Anda di halaman 1dari 10

Gerakan Pro-Demokrasi Indonesia dan Difusi Transnasional dari Ide Demokratik Indonesia telah mengalami perjalanan dan proses

politik yang panjang. Sehingga dapat dikatakan wajar jika setiap orang memiliki frame tersendiri dalam menganalisa politik Indonesia. Fokus analisa terlihat mengalami perbedaan dan perkembangan pada fokusnya. Jika kita melakukan flashback, terlihat bahwa fokus awal analisa politik terletak pada masyarakat; kemudian melangkah ke ranah negara dengan bahasan state qua state dan beamtenstaat; kemudian beralih pada struktur yang membingkai negara melalui kapitalisme; hingga pada penyertaan aktor lain dalam proses politik. Lebih detailnya, pembahasan beranjak pada level relasi antar aktor melalui patron klient yang dibangun. Pembahasan mengenai politik Indonesia semakin berkembang dan fokusnya mengalami perubahan seiring berjalannya waktu. Hal ini dapat diamati dari tulisan Andrews Uhlin yang membahas tentang Gerakan Pro-Demokrasi Indonesia dan Difusi Transnasional dari Ide Demokratik. Secara umum Uhlin melihat politik Indonesia berdasarkan ide- ide yang tumbuh dan berkembang menjadi gelombang demokrasi. Ide inilah yang berpengaruh secara signifikan terhadap demokratisasi dan kelanggengan negara. Ia melihat bahwa difusi transnasioal dari ide demokratik sering diartikan sebagai aspek yang menarik dari gelombang ketiga demokratisasi. Kemudian ia memfokuskan analisanya pada seleksi dari ide-ide eksternal yang dibuat oleh aktoraktor gerakan pro demokrasi pada negara penerima. Hal ini juga menunjukkan bahwa terdapat berbagai macam ide yang tersebar di Indonesia, namun pada kenyataannya terdapat beberapa ide tidak diadopsi. Guna memahami proses difusi transnasional dari ide demokrasi, Uhlin sengaja mengambil studi kasus di Indonesia. Ia mulai dengan analisanya dimana sejak 1988-1989, negara berada pada fase transisi ditandai dengan adanya konflik di dalam tubuh elit penguasa dan meningkatnya berbagai tekanan untuk memperjuangkan demokrasi. Dalam masa inilah para aktifis dan para intelektual sangat aktif dalam melihat ide-ide baru, taktik serta strategi. Mereka mempelajari proses demokratisasi dan pergolakan demokrasi di negara-negara lain. Gerakan pro-demokrasi yang di dalamnya terdapat kelompok elit dan intelektual, generasi tua dari NGOs, aktifis mahasiswa, dan NGOs pro-demokrasi baru dan hak asasi manusiamulai menguat di Indonesia. Terdapat berbagai variasi gagasan demokrasi diantara mereka, tapi seluruh gerakan pro-demokrasi mempunyai basic tujuan untuk memperoleh pengakuan terhadap

