Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan hidayah-Nyalah maka penulisan laporan ini dapat saya selesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan laporan ini adalah sebagai salah satu wujud pembelajaran saya dalam memahami Hematology and Immunology System khususnya mengenai Lupus Eritematosus Sistemik.

Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada dr. Rina Amelia MARS. yang telah bersedia menyediakan waktu dan memberikan masukan masukan yang berharga selama tutorial sehingga saya dapat lebih memahami lagi tentang blok ini.

Dan saya juga berharap makalah ini dapat dipahami bagi siapa saja yang membaca dan bisa menjadi contoh dalam membuat makalah yang lain.

Akhir kata saya memohonkan kritik dan saran yang konstruktif sehingga dapat meningkatkan pemahaman saya di masa yang akan datang. Selain itu saya meminta maaf sebesar-besarnya bila ada kesalahan penulisan pada laporan ini.

Demikianlah laporan ini saya perbuat.

DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................... 1

Daftar Isi.................................................................................................. 2

Pendahuluan............................................................................................. 3

Isi............................................................................................................. 4

Pemicu..................................................................................................... 4

Pertanyaan ............................................................................................... 5-6

Jawaban ................................................................................................... 6-18

Ulasan ..................................................................................................... 18

Kesimpulan ............................................................................................. 18

Daftar Pustaka ......................................................................................... 18-19

PENDAHULUAN

Lupus Eritematosus Sistemik (LES), masih merupakan penyakit yang menakutkan terutama bagi perempuan, karena 90 persen perempuan usia produktif rentan sekali terkena penyakit ini. Penyakit ini bukan disebabkan oleh virus maupun kuman, tetapi karena faktor imudisis atau kekebalan diri yang menurun terutama perempuan produktif yang sudah menstruasi karena mempunyai hormon estrogen. Hampir 90 persen Lupus menyerang perempuan usia produktif atau subur yang termasuk dalam salah satu kategori Systemic Lupus Erythematosus (SLE) yang menyerang organ tubuh seperti kulit, persendian, paru-paru, darah, pembuluh darah, jantung, ginjal, hati, otak, dan syaraf. Sedangkan bagi perempuan yang sudah memasuki masa menopause justru lebih kecil terserang penyakit ini. Penyakit ini dapat mengganggu kehamilan yang akan mengakibatakan keguguran janin. Akan lebih fatal lagi dan membahayakan hidup si penderita Lupus apabila ditambah dengan penyakit lain karena daya tubuhnya akan semakin menurun. Lebih lanjut secara klinis Lupus dapat berupa kelainan kulit, kelainan di saluran pencernaan, paru-paru, jantung, hati, ginjal, pembuluh darah, tulang dan sendi, kelainan darah, sistem saraf dan lain-lain. Penyakit Lupus ini bersifat kronis dan ditandai dengan adanya remisi atau masa penyakit tidak bergejala dan eksaserbasi atau masa penyakit memperlihatkan gejala yang khas. Seseorang dapat dikatakan menderita penyakit Lupus Erythematosus saat tubuhnya menjadi alergi pada dirinya sendiri. Penderita penyakit ini pada umumnya memiliki butterfly rash atau ruam merah berbentuk kupu-kupu di pipi yang serupa di pipi Serigala, tetapi berwarna putih. Dalam ilmu imunologi atau kekebalan tubuh, tambahnya, penyakit ini kebalikan dari kanker atau HIV/AIDS. Pada Lupus, tubuh menjadi overacting terhadap rangsangan dari sesuatu yang asing dan membuat terlalu banyak antibodi atau semacam protein yang malah ditujukan untuk melawan jaringan tubuh sendiri. Dengan demikian, Lupus disebut sebagai autoimmune disease atau penyakit dengan kekebalan tubuh berlebihan.

ISI

1.

Nama atau tema blok: Hematology and Immunology System

2.

Fasilitator/ Tutor: dr. Rina Amelia MARS.

3.

Data pelaksanaan: A. Tanggal Tutorial: 11 Mei 2010 14 Mei 2010 B. Pemicu ke-4 C. Pukul: 07.00 09.30 WIB D. Ruangan: Ruang Tutorial 8

4.

