Anda di halaman 1dari 18

BAB I PENDAHULUAN 1.

1 Latar Belakang Penyakit infeksi kecacingan merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi di masyarakat tetapi hal tersebut kurang mendapatkan perhatian khusus. Salah satu jenis penyakit dari kelompok ini adalah penyakit kecacingan yang diakibatkan oleh infeksi cacing kelompok Soil Transmitted Helminth (STH), yaitu kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah. Infeksi kecacingan ini dapat mengakibatkan menurunnya kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan dan produktivitas penderitanya. Salah satu jenis cacing yang termasuk kelompok Soil-transmitted helminths yaitu cacing tambang. Cacing tambang merupakan nematoda yang berhabitat disaluran pencernaan manusia. Ada beberapa jenis cacing tambang yang penting yaitu Necator americanus, Ancylostoma duodenale, Ancylostoma braziliensis, Ancylostoma caninus dan Ancylostoma ceylanicum. Jenis cacing tambang Necator americanus dan Ancylostoma duodenale merupakan parasit yang menginfeksi manusia. Infeksi cacing tambang masih merupakan masalah kesehatan di dunia. Cacing ini banyak menginfeksi orang-orang di lingkungan yang sanitasinya buruk, terutama pada daerah pedesaan. Di pedesaan bagian dari Puducherry, wilayah pesisir selatan India, penduduk disana menghadiri berbagai departemen rawat jalan di rumah sakit dengan berbagai keluhan saluran pencernaan dan anemia. Jumlah total 2600 pasien diperiksa untuk mengetahui infeksi parasit selama periode satu tahun (2007-2008) dengan menggunakan teknik parasitologi standar. Dari 417 pasien positif, jumlah 286 (68,58%) telah terinfeksi cacing dan 131 (31,41%) telah terinfeksi selain infeksi cacing. Pria lebih banyak terinfeksi daripada perempuan. Infeksi cacing tersebut diidentifikasi yakni Cacing tambang (86,36%), Strongyloides stercoralis (6,29%), Ascaris lumbricoides (2,79%), Trichuris trichiura, (1,04%), Enterobius (1,04%) dan Hymenolepis (2.44%). Tingginya insiden infeksi akibat cacing tambang di daerah ini menyoroti fasilitas sanitasi yang buruk dan berbagai faktor lingkungan seperti buang air besar di udara terbuka yang menghasilkan
1

kontaminasi tanah dengan cacing telur. Telur ini akan matang dalam tanah yang lembab dan menjadi infektif bagi manusia. Di daerah ini praktek tidak menggunakan alas kaki selama kegiatan sehari-hari sangat umum sehingga memungkinkan hal tersebut menjadi faktor penyebab terinfeksi cacing tambang. Oleh karena infeksi ini mempunyai tingkat masalah kesehatan yang cukup tinggi dan menjadi permasalahan yang serius, prioritas penanganan penyakit cacing tambang seharusnya diutamakan bagi daerah pedesaan dan perkotaan yang dihuni golongan ekonomi rendah. Gejala yang ditimbulkan oleh cacing ini terutama pada infeksi ringan sampai sedang, tidak khas, sehingga untuk penegasan diagnosa dilakukan pemeriksaan laboratorium. Melihat fenomena tersebut, maka saya tertarik mengangkat permasalahan mengenai Efek Infeksi dan Diagnosa Cacing Tambang. 1.2 Identifikasi Masalah Sehubungan dengan latar belakang diatas, maka identifikasi masalah dalam makalah ini:
1) 2) 3)

Pengertian Cacing Tambang Morfologi Cacing Tambang Siklus Hidup Cacing Tambang Efek Infeksi Cacing Tambang Diagnosis Cacing Tambang Epidemiologi Cacing Tambang Cara Pencegahan Infeksi Cacing Tambang

4)
5)

6)
7)

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah dalam pembuatan makalah ini adalah bagaimana cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) menginfeksi manusia, efek infeksi yang ditimbulkan, tentang penyebaran dan habitatnya, cara pencegahan yang dapat dilakukan serta diagnosis penyakit cacing tambang.

