SHALAT JAMA
SHALAT JAMA
Shalat JAMA adalah dua shalat yang dikumpulkan dan dikerjakan dalam satu waktu. Hukumnya adalah MUBAH / JAIZ (boleh) apabila sedang dalam keadaan perjalanan (safar). Ulama membagi Shalat Jama kedalam dua macam waktu yaitu: 1. Jama Taqdim, yaitu shalat jama yang dikerjakan pada waktu shalat yang pertama. 2. Jama Takhir, yaitu shalat jama yang dikerjakan pada waktu shalat yang kedua. Shalat yang boleh dijama antara lain: 1. Dzuhur dan Ashar 2. Maghrib dan Isya Selain dari itu maka tidak boleh dijama, misalnya Ashar tidak boleh dijama dengan Maghrib, karena diantara kedua waktu shalat itu terdapat waktu yang haram (dilarang). Begitu pula Isya tidak boleh dijama dengan waktu Subuh. Dan juga Subuh tidak boleh dijama dengan shalat Zuhur karena diantara kedua waktu shalat itu terdapat waktu yang haram (dilarang).
JAMA TAQDIM
Jama Taqdim, yaitu shalat jama yang dikerjakan pada waktu shalat yang pertama. Jama taqdim meliputi: 1. Mengumpulkan shalat Dzuhur dan Ashar, maka dua shalat itu dikerjakan pada waktu Dzuhur. 2. Mengumpulkan shalat Maghrib dan Isya, maka dua shalat itu dikerjakan pada waktu Maghrib. Cara melaksanakan shalat Jama taqdim yaitu dengan mengerjakan shalat sesuai urutan waktu pelaksanaannya. Sehingga shalat Dzuhur harus lebih dulu dikerjakan daripada Ashar, dan shalat Maghrib juga harus lebih dahulu dikerjakan daripada shalat Isya.
JAMA TAKHIR
Jama Takhir, yaitu shalat jama yang dikerjakan pada waktu shalat yang kedua. Jama takhir meliputi: 1. Mengumpulkan shalat Dzuhur dan Ashar, maka dua shalat itu dikerjakan pada waktu Ashar. 2. Mengumpulkan shalat Maghrib dan Isya, maka dua shalat itu dikerjakan pada waktu Isya. Cara melaksanakan shalat Jama Takhir yaitu dengan mengerjakan shalat sesuai urutan waktu pelaksanaannya. Sehingga shalat Dzuhur harus lebih dulu dikerjakan daripada Ashar, dan shalat Maghrib juga harus lebih dahulu dikerjakan daripada shalat Isya.
Penjelasan: Pada saat menjama kita boleh mengqashar (meringkas) shalat fardhu itu menjadi 2 rakaat (kecuali shalat Maghrib). Tetapi apabila kita memiliki banyak waktu dan tidak terlalu tergesa-gesa dalam perjalanan, maka sebaiknya menjama shalat dengan mengerjakannya tunai sebagaimana jumlah rakaat yang difardhukan yaitu 4 rakaat.
SHALAT QASHAR
SHALAT QASHAR
Shalat QASHAR adalah shalat yang diringkas, yaitu meringkas shalat fardhu 4 rakaat menjadi 2 rakaat karena dalam keadaan bepergian pada perjalanan jauh. Hukumnya adalah MUBAH / JAIZ (boleh) apabila sedang dalam keadaan perjalanan (safar). Shalat yang boleh diqashar adalah Dzuhur, Ashar dan Isya, sedangkan Maghrib dan Subuh tidak boleh diqashar.
Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, maka tidaklah mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orangorang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu. [QS:4 An-Nisaa: 101]
[Yala berkata:] Bukankah orang-orang sekarang sudah dalam keadaan aman? Umar menjawab: Saya juga telah terfikir seperti yang kamu fikirkan. Kemudian saya bertanya kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam tentang hal tersebut. Kemudian beliau bersabda: Itu [shalat qashar] adalah sebuah sedekah yang diberikan oleh ALLAH kepada kalian. Oleh karena itu, terimalah sedekah ALLAH tersebut. [HR. Muslim, Abu Dawud, Turmuzi, Nasai dan Ibnu Majah] Dari Ibnu Abbas, dia berkata: ALLAH telah mewajibkan shalat melalui lisan Nabi kita Shallallahu Alaihi wa Sallam sebanyak 4 (empat) rakaat ketika tidak sedang dalam bepergian. Dan 2 (dua) rakaat ketika sedang bepergian, serta hanya 1 (satu) rakaat ketika sedang dalam keadaan khauf (ancaman perang). [HR. Muslim, Abu Dawud, Nasai, dan Ibnu Majah]
PERHATIAN, INI ADALAH IJTIHAD ULAMA. HANYA BOLEH UNTUK SAAT-SAAT TERTENTU SAJA.
QIYAS
Masih ada beberapa hadis lainnya dari Bukhari dan Muslim dengan nada yang sama dengan 2 hadis tadi. Dari 2 (dua) buah hadis itu kemudian ulama mengqiyaskan bahwa tidak mungkin Umar meninggalkan shalat dengan sengaja hanya karena beliau tidak menemukan air. Sedangkan beliau membantah pendapat Ammar tentang tayammum. Umar bin Khattab adalah salah seorang Khulafa ar Rasyid sahabat utama Rasulullah. Jadi pastilah Umar akan membayar shalat yang ditinggalkannya. Meskipun tidak ditemukan hadis yang menjelaskan apakah Umar membayar shalat yang ditinggalkannya dan bagaimana cara membayar shalat yang sengaja ditinggalkan. Tetapi ulama berijtihad bahwa kita boleh mengqadha shalat yang ditinggalkan itu. Dan ijtihad ulama ini diqiyaskan dengan kewajiban mengqadha puasa dari hadis: Dari Ibnu Abbas, bahwa seorang perempuan datang kepada Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan berkata: Sesungguhnya ibuku telah meninggal dunia dan ia mempunyai tanggungan puasa sebulan. Beliau bertanya: Apa pendapatmu jika ibumu mempunyai utang kepada orang lain, apakah engkau akan membayarnya? Ia menjawab: Ya. Beliau bersabda: Utang kepada ALLAH adalah lebih berhak untuk dibayar . [HR. Bukhari, Muslim, Turmuzi, Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad & Ad-Darami]
Wallahu alam.
Cinta Rasul adalah milis wadah bertukar informasi tentang Islam dan pembelajaran serta evaluasi ulang ilmu fiqih Islam yang sudah sejak lama difatwakan oleh ulama-ulama baik dari Mazhab Ahlus Sunnah Wal Jamaah maupun fatwa yang berasal dari ijtihad para ulama lokal Nusantara. Cinta-Rasul@yahoogroups = Moderator Only, Cinta_Rasul@yahoogroups = Public, dan Cinta_Rasul@googlegroups = Archive File. Owner, Tim Penulis dan Moderator CR bukanlah anggota dari suatu organisasi massa Islam manapun, dan sama sekali bukan bagian dari kelompok Khawarij Salafy/Salafyoon. Apabila terdapat kesamaan pembahasan fiqih maka itu hanyalah karena persamaan pengambilan terhadap dalil hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam. Jika terdapat materi Fiqih yang berbeda dengan masyarakat umum dan dipertahankan oleh Owner/Penulis, maka itu hak Owner/Penulis dan jangan diikuti secara taklid buta oleh pembaca. Tradisi dan masyarakat yang diketengahkan oleh Owner/Penulis tentu saja tidak sama dengan masyarakat Indonesia seluruhnya. CR hanyalah sekedar menyampaikan sunnah Rasulullah dengan memilih hadis berdasar tingkat validitas (keabsahannya) yang terbagi pada Shahih, Hasan Shahih, dan Hasan. Selain daripada itu tidak kita sampaikan, kecuali sekedar informasi.