hak asasi manusia ( mencakup kebebasan berorganisasi dan kebebasan berekspresi ), penegakan hukum, proses eleksi yang fair, pereduksian kekuatan politik militer.Terdapat berbagai macam ide demokrasi, seperti radikal, liberal, konservatif, dan juga Islam demokrasi. Perlu diperhatikan bahwa banyak para aktivis yang mendasarkan argumentasinya pada perubahan, dengan berlandaskan prinsip dan nilai yang terdapat dalam agama Islam. Islam dinilai dapat mempromosikan demokrasi, seperti ia mempromosikan non demokrasi. Dalam tulisannya, Uhlin menunjukkan adanya perubahan fundamental dengan cara membandingkan wacana demokrasi tertentu dengan wacana pada tahun 1950an. Seperti ide demokrasi yang kurang lebih tidak muncul pada tahun 1950an, kini justru menjadi tema umum. Aktivis yang pada tahun 1960- awal 1970 yang dulu mendukung pemerintahan otoriter, namun kini berbalik memperjuangkan demokrasi. Aktivis kiri tahun 1965- 1966 tidak banyak menunjukkan kepentingannya pada tahun 1980, tapi mereka bersiap memperjuangkan demokrasi liberal dengan lainnya. Dari pemaparan diatas dapat dilihat bahwa terdapat perubahan signifikan terkait ide demokrasi di Indonesia. Uhlin menganalisa bahwa perbedaan ini dipengaruhi oleh peristiwa yang terjadi di luar negeri yang mempengaruhi pemikiran dan tindakan para aktivis dan intelektual. Setelah perang dunia II, anti-kolonialisme menjadi topik hangat di dunia ketiga dan dilihat sebagai arus sejarah di Indonesia. Di akhir tahun 1980 dan di awal tahun 1990, antiauthoritarianisme, demokrasi dan hak asasi manusia direpresentasikan menjadi arus sejarah baru. Uhlin juga berpendapat bahwa aspek ini bukan hanya sebagai akibat dari kejadian dan ideide yang berasal dari sisi luar Indonesia, tetapi lebih pada aspek politik, ekonomi, dan pembangunan social yang ada. Hal ini dikarenakan kekuatan gelombang demokratisasi di Indonesia dimotivasi oleh situasi domestik, dimana adanya rejim otoritarian. Lebih jauhnya, rejim otoritarian tidak memiliki warisan kultural mendalam jika dibandingkan dengan demokrasi. Faktor domestik lainnya adalah menguatnya kelas menengah, konflik elit penguasa, dan kerja keras untuk melawan otoritarianisme. Uhlin menegaskan bahwa peristiwa di luar negeri hanyalah sebagai sumber inspirasi yang menunjukkan bahwa perubahan itu mungkin terjadi. Contohnya adalah pembongkaran tembok Berlin dan kekuatan massa di Filipina, yang tentunya telah menguatkan semangat demokrasi di Indonesia. Telah disinggung di atas bahwa peristiwa luar negeri menjadi sumber inspirasi gerakan di Indonesia. Disinilah pelajaran mulai dipetakan dan ide demokrasi diadopsi. Studi yang dilakukan Uhlin menunjukkan bahwa tidak hanya ide liberal dari Barat saja yang diadopsi, namun pada

kenyataannya banyak ide liberal yang ditolak oleh gerakan pro demokrasi di Indonesia yang mana telah mengadopsi ide lain dari wacana demokrasi lainnya. Kejelasan pola yang terjadi yaitu keruntuhan rejim otoritarian di negara yang otoriter lebih banyak diadopsi daripada ide untuk membangun demokrasi di negara yang telah demokratis. Ini bukan hal yang aneh, karena keruntuhan rejim otoritarian adalah kebutuhan yang mendesak saat itu. Tabel 4 : contoh dari pengaruh asing pada wacana demokrasi yang berbeda di Indonesia Wacana Marxis Aktor Utama bagian dari gerakan mahasiswa dan beberapa pro demokrasi baru dan LSM hak Populisme kiri manusia Sebagian demokrasi Feminisme Beberapa perempuan aktifis pelajar Sosial demokrasi Generasi dari LSM Politik liberalisme Generasi elite Ekonomi liberalisme pembangkang Pengusaha yang Liberalisasi independen dan politik Barat lama Ide negara kesejahteraan lama Hak hak Barat asasi besar Kekuatan perubahan adalah mungkin kesetaraan dan gender Filiphina, korea Sejak 1986 selatan, dll. Asia Asia tenggara,dan Asia barat tentang Eropa Selatan, Sejak 1970-an, eropa Contoh Ide Demokrasi liberal yang layak didukung Sumber Utama Filiphina Periode Sejak 1980-an akhir

dari gerakan pro rakyat

meningkat sejak akhir 1980an Sejak (juga 1970an pra

kemerdekaan) Sejak akhir abad 19, diintensifkan sejak 1989 Sejak 1980an. tahun

dari LSM dan individu

beberapa konservatisme Islam modern ekonom Elite

memperkuat pasar Kapitalisme dan Barat Sejak 1960an muslim Sejak akhir abad 19 Muslim, Sejak 1970an

pembangkang stabilitas sosial Bagian dari Politik Islam Barat, ICMI, generasi medukung dunia tua LSM Beberapa intelektual muslim Beberapa intelektual muslim, pelajar aktifis LSM demokrasi Nilai Islam Dunia mendukung barat

