Anda di halaman 1dari 14

BAB I ILUSTRASI KASUS

A. IDENTITAS Nomor Catatan Medis Nama Umur Alamat Agama Pendidikan terakhir Suku Tanggal masuk ruangan : 152931 : Abdul Rojak : 9 tahun : Babakan Jati, Karya Sari, Rengasdengklok, Karawang : Islam : SD : Sunda : 23 Oktober 2011

B. PEMERIKSAAN PRE OPERASI I. Anamnesis Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 24 Oktober 2011 pada jam 06.30 WIB. a. Keluhan Utama Kencing menetes

b. Riwayat Penyakit Sekarang Sejak lahir, orang tua pasien tidak terlalu memperhatikan lubang keluarnya air kencing, sehingga orang tua pasien belum mengeluh mengenai keluhan tersebut. Saat berumur 1 tahun, orang tua pasien baru menyadari bahwa air kencing pasien tidak keluar dari lubang seperti anak normal seusia pasien, tidak ada demam. Tapi orang tua pasien membiarkan hal tersebut. 2 minggu SMRS, os merasa malu karena saat BAK dilihat oleh temantemannya, bahkan pasien mengatakan kalau air kencingnya sering menetes. Pasien tidak mengeluhkan rasa nyeri waktu buang air kecil, baik pada awal, saat buang air kecil maupun di akhir BAK, sehingga orang tua pasien pun membawa ke poli bedah RSUD Karawang dan direncanakan operasi.

c. Riwayat Penyakit Dahulu Tidak ada riwayat operasi sebelumnya, riwayat trauma di daerah genital disangkal, riwayat infeksi di daerah genital disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan yang sama.

II.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum Kesadaran Status gizi : tampak sakit ringan : compos mentis : TB 110 cm BB 26 kg BMI 19,8 kg/m2 = Gizi baik : 110/70 mmHg : 88 x/menit : 36,6 C : 20 x/menit

Tanda vital Tekanan darah Nadi Suhu Pernapasan

a. Status generalis Kepala Mata Leher Thorax

normocephali konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik KGB tidak teraba membesar Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-) Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, ronkhi -/Abdomen : datar, supel, hepar dan lien tidak teraba membesar, timpani, bising usus (+) N Ekstremitas : akral hangat, oedem --/--

: : : :

b. Status lokalis Regio genitalia eksterna Inspeksi : tampak meatus uretra eksternus terletak di bagian ventral penis, yaitu 1/3 proximal penis. Palpasi : teraba jaringan yang mengalami penebalan yang menyebar dari meatus uretra eksternus abnormal ke arah glans penis. Nyeri tekan tidak ada.

III.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium 12 Oktober 2011 Hematologi Hemoglobin Leukosit Trombosit Hematokrit Masa perdarahan Masa pembekuan Urine Warna Kekeruhan pH Protein Reduksi Epitel Leukosit Eritrosit Kristal Silinder Serologi HBsAg Kimia darah Ureum Creatinin Asam urat : 22,9 mg/dl : 0,53 mg/dl : 3,72 mg/dl : : kuning : jernih : 7,5 : : : +1 : 1-2/lpb : 0-1/lpb : : : 12,1 g% : 7.700 : 294.000 : 39% : 2 menit : 12 menit

IV.

Diagnosa Kerja Hipospadia 1/3 proximal penile shaft

V.

Tatalaksana Pro release chordae

VI.

SIO Konsultasi dokter spesialis anestesi tanggal 21 Agustus 2010 menyetujui tindakan operasi dengan saran pasien puasa 6 jam sebelum operasi.

VII.

Perencanaan anestesi Pasien direncanakan dilakukan anestesi umum.

VIII.

Kesimpulan ASA 1

C. INTRAOPERASI I. Status Anestesi a. Diagnosa pre operasi b. Jenis operasi c. Teknik anestesi d. Status fisik II. Keadaan selama pembedahan a. b. c. d. e. f. g. Lama operasi Lama anestesi Jenis anestesi Posisi Infus Premedikasi Medikasi : 2 jam 30 menit (10.15 - 12.45 WIB) : 2 jam 40 menit ( 10.05 - 12.45 WIB) : Anestesi Umum dengan teknik LMA no. 4 : Supine : Ringer laktat pada tangan kanan : Miloz 1 mg, Pethidin 10 mg : Propofol 30 mg, KTM 10 mg, Dicynone 250 mg : 500 cc Ringer Laktat : minimal : hypospadia 1/3 proximal penile shaft : release chordae : umum : ASA I

h. Cairan masuk i. Cairan Keluar

III.

