I. Identifikasi Istilah
Muntah proyektil : muntah yang tidak didahului rasa mual . Kejang : perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Ottorhea : keluar cairan dari telinga dapat pula berupa CCS Rhinorrea : keluarnya cairan dari hidung, dapat pula berupa CSS . KONSEP : Kegawatdaruratan Trauma Kepala
ANATOMI CRANIUM
C. Cedera Kepala Berat (CKB) GCS lebih kecil atau sama dengan 8, kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam. Dapat mengalami kontusio cerebral, laserasi atau hematoma intracranial.
C. Berdasarkan morfologi
A.Fraktur kranium
dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak , dan dapat terbentuk dan dapat pula terbuka atau tertutup. Tanda-tanda tersebut antara lain : -Ekimosis periorbital ( Raccoon eye sign) -Ekimosis retro aurikuler (Battle`sign ) -Kebocoran CSS ( rhonorrea, ottorhea) dan -Parese nervus facialis ( N VII )
B.Lesi Intrakranial
Lesi ini diklasifikasikan dalam lesi local dan lesi difus, walaupun kedua jenis lesi sering terjadi bersamaan.
Lesi difus : Konkusi ringan. Konkusi klasik. Cedera aksonal difusa Lesi local : Perdarahan Epidural Perdarahan Subdural Kontusio (perdarahan intra cerebral)
1. Status fungsi vital Seperti halnya dengan kasus kedaruratan lainnya, hal terpenting yang dinilai ialah : a. Jalan nafas (airway). Jalan nafas harus segera dibersihkan dari benda asing, lendir atau darah, bila perlu segera dipasang pipa naso/orofaring
b. Pernafasan (breathing). Dengan pemberian ETT(Endotrakheal Tube), Pemberian oksigen 100% c. Nadi dan tekanan darah (circulation). Pemantauan fungsi sirkulasi dilakukan untuk menduga adanya shock, Selain itu peningkatan tekanan darah yang disertai dengan melambatnya frekuensi nadi merupakan gejala awal peningkatan tekanan intrakranial, yang biasanya dalam fase akut disebabkan oleh hematoma epidural. dipasang jalur intravena : gunakan cairan kristaloid atau koloid
d. Dysfunction , Menilai status kesadarannya dengan glasgowcoma scale dan menilai refleks pupil e. Exposure , Melihat keadaan umum pasien apakah terdapat trauma di daerah lain seperti: trauma thorax, trauma abdomen, fraktur iga atau tulang anggota gerak harus selalu dipikirkan dan dideteksi secepat mungkin.
3. Patofisiologi
Trauma Kepala
Fossa Anterior
Fossa Medial
Fossa Posterior
Hematoma
Rinorrhea
Otorrhea
Otorrhea
Iskemik Jaringan
RACOON EYE
Rinorrhea
Battle Sign
Jejas
Battle Sign
Nekrosis sel
KEJANG
Alkohol
Alkohol
Di Hepar
Efek di SSP
Efek Neurotransmitter
Glukosa Menurun
Hipoglikemia
Dopamin meningkat
Hipothalamus
Pusat Reward
IV. Strukturisasi
Kegawatdaruratan Cedera Kepala
Klasifikasi
Patofisiologi
Manifestasi Klinis
Etiologi
DD
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosa
Penatalaksanaan
V. Learning Objective
1. 2. Setelah penanganan awal selesai, pemeriksaan apa yang penting anda lakukan pertama kali,mengapa? Jika kejadian ini anda temukan di puskesmasatau rumah sakit tipe C ditempat anda bertugas sementara rumah sakit rujukan yang ada spesialis bedah saraf sangat sangat jauh berjarak 250 KM apa yang harus dilakukan? Penjelasan rumah sakit tipe C? Penjelasan DD : fraktur Basis Cranii Hematom Intracranial Penjelasan diagnosis Patofisiologi keluar darah dari luka temporo occipital?
3. 4.
6. 7.