Islam modern Islam

neo

demokrasi Gagaran tentang Negara muslim, Sejak 1980an tranformasi aktifis ekonomi dan sosial barat dan amerika latin dan

tranformasi

Gerakan pro demokrasi telah mengadopsi berbagai wacana demokrasi, sehingga tentulah menimbulkan efek tersendiri. Ide-ide pemikiran Marxis telah diadopsi dan diterapkan lebih dari satu abad di Indonesia. Eropa dan China adalah sumber pemikiran dari ide-ide tersebut. Pengaruh asing yang mengesankan pada wacana Marxist di Indonesia selama akhir dekade ini adalah bagaimanapun ide liberal demokrasi lebih layak untuk diperjuangkan. Kaum Marxist harus membentuk aliansi dengan kaum borjuis yang demokratis. Wacana demokrasi populis kiri umumnya terdapat pada sebagian besar gerakan pro demokrasi, terutama di kalangan aktivis mahasiswa, buruh, aktivis petani tetapi juga dikalangan LSM dan bahkan antara para elit pembangkang tertentu. Sejak 1986 ketika revolusi kekuatan rakyat di filiphina terjadi, dampak utamanya telah mendorong gagasan bahwa perubahan mungkin terjadi dan ide tentang kekuatan rakyat. Ide tersebut telah tersebar luas terutama melalui perbandingan dengan negara negara lain (terutama filiphina, korea selatan dan negara negara eropa timur). Hal ini bisa terjadi karena media meliput peristiwa tersebut. Wacana feminis memiliki aktor aktor utama, yaitu aktifis perempuan dan sebagian kecil dari gerakan mahasiwa yang nampaknya lebih terinspirasi dari negara bagian selatan dan asia tenggara, daripada dari barat. ide tentang kesetaraan gender diadopsi dan disesuaikan melalui

hubungan aktifis perempuan di negara negara lain dan melalui membaca literatur feminis. proses ini terjadi sejak 1970an dan semakin terlihat sejak ahir 1980an. Wacana demokrasi sosial, umumnya dipelopori oleh kalangan generasi tua aktifis LSM yang telah dipengaruhi oleh ide ide negara kesejahteraan dan kombinasi persamaan sosial dan ekonomi pasar. Wacana ini didapat dari negara negara di utara dan barat eropa. Interaksi diantara aktivis LSM dengan sosial demokrat Eropa telah terjadi sejak 1970an dan meningkat pada tahun 1980an khususnya melalui International NGO Forum On Indonesian Development (INFID). Ada juga pengaruh sosial demokratik yang kuat dari Eropa, yaitu pada saat pra kemerdekaan republik Indonesia, misalnya wakil presiden pertama Muhammad Hatta sangat dipengaruhi oleh demokrasi sosial Eropa. Ide tentang hak individu telah mempengaruhi wacana demokrasi politik liberal di indonesia sejak zaman kolonialime. Interaksi transnasional LSM telah berdampak pada wacana liberal. Ide ide liberal dari barat lebih banyak diadopsi sejak kehancuran rezim komunis di Eropa timur pada tahun 1989, meskipun di indonesia banyak aktor pro demokrasi menolak jika dicap sebagai liberal. Bagaimanapun, sebuah wacana demokrasi liberal ditemukan diantara banyak aktifis LSM dan elit pembangkang, dan juga bagian bagian dari gerakan mahasiswa. Ada dukungan yang kuat untuk ide liberal diantaranya berasal dari kelas menengah terutama dikalangan jurnalis dan intelektual lainnya. Wacana demokrasi ekonomi liberal sebagian besar ditemukan antara para penguasaha independen dan beberapa ekonom terkemuka. Kelompok kelompok ini memiliki kepentingan dalam liberalisasi ekonomi, yaitu untuk melindungi kaum borjuis dan menyingkirkan negara. Oleh karena itu mereka sangat cepat untuk mengadopsi ide ide neo-liberalisme tentang hubungan antara liberalisasi politik yang terbatas dan liberalisasi ekonomi yang disebarkan kebanyakan oleh ekonom Amerika dan Eropa, terutama oleh World Bank dan IMF. Wacana demokrasi konservatif ditemukan antaranya beberapa elit pembangkang dan kelas menengah yang berpotensi sangat kuat, termasuk penguasaha idependen dan bahkan beberapa orang didalam rezim otoriter yang telah dipengaruhi oleh ide ide tentang nilai nilai kapitalisme dan stabilitas sosial. Ide ide dari barat telah menyebar, misalnya melalui literatur ilmu sosial amerika sejak tahun 1960an. Islam modernis dan ide islam harus mencari kekuasaan politik dan mendukung demokrasi dengan praktek seperti di Eropa barat dan Amerika Serikat, yang telah tersebar di Indonesia dari

