Anda di halaman 1dari 28

BAB II TINJAUAN TEORI

A.

Tinjauan Teori 1. Keputihan a. Pengertian Keputihan Keputihan yang dalam bahasa kedokteran disebut fluor albus, tidak selalu berarti suatu penyakit, jika hanya muncul pada masa-masa tertentu dan tidak terus menerus. Disebut keputihan karena dari vagina keluar cairan yang berlebihan tapi bukan darah dan biasanya sangat mengganggu (Wekasari, 2010). Keputihan adalah semua pengeluaran cairan alat genetalia yang bukan darah. Keputihan bukan penyakit tersendiri, tetapi merupakan manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan (Manuaba,1998:385). b. Klasifikasi Keputihan Menurut Wijayanti (2009:51), keputihan dibagi menjadi 2, yaitu : 1) Keputihan Fisiologis Dalam keadaan normal ada sejumlah sekret yang mempertahankan kelembaban vagina yang mengandung banyak epitel dan sedikit 9

10

leukosit dengan warna jernih. Tanda tanda keputihan normal adalah jika cairan yang keluar tidak terlalu kental, jernih, berwarna putih atau kekuningan jika terkontaminasi oleh udara, tidak disertai rasa nyeri, dan tidak timbul rasa gatal yang berlebih. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya keputihan fisiologis antara lain bayi baru lahir hingga berusia 10 hari yang disebabkan pengaruh hormon estrogen dari ibunya, masa sekitar menarche atau pertama kalinya haid datang, seorang wanita yang mengalami gairah seksual, masa sekitar ovulasi karena adanya produksi kelenjar-kelenjar pada mulut rahim, pada wanita hamil disebabkan karena meningkatnya suplai darah ke vagina dan mulut rahim sehingga terjadi penebalan dan melunaknya selaput lendir vagina, akseptor kontrasepsi pil dan IUD, serta seorang wanita yang menderita penyakit kronik atau pada wanita yang mengalami stress. 2) Keputihan Patologis Menurut Manuaba (1998:386), pada keputihan patologis cairan yang keluar mengandung banyak leukosit. Tanda-tanda keputihan patologis antara lain cairan yang keluar sangat kental dan berubah warna, bau yang menyengat, jumlahnya yang berlebih dan menyebabkan rasa gatal, nyeri serta rasa sakit dan panas saat berkemih. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keputihan

11

patologis antara lain benda asing dalam vagina, infeksi vaginal yang disebabkan oleh kuman, jamur, virus dan parasit serta tumor, kanker dan keganasan alat kelamin juga dapat menyebabkan terjadinya keputihan. c. Penyebab terjadinya Keputihan Dengan memperhatikan cairan yang keluar, terkadang dapat diketahui penyebab keputihan. Penyebab keputihan tersebut antara lain (Wijayanti, 2009:53): 1) Infeksi Gonore menghasilkan cairan kental, bernanah dan berwarna kuning kehijauan. 2) Parasit Trichomonas Vaginalis menghasilkan banyak cairan, berupa cairan encer berwarna kuning kelabu. 3) Keputihan yang disertai bau busuk dapat disebabkan oleh kanker. 4) Kelelahan yang sangat. Menurut Maulana (2008:54-58), keputihan yang keluar dari mulut rahim dikenal dengan serviks sensitis atau radang mulut rahim. Hal ini sering menyerang wanita usia reproduksi dan biasanya akibat jamur (kandidiosis), bakteri (vaginosis), parasit (trikomoniasis), atau bakteri lain seperti berbagai kokus (coccen). Bakteri vaginosis merupakan infeksi vaginal yang sering disebabkan oleh bakteri seperti Grandnerella vaginalis. Ini disebabkan oleh banyaknya kontak bacterial dengan vagina, melalui hubungan

