Anda di halaman 1dari 4

BAB I PENDAHULUAN

1.2. Latar Belakang Tuberculosis (TB) paru merupakan penyebab utama kematian secara global. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang sepertiga penduduk dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Sebagian besar dari kasus TB ini meninggal (95%) dan kematiannya (98%) di negara-negara berkembang. Dari data WHO Global Tuberculosis Control Report 2008 menunjukan, prevalensi TB pada 2006 adalah 14,4 juta orang. Dari data ini diketahui, pada 2006, diperkirakan ada 9,2 juta kasus TB baru, dimana 4,1 juta di antaranya adalah pasien dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif 1. Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina dan India. Dari hasil pemeriksaan BTA di sputum yang positif di Indonesia adalah 266.000 tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan nasional pada tahun 2001, TB menempati rangking nomor 3 sebagai penyebab kematian tertinggi di indonesia dan diperkirakan pada tahun 2004, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan kematian 101.000 orang. Insiden kasus TB BTA positif adalah sekitar 110 per 100.000 penduduk3. Tuberkulosis (TB) adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, khas ditandai dengan terjadinya pembentukan granuloma dan nekrosis. Infeksi ini paling sering mengenai paru, akan tetapi dapat juga meluas mengenai organ organ tertentu5. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil penderita batuk butir-butir air ludah

tuberkulosis paru. Pada waktu

beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru8. Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 19951998, penatalaksanaan penderita TB Paru dilakukan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse Chemotherapy) atau pengawasan
*) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

langsung menelan obat jangka pendek/setiap Hari. Strategi DOTS dinilai costeffecttive oleh pemerintah. Namun, jenis-jenis obat yang dgunakan pada strategi DOTS juga menimbulkan berbagai efek samping seperti hepatotksik, nefrotoksik, gangguan terhadap visus, mual, muntah, dan beberapa jenis obat kontraindikasi terhadap ibu hamil5. Pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup dimasa lalu kemungkinan telah menimbulkan kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis) secara meluas atau multi drug resistance (MDR). Bahkan, baru-baru ini telah muncul Tuberkulosis dengan resistensi ekstim atau XDR-TB (Extensively Drug Resistance Tuberculosis) dan maraknya kasus TB akibat infeksi HIV. Tuberkulosis awalnya menyerang tubuh manusia melalui infeksi tuberkulosis yang umumnya mampu ditangani sistem imun dengan sempurna sehingga tidak menimbulkan manifestasi klinis. Namun, ketika kondisi imunitas seseorang turun, bakteri Tuberkulosis tersebut mampu keluar dari makrofag dan menginfasi sel-sel alveolar dan menyebabkan manifestasi klinis tuberkulosis. Oleh sebab itu sistem imun sangat penting dalam menentukan seseorang terjangkit tuberkulosis5. Kolustrum adalah cairan pra susu berwarna kekuning kuningan yang dihasilkan oleh ibu atau mamalia yang baru saja melahirkan. Kolustrum memiliki berbagai keistimewaan yang tidak dijumpai pada sumber makanan lain, diantaranya mengandung zat pertumbuhan dan pertahanan tubuh. Perbedaan utama diantara kolustrum dengan susu biasa adalah kolustrum mengandung komponen bioaktif yang tinggi, terdapat lebih dari 90 jenis komponen didalamnya, dimana komponen utamanya terbagi 2 yaitu faktor imun dan factor pertumbuhan7,9. Oleh sebab itu, kolustrum dipercaya memiliki potensi imunomodulator yang dapat meningkatkan kekebalan tubuh Kolustrum merupakan sumber imun alami yang dapat diperoleh dengan mudah dan tergolong aman dikonsumsi sebab meskipun dikonsumsi berlebihan tidak akan menimbulkan efek samping maupun kasus over dosis. Kolustrum juga tergolong bekerja efektif karena terdapat protease inhibitor yang
dapat mencegah rusaknya zat-zat dalam colustrum saat ia dicerna melalui usus, sehingga kandungan dalam colustrum dapat terserap secara utuh7. *) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Di dalam kolustrum terdapat komponen-komponen seperti growth factor (IGF-1 dan IGF-B), Immunoglobulin factor (IgG), agen antimikroba seperti laktoferin, immunomodulator seperti PRP (Proline Rich Polypeptide), serta IL-1 dan Growth hormone dalam komposisi yang lebih sedikit10. keseluruhn komponen ini dapat membantu meningkatkan dan

mempertahankan sistem imun. IL-1 berfungsi sebagai immune-booster yang mampu merangsang produksi INOS untuk proses degradasi bakteri Tuberkulosis. Growth Hormone merupakan elemen elemen yang berfungsi dalam memacu sintesis DNA dan protein serta penyerapan nutrisi, sedangkan IGF-1 mampu membantu proses penyembuhan dan regenerasi dari myotubulus sel otot sehingga mampu mempercepat regenerasi sel otot orhan yang diserang oleh tuberculosis. Disisi lain, IGF-B juga berperan dalam regenerasi sel-sel kartilago, retikuler dan elastic sehingga mampu memperbaiki struktur alveolus yang rusak akibat destruksi Tuberkulosis11. PRP (Proline rich Protein) yang terdapat dalam colustrum berfungsi sebagai molekul transduksi yang dapat memodulasi system imun, sehingga akan melindungi sel ketika ada pathogen yang masuk. Disisi lain, PRP mengurangi terjadinya induksi mutasi DNA. DNA dapat mudah sekali rusak dan mengalaami mutasi ketika DNA terinduksi oleh agen-agen kimia maupun patologis, termasuk bakteri Tuberkulosis. Secara molekuler, PRP dapat meningkatkan mekanisme repair DNA. Di dalam colustrum terdapat pula rantai alfa dan beta yang memmiliki prinsip kerja mirip thymosin, sehingga mampu menggantikan fungsi thymus, sebagai immunodefender dimana seiring bertambahnya usia, peran dari thymus ini semakin berkurang14. Berdasar pada berbagai studi tersebut, maka penulis tertarik untuk mengangkat topik mengenai kolustrum yang merupakan sumber immunitas alami yang terjangkau dan berpotensi terapeutik. Dalam tulisan ini akan dibahas mengenai potensi immunomodulator dalam kolustrum sebagai terapi adjuvans (pendamping) pada pasien Tuberkulosis 1.2. Rumusan Masalah

*) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Masalah yang diangkat dalam karya tulis ini adalah bagaimana potensi imunomudolator dalam kolustrum sebagai terapi adjuvans pada Tuberkulosis? 1.3. Tujuan Penulisan Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk mengetahui bagaimana potensi imunomudolator dalam kolustrum sebagai terapi adjuvans pada Tuberkulosis 1.4. Manfaat Penulisan Manfaat yang diharapkan dari penulisan ini adalah : 1. Memahami proses invasi Mycobacterium Tuberculosis dalam system imun yang menjadi dasar patogeness Tuberkulosis.. 2. Memaparkan mekanisme potensi imunomudolator dalam kolustrum sebagai terapi adjuvans pada Tuberkulosis

*) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

Anda mungkin juga menyukai