Pemicu: Ny. Luna, 28 tahun datang ke Poli Penyakit Dalam RS HAM Medan dengan keluhan mudah lelah sejak 3 hari bulan ini, disertai dengan keluhan bercakbercak merah menebal di pipi kanan dan kiri dan adanya keluhan nyeri di beberapa sendi. Bercak merah di pipi tersebut makin memerah bila terkena sinar matahari. Apa yang terjadi pada Ny. Luna ?

More Info: Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan tanda vital Keadaan umum lemah/lelah, tanda vital: dalam batas normal

Pemeriksaan kepala Terlihat ruam kemerahan di pipi kiri dan kanan menyerupai kupu-kupu

Pemeriksaan toraks dan abdomen Dalam batas normal

Pemeriksaan ekstremitas Dijumpai pembengkakan pada sendi lutut, pergelangan tangan kiri dan kanan dan disertai nyeri bila digerakkan. 4

Hasil Laboratorium Test Hemoglobin LED Leukosit Trombosit Hematokrit Antibodi antinuklear (ANA) Sel LE (Lupus eritematosus) Hasil 10,7 gr/dl 63 mm/jam 3900/ mm 3 165.000/ mm 3 33% Positif Positif

5.

Tujuan pembelajaran: A. Mengetahui faktor yang berperan dalam autoimun B. Mengetahui mekanisme penyakit autoimun C. Mengetahui klasifikasi autoimun D. Mengetahui definisi, klasifikasi, mekanisme, dan contoh penyakit dari hipersensitivitas E. Memahami definisi, etiologi dari LES (Lupus Eritematosus Sistemik) F. Mengetahui patogenesis dan patofisiologi dari LES G. Mengetahui manifestasi klinis dan mekanismenya dari LES H. Mengetahui cara diagnosa, penatalaksanaan, dan komplikasi dari LES I. Mengetahui prognosis, indikasi rujukan pasien, dan diagnosa banding dari LES

6.

Pertanyaan yang muncul dalam curah pendapat: A. Apa sajakah faktor yang berperan dalam autoimun? B. Bagaimanakah mekanisme dari penyakit autoimun? C. Apa sajakah klasifikasi penyakit autoimun? D. Bagaimanakah definisi, klasifikasi, mekanisme, dan contoh penyakit dari hipersensitivitas? E. Apakah definisi dan etiologi dari LES (Lupus Eritematosus Sistemik)? F. Bagaimanakah patogenesis dan patofisiologi dari LES? G. Apa sajakah manifestasi klinis beserta mekanisme pada LES? H. Bagaimanakah diagnosa, penatalaksanaan, dan komplikasi dari LES?

I. Bagaimanakah prognosis, indikasi rujukan pasien, dan diagnosa banding pada LES?

7.

Jawaban atas pertanyaan: 1. Faktor yang berperan dalam autoimun a. b. Genetik : Hubungannya dengan Human Leukocyte Antigen Kelamin : Wanita lebih banyak oleh karena pengaruh dari hormon estrogen c. Infeksi : Beberapa infeksi umum, seperti EBV, Streptococcus, dan malaria d. Sifat, sering antigen utuh : 1. Heat shockprotein : Kelompok protein yang terangsang ketika sel terpengaruh oleh berbagai macam tipe stres liingkungan, seperti panas, dingin, dan deprivasi oksigen. Juga berperan pada alur presentasi fraksi protein pada permukaan sel untuk membantu pengenalan sel yang sakit pada sistem kekebalan tubuh 2. e. Autoantigen enzim

Obat-obatan, diantaranya Procainamide dan Hidralazin yang dapat menginduksi gejala seperti LES.

f.

Usia, resiko terkena LES lebih tinggi pada usia lanjut

2.

Mekanisme penyakit autoimun a. Penyakit autoimun melalui antibodi Anemia hemolitik autoimun 1. AHA warm antibody 2. AHA cold antibody

Sel plasma akan membentuk autoantibodi terhadap sel darah merah. Sel darah meran dengan komlemen akan membentuk ikatan yang menyebabkan makrofag memfagositosis sel darah merah tersebut. b. Penyakit autoimun melalui kompleks imun Penumpukan kompleks imun (antigen antibodi) di jaringan tubuh akan berikatan dengan sel mast dan basofil yang akan melepaskan histamin dan sitokin lain, sehingga menyebabkan lisis jaringan. 6