Monitoring saat operasi Jam 10.00 10.05 Tindakan Nadi (x/menit)

Pasien masuk ke kamar operasi dan di pindahkan 78 ke meja operasi SPO2 : 99 % Pemasangan monitoring nadi, saturasi oksigen. Infus RL terpasang pada tangan kanan Premedikasi dengan Miloz 1 mg, Pethidin 10 mg Medikasi Propofol 30 mg, KTM 10 mg, Melakukan pemasangan LMA no. 4 Pemberian Oksigen 2 L/menit. Pemberian N2O 2 L/menit Halothane 2 vol% 69 SPO2 : 99 %

10.15 10.30 11.15 11.45

Dilakukan asepsis dan antisepsis lapangan operasi Operasi dimulai Pasien masih dalam keadaan dioperasi Pemberian : Dycinone Pemberian : Ketorolac 30 mg Ondansetron 4 mg Operasi selesai

68 SPO2 : 99 % 77 SPO2 : 99 % 98 SPO2 : 99 % 101 SPO2 : 99% 103 SPO2 : 99 %

12.45 12.50 12.55

Dilakukan tindakan ekstubasi, pemberian oksigen 98 murni 8 L/menit SPO2 : 98 % Pemberian oksigen dihentikan 97 SPO2 : 99 %

IV.

Keadaan setelah pembedahan Nadi : 97 x/m, Saturasi O2 : 99% Penilaian Pemulihan Kesadaran (berdasarkan Skor Aldrete) : Nilai Kesadaran Warna 2 Sadar, orientasi baik Merah muda (pink) tanpa O2, SaO2 > 92 % 4 ekstremitas bergerak 1 Dapat dibangunkan Pucat atau kehitaman perlu O2 agar SaO2 > 90% 2 ekstremitas bergerak Napas dangkal Sesak napas Berubah 20-30 % 0 Tak dapat dibangunkan Sianosis dengan O2 SaO2 tetap < 90% Tak ada ekstremitas bergerak Apnu atau obstruksi Berubah > 50 %

Aktivitas

Dapat napas dalam Batuk Tekanan darah Kardiovaskular berubah 20 % Respirasi Total = 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI Anestesia umum adalah tindakan meniadakan nyeri secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali (reversibel). Komponen anesthesia yang ideal terdiri: 1. hipnotik 2. analgesia 3. relaksasi otot Keadaaan anestesi biasanya disebut anestesi umum, ditandai oleh tahap tidak sadar diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan respon refleks autonom. Jadi pasien tidak boleh memberikan gerak volunteer, tetap perubahan kecepatan pernapasan dan kardiovaskuler dapat dilihat. Keadaan anestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan sebagai tidak adanya nyeri. Keadaan ini dapat ditimbulkan oleh agen narkotika yang dapat menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar. Sebaliknya, barbiturate dan penenang tidak menghilangkan nyeri sampai pasien sama sekali tidak sadar. Banyak teori telah dikemukan, tetapi sampai sekarang belum ada keterangan yang memuaskan bagaimana kerja obat anestetika. Ditinjau dari vaskularisasi, jaringan terbagi atas: 1. kaya pembuluh darah, contoh otak dan organ lainya, misalnya jantung, ginjal, hati dsb. 2. miskin pembuluh darah, contohjaringan lemak, tulang, dsb. Obat anestetika yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestetika ialah jaringan yang kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurun atau hilang, hilangnya rasa sakit, dsb.

Teknik Anestesi Umum Teknik anestesi umum di dunia kedokteran dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu: 1. Parenteral Obat anestesi masuk ke dalam darah dengan cara suntikan IV atau IM. Untuk selanjutnya dibawa darah ke otak dan menimbulkan keadaan narkose. Obat anestesi yang sering digunakan adalah: a. Pentothal
7

