Sahabat Sejati-Plagiarisme Dunia Akademik...
Sahabat Sejati-Plagiarisme Dunia Akademik...
page 1 / 3
pernah menyatakan bahwa di Indonesia telah terjadi inflasi ijazah (1997:211). Apa yang tertulis di sertifikat, diploma, atau ijazah tidak selalu mencerminkan kemampuan pribadi pemegangnya. Dalam konteks ini, upaya untuk memerangi plagiarisme akademis merupakan upaya urgen. Niat untuk meningkatkan kuantitas sarjana, atau bahkan kuantitas guru besar tak perlu ditinggalkan, hanya perlu dilengkapi dengan upaya konkret untuk meningkatkan kualitas. Pada kenyataannya, argumentasi dalam sebuah proposisi keilmuan memang tidak bisa dikelabui karena bisa diuji melalui ilmu logika. Tetapi proses pemunculan argumentasi itu tidak sulit untuk dimanipulasi. Karena itu, sikap ilmuwan terhadap kebenaran ilmiah jelas membutuhkan tolok ukur lain yang menyangkut kejujuran, moralitas, dan integritas keilmuan seseorang. Benar bahwa masalah kejujuran memang berpulang kepada yang bersangkutan. Kejujuran hanya bisa dinilai oleh mereka yang berhadapan dengan masalah itu. Merekalah yang tahu, apakah mereka menyerahkan sebuah pertanggungjawaban akademik atau tidak. Para guru seharusnya jujur karena mereka mengawasi tindakan moralitas para anak didiknya. Dosen seharusnya juga jujur, karena dirinya berhadapan dengan sistem pertanggungjawaban akademik yang menginginkan adanya kejujuran. Jika kemudian dilanggar, apakah lagi yang harus dipertahankan? Bagaimana mereka akan mempertahankan moralitas akademik, jika mereka sendiri tidak mampu melakukannya? Figur Mulia Kasus plagiarisme di kampus dan sekolah-sekolah harus segera diselesaikan. Apalagi figur pendidik selama ini dikenal mulia hingga digelari pahlawan tanpa tanda jasa. Kita tak ingin akibat segelintir orang, masyarakat tidak lagi percaya kepada pendidik dan guru. Mau jadi apa bangsa ini jika tidak percaya lagi pada pendidik? Saat ini para anggota Dewan Perwakilan Rakyat sedang berusaha menaikkan tunjangan bagi guru-guru. Namun disayangkan, ada segelintir oknum pendidik yang malah melakukan plagiarisme. Hal ini sangat memalukan. Semakin terbukanya tindakan tidak bermoral dalam dunia pendidikan menjadikan kita menjadi miris, karena sesungguhnya pendidikan adalah langkah awal untuk membenahi negeri ini. Kita berharap bahwa dunia pendidikan adalah dunia yang paling murni dan bisa menjadi harapan untuk menyediakan pembaruan yang lebih memadai. Kita berharap bahwa dunia pendidikan akan memberikan masukan berupa sumber daya manusia yang berkualitas untuk dapat memberikan warna baru pada negeri ini. Pasal 3 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa, pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Sayangnya, tujuan mulia tersebut masih jauh dari kenyataan. Harapan untuk membentuk manusia yang beriman dan berilmu gagal karena para pendidik (guru dan dosen) menjadi salah satu sumber kelakuan tidak terpuji. Bahkan mereka sendiri melakukan tindakan yang menjadi contoh tindakan pelanggaran tersebut. Kasus plagiarisme di atas adalah pelajaran pahit dan berharga bagi para akademisi agar tak mengulangi perbuatan serupa. Dunia pendidikan harus
page 2 / 3
mencegah jangan sampai kasus seperti terus berulang. Perlu ada sanksi tegas bagi para plagiator untuk memberi efek jera. Penting pula, penegakan budaya akademik dalam skala yang lebih luas. Dunia pendidikan kita harus serius berbenah. Jika tidak, maka negeri ini tidak lagi memiliki garda pengawal moralitas negeri.
page 3 / 3