Anda di halaman 1dari 10

TUGAS INDIVIDU MIKROBIOLOGI LINGKUNGAN

PENGOLAHAN LIMBAH O L E H ANDI MUSHIDAYAH H41108277

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012

1. pengolahan limbah a. secara fisika Sistem pengolahan limbah secara fisika ini dengan memanfaatkan tenaga atau alat-alat tertentu di dalam proses pembersihan, penyaringan dan pensucihamaan air. Beberapa contoh sistem pengolahan secara fisis antara lain filterasi, evaporasi, sekrening, sentrifugasi, reverse osmosis, radiasi, pemanasan dll.

b. pengolahan secara kimiawi Pengolahan air secara kimiawi dengan menggunakan bahan kimiawi di dalam prosesnya, yang akan membantu dalam penguraian (oksidasi reduksi), pengikatan, contohnya penggumpalan (koagulasi), ion-exchange resin,

klorinasi, ozonisasi, karbon aktif dll. Prinsip yang digunakan untuk mengolah limbah cair secara kimia adalah menambahkan bahan kimia (koagulan) yang dapat mengikat bahan pencemar yang dikandung air limbah, kemudian memisahkannya (mengendapkan atau mengapungkan). Kekeruhan dalam air limbah dapat dihilangkan melalui penambahan atau pembubuhan sejenis bahan kimia yang disebut flokulan. Pada umumnya bahan seperti aluminium sulfat (tawas), fero sulfat, poli amonium khlorida atau poli elektrolit organik dapat digunakan sebagai flokulan. Untuk menentukan dosis yang optimal, flokulan yang sesuai dan pH yang akan digunakan dalam proses pengolahan air limbah, secara sederhana dapat dilakukan dalam laboratorium dengan menggunakan test yang merupakan model sederhana dari proses koagulasi. Dalam pengolahan limbah cara ini, hal yang penting harus diketahui adalah jenis dan jumlah polutan yang dihasilkan dari proses produksi.

Umumnya zat pencemar industri kain terdiri dari tiga jenis yaitu padatan terlarut, padatan koloidal, dan padatan tersuspensi. Terdapat 3 (tiga) tahapan penting yang diperlukan dalam proses koagulasi yaitu : tahap pembentukan inti endapan, tahap flokulasi, dan tahap pemisahan flok dengan cairan. a. Tahap Pembentukan Inti Endapan Pada tahap ini diperlukan zat koagulan yang berfungsi untuk penggabungan antara koagulan dengan polutan yang ada dalam air limbah. Agar penggabungan dapat berlangsung diperlukan pengadukan dan pengaturan pH limbah. Pengadukan dilakukan pada kecepatan 60-100 rpm selama 1-3 menit; pengaturan pH tergantug dari jenis koagunlan yang digunakan, misalnya untuk : Alum pH 6- 8, Fero Sulfat pH 8-11, Feri Sulfat pH 5-9, dan PAC pH 6-9,3. b. Tahap Flokulasi Pada tahap ini terjadi penggabungan inti inti endapan sehingga menjadi molekul yang lebih besar, pada tahap ini dilakukan pengadukan lambat dengan kecepatan 40-50 rpm selama 15-30 menit. Untuk mempercepat terbentuknya flok dapat ditambahkan flokulan misalnya polielektrolit. Polielektrolit digunakan secara luas, baik untuk pengolahan air proses maupun untuk pengolahan air limbah industri. Polielektrolit dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu nonionik, kationik dan anionik; biasanya bersifat larut air. Sifat yang menguntungkan dari penggunaan polielektrolit adalah : volume lumpur yang terbentuk relatif lebih kecil, mempunyai kemampuan untuk menghilangkan warna, dan efisien untuk proses pemisahan air dari lumpur( d e w a t e r i n g ) . c. Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok

Tahap Pemisahan Flok dengan Cairan Flok yang terbentuk selanjutnya harus dipisahkan dengan cairannya, yaitu dengan cara pengendapan atau pengapungan. Bila flok yang terbentuk dipisahkan dengan cara pengendapan, maka dapat digunakan alat klarifier, sedangkan bila flok yang terjadi diapungkan dengan menggunakan gelembung udara, maka flok dapat diambil dengan menggunakan skimmer. Image Klarifier berfungsi sebagai tempat pemisahan flok dari cairannya. Dalam klarifier diharapkan lumpur benar-benar dapat diendapkan sehingga tidak terbawa oleh aliran air limbah yang keluar dari klarifier, untuk itu diperlukan perencanaan pembuatan klarifier yang akurat. Kedalaman klarifier dipengaruhi oleh diameter klarifier yang bersangkutan. Misalkan dibuat klarifier dengan diameter lebih kecil dari 12m, diperlukan kedalaman air dalam klarifirer minimal sebesar 3,0 m.