Dipergunakan dalam larutan 2,5% atau 5% dengan dosis permulaan 4-6 mg/kg BB dan selanjutnya dapat ditambah sampai 1 gram. Penggunaan: untuk induksi, selanjutnya diteruskan dengan inhalasi. operasi-operasi yang singkat seperti: curettage, reposisi, insisi abses. Cara Pemberian: Larutan 2,5% dimasukkan IV pelan-pelan 4-8 CC sampai penderita tidur, pernapasan lambat dan dalam. Apabila penderita dicubit tidak bereaksi, operasi dapat dimulai. Selanjutnya suntikan dapat ditambah secukupnya apabila perlu sampai 1 gram. Komplikasi: Lokal: Di tempat suntikan, apabila ke luar dari pembuluh darah sakit sekali merah dan bengkak. Tindakan: infiltrasi dengan anestesi lokal dan kompres Menekan pusat pernafasan: Kecepatan menyuntik harus hati-hati jangan sampai pernafasan berhenti. Menekan jantung: Tekanan darah turun sampai nadi tak teraba. Larynx Spasme: Diberi O2 murni, kalau diberi succinyl choline IV 25-50 mg untuk melemaskan spasme sambil dibuat pernafasan buatan. Kontra Indikasi: Anak-anak di bawah 4 tahun Shoch, anemia, uremia dan penderita-penderita yang lemah Gangguan pernafasan: asthma, sesak nafas, infeksi mulut dan saluran nafas Penyakit jantung Penyakit hati Penderita yang terlalu gemuk sehingga sukar untuk menemukan vena yang baik. b. Ketalar (Ketamine) Diberikan IV atau IM berbentuk larutan 10 mg/cc dan 50 mg/cc. Dosis: IV 1-3 mg/kgBB, IM 8-13 mg/kgBB 1-3 menit setelah penyuntikan operasi dapat dimulai.

Komplikasi: menekan pusat pernafasan , tetapi lebih kurang daripada pentothal. merangsang jantung: tekanan darah naik sekresi kelenjar ludah dan saluran pernafasan bertambah Penggunaan: operasi-operasi yang singkat untuk indikasi penderita tekanan darah rendah Kontra Indikasi: Penyakit jantung, kelainan pembuluh darah otak dan hypertensi. Catatan: Oleh karena komplikasi utama dari anestesi secara parenteral adalah menekan pusat pernafasan, maka kita harus siap dengan peralatan dan tindakan pernafasan buatan terutama bila ada sianosis. 2. Perrectal Obat anestesi diserap lewat mukosa rectum kedalam darah dan selanjutnya sampai ke otak. Dipergunakan untuk tindakan diagnostic (katerisasi jantung, roentgen foto, pemeriksaan mata, telinga, oesophagoscopi, penyinaran dsb) terutama pada bayi-bayi dan anak kecil. Juga dipakai sebagai induksi narkose dengan inhalasi pada bayi dan anak-anak. Syaratnya adalah: rectum betul-betul kosong tak ada infeksi di dalam rectum Lama narkose 20-30 menit. Obat-obat yang digunakan: Pentothal 10% dosis 40 mg/kgBB Tribromentothal (avertin) 80 mg/kgBB 3. Inhalasi Obat anesthesia dihirup bersama udara pernafasan ke dalam paru-paru, masuk ke darah dan sampai di jaringan otak mengakibatkan narkose. Obat-obat yang dipakai: a. Induksi halotan. Induksi halotan memerlukan gas pendorong O2 atau campuran N2O dan O2. Induksi dimulai dengan aliran O2 > 4 ltr/mnt atau campuran N2O:O2 = 3:1. Aliran > 4 ltr/mnt. Kalau pasien batuk konsentrasi halotan diturunkan, untuk kemudian kalau sudah tenang dinaikan lagi sampai konsentrasi yang diperlukan.

b. Induksi sevofluran Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %. Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan. c. Induksi dengan enfluran (ethran), isofluran (foran, aeran) atau desfiuran jarang dilakukan karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi lama.

10

BAB III ANALISA KASUS Seorang anak laki laki berusia 9 tahun bersama orang tuanya datang ke poli Bedah umum RSUD Karawang mengeluh kencing menetes. Suhu dalam batas normal. Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik genitalia eksterna, didapatkan muara urethra eksterna di 1/3 proksimal penis. Dari pemeriksaan laboratorium tidak terdapat kelainan apapun. Pasien dianjurkan untuk menjalani operasi, ijin operasi didapatkan dari pasien dan disetujui oleh dokter spesialis anestesi. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, disimpulkan bahwa pasien termasuk ASA I. Menjelang operasi, pasien tampak sakit ringan, tenang, sedangkan nadi, nafas, dan suhunya dalam batas normal. Operasi dilakukan pada tanggal 24 Oktober 2011 pukul 10.15 sedangkan anestesi dimulai pada pukul 10.05 di RSUD Karawang dengan memberikan obat premedikasi miloz 1 mg, phetidin 10 mg selanjutnya obat medikasi profopol 30 mg, KTM 10 mg, serta diberikan anestesi inhalasi dengan pemasangan LMA no. 4, berupa campuran N20 2 L/menit & O2 2 L/menit serta Halothane 2 vol%. Anesthesia dilakukan secara umum dengan suntikan secara intra vena dan inhalasi sesuai indikasinya. Pada predikasi diberikan Miloz dengan dosis anak 0,15 0,2 mg/kgBB intravena sebagai sedasi. Phetidin, dengan dosis anak (1 1,5 mg/kgBB) intravena diberikan untuk menekan tekanan darah dan pernapasan serta merangsang otot polos. Dosis induksi 1 2 mg/ kgBB intravena. Pada medikasi diberikan Propofol yang merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anestesi intravena. Dosis sedasinya 2 3 mg/kgBB. Sebaiknya menyuntikkan obat anestesi ini pada vena besar karena dapat menimbulkan nyeri. KTM diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Halotan merupakan keturunan etan, berbau enak dan tidak merangsang jalan napas sehingga sering digunakan sebagai induksi anestesi kombinasi dengan N2O. Halotan merupakan analgesia lemah, anestesinya kuat, sehingga ideal bila dikombinasi dengan N2O. Dycinone (etamsilat) digunakan sebagai antiperdarahan untuk mencegah dan mengobati perdarahan yang bekerja pada fase vaskuler dari proses hemostasis.