Contoh penyakit: 1. LES (Lupus Eritematosus Sistemik) 2. Arthritis rheumatoid 3. Sicca kompleks 4. Sindrom Good Pasteur 5. Anemia Pernisiosa c Penyakit autoimun melalui sel T Contoh penyakit : 1. Sklerosis multipel 2. Enselomielitis desiminasi akut (EMDA) 3. Sindrom Gullien Barre (Acute Idiopathic Polyneuritis) 4. Goiter

Antigen yang masuk akan menyebabkan imunitas selular yang melibatkan sel T dimana sel T akan mengeluarkan enzim penghancur. d. Penyakit autoimun melalui faktor humoral Contoh penyakit: 1. Diabetes Melitus tipe I (IDDM, Juvenile DM) 2. Tiroiditis kronik Tiroiditis Hashimoto 3. Polimiositis Dermatomiositis

3. Klasifikasi penyakit autoimun a. Penyakit autoimun organ spesifik Mengenai organ spesifik seperti tiroid, kelenjar adrenal, lambung dan pankreas. Terbentuk antibodi terhadap antigen organ tubuh. Antibodi yang terbentuk sering overlapping, misalnya antibodi di lambung dan antibodi di tiroid. Antibodi organ spesifik jarang bersamaan dengan antibodi organ non spesifik pada satu penderita. Penyakit Penyakit Addison Penyakit autoimun hemolitik Antigen Protein mikrosome sel adrenal Membran sel darah merah

Anemia pernisiosa Sindrom Gullien Barre Ensefalomielitis diseminasi akut Diabetes Melitus tipe I Sindrom Good Pasteur Penyakit Grave Tiroiditis Hashimoto Miastenia gravis Sindrom Sjogren Polimositis

Antigen sel parietal geiser, faktor intrinsik Saraf perifer (gangliosides) Protein myelin basis Antigen sel Langerhans pankreas Kolagen membran basalis (Tipe IV) Thyroid Stimulating Hormone Receptor Triglobulin Reseptor asetilkolin Sel epitel saluran kelenjar saliva Otot (histidine t-RNA synthetase)

b. Penyakit autoimun organ non spesifik Terjadi oleh karena munculnya autoantibodi terhadap autoantigen yang ada diseluruh tubuh (DNA-antibodi). Overlapping antibodi bisa dijumpai pada kasus ini, misalnya Anti-DNA Reumatoid Artritis dengan LES. Penyakit Ankylosing spondilisis Hepatitis kronik aktif Sklerosis multipel Artritis reumatoid Skleroderma Sindrom Sjogren LES Vertebral Nuklei, DNA Otak atau protein mielin basis IgG (faktor reumatoid) jaringan ikat Nuklei, sentromer, topoisomerase 1 Kelenjar eksokrin, ginjal, hati, tiroid ds-DNA, antigen nuklier Antigen

4. Hipersensitivitas a. Defenisi Hipersensitivitas adalah keadaan perubahan reaktivitas tubuh bereaksi dengan respon imun berlebihan atau tidak tepat terhadap suatu benda asing. Philip Gell dan Robin Cooms membahagi dalam

hipersensitivitas ke dalam 4 reaksi berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yg terjadi, yaitu tipe I, II, III, IV. Reaksi ini dapat

terjadi sendiri-sendiri, tetapi di klinik sering dua atau lebih jenis reaksi tersebut terjadi bersamaan. b. Klasifikasi dan mekanismenya 1. Hipersensitivitas tipe I Reaksi yang cepat yaitu dalam masa 2 30 menit. Allergen yaitu antigen terdiri daripada debu bunga , bee stings, habuk (dust) , bulu hewan dan obat seperti aspirin. Terdiri atas 3 fase: a. Fase Sensitisasi Kali pertama terdedah dengan allergen. Apabila terdedah dengan allergen, T helper 2 mensekresikan IL-4. IL-4 merangsang B cells untuk mensintesis IgE. IgE diikat oleh reseptor spesifik (Fce-R) di permukaan sel mast dan basofil. Pada pertama kali, tiada simptom yang berlaku. Hanya sel memori yang dibentuk. b. Fase Aktivasi Kali kedua terdedah dengan allergen, mengaktifkan sel mast dan basophils. Sel mast melepaskan granul dan mediators dilepaskan. c. Fase Efektor Mediator-mediator mengelilingi jaringan menyebabkan terjadi efek sistemik seperti anaphylaxis.