Barat sebagaimana dari dunia muslim yang berawal sejak abad ke 19. Wacana ini beredar luas dalam Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan juga beberapa aktivis LSM. Islam Neo Modernis mengklaim bahwa nilai nilai syariat Islam membutuhkan demokrasi, tetapi bertentangan dengan apa yang dinyatakan dalam wacana Islam Modernis. Islam Neo Modernis menilai bahwa Islam tidak boleh mencari kekuasaan politik. Sejak tahun 1970 ide- ide tersebut telah tersebar ke Indonesia dari dunia Islam sebagimana ide dari Barat. Wacana demokrasi ditemukan diantara intelektual muslim yang berpengaruh, yang telah mengembangkan ide neo modernis/ modernis. Neo modernis utamanya menyebar melalui buku tetapi juga melalui hubungan internasional misalnya melalui studi di luar negeri. Islam Transformatif adalah wacana demokrasi yang ditemukan diantara beberapa intelektual muslim muda, gerakan mahasiswa dan beberapa LSM. Wacana ini telah mengadopsi ide ide sosial dan transformasi ekonomi dari teologi pembebasan Amerika Latin, pemikiran radikal barat dan khususnya dari ide ide politik Islam yang dikemukakan oleh intektual di Iran dan negara negera muslim lainnya. Pengaruh ini telah sampai di Indonesia dalam bentuk buku sejak 1980an. Jika ditelisik lebih jauh bagaimana ide- ide itu menyebar maka ada dua point analisis yang dapat diamati dari proses yang terjadi. Point tersebut adalah: 1. Jaringan Transnasional yang potensial dan channel bagi menyebarkan ide demokrasi Aktor yang pro demokrasi bekerjasama dengan aktivis dan organisasi internasional yang memiliki pandangan yang sama. Proses ini pada level akar rumput dipengaruhi oleh perkembangan yang cepat dan penyebaran teknologi informasi. Faktor lain adalah adanya ekspansi media massa memungkinkan aktivis Indonesia membandingkan situasi Indonesia dengan negara lain, sehingga kemudian dapat memetik pelajaran dari perjuangan demokrasi di dunia. 2. Pemetaan pemahaman tertentu yang dibuat oleh aktor tertentu di Indonesia. Mekanisme ini dilakukan dengan cara memaparkan alasan analogis, dengan melakukan perbandingan kejadian dan situasi di negara lain dengan realitas yang ada di Indonesia. Mereka kemudian mengadopsi ide demokrasi dan disesuaikan dengan kondisi yang ada, dan pada umumnya dilakukan oleh gerakan pro demokrasi. Aktivis pelajar terlihat sangat kuat mengadopsi ide demokrasi dari luar negeri. Pengalaman demokrasi di dunia ketiga telah berdampak pada