11

Ondansetron adalah antagonis reseptor 5HT yang poten dan selektif. Pemberian obatobat kemoterapi dan radioterapi dapat menyebabkan pelepasan 5HT ke dalam usus halus yang akan merangsang refleks muntah dengan mengaktifkan serabut afferen vagal lewat reseptor 5HT3. Ondansetron menghambat dimulainya refleks ini. Aktivasi serabut afferen vagal juga dapat menyebabkan pelepasan 5HT3 dalam area postrema, yang berlokasi di dasar ventrikel keempat, dan ini juga dapat merangsang emesis melalui mekanisme sentral. Karenanya efek Ondansetron dalam penanganan mual dan muntah yang diinduksi oleh kemoterapi dan radioterapi sitotoksik ini disebabkan oleh antagonisme reseptor 5HT3, pada neuron yang berlokasi di sistem saraf pusat maupun di sistem saraf tepi. Pada percobaan psikomotor, Ondansetron tidak mengganggu kinerja. Ondansetron tidak mengganggu konsentrasi prolaktin dalam plasma. Pencegahan mual dan muntah pasca bedah 4 mg/i.m. sebagai dosis tunggal atau injeksi i.v. secara perlahan. Ketorolak memiliki efek analgetik sama baiknya dengan morfin dengan dosis yang sebanding, tanpa takut terjadinya depresi pemapasan. Hal inilah salah satu sebab dipilihnya ketorolak sebagai analgetik pasca operasi. Ketorolac juga bersifat anti inflamasi sedang. Dosis awal Ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan 1030 mg tiap 4 sampai 6 jam bila diperlukan.

12

Pemberian Cairan Kebutuhan cairan basal (BB = 26 kg) 4 x 10 kg = 40 2 x 10 kg = 20 1 x 6 kg = 6 ----------+ 66 ml/jam Kebutuhan cairan intraoperasi (operasi sedang) 6 x 26 kg = 156 ml/jam Kebutuhan cairan saat puasa (6 jam) 6 x 66 ml/jam = 396 ml

Pemberian cairan pada jam pertama operasi : Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 50% x kebutuhan cairan puasa : 66 + 156 + 198 = 420 ml

Pemberian cairan pada jam kedua operasi : Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa : 66 + 156 + 99 = 321 ml

Pemberian cairan pada jam ketiga operasi : Kebutuhan basal + kebutuhan intraoperasi + 25% x kebutuhan cairan puasa : 66 + 156 + 99 = 321 ml

Kebutuhan cairan selama operasi : (2 Jam 30 menit) Jam I + Jam II + Jam III = 420 ml + 321 ml + x 321 ml

= 900 ml

Cairan yang masuk selama operasi (2 Jam 30 menit) 500 ml Ringer Laktat

13

Allowed Blood Loss 10 % x EBV = 10 % x (75 x 26) = 195 ml Berdasarkan nilai Ht : Ht Pasien Ht target x EBV Ht Pasien 39 (3x8) x (75x26) = 1199 cc 39 Jumlah cairan keluar = darah di kassa sedang 3 buah = 4x20 ml = 80 ml

Maka tidak perlu dilakukan transfusi darah.

Kebutuhan cairan selama operasi + cairan yang harus diberikan sebagai pengganti perdarahan = 900 ml +80 ml = 980 ml. Cairan yang harus diganti di ruang pemulihan (kristaloid)

= 980 ml 500 ml = 480 ml

14

Anda mungkin juga menyukai