C. SECARA MIKROBIOLOGI Proses Pengolahan limbah dapat dilakukan dengan cara : 1. Proses pengolahan secara aerobik : Prinsip pengolahan secara aerobik adalah menguraikan secara sempurna senyawa organik yang berasal dari buangan di dalam periode waktu yang relatif singkat. Penguraian dilakukan terutama oleh bakteri dan hal ini dipengaruhi oleh : 1. 2. jumlah sumber nutrien jumlah oksigen

Contoh dari proses pengolahan limbah secara aerobik antara lain : - Lumpur aktif (Activated Sludge)

Lumpur adalah materi yang tidak larut yang selalu nampak kehadirannya di dalam setiap tahap pengolahan. Tersusun oleh serat-serat organik yang kaya akan selulosa dan di dalamnya terhimpun kehidupan mikroba. - Saringan trickling (Trickling Filter) Merupakan suatu bejana yang tersusun oleh lapisan materi kasar, keras, tajam dan kedap air. Kegunaanya untuk mengolah air buangan dengan mekanisme aliran air yang jatuh dan mengalir perlahan-lahan melalui lapisan batu untuk kemudian tersaring. Saringan trickling memiliki 3 sistem utama yaitu: 1. 2. 3. Distributor Pengolahan Pengumpul

- Kolam oksidasi/stabilisasi (Oxidation Ponds) Kelebihan kolam ini adalah tidak memerlukan biaya yang mahal. Pada kebanyakan negara industri penerapan kolam ini sangat penting bagi mengatasi masalah sisa buangan/limbah. Terdapat beberapa kolam yang utama digunakan yaitu kolam fakultatif, kolam maturasi, dan kolam anaerob.Kelebihan kolam ini : a) Beban BOD pada kadar rendah dapat menghasilkan kualitas efluen sehingga 97 %. b) Alga yang hidup dalam kolam mempunyai potensi sebagai sumber protein yang tinggi dan dapat digunakan untuk perikanan. Ikan dapat dibiakkan dalam kolam maturasi. c) Kolam pengoksidasian juga dapat digunakan untuk mengolah air sisa industri/limbah dan air yang mengandung logam berat.

d) Biaya

yang

murah

dan

pengoperasiannya

mudah.

Kebutuhan

pengoperasiannya minimum. Kelemahan kolam pengoksidaan diantaranya adalah seperti berikut: (a) Pengeluaran bau yang busuk mengganggu penduduk yang tinggal disekitarnya. Terutama saat tak ada cahaya matahari, ketika hujan dan waktu malam. (b) memerlukan kawasan yang luas jika dibandingkan dengan sistem konvensional yang lain. - Pencernaan aerobik - Parit oksidasi (Oxidation Ditch) - Karusel - Perabukan Cairan - Kontraktor biologik berputar 2. Proses pengolahan secara anaerobik Proses pengolahan secara anaerobik terjadi disebabkan oleh adanya aktivitas mikroba pada saat tidak ada oksigen bebas. Senyawa berbentuk anorganik atau organik pekat yang umumnya berasal dari limbah industri yang sukar atau lambat sekali untuk diolah secara aerobik, maka pengolahan dilakukan secara anaerobik. Hasil akhir pengolahan secara anaerobik adalah CO2 dan CH4. Tahapan yang terjadi dalam proses anaerobik adalah : 1. fermentasi dalam stadia asam 2. regressi dalam stadia asam 3. fermentasi dalam stadia basa Prinsip proses pengolahan secara anaerobik adalah menghilangkan atau mendegradasi bahan karbon organik dalam limbah cair atau sludge.

Keuntungan proses secara anaerobik, selain tidak membutuhkan energi untuk aerasi, lumpur atau sludge yang dihasilkan sedikit, polutan yang berupa bahan organik (misalnya : polisakarida, protein dan lemak) hampir semuanya dikonversi ke bentuk gas metan (biogas) yang memiliki nilai kalor cukup tinggi. Sedangkan kelemahan proses pengolahan cara anaerobik adalah pada kemampuan pertumbuhan bakteri metan (bakteri metan hanya mengonsumsi asam format, asam asetat, methanol, hidrogen dan karbon dioksida sebagai substrat) yang sangat rendah, sehingga membutuhkan waktu yang lebih panjang antara dua sampai lima hari untuk penggandaannya, sehingga diperlukan reaktor yang bervolume cukup besar. Kecepatan degradasi biopolimer tergantung pada jumlah jenis bakteri yang ada dalam reaktor, efisiensi dalam mengubah substrat dengan kondisi-kondisi waktu tinggal substrat di dalam reaktor, kecepatan alir efluen, temperatur dan pH yang yang terjadi di dalam bioreaktor. Jika substrat yang mudah larut dominan, reaksi substrat dengan kondisi seperti waktu tinggal substrat di dalam reaktor, kecepatan alir efluen, temperatur dan pH yang terjadi di dalam bioreaktor maka reaksi kecepatan terbatas, akan cenderung membentuk methan dari asam asetat dan dari asam lemak dengan kondisi stabil atau steady state. Faktor lain yang mempengaruhi proses antara lain waktu tinggal atau lamanya substrat berada dalam suatu reaktor sebelum dikeluarkan sebagai sebagai supernatan atau digested sludge (efluen). Minimum waktu tinggal harus lebih besar dari waktu generasi metan sendiri, supaya mikroorganisme didalam reaktor tidak keluar dari reaktor atau wash out. Penanganan limbah secara anaerobik ada 4 jenis proses, yaitu : Cara Konvensional