12

seksual, ataupun karena kebersihan yang kurang. Sering kali bacterial vaginosis ini disebabkan oleh teknik cebok yang salah, bahkan menyemprotkan air ke arah vagina memungkinkan terjadinya bakterial vaginosis. Biasanya dicirikan dengan adanya noda putih hingga kekuningan dengan bau kurang sedap, dan terasa gatal pada daerah kemaluan. Keputihan karena parasit sepeti Trichomonas vaginalis bisa menyerang wanita maupun pria. Trichomonas biasanya berpindah melalui hubungan seksual, juga dapat berpindah jika seseorang bergantian mengunakan handuk atau underwear. Biasanya keputihan akibat Trichomonas ini terlihat seperti busa dan memiliki bau tak sedap dan mungkin ada sedikit rasa gatal dan kemerahan di sekitar vagina. Keputihan yang disebabkan oleh jamur kandida, biasanya bukan karena ditularkan oleh hubungan seksual, meskipun hal itu bisa saja terjadi. Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan flora vagina. Dalam keadaan normal vagina terdiri atas sedikit jamur dan bakteri perusak, namun jika keduanya tidak seimbang, akan menyebabkan jamur terlalu banyak tumbuh dan menyebabkan peradangan vagina (vaginitis). Ketidakseimbangan ini bisa jadi karena yang bersangkutan sedang hamil, memiliki penyakit diabetes, meminum pil KB,

13

antibiotik, atau sering melakukan pembersihan vagina dengan cairan pembersih yang sekarang dijual bebas. Keputihan yang disebabkan jamur ini terlihat agak tebal dan kental atau bisa juga terlihat lebih tipis dan seperti susu putih yang basi. Keputihan ini bisa jadi kehijauan, dapat menimbulkan rasa gatal, kemaluan bisa berwarna merah dan bengkak. Penyebab terjadinya keputihan yang lainnya menurut Clyton (1986:34-37) adalah : a) Penggunaan celana dalam yang tidak menyerap keringat Jamur tumbuh subur pada keadaan yang hangat dan lembab. Celana dalam yang terbuat dari nilon tidak menyerap keringat sehingga menyebabkan kelembaban. Campuran keringat dan sekresi alamiah vagina sendiri mulai bertimbun, sehingga membuat selangkangan terasa panas dan lembab. Keadaan ini menjadi tempat yang cocok untuk pertumbuhan jamur kandida dan bakteri lain yang merugikan. b) Penggunaan celana panjang yang ketat Celana panjang yang ketat juga dapat menyebabkan keputihan karena merupakan penghalang terhadap udara yang berada di sekitar daerah genetalia dan merupakan perangkap keringat pada daerah selangkangan. Bila pemakaian jeans digabungkan dengan celana nilon di bawahnya, efeknya sangat membahayakan.

14

c) Penggunaan Deodoran Vagina Deodoran vagina sebenarnya tidak perlu karena dapat mengiritasi membran mukosa dan mungkin menimbulkan keputihan.

Deodoran tidak dapat bekerja semestinya karena deodoran tidak mempengaruhi kuman kuman di dalam vagina. Deodoran membuat vagina menjadi kering dan gatal serta dapat

menyebabkan reaksi alergi. Mandi dengan busa sabun dan antiseptik sebaiknya dihindari karena alasan yang sama. Keduanya dapat mematikan bakteri alamiah dalam vagina dengan cara yang mirip dengan antibiotika. d) Asupan gizi Diet memegang peranan penting untuk mengendalikan infeksi jamur. Dengan makan makanan yang cukup gizi kita bisa membantu tubuh kita memerangi infeksi dan mencegah keputihan vagina yang berulang. Hindari makanan yang banyak mengandung karbohidrat dengan kadar gula tinggi seperti, tepung, sereal dan roti. Makanan dengan jumlah gula yang berlebihan dapat menimbulkan efek negatif pada bakteri yang bermanfaat yang tinggal di dalam vagina. Selaput lendir dinding vagina mengeluarkan glikogen, suatu senyawa gula. Bakteri yang hidup di vagina disebut lactobacillus (bakteri baik) meragikan gula ini menjadi asam laktat. Proses ini menghambat pertumbuhan jamur

15

dan

menahan

perkembangan

infeksi

vagina.