(5) Pelayanan Medik Spesialis Dasar terdiri dari Pelayanan Penyakit Dalam, Kesehatan Anak, Bedah, Obstetri dan Ginekologi. (6) Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut minimal 1 (satu) pelayanan. (7) Pelayanan Spesialis Penunjang Medik terdiri dari Pelayanan Anestesiologi, Radiologi, Rehabilitasi Medik dan Patologi Klinik. (8) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan terdiri dari pelayanan asuhan keperawatan dan asuhan kebidanan. (9) Pelayanan Penunjang Klinik terdiri dari Perawatan intensif, Pelayanan Darah, Gizi, Farmasi, Sterilisasi Instrumen dan Rekam Medik (10) Pelayanan Penunjang Non Klinik terdiri dari pelayanan Laundry/Linen, Jasa Boga / Dapur, Teknik dan Pemeliharaan Fasilitas, Pengelolaan Limbah, Gudang, Ambulance, Komunikasi, Kamar Jenazah, Pemadam Kebakaran, Pengelolaan Gas Medik dan Penampungan Air Bersih
Fossa Cranialis Anterior : - Epistaksis, Rhinnorea - Bila mengenai pars orbita os frontal perdarahan subkonjungtiva (Raccoon eyes / periorbital ekimosis) Fossa Cranialis media : - Ottorhea - Battle Sign (+) - Hematom retroaurikuler - Bila mengenai Pars Perrosus os. Temporal cedera N. Cranialis VII dan VIII - Bila mengenai dinding lateral sinus cavernosus Ccdera N. Cranialis III, IV, VI Fossa Cranialis Posterior : - Ottorhea - Battle Sign (+) - Bila mengenai foramen jugularis cedera N. Cranialis IX, X dan XI
2. Perdarahan Intraserebral
Perdarahan intraserebral merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Di mana terjadi penumpukan darah pada sebelah otak yang sejajar dengan hentaman, ini dikenali sebagai counter coup phenomenon. (Hallevi, Albright, Aronowski, Barreto, 2008). Perdarahan intraserebral ini terjadi rata-rata 16 % dari head injury . Biasanya terjadi pada lobus frontal dan temporal yang mengakibatkan ruptur pembuluh darah intraserebral pada saat terjadi injury .
4. Penatalaksanaan Lanjutan
1. Pemeriksaan fisik Setalah ABC, dilakukan pemeriksaan fisik singkat meliputi kesadaran, pupil, defisit fokal serebral dan cedera ekstra kranial. Hasil pemeriksaan fisik pertama ini dicatat sebagai data dasar dan ditindaklanjuti, setiap perburukan dari salah satu komponen diatas bis adiartikan sebagai adanya kerusakan sekunder dan harus segera dicari dan menanggulangi penyebabnya.
4. Kejang
Kejang pertama: Fenitoin 200 mg, dilanjutkan 3-4 x 100 mg/hari Status epilepsi: diazepam 10 mg/iv dapat diulang dalam 15 menit. Bila cendrung berulang 50-100 mg/ 500 ml NaCl 0,9% dengan tetesan <40 mg/jam. Setiap 6 jam dibuat larutan baru. Bila setelah 400 mg tidak berhasil, ganti obat lain misalnya Fenitoin. Cara pemberian Fenitoin, bolus 18 mg/KgBB/iv pelan pelan paling cepat 50 mg/menit. Dilanjutkan dengan 200-500 mg/hari/iv.
Tatalaksana Pembedahan
1. Luka Kulit Kepala Hal penting adalah pembersihan dan debridement sebelum melakukan penjahitan. Perdarahan akibat luka di kulit kepala bukan penyebab syok haemoragic, dapat diatasi dengan penekanan, kauterisasi, atau ligasi pembuluh besar. Jika terdapat LCS kemungkinan ada fraktur dan robekan duramater.
2.Tindakan pembedahan lanjutan dilakukan atas dasar indikasi tertentu dan manifestasi klinis yang muncul yang dapat menandakan adanya kelainan atau gangguan pada otak.
Prognose
Fraktur pada cranium memiliki potensi resiko tinggi untuk cedera nervus cranialis, pembuluh darah, dan cedera langsung pada otak.
VII. Sintesis
Nona Mike Wardila 19 thn diduga mengalami fraktur basis cranii yang di sebabkan oleh kecelakaan, dimana sebelumnya dia mengkonsumsi alkohol. Penatalaksanaannya dengan prinsip kegawatdaruratan yakni BLS (A,B,C). Dan dilanjutkan pengobatan standar agar pasien stabil. Untuk penatalaksaan lanjutan dapat di rujuk ke dokter Spesialis bedah saraf.