oleh satu tema dasar, dalam hal ini kasih Tuhan kepada manusia yang berdosa. Kasih yang mengakibatkan Tuhan bersukacita saat seorang manusia yang berdosa bertobat dan kembali kepada-Nya. Ketiga kisah yang membentuk trilogi tersebut yang pertama adalah perumpamaan tentang seekor domba yang hilang, yang kedua adalah perumpamaan tentang sebuah dirham yang hilang dan yang ketiga adalah seorang anak yang hilang. Yesus menguraikan perumpamaan yang ketiga ini secara lebih panjang lebar dibandingkan dengan kedua perumpamaan yang pertama. Bahkan Ia mengisahkannya di dalam suatu kisah yang terdiri dari dua babak. Kisah yang dikatakan oleh Charles Dickens, seorang penulis yang sangat tersohor dari Inggris sebagai cerita pendek yang terbaik yang pernah dituliskan. Di dalam babak yang pertama, yaitu di dalam Lukas 15:11-24, Yesus mengisahkan apa yang terjadi dengan si anak yang hilang, sedangkan di dalam babak yang kedua, yaitu di dalam Lukas 15:25-32, Ia menguraikan apa yang terjadi dengan kakak si anak yang hilang. Di dalam babak yang pertama kita dapat melihat dampak dari suatu keputusan, dalam hal ini yaitu keputusan dari si anak yang terhilang. Sedangkan di dalam babak yang kedua kita melihat dampak dari suatu sikap hati, dalam hal ini yaitu sikap hati dari sang kakak. Di dalam kesemuanya kita juga dapat melihat kebesaran dari kasih Tuhan terhadap manusia yang berdosa. Di dalam babak yang pertama dari perumpamaan yang ketiga ini, sebagaimana yang ditulis di dalam Lukas 15:15-17 kita menyaksikan kehidupan seorang pemuda yang semula dilahirkan dalam keluarga yang kaya, ayahnya memiliki banyak orang upahan dengan makanan yang berlimpah-limpah sekarang menjadi seorang penjaga babi yang karena kelaparan ingin makan ampas yang menjadi makanan babi, tetapi tidak seorangpun yang memberikannya kepadanya. Suatu perubahan yang sangat tragis. Sebab bagi orang Yahudi babi merupakan hewan yang najis. Sehingga pekerjaan sebagai penjaga babi merupakan pekerjaan yang sangat hina dina. Bagaimana mungkin seorang anak yang lahir dalam keluarga yang kaya dapat menjadi seorang penjaga kandang babi? Rangkaian keputusan yang salah! Sebagaimana yang ditulis di dalam Lukas 15:12-14, anak bungsu ini membuat lima keputusan yang keliru secara berturut-turut. Keputusan yang pertama, ia meminta hak

warisnya sebelum waktunya, yaitu semasa ayahnya masih hidup. Keputusan yang kedua ia menjual seluruh bagian warisannya tersebut. Keputusan yang ketiga dengan uang yang dimilikinya ia pergi ke negeri yang jauh. Keputusan yang keempat ia memilih untuk memboroskan harta miliknya. Keputusan yang kelima ia memilih teman pergaulan yang keliru, yaitu teman dalam kehidupan yang berfoya-foya. Memang itulah kecenderungan manusia, bila telah membuat keputusan yang keliru bukannya ia sadar, malahan diteruskan dengan keputusan yang lebih keliru. Ya, lima keputusan yang keliru yang membuat pemuda yang semula memiliki masa depan yang cemerlang ini sekarang terperosok ke dalam jurang kehidupan tanpa pengharapan. II. Keputusan yang tepat yang membuka lembaran hidup yang baru Di titik yang paling nadir dari lembah kehidupan yang ia jalani, pemuda ini teringat kepada waktu-waktu yang indah di masa lampau yang telah ia lalui di rumah ayahnya. Di titik yang paling gelap dalam kehidupannya ia menyadari akan kekeliruan yang telah ia buat di masa silam. Ia menyesali keputusan-keputusan keliru yang telah ia buat di masa lalunya. Di titik itu, ia membuat satu keputusan, suatu keputusan yang paling tepat yang pernah ia buat di dalam sejarah kehidupannya. Suatu keputusan yang membuka lembaran hidup yang baru bagi dirinya. Di dalam Lukas 15:18-19 dicatat bahwa pemuda itu berkata demikian kepada dirinya sendiri: Aku akan bangkit dan pergi kepada bapaku dan berkata kepadanya: Bapa, aku telah berdosa terhadap sorga dan terhadap bapa, aku tidak layak lagi disebutkan anak bapa; jadikanlah aku sebagai salah seorang upahan bapa. Itulah keputusan pertobatan. Aku akan pergi kepada bapaku! Itulah keputusan yang menentukan masa depan yang baru bagi dirinya. III.Keputusan yang diwujudkan dalam tindakan yang memulihkan Lebih jauh, Yesus berkata bahwa pemuda ini bukan hanya sekedar membuat keputusan, tetapi ia mengambil langkah untuk bertindak. Berbeda dengan banyak orang yang hanya membuat keputusan namun tidak pernah mewujudkannya dalam tindakan, di dalam Lukas 15:20 dikatakan: Maka bangkitlah ia dan pergi kepada bapanya. Inilah tindakan yang memulihkan masa depannya. ------

