Anda di halaman 1dari 3

sahabat sejati | Plagiarisme Dunia Akademik...

Copyright githa githa_ayurah@webmail.umm.ac.id http://githa.student.umm.ac.id/2010/07/02/plagiarisme-dunia-akademik/

Plagiarisme Dunia Akademik...


Plagiarisme Dunia Akademik
Tanpa moralitas yang baik, maka dunia akademik akan kehilangan wajah pentingnya yaitu kejujuran. Itulah yang menjadi keprihatinan kita ketika mengetahui ada 1.820 guru di Pekanbaru, Riau, melakukan tindakan menjiplak karya ilmiah ketika mengurus sertifikasi. Tindakan itu merupakan sebuah pelanggaran etika moralitas akademik. Seakan tak percaya juga, ketika media memberitakan Guru Besar Jurusan Hubungan Internasional Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Prof Dr Anak Agung Banyu Perwita (AABP), dituding menjiplak karya Carl Ungerer, seorang penulis asal Australia. AABP, yang kolumnis harian Kompas dan The Jakarta Post ini, setidaknya melakukan enam kali plagiarisme, mengutip tanpa menyebutkan referensi. Kabar tentang plagiarisme yang dilakukan guru besar ini terkuak dari keterangan (disclaimer) editorial kolom opini The Jakarta Post yang dimuat 4 Februari 2010. Dalam keterangan disebutkan, artikel berjudul RI as A New Middle Power yang dimuat 12 November 2009, ternyata mirip dengan karya Ungerer yang berjudul The Middle Power, Concept in Australia Foreign Policy. Karya Ungerer ini telah lebih dulu dimuat di Australian Journal of Politics and History, volume 53 (Kompas, 10 Februari 2010). Plagiarisme, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, ialah penjiplakan yang melanggar hak cipta, yaitu hak seseorang atas hasil penemuannya yang dilindungi oleh undang-undang. Plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan menjadikannya seolah-olah karangan atau pendapat sendiri, misalnya menerbitkan karya tulis orang lain atas nama dirinya sendiri. Orang yang melakukan plagiat disebut plagiator atau penjiplak. Dengan merujuk pada pengertian-pengertian di atas, maka sebenarnya hampir setiap hari kita menyaksikan plagiarisme, plagiat dan plagiator, baik yang sengaja maupun yang tidak. Para pakar dalam berbagai bidang ini tidak jarang melontarkan pendapat yang sebenarnya merupakan hasil penelitian atau pendapat orang lain sebelumnya untuk menganalisis atau menjelaskan suatu topik aktual di bidang tertentu. Pada umumnya mereka enggan menjelaskan bahwa analisis atau pendapat itu berasal dari orang lain, dan mereka hanya sekadar mengulangi atau meminjam pendapat tersebut. Definisi plagiarisme di atas, kiranya sudah mendapat kesepakatan dari masyarakat akademis di seluruh dunia, baik masyarakat akademis di negara maju seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang, maupun di negara berkembang seperti Indonesia. Selama ini, AS merupakan negara yang sangat ketat terhadap plagiarisme. Para plagiator akan dikenakan sanksi yang setimpal dengan perbuatannya. Kalau ada mahasiswa atau dosen yang melakukan plagiarisme, maka dirinya harus siap dikeluarkan dari sekolah atau universitasnya. Inflasi Ijazah Thomas Brandt sebagaimana dikutip Alois A Nugroho, peneliti bisnis dari Jerman,

page 1 / 3

sahabat sejati | Plagiarisme Dunia Akademik...