1.4 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini yaitu:


1. Mengetahui tentang cacing parasit (Necator americanus dan Ancylostoma

duodenale) yang menginfeksi manusia.


2. Mengetahui cara cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma

duodenale)

menginfeksi

manusia,

dengan

mengetahui

distribusi

geografiknya, epidemiologi, daur hidup, serta efek infeksi yang ditimbulkan cacing tambang.
3. Mengetahui apa saja upaya-upaya pencegahan yang dapat dilakukan dan

mengetahui teknik pemeriksaan laboratorium untuk mendiagnosa penyakit akibat cacing tambang.

BAB II CACING TAMBANG


2.1 Pengertian Cacing Tambang

Cacing tambang atau cacing cambuk (hookworm) adalah cacing parasit (nematoda) yang hidup di usus kecil, pada mamalia seperti kucing, anjing ataupun manusia. Spesies cacing tambang yang menginfeksi manusia yaitu Ancylostoma duodenale Ancylostoma duodenale dan Necator americanus. Kedua spesies ini termasuk dalam Phylum Nematelminthes. Hospes dari Necator americanus dan Ancylostoma duodenale adalah manusia, yang cacing dewasanya berhabitat di usus halus manusia. Infeksi A. duodenale dan N. americanus merupakan penyebab terpenting anemia defisiensi besi. Selain itu infeksi cacing Necator americanus tambang juga merupakan penyebab hipoproteinemia yang terjadi akibat kehilangan albumin, karena perdarahan kronik pada saluran cerna. Penyakit yang disebabkan oleh Necator americanus adalah Nekatoriasis, sedangkan Ancylostoma duodenale menyebabkan penyakit Ankilostomiasis. Cacing tambang merupakan salah satu cacing usus yang termasuk dalam kelompok cacing yang siklus hidupnya melalui tanah (soil transmitted helminth). Daur hidup cacing tambang yaitu telur dikeluarkan bersama tinja, setelah 1-1,5 hari dalam tanah, telur menetas menjadi larva rabditiform. Dalam waktu sekitar 3 hari larva tumbuh menjadi larva filariform yang dapat menembus kulit hospes kemudian berhabitat di usus halus dalam tubuh hospes tersebut. Cacing tambang betina menghasilkan 9.000-10.000 butir telur seharinya. Infeksi cacing tambang paling sering ditemukan di daerah yang hangat dan lembab, dengan tingkat sanitasi lingkungan yang buruk.
4

2.2 Morfologi Cacing Tambang

Gambar 1.1 Gambar 1.2 Gambar 1.3

Telur cacing tambang berbentuk oval (bulat lonjong), dinding sel (hialin) tipis dan bening, dengan ukuran yang berbeda tergantung dari jenisnya. Necator americanus memiliki ukuran telur 64 76 mm x 3640 mm sedangkan Ancylostoma duodenale ukuran telurnya 5660 mm x 3640 mm. Larva cacing tambang ini memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, oleh karena itu olahan tanah dalam bentuk apapun di lahan pertanian dan perkebunan akan menguntungkan pertumbuhan larva. (Gambar 1.1) Ukuran larva Rhabditiform kedua cacing tambang ini adalah sama 250 mikron. Rongga mulut larva rhabditiform terbuka, sempit dan panjang, memiliki esophagus 1/3 panjang badan bagian anterior (Gambar 1.2). Ukuran larva Filariform cacing tambang panjangnya 700 mikron. Rongga mulutnya tertutup, dan memiliki esophagus 1/4 panjang anterior badan. Larva ini menginfeksi host (manusia) dengan penetrasi kulit. Larva filariform merupakan bentuk infektif cacing ini(Gambar 1.3).

Cacing tambang betina dewasa berukuran panjang kurang lebih 1 cm. Ujung ekor yang betina berbentuk runcing dan mempunyai sepasang organ reproduksi (2 ovari). Bentuk badan N. americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan A. duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut (kapsula buccal) N. americanus mempunyai benda kitin/ lempeng pemotong, sedangkan pada A. duodenale ada dua pasang gigi/ 4 gigi ventral. Pada cacing betina N. americanus menghasilkan telur 9000/hari dan pada A. duodenale menghasilkan telur 10.000/hari. Cacing jantannya berukuran kurang lebih 0,8 cm, mempunyai organ reproduksi tunggal (testis) dengan ujung ekor yang berbentuk tumpul, dilengkapi bursa kopulatriks.