Gula

yang

dikonsumsi berlebihan dapat menyebabkan bakteri lactobacillus tidak dapat meragikan semua gula ke dalam asam laktat dan tidak dapat menahan pertumbuhan penyakit, maka jumlah gula menjadi meningkat dan jamur atau bakteri perusak akan bertambah banyak. Keputihan tetap terkendali bila makanan yang dikonsumsi adalah karbohidrat dengan kadar gula yang rendah misalnya kol, wortel, ketimun, kangkung, bayam, kacang panjang, tomat dan seledri. Makanan ini rendah dalam kalori dan banyak mengandung vitamin dan mineral. d. Akibat yang sering terjadi karena keputihan Akibat yang sering ditimbulkan karena keputihan adalah sebagai berikut: 1) Gangguan Psikologis Respon psikologis seseorang terhadap keputihan dan akan

menimbulkan

kecemasan

yang berlebihan

membuat

seseorang merasa kotor serta tidak percaya diri dalam menjalankan aktifitasnya sehari hari (Manuaba, 1998). 2) Infeksi alat alat genetalia, menurut Manuaba (1998:405-408): a) Vulvitis Sebagaian besar dengan gejala keputihan dan tanda infeksi lokal, penyebab secara umum jamur. Bentuk vulvitis adalah

16

infeksi kulit berambut dan infeksi kelenjar bartholini. Infeksi kulit berambut terjadi perubahan warna, membengkak, terasa nyeri, kadang kadang tampak bernanah dan menimbulkan kesukaran bergerak. Infeksi kelenjar bartholini terletak di bagian bawah vulva, warna kulit berubah, membengkak, terjadi penimbunan nanah di dalam kelenjar, penderita sukar untuk berjalan dan duduk karena sakit. b) Vaginitis Vaginitis merupakan infeksi pada vagina yang disebabkan oleh berbagai parasit atau jamur. Infeksi ini sebagian besar terjadi karena hubungan seksual. Tipe vaginitis yang sering dijumpai adalah vaginitis candidiasis dan trikomonalis vaginalis. Vaginitis candidiasis merupakan keputihan kental bergumpal, terasa sangat gatal dan mengganggu, pada dinding vagina sering dijumpai membran putih yang bila dihapus dapat menimbulkan perdarahan, sedangkan trikomonalis vaginalis merupakan keputihan yang encer sampai kental, kekuningan, gatal dan terasa membakar serta berbau. c) Serviksitis Serviksitis merupakan infeksi dari servik uteri. Infeksi serviks sering terjadi karena luka kecil bekas persalinan yang tidak dirawat dan infeksi karena hubungan seksual. Keluhan yang

17

dirasakan terdapat keputihan, mungkin terjadi kontak bleeding saat berhubungan seksual. d) Penyakit radang Panggul (Pelvic Inflammantory Disease) Penyakit radang Panggul merupakan infeksi alat genetalia bagian atas wanita, terjadi akibat hubungan seksual. Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun atau akhirnya akan menimbulkan terjadinya berbagai perlekatan penyulit sehingga yang berakhir dengan

dapat

menyebabkan

kemandulan. Tanda-tandanya yaitu nyeri yang menusuk-nusuk di bagian bawah perut, mengeluarkan keputihan dan bercampur darah, suhu tubuh meningkat dan pernafasan bertambah serta tekanan darah dalam batas normal. Penentuan jenis infeksi genetalia ini lebih akurat bila dilakukan pemeriksaan pap smear untuk memungkinkan keganasan (Manuaba, 1998:386). e. Cara pencegahan dan penanganan pada keputihan Menurut Kinanti (2009:21), tinggal di daerah tropis yang cukup panas membuat tubuh kita sering berkeringat. Keringat ini meningkatkan kadar kelembaban tubuh, terutama sekali pada organ intim yang tertutup dan berlipat. Hal ini menyebabkan bakteri mudah berkembang dan ekosistem di vagina terganggu sehingga

menimbulkan bau tidak sedap serta infeksi, oleh karena itu

18

keseimbangan ekosistem vagina harus dijaga. Ekosistem vagina adalah lingkaran kehidupan yang ada di vagina. Ekosistem ini dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu estrogen dan laktobasilus ( bakteri baik), jika keseimbangan ini terganggu, bakteri laktobasilus akan mati dan bakteri phatogen akan tumbuh sehingga tubuh akan rentan terhadap infeksi. Menurut Wijayanti (2009:55-56), ada beberapa cara untuk menghindari terjadinya keputihan, antara lain : 1) Pencegahan a) Personal Hygene yaitu kebersihan pada alat kelamin wanita berarti bersih dari kotoran seperti membasuh vagina dengan air hangat, cuci tangan sebelum menyentuh vagina. b) Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak merusak kestabilan pH di sekitar vagina. Salah satunya produk pembersih yang terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga keseimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan menekan pertumbuhan bakteri yang tidak bersahabat. Sabun antiseptic umumnya bersifat keras, sehingga tidak menguntungkan bagi kesehatan vagina dalam jangka panjang. c) Hindari pemakaian bedak/deodoran vagina yang tujuannya agar vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki

19

partikel partikel halus yang mudah terselip di sana sini dan akhirnya mengundang jamur dan bakteri bersarang di vagina. d) Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab, usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. e) Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun. Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana di sekitar organ intim panas dan lembab. f) Pakaian luar juga diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena pori porinya sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non jeans agar sirkulasi udara di daerah organ intim bergerak leluasa. g) Ketika haid sering sering untuk berganti pembalut. h) Panthyliner sebaiknya digunakan pada saat keputihan banyak saja atau pada saat berpergian, dan sebaiknya jangan memilih panthyliner yang berparfum karena dapat menimbulkan iritasi kulit. 2) Penanganan Menurut Wijayanti (2009:38-39), penanganan

keputihan dapat dilakukan dengan penggunaan produk pembersih daerah intim kewanitaan. Fungsinya untuk menjaga kebersihan dan mematikan bakteri jahat di dalam vagina. Dari sekian banyak

20

merek produk yang beredar, rata rata mempunyai tiga bahan dasar, yaitu : a) Pertama, yang berasal dari ekstrak daun sirih (piper battle L) yang sangat efektif sebagai antiseptik, membasmi jamur candida Albicans dan mengurangi sekresi cairan pada vagina. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Amir Syarif

menyebutkan bahwa, dalam pengobatan keputihan dengan menggunakan daun sirih, 90 persen dinyatakan sembuh. Tetapi jika pembersih berbahan daun sirih ini digunakan dalam waktu lama, semua bakteri di vagina ikut mati termasuk bakteri laktobasilus, sehingga ekosistem dalam vagina menjadi terganggu dan rentan terhadap infeksi b) Kedua, produk pembersih wanita yang mengandung bahan Povidone Iodene. Bahan ini merupakan anti infeksi untuk terapi jamur dan berbagai bakteri. Efek samping produk yang mengandung bahan ini adalah dermatitis kontak sampai reaksi alergi yang berat. c) Ketiga, produk yang merupakan kombinasi laktoserum dan asam laktat yang bermanfaat untuk mengurangi keputihan dan menghambat pertumbuhan jamur. Laktoserum ini berasal dari hasil fermentasi susu sapi dan mengandung senyawa laktat, lactose serta nutrisi yang diperlukan untuk ekosistem vagina,

21

sedangkan asam laktat berfungsi untuk menjaga tingkat pH di vagina. Penanganan dengan pemeriksaan rutin seprti pap smear oleh dokter sangat dianjurkan untuk menjaga kesehatan secara menyeluruh. Perawatan kesehatan reproduksi dan seksual untuk perempuan dikenal dengan sebutan ginekologi. Pemeriksaan ginekologi secara rutin bermanfaat untuk : mencegah berbagai penyakit dan keluhan yang berhubungan dengan reproduksi, memberikan deteksi dini pada penyakit kanker payudara dan leher rahim, mendeteksi secara dini penyakit menular seksual dan kondisi lain sebelum menimbulkan dampak yang lebih berbahaya (Kinanti, 2009:25). f. Perawatan organ kewanitaan Secara umum, menjaga kesehatan berawal dari menjaga kebersihan, terutama pada organ-organ seksual termasuk vagina. Perawatan yang dapat dilakukan untuk mencegah bakteri jahat yang tumbuh kembali dalam vagina, yang dapat menyebabkan terjadinya keputihan yaitu 1) membersihkan alat kelamin dengan benar yaitu selalu membersihkan dari arah depan ke belakang setelah berkemih ataupun buang air besar. Bila ke arah kebalikannya maka infeksi bakteri akan mudah masuk ke vagina dan menyebabkan infeksi; 2)

22

selalu keringkan daerah vagina sebelum berpakaian; 3) memilih pakaian dalam yang terbuat dari katun; 4) mencukur sebagian rambut pubis untuk menghindari kelembaban yang berlebihan di daerah vagina; 5) menghindari faktor risiko infeksi seperti berganti-ganti pasangan seksual, serta pemeriksaan ginekologi secara teratur; 6) memperhatikan keseimbangan makanan dalam tubuh agar menjaga kestabilan pH dalam vagina tetap terjaga (Ririn, 2005). 2. Perilaku a. Pengertian Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuhtumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktifitas masing-masing. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah tindakan atau aktifitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003:114).