Maka saat antigen terpajan, akan dipresentasikan ke sel Th 2, lalu akan dilepaskan sitokin. Sitokin akan merangsang sel B yang akan membentuk IgE. IgE akan diikat oleh sel mast, basofil, dan eosinofil. Apabila tubuh teroajan dengan antigen yang sama kembali, maka antigen akan diikat oleh IgE spesifik, yang menyebabkan degranulasi sel mast. Sel mast akan melepaskan mediator seperti histamin.

Terdapat pada penyakit alergi, seperti: 1. Asma bronkial 2. Rinitis 3. Urtikaria 4. Dermatitis atopi

2. Hipersensitivitas tipe II Reaksi tipe II sama dengan reaksi sitotoksik. Terbentuknya antibodi (IgG/IgM) untuk melawan antigen target pada permukaan sel. Sensitisasi sel Natural Killer (NK) / sel efektor, melalui mekanisme Antibody Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC) akan menyebabkan lisis sel. Selain itu, lisis sel juga dapat disebabkan ikatan antibodi dengan antigen yang akan mengaktifkan komplemen sehingga sel lisis. Contoh penyakit: 1. Destruksi sel darah merah (reaksi transfusi) 2. Reaksi inkompabilitas rhesus 3. Anemia hemolitik autoimun 4. Reaksi obat 5. Sindrom Good Pasture 6. Miastenia Gravis 7. Pempigus

3. Hipersensitivitas tipe III Sama dengan reaksi kompleks imun. Kompleks imun yaitu ikatan antigen dengan antibodi akan mengaktifkan komplemen yang mengendap di jaringan dan menyebabkan lisis sel. Setelah itu, akan melepaskan C3a dan C5a (anafilatoksin), yang akan merangsang sel mast dan basofil melepas berbagai mediator. Aktivasi komplemen tersebut akan menyebabkan trombosit membentuk bahan vasoaktif, yang meyebabkan vasodilatasi,

peningkatan permeabilitas vaskuler, dan inflamasi. Juga akan terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan mikrotrombi, menjadi iskemi lokal, lalu kerusakan jaringan. Neutrofil yang dipakai apabila ditarik, akan mengeliminasi kompleks. Tetapi apabila dikepung akan menyebabkan ia sulit memakan kompleks, dan akan melepas granul yang menyebabkan kerusakan jaringan. Kompleks imun ini apabila dalam keadaan normal akan dimusnahkan oleh sel fagosit mononuklear. Apabila terjadi gangguan fungsi fagosit, akan menyebabkan kompleks susah 10

dimusnahkan, mengendap di jaringan, yang akan menyebabkan reaksi kompleks imun. Contoh penyakit: 1. Poliartritis nodosa 2. Penyakit serum 3. Artritis reumatoid 4. Glomerulonefritis pasca streptokok

4. Hipersensitivitas tipe IV Disebut juga reaksi lambat. Terdapat 2 reaksi: a. Delayed Type Hypersensitivity (DTH) Antigen yang berasal dari luar akan dipresentasikan sel APC ke sel Th 1 yang MHC-II dependen. Lalu akan melepaskan sitokin seperti Macrophage Inhibitor Factor (MIF), Macrophage Activator Factor (MAF), IFN . Sitokin tersebut akan mengaktifkan makrofag, dan akan melepaskan sitokin (IL-1, IL-6, IL-8, IL-12, TNF ), oksigen reaktif (superoksid, radikal hidroksid, hidrogen peroksida), serta protease dan enzim. Faktor-faktor yang dilepaskan tersebut akan menyebabkan inflamasi, penghancuran bakteri dan sel lain. b. Reaksi T Cell Mediated Cytotoxicity Antigen intraselular (virus atau bakteri) oleh sel APC akan dipresentasikan ke Th 1 yang MHC-1 dependen. Sel Th 1 akan teraktivasi oleh IL-1 yang dilepas oleh APC, dan juga akan melepas limfokin (IL-2, IFN, MIF, MAF, TNF). IL-2 dan IFN akan mengaktifkan Tc (CD 8) yang akan menghancurkan antigen atau sel sasaran. Apabila terjadi kontak langsung antara antigen dengan Tc, makan akan melepaskan: 1. Perforin: membentuk polimerisasi dalam lipid membran sel sasaran dan membentuk lubang kecil. 2. Gamzyme: merupakan esterase yang merusak sel sasaran dengan memecah makromolekul yang esensial.