2.3 Siklus Hidup Cacing Tambang

Telur keluar bersama feses (egg in feces). Di tempat atau kondisi yang menguntungkan (lembab, suhu sekitar 230C 300C), telur menetas menjadi larva yang disebut rhabditiform (tidak infektif). Kemudian setelah 5 sampai 10 hari, larva rabditiform berubah menjadi larva filariform (larva infektif ini bisa bertahan 3 sampai 4 minggu dalam kondisi lingkungan yang menguntungkan). Larva filariform (filariform larvae) kemudian menembus kulit kaki (penetrates
6

skin) dan masuk ke dalam tubuh manusia (human body) mengikuti aliran darah (circulation), menuju ke jantung, masuk ke paru paru (lungs). Dari kapiler paru-paru, larva memasuki parenkim, lalu naik ke alveoli, bronchioles, bronkus dan trakea (trachea), faring. Setelah itu menuju ke tenggorokan, laring, kemudian tertelan (swallowed) dan masuk ke saluran perncernaan (usus halus). Di dalam usus, larva berkembang menjadi cacing dewasa yang siap menghisap darah pada mukosa usus halus. Dalam waktu 5-6 minggu, cacing mencapai kematangan seksual dan berpasangan. Cacing matang untuk kopulasi dan menghasilkan telur. Kemudian telur keluar bersama feses. Selain dengan cara infeksi aktif (larva filariform menembus kulit kaki), dapat pula terjadi infeksi pasif (pada infeksi Ancylostoma duodenale) yaitu bila kista (larva berdinding tebal) tertelan bersama makanan, langsung masuk ke usus halus dan berkembang menjadi cacing dewasa.
2.4 Efek Infeksi Cacing Tambang

Infeksi cacing tambang pada manusia disebabkan oleh infeksi parasit cacing nematoda Necator americanus dan Ancylostoma duodenale yang penularannya melalui kontak dengan tanah yang terkontaminasi. Penyakit yang disebabkan oleh Necator americanus adalah Nekatoriasis, dan Ancylostoma duodenale menyebabkan penyakit Ankilostomiasis. Gejala klinis nekatoriasis dan ankilostomiasis ditimbulkan oleh adanya larva maupun cacing dewasa. Bila larva filariform menembus kulit dalam jumlah banyak, akan menimbulkan rasa gatal-gatal (ground itch), ini lebih sering muncul di tangan atau kaki dan apabila larva mengadakan migrasi ke paru maka dapat menyebabkan pneumonia yang tingkat gejalanya tergantung pada jumlah larva tersebut. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus yang lebih diakibatkan dinding jaringan usus yang terluka oleh gigitan cacing dewasa, gangguan gizi sehingga penderita banyak kehilangan karbohidrat, lemak dan terutama protein, bahkan banyak unsur besi (Fe) yang hilang sehingga terjadi malnutrisi dan juga gejala klinik berupa gangguan darah yakni penderita kehilangan darah, darah yang hilang itu dikarenakan dihisap langsung oleh cacing dewasa yang berada di usus halus.

Gejala klinik ini bergantung pada (1) jumlah cacing, terutama yang secara melekat pada mukosa yang berdekatan dengan kapiler arteri; (2) species cacing, seekor A duodenale yang lebih besar daripada N. americanus mengisap darah 5 kali lebih banyak; (3) lamanya infeksi, gejala klinik penyakit cacing tambang berupa anemia yang diakibatkan oleh kehilangan darah pada usus halus secara kronik. Gejala yang sering muncul adalah lemah, pucat, lesu, sesak, nyeri perut berulang, malnutrisi dan anemia. Cacing tambang merupakan salah satu cacing yang dapat menyebabkan kehilangan darah bagi penderitanya sehingga sangat memungkinkan terjadinya anemia. Terjadinya anemia diduga karena adanya bekas gigitan cacing tambang pada dinding usus yang relatif sulit menutup akibat adanya enzim cacing yang memiliki sifat sebagai antikoagulan sehingga darah sukar membeku.