kemunculan gagasan ini di Indonesia, seperti di Korea Selatan, Filipina, Cina dan Burma. Dari sinilah inspirasi di dapatkan dan pelajaran mengenai taktik, strategi mulai diterapkan. Pemaparan di atas menjelaskan bahwasanya ketika ide demokrasi menyebar dari negara lain ke Indonesia telah mengalami banyak pertimbangan. Pertimbangan ini meliputi penyeleksian ide demokrasi dengan konteks dan budaya Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan adanya penyesuaian ide demokrasi dengan framework pancasila dan beberapa juga dituangkan dalam konstitusi, yang kemudian menjadi basis pada sistem demokrasi. Beberapa ide terkadang ditolak karena dirasa tidak sesuai dengan konteks Indonesia dan dirasa tidak dibutuhkan. Hal ini disebabkan pula karena terdapat perbedaan yang amat besar diantara Indonesia dengan negara yang diadopsi, seperti alasan ideologis, dan juga ketakutan akan represi yang mungkin terjadi. Dalam tulisan Uhlin, dipaparkan pula perihal penerimaan ide- ide baru di Indonesia yang terbilang mudah. Uhlin menyertakan argumentasi Abdurrahman Wahid bahwa masyarakat Asia Tenggara dapat menerima dan menyerap ide baru, dan juga mengijinkan keragaman itu tetap ada. Hal ini menyebabkan ide- ide dapat dengan mudah tumbuh di Indonesia. Pada tulisannya, Uhlin mengungkapkan bahwa ide demokrasi dirasa cocok pada konteks Indonesia, dimana setiap orang memiliki kepentingan terhadap demokrasi. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya kepentingan masyarakat meskipun dalam sistem demokrasi yang terbatas. Namun, sekali lagi paparan ini tidak menjelaskan mengapa ide tertentu dan dari negara tertentu lebih mudah diadopsi daripada ide lain dari negara lain. Jarak geografis dan kesamaan struktural diantara negara penerima dengan sumber, terlihat memiliki aspek yang penting terhadap penyebaran ide. Kebanyakan sumber dibuat untuk negara lain di Asia Barat dan Asia Tenggara, sedikit bagi dari Amerika Latin, bahkan hampir tidak ada bagi Afrika Selatan. Bagaimanapun, kehancuran rejim komunis di Eropa Timur juga berdampak pada aktor pro demokrasi di Indonesia, disamping jarak geografis dan sedikit kesamaan struktural diantara negara tersebut dengan Indonesia. Untuk mengadopsi ide-ide yang baru, sangat penting mempertimbangkan ide itu dapat diterima oleh Ideologi organisasi dan nilai kepercayaan seorang aktivis. Para pendukung dari berbagai model demokrasi yang berbeda memiliki sumber ide demokrasi yang berbeda pula dan cenderung menolak beberapa ide dari ideologi dasar. Islam secara alami mendapat inspirasi dari dunia muslim. Golongan kiri giat belajar dari perjuangan untuk demokrasi di negara-negara seperti