23

Skiner (1983) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena itu terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori Skiner ini disebut teori S-O-R atau stimulus Organisme- Respon. Skiner membedakan dua respon, yaitu : 1) Respondent respon atau refleksif, yaitu respon yang ditimbulkan oleh rangsangan rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respon respon yang relative tetap, misalnya makanan yang lezat menimbulkan keinginan kita untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta, dan sebagainya. 2) Operant respon atau instrumental respon,yaitu respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik kemudian mendapat penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka

24

petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melakukan tugasnya. Menurut Notoadmodjo (2007:44) dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku respon seseorang terhadap stimulus dapat dibedakan menjadi 2, yaitu: 1) Perilaku tertutup (Convert behavior) Perilaku dalam bentuk terselubung atau tertutup (Convert). Respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati dengan jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut Convert behavior atau Unobservable behavior, misalnya seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan, seorang pemuda tahu bahwa HIV/AIDS dapat menular melalui hubungan seksual, dan sebagainya. 2) Perilaku terbuka (Overt behavior) Respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut Overt behavior, tindakan nyata atau praktek misalnya, seorang ibu memeriksakan kehamilannya atau membawa anaknya ke Puskesmas untuk

25

diimunisasi, penderita TB paru minum obat secara teratur dan sebagainya. b. Perilaku Kesehatan Berdasarkan batasan perilaku dari Skiner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau obyek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makan dan minuman, serta lingkungan. Dari batasan ini, perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok (Notoatmodjo, 2003:117). 1) Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) Adalah perilaku atau usaha usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila mana sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek. Pertama adalah perilaku pencegahan penyakit dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bila mana telah sembuh dari penyakit. Kedua adalah perilaku peningkatan kesehatan apabila seseorang dalam keadaan sehat. Dan yang ketiga adalah perilaku gizi (makanan) dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan seseorang, bahkan

26

dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut. 2) Perilaku pencarian pengobatan Adalah upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri. 3) Perilaku kesehatan Lingkungan Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik

lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempengaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak merusak kesehatannya sendiri, keluarga dan masyarakat. Misalnya mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah dan sebagainya. c. Determinan dan Perubahan Perilaku Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultasi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Beberapa teori mengungkap determinan perilaku dari analisis faktor- faktor yang mempengaruhi perilaku, khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, antara lain teori Lawrence Green (1980), Snehandu B Kar (1983) dan WHO (1984).

27

1) Teori Lawrence Green Dalam teorinya mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat

dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor di luar perilaku (non- behavior causes). Selanjutnya perilaku itu terbentuk dari 3 faktor. Pertama, faktor faktor presdisposisi (predisposing factors) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. Kedua, faktor - faktor pendukung (enabling factors) yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan, misalnya

Puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi dan sebagainya. Ketiga, faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. 2) Teori Snehandu B.Kar Dalam teorinya mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik-tolak bahwa perilaku itu merupakan fungsi dari niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan kesehatan

(behavior intention), dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social support), ada atau tidaknya informasi tentang kesehatan

28

atau fasilitas kesehatan (accessibility of information), otonomi pribadi yang bersangkutan dalam hal mengambil tindakan atau keputusan (personal autonomy) dan situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action situation). 3) Teori WHO (Wold Health Organisation) Tim kerja dari WHO menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 6 alasan pokok, yaitu pengetahuan, kepercayaan, sikap, orang penting sebagai referensi, sumber-sumber daya (resources) dan

kebudayaan (Notoatmodjo,2003:164-167). 3. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah sesuatu yang diketahui (Depdiknas, 2001). Sesuatu obyek yang dapat diukur dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner atau tes wawancara (Notoatmodjo, 2002). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan adalah sesuatu yang dapat diketahui akibat proses penginderaan yang dapat diukur dengan tes wawancara atau menggunakan kuesioner. b. Manfaat pengetahuan Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior), dari

29

pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan, sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni: 1) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu. 2) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus. 3) Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru. 5) Adoption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses ini didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama. Jadi pentingnya pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga perilaku itu langgeng (Notoatmodjo, 2003).