Copyright githa githa_ayurah@webmail.umm.ac.id http://githa.student.umm.ac.id/2010/07/02/plagiarisme-dunia-akademik/

pernah menyatakan bahwa di Indonesia telah terjadi inflasi ijazah (1997:211). Apa yang tertulis di sertifikat, diploma, atau ijazah tidak selalu mencerminkan kemampuan pribadi pemegangnya. Dalam konteks ini, upaya untuk memerangi plagiarisme akademis merupakan upaya urgen. Niat untuk meningkatkan kuantitas sarjana, atau bahkan kuantitas guru besar tak perlu ditinggalkan, hanya perlu dilengkapi dengan upaya konkret untuk meningkatkan kualitas. Pada kenyataannya, argumentasi dalam sebuah proposisi keilmuan memang tidak bisa dikelabui karena bisa diuji melalui ilmu logika. Tetapi proses pemunculan argumentasi itu tidak sulit untuk dimanipulasi. Karena itu, sikap ilmuwan terhadap kebenaran ilmiah jelas membutuhkan tolok ukur lain yang menyangkut kejujuran, moralitas, dan integritas keilmuan seseorang. Benar bahwa masalah kejujuran memang berpulang kepada yang bersangkutan. Kejujuran hanya bisa dinilai oleh mereka yang berhadapan dengan masalah itu. Merekalah yang tahu, apakah mereka menyerahkan sebuah pertanggungjawaban akademik atau tidak. Para guru seharusnya jujur karena mereka mengawasi tindakan moralitas para anak didiknya. Dosen seharusnya juga jujur, karena dirinya berhadapan dengan sistem pertanggungjawaban akademik yang menginginkan adanya kejujuran. Jika kemudian dilanggar, apakah lagi yang harus dipertahankan? Bagaimana mereka akan mempertahankan moralitas akademik, jika mereka sendiri tidak mampu melakukannya? Figur Mulia Kasus plagiarisme di kampus dan sekolah-sekolah harus segera diselesaikan. Apalagi figur pendidik selama ini dikenal mulia hingga digelari pahlawan tanpa tanda jasa. Kita tak ingin akibat segelintir orang, masyarakat tidak lagi percaya kepada pendidik dan guru. Mau jadi apa bangsa ini jika tidak percaya lagi pada pendidik? Saat ini para anggota Dewan Perwakilan Rakyat sedang berusaha menaikkan tunjangan bagi guru-guru. Namun disayangkan, ada segelintir oknum pendidik yang malah melakukan plagiarisme. Hal ini sangat memalukan. Semakin terbukanya tindakan tidak bermoral dalam dunia pendidikan menjadikan kita menjadi miris, karena sesungguhnya pendidikan adalah langkah awal untuk membenahi negeri ini. Kita berharap bahwa dunia pendidikan adalah dunia yang paling murni dan bisa menjadi harapan untuk menyediakan pembaruan yang lebih memadai. Kita berharap bahwa dunia pendidikan akan memberikan masukan berupa sumber daya manusia yang berkualitas untuk dapat memberikan warna baru pada negeri ini. Pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa, pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sayangnya, tujuan mulia tersebut masih jauh dari kenyataan. Harapan untuk membentuk manusia yang beriman dan berilmu gagal karena para pendidik (guru dan dosen) menjadi salah satu sumber kelakuan tidak terpuji. Bahkan mereka sendiri melakukan tindakan yang menjadi contoh tindakan pelanggaran tersebut. Kasus plagiarisme di atas adalah pelajaran pahit dan berharga bagi para akademisi agar tak mengulangi perbuatan serupa. Dunia pendidikan harus

page 2 / 3

sahabat sejati | Plagiarisme Dunia Akademik...


Copyright githa githa_ayurah@webmail.umm.ac.id http://githa.student.umm.ac.id/2010/07/02/plagiarisme-dunia-akademik/

mencegah jangan sampai kasus seperti terus berulang. Perlu ada sanksi tegas bagi para plagiator untuk memberi efek jera. Penting pula, penegakan budaya akademik dalam skala yang lebih luas. Dunia pendidikan kita harus serius berbenah. Jika tidak, maka negeri ini tidak lagi memiliki garda pengawal moralitas negeri.

page 3 / 3

Anda mungkin juga menyukai