11

Contoh penyakit hipersensitivitas tipe IV: 1. Diabetes Insulin Dependen 2. Artritis reumatoid 3. Sklerosis multipel 4. Neuritis perifer 5. Miokarditis eksperimental autoimun

5. Lupus Eritematosus Sistemik a. Defenisi Penyakit autoimun yang ditandai produksi antibodi terhadap komponen-komponen inti sel yang berhubungan dengan manifestasi klinis yang luas. b. Etiologi 1. Genetik: a. Sering pada anggota keluarga dan saudara kembar monozigot, berkaitan dengan HLA seperti DR2, DR3 dari MHC kelas II. b. Individu dengan HLA DR2 dan DR3 risiko 2-3 kali dibanding dengan HLA DR4 dan HLA DR5. c. Gen HLA diperlukan untuk proses pengikatan dan presentasi antigen, serta aktivasi sel T. d. Haploptip (pasangan gen yang terletak dalam sepasang kromosom yang menetukan ciri seseorang), HLA menggangu fungsi sistem imun yang menyebabkan peningkatan autoimunitas. 2. Defisiensi komplemen a. b. c. d. Defisiensi C3 / C4 jarang pada yang manifestasi kulit dan SSP. Defisiensi C2 pada LES dengan predisposisi genetik. 80% penderita defisiensi komplemen herediter cenderung LES. Defisiensi C3 menyebabkan kepekaan tehadap infeksi meningkat, yang akan menyebabkan predisposisi penyakit kompleks imun. e. Defisiensi komplemen menyebabkan eliminasi kompleks imun terhambat, menaikkan jumlah kompleks imun yang beredar dalam sirkulasi lebih lama, lalu mengendap di jaringan yang

menyebabkan berbagai macam manifestasi LES.

12

3. Hormon a. Estrogen : imunomodulator terhadap fungsi sistem imun humoral yang akan menekan fungsi sel Ts dengan mengikat reseptor menyebabkan peningkatan produksi antibodi. b. Androgen akan induksi sel Ts dan menekan diferensiasi sel B (imunosupresor). c. Imunomodulator adalah zat yang berpengaruh terhadap keseimbangan sistem imun. d. 3 jenis imunomodulator : 1. Imunorestorasi 2. Imunostimulasi 3. Imunosupresi

4. Lingkungan a. Bakteri atau virus yang mirip antigen atau berubah menjadi neoantigen. b. Sinar UV akan meningkatkan apoptosis, pembentukan anti DNA kemudian terjadi reaksi epidermal lalu terjadi kompleks imun yang akan berdifusi keluar endotel setelah itu terjadi inflamasi.

c. Patogenesis Faktor pemicu akan memicu sel T autoreaktif yang akan menyebabkan induksi dan ekspansi sel B. Lalu, akan muncul antibodi terhadap antigen nukleoplasma, meliputi DNA, nukleoprotein, dan lainlain yang akan membentuk kompleks imun. Kompleks imun dalam

keadaan normal, dalam sirkulasi diangkut oleh eritrosit ke hati dan limpa lalu dimusnahkan oleh fagosit. Tetapi dalam LES, akan terdapat

gangguan fungsi fagosit, yang akan menyebabkan kompleks imun sulit dimusnahkan dan mengendap di jaringan. Lalu, kompleks imun tersebut akan mengalami reaksi hipersensitivita tipe IV.

