Anda di halaman 1dari 2

Analisa dan Kritik Terhadap Draft RUU Keadilan dan Kesetaraan Gender

oleh: Iwan Januar - LS HTI Rancangan Undang-Undang KKG yang tengah dibahas oleh Komisi VII DPR RI mengandung beragam pembahasan yang mendekonstruksi relasi serta kedudukan pria dan wanita dalam pandangan Islam. Spirit feminisme dan humanisme yang diusung dalam RUU KKG amat kental. Dengan dalih untuk menghilangkan diskriminasi gender, RUU ini mendekonstruksi pandangan Islam tentang peran dan kedudukan pria-wanita. Bila dicermati RUU KKG ini membawa muatan yang bertentangan dengan ajaran Islam selain juga terdapat kontradiksi, dan justru memperparah kedudukan wanita dalam keluarga dan masyarakat. Secara global bahaya yang dikandung dalam RUU KKG adalah sebagai berikut: 1. RUU KKG ini disusun berlandaskan SEKULERISME, karena menghilangkan peran syariat Islam yang telah menata dengan adil relasi pria-wanita dan memberikan kedudukan yang mulia terhadap wanita, baik secara individu, di dalam keluarga dan masyarakat. Hal ini tampak dalam Ketentuan Umum Pasal 1, dimana dinyatakan Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya. Para penyusun RUU KKG ini berarti menyatakan syariat Islam sebagai produk budaya yang dapat diubah sesuai dengan waktu, tempat dan budaya. Padahal syariat Islam adalah wahyu Allah yang tidak akan berubah, bukan hasil konstruksi budaya. 2. RUU KKG ini membawa semangat liberalisme, khususnya bagi kaum wanita untuk melakukan tindakan apapun secara individual. Hal ini bisa dilihat misalnya pada Ketentuan Umum Pasal 1: Poin 2: Kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi mengontrol dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan. Dengan pandangan seperti ini maka RUU KKG telah menempatkan kebebasan dan inividualisme sebagai pedoman dalam bertindak bagi perempuan untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan tanpa memandang halal dan haram. 3. RUU KKG ini juga berpotensi menghancurkan tatanan keluarga yang telah diatur dalam syariat dimana peran suami dan istri, peran ayah dan ibu, telah mendapatkan pengaturan yang mulia sesuai fitrah dan sesuai wahyu Allah SWT. Hal ini terlihat dalam Pasal 12, dimana dinyatakan Memiliki relasi yang setara antara suami dan istri; Atas peran yang sama sebagai orang tua dalam urusan yang berhubungan dengan anak; Menentukan secara bebas dan bertanggung jawab jumlah anak dan jarak kelahiran Atas perwalian, pemeliharaan, pengawasan dan pengangkatan anak Terlihat RUU KKG ini menginginkan peran yang setara bagi pria dan wanita dalam keluarga. Otomatis pengaturan ini menghilangkan peran ayah-ibu dan suami-istri. Dengan demikian RUU KKG ini justru berpotensi merusak tatanan keluarga yang telah diatur dengan adil oleh

syariat Islam, dimana istri tidak perlu mencari nafkah dan diberi peran sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Meski kelihatan adil, faktanya pasal ini akan merusak kehidupan para istri/kaum ibu karena selain diposisikan sebagai ibu mereka juga diberikan peran sebagai pencari nafkah keluarga layaknya suami mereka. Yang berarti menambah beban bagi para wanita. Pasal ini juga berpotensi merusak masa depan anak-anak keluarga muslim karena ibu mereka merasa pengasuhan anak bukan lagi menjadi kewajiban agung baginya, tetapi peran yang bisa dibagi bahkan dialihkan kepada orang lain, termasuk dengan suami mereka.

Anda mungkin juga menyukai