Di dalam Lukas 15:20-24 Yesus berkata bahwa keputusan dan tindakan pertobatan yang dibuat oleh anak bungsu ini mengakibatkan sang ayah tergerak oleh belas kasihan. Belas kasihan yang mengakibatkan sang ayah melakukan lima tindakan. Yang pertama ia berlari mendapatkan anaknya sebagai tanda kerinduannya. Berarti selama sang anak ini meninggalkan rumah ayahnya sebenarnya hati sang ayah tidak pernah terlepas dari menantikan anaknya dengan penuh kerinduan. Yang kedua ia merangkul si anak bungsu itu sebagai tanda penerimaan. Sang ayah tetap menerima anak yang telah menolak ayahnya dan menghambur-hamburkan harta warisannya untuk hal-hal yang sia-sia ini. Yang ketiga ia menciumnya sebagai tanda perdamaian. Artinya sang ayah memulihkan hubungannya dengan anaknya, hubungan yang semula telah terputus karena sang anak meninggalkan dirinya. Yang keempat ia memerintahkan hamba-hambanya untuk mengenakan pakaian yang terbaik bagi anaknya sebagai tanda dari pemulihan. Langkah pemulihan relasi yang dilakukan oleh sang ayah dengan menerima dan memperdamaikan sang anak dengan dirinya ini diikutinya dengan mengembalikan hak-hak yang dimiliki oleh seorang anak kepada anaknya. Ia menghapuskan masa lampau sang anak dengan menanggalkan pakaiannya yang lama dan mengenakan pakaian yang terbaik bagi diri si anak. Yang kelima ia menyuruh hamba-hambanya untuk menyelenggarakan pesta bagi sang anak bungsu, sebagai tanda sukacita di dalam hatinya. Semua hal ini menunjukkan bahwa satu tindakan pertobatan dari sang anak telah mendatangkan lima tindakan pemulihan dari sang ayah. Penutup Dengan menuturkan kisah yang sangat mengharukan tentang anak yang terhilang ini Tuhan Yesus menjelaskan dua hal tentang anugerah-Nya yang memulihkan hidup manusia. Yang pertama, sedemikian besarnya anugerah Tuhan sehingga Ia bersedia menerima kembali manusia yang telah memberontak kepada-Nya dan memulihkan relasi mereka dengan diri-Nya yang telah rusak karena dosa. Yang kedua, pentingnya keputusan pertobatan untuk menyambut anugerah pengampunan Tuhan. Keputusan yang harus diwujudkan dalam bentuk tindakan meninggalkan kehidupan lama yang najis dan kembali kepada Tuhan. Di dalam hal ini tidak hanya diperlukan kesadaran dan penyesalan akan keberdosaan dirinya saja namun orang harus benar-benar melangkah meninggalkan dosa tersebut. Itulah yang disebut sebagai langkah pertobatan

yang membawa orang memasuki anugerah Tuhan. Pertanyaan penerapan: Memperhatikan uraian firman Tuhan yang telah Anda dengar tadi, ada dua pertanyaan yang perlu Anda renungkan. 1. Adakah dosa tertentu yang Anda sadari masih menguasai diri Anda namun masih belum Anda tinggalkan? Apabila ada, dosa apakah itu? 2. Menurut Anda, mengapa rasa penyesalan karena telah berdosa dalam hati seseorang tidak cukup untuk membawa pemulihan relasi dirinya dengan Tuhan?

Anda mungkin juga menyukai