13

d. Diagnosa American College of Rheumatology (ACR), pada tahun 1982, mengajukan 11 kriteria untuk klasifikasi LES, dimana bila didapatkan 4 kriteria, maka diagnosis LES dapat ditegakkan. Kriteria tersebut adalah: 1. Ruam malar 2. Ruam diskoid 3. Fotosensitivitas 4. Ulserasi di mulut atau nasofaring 5. Artritis 6. Serositis, yaitu pleuritis atau perikarditis 7. Kelainan ginjal, yaitu proteinuria persisten > 0,5 gr/hari, atau adalah silinder sel 8. Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang atau psikosis 9. Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik, atau leukopenia atau linfopenia, atau trombositopenia 10. Kelainan imunologik, yaitu sel LE positif atau anti DNA positif, atau anti-Sm positif atau tes serologik untuk sifilis yang positif palsu 11. Antibodi antinuklear positif (ANA) Tes ANA terbagi atas: 1. Tes autoimun antibodi, seperti tes antibodi anti Smith 2. Double stranded DNA, hasilnya dapat menjadi ve + atau pun ve 3. Tes level komplemen, yang membantu untuk memprediksi aktivitas dan jalan terjadinya penyakit di beberapa individu 4. Tes antifosfolipid antibodi. Pada tes ini ulangi kesalahan tes, sebaiknya jangan meminum kontrasepsi oral yang mengandung estrogen

e. Manifestasi klinis 1. Gejala konstitusional a. Kelelahan : agak sulit dinilai karena banyak kondisi lain yang dapat menyebabkan manifestasi ini seperti, anemia, beban kerja tubuh dan faktor lainnya. b. Penurunan Berat Badan : dapat terjadi akibat penurunan nafsu makan. 14

c. Demam : biasanya terjadi tanpa disebabkan infeksi. Penyebab demam karena pelepasan sitokin (IL-1) oleh sel mast dan basofil yang tertarik dengan adanya kompleks imun. 2. Manifestasi muskuloskeletal Manifestasi paling sering dialami penderita SLE. Dapat berupa nyeri otot (mialgia), nyeri sendi (artralgia) atau bisa berupa artritis. Hal ini secara umum disebabkan inflamasi pada jaringan dan pembuluh darah. Kompleks imun yang melibatkan limfosit T, akan menyebabkan proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Selain itu, juga akan menyebabkan proliferasi sel endotel, lalu akan terjadi adhesi molekul dan peningkatan daerah inflamasi. Kedua proses ini akan

menyebabkan terjadinya pelepasan kolagenase, PGE2, dan enzim lain. Pelepasan zat-zat tersebut akan menyebabkan terbentuknya pannus yaitu kerusakan tulang, fobrosis, dan kartilage. Lalu akan terjadi peningkatan daerah sinovial yang terinflamasi dan penipisan tulang rawan. 3. Manifestasi kulit Terjadi melalu tahap eritema, hipersensitivitas dan atrofi. Inflamasi pada jaringan kulit di wajah menyebabkan eritema, hipersensitivitas ( perumbuhan keratosis), atrofi jaringan sekitar yang timbul dengan gejala kulit merah, menonjol dan bersisik. Diperparah dengan adanya paparan matahari (sinar UV) yang dapat merubah struktur DNA yang menyebabkan terbentuknya antibodi dan apoptosis keratinosit. 4. Manifestasi paru Kompleks imun mengendap mengaktifkan faktor inflamasi yang akan menyebabkan kerusakan jaringan dan bronkokonstriksi. 5. Manifestasi kardiologis Kompleks imun akan mengaktifkan faktor inflamasi yang menyebabkan kerusakan jaringan.

15

6. Manifestasi Renal Penumpukan kompleks imun di pembuluh darah di glomerulus menyebabkan glomerulus rusak. Lalu, terjadi proteinurea, hematuria dan menyebabkan gagal ginjal 7. Manifestasi gastrointestinal Inflamasi pada peritonium dapat menyebabkan nyeri abdomal. Selain itu, pankreatitis akut juga dapat menyebabkan nyeri abdomal. 8. Manifestasi neuropsikiatrik Menumpuknya komplek imun di SSP akan mengaktifkan IgG, IgM, IgA, yang akan menimbulkan epilepsi, dan hemiparesis (kelemahan otot). 9. Manifestasi hemik-limfatik Kelenjar getah bening yang paling sering terkena adalah aksila dan servikal. Hepatomegali dan splenomegali kadang ditemukan.

f. Penatalaksanaan 1. Farmakologi Terapi medika mentosa 1. Kortikosteroid sistemik, 1 1,5 mg/kg prednison per hari. 2. Kortikosteroid diberikan secara parenteral pada pasien penyakit akut, setelah keadaan membaik diganti menjadi obat oral. 3. Dosis obat diberikan selama 4 6 minggu dan secara bertahap diturunkan. 4. Pasien dengan anemia hemolitik berat dan progresif cepat dapat diberikan metil prednisolon 1 gr secara intravena selama 3 hari berturut turut, diikuti dengan dosis steroid konvensional. 5. Pemberian azatiopirin 2 2,5 mg/kg dikombinasikan dengan prednison 10 20 mg/hari pada pasien yang gagal dengan prednison. Splenektomi Dilakukan pada pasien dengan AHA tipe hangat idiopatik yang membutuhkan dosis pemeliharaan prednison yang tinggi (20 mg/hari atau lebih).