30

c. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2003:122) yaitu : 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. 2) Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3) Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

31

Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan-perhitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) didalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan. 4) Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya. 5) Sintesis (Syntesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun informasi baru dari formulasiformulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat

merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan, dan sebagainya.

32

6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan jastifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada. d. Faktor faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan Menurut Notoatmodjo (2003), faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan antara lain adalah 1) Pendidikan Pendidikan memegang peranan penting pada setiap perubahan perilaku untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Dengan tingginya pendidikan yang ditempuh diharapkan tingkat

pengetahuan seseorang akan bertambah sehingga memudahkan dalam menerima atau mengadopsi perilaku yang positif. 2) Pengalaman Pengalaman merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam masalah permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

33

3) Orang Tua Peran orang tua dalam mendidik anak sangat menentukan arah pengetahuan anak. Hal ini dikarenakan mereka akan meminta pendapat jika ada masalah dengan orang terdekatnya.

Pendampingan dari orang - orang terdekat (khususnya orang tua) sangat penting agar remaja mendapat pengetahuan dan bimbingan penanganan cara yang baik. Tentu saja, para orang tua sebaiknya dapat meningkatkan wawasan dan pengetahuan untuk mengetahui cara penanganan yang baik terlebih dahulu. 4) Media masa dan buku Merupakan sumber informasi atau yang mudah dijangkau oleh semua kalangan dan sangat bermanfaat untuk meningkatkan pengetahuan 5) Petugas Kesehatan Petugas kesehatan merupakan sumber pemberi informasi penting untuk meningkatkan pengetahuan. Karena petugas kesehatan dapat merubah informasi yang salah dalam masyarakat. 6) Sosial ekonomi Faktor sosial ekonomi adalah tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan. Hal ini juga mempengaruhi tingkat pengetahuan, karena jika seseorang dengan tingkat sosial yang rendah akses untuk mendapatkan informasi sangat minimal

34

dibanding dengan seseorang yang status ekonominya tinggi, karena akses informasi memerlukan biaya untuk mendapatkannya sebagai contoh adalah koran dan internet. e. Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden, ke dalam pengetahuan yang ingin kita ketahui atau ukur yang dapat kita sesuaikan dengan tingkat pengetahuan (Notoatmodjo,2003). Sebagian besar penelitian umumnya menggunakan kuesioner sebagai metode yang dipilih untuk mengumpulkan data. Kuesioner atau angket memang mempunyai banyak kebaikan sebagai instrumen pengumpulan data. Untuk memperoleh kuesioner dengan hasil yang mantap adalah dengan proses uji coba. Dalam uji coba, responden diberi kesempatan untuk memberikan saran saran perbaikan bagi kuesioner yang diujicobakan itu (Arikunto,2006:225-226).

35

B. Kerangka Teori Predisposing Factor: 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Keyakinan

Enabling factor: Tersedia atau tidak tersedianya sarana kesehatan, misalnya Puskesmas, Obatobatan,dan sebagainya.

PENANGANAN KEPUTIHAN

Reinforcing Factor: Sikap petugas kesehatan, dan orang tua.

Gambar 2.1 : Kerangka Teori Sumber : Modifikasi Teori Perilaku Lawrence Green (Notoatmodjo,2005:59-60)

36

C. Kerangka Konsep

Variabel Bebas Pengetahuan Tentang Keputihan

Variabel Terikat Penanganan Keputihan

Gambar 2.2 : Kerangka Konsep

D. Hipotesis Ada hubungan antara pengetahuan tentang keputihan dengan penanganan keputihan pada siswi pondok pesantren Darul Hasanah Demak.

Anda mungkin juga menyukai