Gambar. Seekor cacing tambang dewasa yang memakan mukosa intestinal dan submukosa.

Cacing dewasa Necator americanus yang menghisap darah penderita akan menimbulkan penderita kekurangan darah sampai 0,1 cc per hari, sedangkan seekor cacing dewasa Ancylostoma duodenale dapat menimbulkan kekurangan darah sampai 0,34 cc per hari. Disamping itu juga, infeksi cacing tambang ini dapat menyebabkan eosinofilia meningkat dan Hb menurun pada infeksi berat. Penyakit cacing tambang menahun dapat dibagi dalam tiga golongan, yaitu: infeksi ringan dengan kehilangan darah yang dapat diatasi tanpa gejala, walaupun penderita mempunyai daya tahan yang menurun terhadap penyakit lain. Kedua, infeksi sedang, dengan kehilangan darah yang tidak dapat dikompensasi dan penderita, mempunyai gejala seperti: keluhan pencernaan, anemia, lemah, fisik dan mental kurang baik. Sedangkan pada infeksi berat,
8

dapat menyebabkan keadaan fisik buruk dan payah jantung dengan segala akibatnya.
2.5 Diagnosis Cacing Tambang

Sebelum

melakukan

pemeriksaan

tinja

secara

mikroskopis

dalam

laboratorium, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan makroskopis, yakni:


1. Konsistensi tinja

2. Adanya bahan lain selain tinja, seperti: lendir, darah, cacing dewasa. 3. Warna tinja Setelah itu, dilakukan pemeriksaan secara mikroskopisnya, yaitu: 1. Pemeriksaan Tinja Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur di dalam tinja segar manusia dan larva pada tinja yang sudah lama. Cara langsung
i) Metode Sediaan Basah dengan kaca tutup

Alat dan bahan yang diperlukan:


1) Sepotong lidi (+ 5 cm) 2) Objek glass dan deck glass

3) Air 4) Tinja yang diperiksa 5) Mikroskop Cara kerja: - Air diteteskan satu tetes diatas objek glass. - Tinja segar diambil kira-kira 0,2 gram dengan bantuan lidi dan diletakkan pada objek glass yang telah ditetesi air. - Tinja dalam air tersebut diratakan diatas objek glass tadi sampai menjadi suspensi yang homogen. - Ditutup dengan deck glass.
- Diperiksa dengan mikroskop pembesaran objektif 10 x, kondensor

turun dan diafragma kecil. ii) Metode Sediaan Tebal Kato Alat dan bahan yang diperlukan:

1) Selofan sebesar 30-50 mm x 20-30 mm


2) Larutan Malachite green 3%

3) Objek glass
4) Tinja yang diperiksa

5) Mikroskop Cara kerja: - Tinja diambil sebanyak 20-50 mg dan diletakkan diatas objek glass. - Ditutup dengan selofon yang telah direndam dalam larutan malachite green 3%.
- Diratakan dengan ibu jari, selofon tadi diekan agar tinjanya merata

kemudian didiamkan pada suhu 40oC selama 30 menit atau pada suhu kamar selama 1 jam. - Diperiksa di bawah mikroskop perbesaran 10 x.
Cara Tidak langsung (Teknik Konsentrasi) i) Metode sedimentasi