16

Transfusi 1. Sebaiknya dihindari. 2. Pasien yang mendapat transfusi berulang dapat membentuk isoaglutinin terhadap beberapa antigen eritrosit yang berbeda.

2. Non farmakologi a. Menjaga keseimbangan antara melakukan aktivitas dan beristirahat. b. Memakan makanan dengan nutrisi seimbang. c. Menghindari perubahan cuaca (mempengaruhi proses inflamasi). d. Menghindari stres dan trauma fisik. e. Menghindari paparan sinar matahari secara langsung. f. Menghindarkan menginduksi LES. g. Menghindari terjadinya infeksi. h. Berolahraga secara teratur. pemakaian obat-obatan tertentu yang dapat

g. Komplikasi Komplikasi neurologis bermanifestasi sebagai perifer dan sentral berupa psikosis, epilepsi, sindrom otak organik, periferal dan kranial neuropati, mielitis transversal, dan strok. Depresi dan psikosis dapat juga akibat induksi dari obat kortikosteroid. Perbedaan antara keduanya dapat diketahui dengan menurunkan atau menaikkan dosis steroid. Psikosis lupus membaik bila dosis steroid dinaikkan, dan pada psikosis steroid membaik bila dosisnya diturunkan. Komplikasi renal berupa glomerulonefritis dan gagal ginjal kronik. Manifestasi yang paling sering berupa proteinuria. Keterlibatan renal pada LES mungkin ringan dan asimptomatik sampai progresif dan mematikan.

h. Prognosis 1. Bebarapa tahun terakhir ini prognosis penderita lupus semakin baik. 2. Wanita penderita lupus yang hamil dapat bertahan dengan aman sampai melahirkan bayi yang normal. 3. Amgka harapan hidup 10 tahun menigkat sampai 85%. 17

4. Prognosis yang paling baik ditemukan pada penderita yang mengalami kelainan otak, paru-paru, jantung dan ginjal yang berat.

i. Indikasi rujukan pasien Apabila setelah dilakukan pemeriksaan, diagnosa yang muncul adalah Lupus Eritematosus Sistemik, maka sebaiknya kita merujuk pasien ke spesialis Ilmu Penyakit Dalam.

j. Diagnosa banding 1. Artritis reumatoid dan penyakit jaringan konektif lainnya. 2. Endokarditis bakterial subakut 3. Septikemia oleh Gonococcus / Meningococcus disertai dengan artritis, dan lesi kulit. 4. Drug Eruption. 5. Limfoma. 6. Leukemia. 7. Trombotik trombositopenia purpura. 8. Sarkoidosis 9. Lues II 10. Sepsis bakterial

8.

Ulasan: Berdasarkan pleno pakar, dapat diketahui bahwa perbedaan antara antigen luar dengan antigen intrselular adalah bahwa antigen intraselular adalah antigen yang bekerja di dalam sel, dan antigen luar adalah antigen yang bekerja tidak dari dalam sel.

9.

Kesimpulan: Berdasarkan anamnese, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan laboratorium Ny. Luna mengalami Lupus Eritematosus Sistemik.

10. Daftar Pustaka: 1. Perhimpunan spesialis ilmu penyakit dalam Indonesia. Reumatologi: Lupus Eritematosus Sistemik. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, 18

Marcellus Simadibrata K, Siti Setiadi (eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3 ed. 5. Jakarta: Interna Publishing 2009; 2565-2577. 2. Perhimpunan spesialis ilmu penyakit dalam Indonesia. Alergi Imunologi Klinik : Imunologi Dasar. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiadi (eds.). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 1 ed. 5. Jakarta: Interna Publishing 2009; 367-376. 3. http://www.yusufku.com 4. http://www.medicastore.com/ 5. http://www.harnawatiaj.wordpress.com/

19

Anda mungkin juga menyukai