Filiphina daan Korea Selatan. Kelompok liberal dan konservatif melihat lebih ke arah demokrasi liberal bangsa barat dan juga proses demokratisasi di eropa Timur. Negara persemakmuran di Eropa Utara menjadi model untuk sosial demokratis. Identifikasi subjektif pada level individu juga penting. Ketua Persatuan Buruh Indonesia contohnya, menyamakan dirinya dengan Lech Walesa dan perjuangannya di Polandia. Berkembangannya beberapa ide di Indonesia dipengaruhi oleh penyebaran yang sukses. Kasus perjuangan demokrasi yang paling populer, terutama di negara-negara yang tidak jauh dari Indonesia, memberikan pengaruh yang besar pada aktor pro-demokrasi di Indonesia. Ide-ide yang tidak terlalu berkembang, seperti Interpretasi feminist terhadap demokrasi dan berbagai jenis teori demokrasi barat tidak memberikan dampak yang sama. Untuk menjelaskan proses penyebaran dan hasilnya, akan sangat membantu jika kita kembali pada konteks struktural. Dominasi negara terhadap konstitusi sosial sebagai pandangan umum. Tekanan negara menciptakan kebutuhan akan ide bagaimana melepaskan diri dari keotoriteran dan mengembangkan demokrasi. Tetapi ketakutan terhadap penindasan atau penekanan negara tersebut menjadi penghambat proses adopsi gagasan demokrasi yang lebih radikal. Perubahan struktur kelas dan terutama meningkatnya kepentingan kaum buruh meningkatkan keinginan untuk mengadopsi gagasan berserikat untuk demokrasi. Tingkat penindasan struktur gender yang tinggi membuat gagasan feminist sulit untuk masuk dalam demokrasi. Keberagaman etnik dan agama menjadi hal yang serius dalam upaya menyesuaikan demokrasi asing ke pancasila. Struktur gagasan (General Politik cultures dan Orde baru yang lebih spesifik) merupakan kerangka ideologi yang menjadikan beberapa gagasan sulit diadopsi. Beberapa gagasan ditolak karena pihak pro-demokrasi dan para intelektual beranggapaan bahwa gagasan-gagasan tersebut tidak dapat diaplikasikan dalam tatanan budaya Indonesia.Beberapa penolakan dapat kita lihat pada konteks tulisan tentang orde baru. Orang-orang yang tidak setuju terpengaruh anggapan mengenai budaya yang dipropaganda oleh rezim orde baru. Dengan demikian, point budaya akan menjadi point penting, tetapi harus ditekankan bahwa aktor pro-demokrasi Indonesia tidak menerima bahwa orde baru sebagai sebuah budaya Indonesia karena tidak cocok dengan prinsipprinsip demokrasi. Mereka memperlihatkan bahwa ada banyak budaya di Indonesia. Beberapa budaya ini mendukung nilai-nilai demokrasi, sedangkan yang lainnya sulit dikombinasikan dengan sebagaian gagasan demokrasi.

Faktanya individualisme dalam nilai liberal pada dasarnya ditolak karena tidak cocok dengan budaya Indonesia. Kesetaraan dalam nilai sosialis sepertinya lebih mudah untuk diadopsi. Islam pada faktanya mendukung populist atau bahkan sosialist daripada ide dan nilai-nilai liberal. Bahkan presiden Soeharto merasa perlu untuk mengajarkan sifat baik keadilan sosial, kerja sama, dan lain-lain meskipun perbuatannya sebagian besar hanya bahan berpidato. Dalam keadaan lain, hal ini menunjukkan pentingnya nilai-nilai tersebut dalam konteks ke-Indoonesiaan. Pertanyaannya adalah : Apa efek dari difusi ini? Difusi transnasional mungkin akan mempengaruhi pikiran dan perilaku para aktor pro-demokrasi dan juga berpengaruh pada situasi politik secara keseluruhan melalui aktor pro-demokrasi ataupun aktor lainnya. Chapter 9 dan 10 telah memperlihatkan bahwa pengaruh asing telah memberikan pengaruh yang kuat pada cara berpikir intelektual Indonesia dalam mendiskusikan demokrasi. Efek demonstrasi dari negara lain sering didiskusikan dan ini adalah cara untuk mempelajari sesuatu yang lebih spesifik. Efek yang paling besar dan menjadi pendorong dan penginspirasi aktor pro-demokrasi untuk berjuang lebih intensif untuk demokrasi. Efek pada pergerakan atau kegiatan aktor pro-demokrasi masih kurang jelas. Sangat sulit untuk menemukan bukti yang meyakinkan bahwa difusi transnasional memiliki efek yang spesifik pada kasus demontrasi. Aktor pro-demokrasi atau cara khusus untuk mengorganisir perlawanan terhadap rezim otoritarian. Gagasan-gagasan dalam perserikatan kelas dan pengawasan pemilihan bisa memiliki dua contoh, tetapi pertumbuhan domestik sangatlah penting dalam pengimplementasikan gagasan ini. Sangat mudah untuk membuktikan diffusion effect dalam cara aktor pro-demokrasi mengkampayekan demokrasi. Mengadopsi gagasan gagasan demokrasi dan demokratisasi harus dilakukan untuk mencapai pemerintahan yang demokratis-Refensi pada event demokratisasi di belahan dunia lain sering sekali dilakukan dalam bentuk statement politik yang berbeda oleh aktivis dan intelektual pro-demokrasi. Hal ini mencerminkan pentingnya inspirasi dan gagasan dari luar, tetapi juga dapat dilihat sebagai bagian dari usaha untuk meyebarkan gagasan demokrasi di masyarakat indonesia. Bukti bahwa adanya trend global terhadap gagasan demokrasi adalah alasan untuk membangaun bentuk demokratis di Indonesia. Dengan demikian, transnasional diffusion telah memiliki efek yang jelas dalam pemikiran aktor pro-demokrasi indonesia dan telah mempengaruhi sebagian kampanye mereka. Efek pada aksi lain aktor pro-demokrasi masih sulit dibuktikan. Namun demikian, efek tidak dapat