Proses Dua Tahap Proses Dua Tahap dengan Daur Ulang Padatan Proses Menggunakan Saringan Anaerobik (Loehr, 1977)

Contoh pengolahan secara anaerobik antara lain : lagun anaerobik, digester dan filter anaerobik. Bioremediasi Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme untuk mengurangi polutan di lingkungan. Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut, sebuah peristiwa yang disebut biotransformasi. Pada banyak kasus, biotransformasi berujung pada biodegradasi, dimana polutan beracun terdegradasi, strukturnya menjadi tidak kompleks, dan akhirnya menjadi metabolit yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Sejak tahun 1900an, orang-orang sudah menggunakan mikroorganisme untuk mengolah air pada saluran air. Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada perawatan limbah buangan yang berbahaya (senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi), yang biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri. Yang termasuk dalam polutan-polutan ini antara lain logam-logam berat, petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti pestisida, herbisida, dan lain-lain. Banyak aplikasi-aplikasi baru menggunakan mikroorganisme untuk mengurangi polutan yang sedang diujicobakan. Bidang bioremediasi saat ini telah didukung oleh pengetahuan yang lebih baik mengenai bagaimana polutan dapat didegradasi oleh mikroorganisme, identifikasi jenis-jenis mikroba yang baru dan bermanfaat, dan kemampuan untuk meningkatkan bioremediasi melalui teknologi genetik. Teknologi genetik molekular sangat

penting untuk mengidentifikasi gen-gen yang mengkode enzim yang terkait pada bioremediasi. Karakterisasi dari gen-gen yang bersangkutan dapat meningkatkan pemahaman kita tentang bagaimana mikroba-mikroba memodifikasi polutan beracun menjadi tidak berbahaya. Strain atau jenis mikroba rekombinan yang diciptakan di laboratorium dapat lebih efisien dalam mengurangi polutan. Mikroorganisme rekombinan yang diciptakan dan pertama kali dipatenkan adalah bakteri "pemakan minyak". Bakteri ini dapat mengoksidasi senyawa hidrokarbon yang umumnya ditemukan pada minyak bumi. Bakteri tersebut tumbuh lebih cepat jika dibandingkan bakteribakteri jenis lain yang alami atau bukan yang diciptakan di laboratorium yang telah diujicobakan. Akan tetapi, penemuan tersebut belum berhasil

dikomersialkan karena strain rekombinan ini hanya dapat mengurai komponen berbahaya dengan jumlah yang terbatas. Strain inipun belum mampu untuk mendegradasi komponen-komponen molekular yang lebih berat yang cenderung bertahan di lingkungan.

2. Intisari jurnal Judul jurnal: POTENSI Melanotus Sp. DALAM MENDEGRADASI LIGNIN Penelitian ini dilakukan sebagai studi awal untuk mengetahui potensi Melanotus sp. dalam mendegradasi lignin dan enzim yang berperan di dalamnya. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai

kemungkinan kemampuan sintesis enzim dari isolat jamur tersebut. Dalam penelitian ini digunakan sepuluh isolat jamur yang berasal dari batang kayu kelapa sawit , perkebunan kelapa sawit di Medan. Media yang digunakan untuk kultivasi Melanotus sp adalah Malt Extract Agar (Oxoid), sedangkan untuk

pengujian aktivitas ligninase digunakan media ligninase dengan komposisi sebagai berikut: KH2PO4 (0,60 g) ; MgS04.7H20 (0,50 g) ; K2HPO4 (0,40 g) ; (NH4)2 tartrate (0,22 g); Sorbose (40,00 g) ; Poly R-478 dye (Sigma) (0,20 g); Agar (Oxoid No.3) (15,00 g); larutan stok mineral !0,00 ml dan ditambahkan aquadest sampai dengan 1000 ml. pH media diatur sampai dengan 4,5 dengan menambahkan HC1. Hasil pengujian pertumbuhan sepuluh isolat jamur pada media ligninase, terlihat bahwa dari semua isolat jamur yang diuji, salah satu jamur diantaranya, yaitu Melanotus sp. mampu membentuk zona bening ("clearing zone") pada media tumbuh. Munculnya zona bening ini menunjukkan bahwa jamur tersebut mampu mendegradasi lignin.

Anda mungkin juga menyukai