Alat dan bahan yang diperlukan: 1) Gelas sedimentasi (250 ml) 2) Saringan kawat 3) Beaker glass (250 ml) 4) Air 5) Sepotong lidi 6) Pipet dengan karet penghisap 7) Objek glass dan deck glass 8) Tinja yang diperiksa 9) Mikroskop Cara kerja: - Saringan ditempatkan di atas gelas sedimentasi
- Tinja dimasukkan + 2 cc ke dalam beaker glass - Tinja dihancurkan dengan sepotong lidi ambil diberi air sedikit demi

sedikit hingga menjadi suspensi yang homogen

10

- Suspensi selanjutnya disaring ke dalam gelas sedimentasi sampai

hampir penuh kemudian diamkan suspensi + 15 menit sehingga terbentuk sedimen (di dalam sedimen terdapat telur). - Bila cairan di atas sedimen masih keruh, tindakan yang sama diulang kembali sampai cairan jernih. - Sedimen diambil sedikit demi sedikit dengan pipet dan diletakkan di atas objek glass lalu ditutup dengan deck glass. - Diperiksa di bawah mikroskop.
ii) Metode Flotasi dengan NaCl jenuh

Alat dan bahan yang diperlukan:


1) Sepotong lidi

2) Beaker glass 3) Tabung reaksi


4) Objek glass dan deck glass

5) Larutan NaCl jenuh


6) Tinja yang diperiksa

7) Mikroskop Cara kerja:


- Tinja dimasukkan + 5 g ke dalam tabung reaksi dan ditambah NaCl

jenuh, diaduk sampai homogen, ditambahkan kembali NaCl jenuh sampai tabung reaksi terisi penuh (terbentuk permukaan cembung pada mulut tabung).
- Deck

glas diletakkan

pada mulut tabung reaksi

(menyentuh

permukaan larutan), didiamkan selama 10-15 menit. - Dengan hati-hati deck glass tersebut diambil dan diletakkan di atas objek glass. - Diperiksa dibawah mikroskop pembesaran 10 x.
iii) Metode Pengapungan ZnSO4

Alat dan bahan yang diperlukan: 1) Tabung reaksi 2) Tabung pemusing 3) Kain kasa 4) Sentrifugasi
11

5) Larutan ZnSO4

6) Larutan J-KJ
7) Objek glass dan deck glass

8) Tinja yang diperiksa 9) Mikroskop Cara kerja: - Tinja diambil sebesar biji kelereng dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan air sampai volume menjadi 10 kalinya lalu diaduk. - Kain kasa diambil untuk menyaring tinja yang telah diaduk dan ditampung ke dalam tabung pemusing. - Dipusing dengan kecepatan 1800 rpm selama 1-2 menit dan dilakukan sebanyak 3-4 kali.
- Sesudah supernatan terakhir dibuang, ditambah larutan ZnSO4

sampai 2/3 tabung pemusing lalu diaduk kemudian dipusing dengan kecepatan 1800 rpm selama 1-2 menit.
- Bagian yang mengapung diambil dengan pipet dan ditaruh diatas

objek

glass,

ditambah

larutan

J-KJ,

dicampur

dan

ditutup

menggunakan deck glass. - Diperiksa di bawah mikroskop. 2. Pembiakan/ kultur tinja Diagnosis dilakukan untuk mengidentifikasi larva, yakni membedakan larva Ancylostoma dengan Strongyloides. Teknik Harada Mori Prinsip: Larva pada tinja bergerak melawan aliran air kapiler yang naik dalam kertas saring (yang sebagian terendam dalam tabung uji) sehingga larva tersebut berkumpul di ujung kantung plastik. Alat dan bahan yang diperlukan:
1) Kantung plastik dengan ujung sempit dan tertutup ukuran + 17 x 3 cm

2) Kertas saring 3 x 15 cm 3) Api lilin 4) Lidi 5) Binokuler


12

6) Air bersih
7) Tinja yang diperiksa

Cara kerja:
- Tinja diambil kira-kira 0,5 g dengan bantuan lidi dan dioleskan/

diratakan pada 2/3 kertas saring.