menguasai. Pertanyaan selanjutnya adalh untuk sebarapa luas dan dengan cara apa pergerakan prodemokrasi indonesia mengatur atau merencanakan untuk mempengaruhi situasi politik secara keseluruhan. Jika haal tersebut menimbulkan efek, dapat dilihat sebagai efek difusi secara tidak langsung. Analisa politik indonesia pada chapter 3 menjelaskan bahwa hingga pertengahan 1990-an masih belum ada proses demokratisasi. Pada akhir 1980-aa, Indonesia memasuki fase pra-transisi, tetapi pergerakan untuk demokrasi masih belum menghasilkan hasil yang substansial. Namun demikian, perubahan politik termasuk keterbukaan politik harus dapat dilihat tidak hanya sebagai hasil konflik dengan elit penguasa, tetapi juga sesuatu yang telah dicapai oleh pergerakan prodemokrasi dalam perjuangannya. Kesuksesan pergerakan pro-demokrasi tersebut tidak dapat dilhat sebagai efek tidak langsung transnasional diffusion, meskipun didaamnya terdapat dukungan dan aspirasi dari negara luar. Lebih lanjut, efek langsung transnasional diffusion masih sulit untuk dibuktikan. Tidak ada efek yang dapat didemonstrasikan di dalam kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintahdisponsori komisi Hak Asasi Manusia, pembebasan beberapa tahanan politik dan beberapa inisiatif pemerintah lainnya dapat diinterpretasikan sebagai efek transnasional diffusion, tetapi lebih masuk akal jika dilihat sebagai hubungan pada politik domestik dan kelemahan demokrasi internasional. Kondisi materil seperti struktur kelas dan negara,dan juga kondisi struktur gagasan dan politik, harus dalam keadaan yang seimbang untuk mendukung demokrasi sehingga efek dari transnasional diffusion, dapat dirasakan lebih kuat. Jika kondisi materil tidak siap untuk demokratisasi, maka dapat dipastikan adopsi gagasan demokrasi memiliki efek yang minimum. Pada akhirnya, dapat ditekankan bahwa difusi bukanlah model komunikasi satu arah. Untuk analisis dan parktek, saya membatasi studi ini hanya pada pengaruh negara luar pada Indonesia. Perjuangan demokrasi Indonesia telah menginspirasi aktor pro-demokrasi di negara lain, dan taktik-strategi yang digunakan di Indonesia juga diadopsi oleh aktor luar.

Anda mungkin juga menyukai