- Kertas saring yang telah dioleskan dimasukkan ke dalam kantung

plastik berisi air dengan ujung runcing lebih dahulu sehingga ujung runcing kertas saring masuk ke bagian sempit kantung plastik.
- Air dimasukkan ke dalam kantung plastik + 2 cc, kertas saring menjadi

basah dan air akan tertampung pada ujung kantung plastik. - Kantung plastik ditutup dengan memakai api lilin kemudian kantung plastik tersebut digantung dengan bantuan jepitan bagian kertas dengan ujung runcing bagian bawah dan dibiarkan pada suhu kamar selama 4-7 hari. - Diperiksa larva dalam air yang berkumpul di ujung kantung plastik tersebut dengan binokuler pembesaran kecil (3x, 2x). 3. Cara Pengenceran
Teknik Perhitungan Telur Cara Stool

Metode ini digunakan untuk mengetahui jumlah cacing dengan menghitung jumlah telur. Alat dan bahan yang diperlukan: 1) Labu Erlenmeyer Stool 2) Pipet + karet penghisap 3) Butiran gelas diameter 3 mm
4) Objek glass + deck glass 5) Sumbat karet

6) Larutan NaOH 0,1 N


7) Tinja yang diperiksa

8) Mikroskop Cara kerja: - Labu erlenmeyer diisi dengan larutan NaOH 0,1 N sebanyak 56 ml kemudian dimasukkan tinja sampai permukaan cairan mencapai garis 60 ml.
13

- Dimasukkan 10-20 butiran gelas, sumbat erlenmeyer dengan sumbat karet dan diamkan semalam. - Labu erlenmeyer tersebut dikocok sampai merata kemudian dipipet 0,15 ml larutan tinja tadi dengan pipet dan diletakkan diatas objek glass lalu ditutup menggunakan deck glass. - Diperiksa di bawah mikroskop dan dihitung jumlah seluruh telur yang ada pada sediaan : Jumlah telur pergram tinja = jumlah telur yang ditemukan x 100. Faktor koreksi: tinja lembek = 2, tinja setengah cair = 3, tinja diare = 4, tinja encer = 5. Masalah diagnostik cacing tambang: Telur cacing tambang sangat sensitif terhadap dingin, jangan simpan tinja sebelum melakukan kultur larva. Apabila tinja dibiarkan atau disimpan dalam suhu kamar lebih dari 24 jam tanpa pengawetan, telur akan menetas menjadi larva. Larva ini harus dibedakan dengan larva Strongyloides stercoralis karena pengobatan keduanya agak berbeda.
2.6 Epidemiologi Cacing Tambang

Cacing ini dapat ditemukan di daerah tropis dan subtropis. Cacing tambang species Necator americanus banyak ditemukan di Amerika, Sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara, Tiongkok, dan Indonesia sedangkan Ancylostoma duodenale lebih banyak di Timur Tengah, Afrika Utara, India, dan Eropa bagian selatan. Cacing tambang terdapat hampir di seluruh daerah khatulistiwa, terutama didaerah pertambangan. Di Indonesia, prevalensi cacing tambang pada umumnya berkisar antara 30-50%. Prevalensi yang tinggi ditemukan di daerah perkebunan dan pertambangan. Daerah yang panas, kelembapan yang tinggi dan sanitasi yang kurang sangat menguntungkan cacing ini dalam siklus hidupnya. Kebiasaan defekasi di tanah serta penggunaan tinja sebagai pupuk berperan penting dalam penyebaran infeksi. Keadaan tanah yang baik untuk pertumbuhan larva cacing ini yaitu tanah gembur, berpasir dan humus. Suhu optimum bagi Necator americanus adalah 28C - 32 C dan Ancylostoma duodenale adalah 23C - 25 C. Keadaan suhu

14

ini adalah salah satu sebab Necator americanus lebih banyak ditemukan di Indonesia daripada Ancylostoma duodenale.
2.7 Cara Pencegahan Infeksi Cacing Tambang

Upaya pencegahan dan pemberantasan cacing tambang ini yaitu dengan: 1) Memutuskan rantai siklus hidup cacing dengan cara masyarakat harus menjaga kebersihan, cukup air bersih, mandi dan cuci tangan teratur. Masyarakat diharapkan untuk berdefekasi (BAB) di kakus. Selain itu, tetap melindungi tiap individu dengan mengenakan alas kaki (preventif). Untuk pengobatan massal yang efektif, perlu dilakukan terutama pada golongan rawan terinfeksi. 2) Pemberian penyuluhan kepada masyarakat mengenai sanitasi lingkungan yang baik dan cara menghindari infeksi cacing tambang ini.

BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Nekatoriasis atau Ankilostomiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale). Penyebaran cacing terutama di daerah pedesaan, yang sanitasi lingkungannya buruk. Infeksi A. duodenale dan N. americanus merupakan penyebab terpenting anemia defisiensi besi. Selain itu infeksi cacing tambang juga merupakan penyebab hipoproteinemia yang terjadi akibat kehilangan albumin, karena perdarahan kronik pada saluran cerna. Gejala klinik yang disebabkan oleh cacing tambang dewasa dapat berupa nekrosis jaringan usus, gangguan gizi dan gangguan darah. Diagnosa klinik penyakit cacing ini tidak dapat diketahui dengan tepat, sebab efek infeksi cacing tambang tidak memberikan gambaran yang jelas,
15

dengan demikian untuk membantu menegakkan diagnosa perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Pada infeksi yang berat, dengan pemeriksaan langsung mudah dilakukan. Pada infeksi yang ringan, dapat dilakukan pemeriksaan dengan pengendapan atau biakan. Teknik pengapungan ZnSO4, memberikan hasil yang baik untuk mencari telur maupun larva cacing tambang tetapi memerlukan alat pemusing, dan teknik biakan memerlukan waktu yang lama. Pada teknik sediaan tinja tebal Kato, meskipun kurang peka dibanding teknik sentrifugasi ZnSO4, tetapi alat yang digunakan lebih sederhana dan murah, serta dianjurkan juga untuk pemeriksaan massal. Untuk pemeriksaan cacing tambang sebaiknya dilakukan kombinasi pemeriksaan langsung dengan cara Kato sedangkan untuk meningkatkan pemeriksaan digunakan teknik Harada Mori.
3.2 Saran

Diharapkan perhatian dan penanganan khusus dari masyarakat dan pemerintah, tentang arti pentingnya sanitasi yang baik disekitar rumah atau tempat bekerja. Masyarakat dihimbau untuk:
1. Selalu menjaga kebersihan diri, mandi, membiasakan cuci tangan dengan

bersih menjelang makan atau sesudah buang air besar.


2. Memiliki jamban, tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat. 3. Tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk, tinja harus dikelola dengan

tangki septik, agar tidak mencemari sumber air (sanitasi pembuangan tinja).
4. Proteksi kaki, selalu memakai alas kaki dalam kehidupan sehari-hari. 5. Bila sudah terjadi infeksi cacing tambang maka penderita harus segera

diberi obat cacing atau segera di bawa ke dokter untuk tindakan lebih lanjut.

16

DAFTAR PUSTAKA

Handimulya, Dean.Parasitologi.2006. (diakses tanggal 06 Agustus 2011) diunduh dari: http://www.kuliah.esaunggul.ac.id/mod/resource/view.php?id=7526 Heru Prasetyo,R..Pengantar Praktikum Helmintologi Kedokteran.Jakarta J.Hotez, Pieter, dkk.Infeksi Cacing Tambang. (diakses tanggal 06 Agustus 2011) diunduh dari: http//www.scribd.com/doc/56387929/Infeksi-Cacing-Tambang Sehatman.Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Diagnosa Infeksi Cacing Tambang.Departemen Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan:Jakarta Shivekar, Sunil.Soil Transmitted Helminths In A Rural Population Of PuducherryA Hospital Based Study.2011 (diakses tanggal 08 Agustus 2011) diunduh dari: www.ijpbs.net/vol-2_issue-3/bio_science/35.pdf
17

Soejoto, dkk.Penuntun Praktikum Parasitologi Medik. Departemen Kesehatan RI:Surabaya Soejoto, dkk. Parasitologi Medik Jilid 2 Helmintologi. Departemen Kesehatan RI:Surabaya (diakses tambang (diakses tanggal 08 Agustus 2011) http://www.cdc.gov/parasites/hookworm (diakses tanggal 08 Agustus 2011) http://dpd.cdc.gov/dpdx/HTML/Hookworm.htm tanggal 08 Agustus 2011) http://landscape.webnode.com/cacing-

18

Anda mungkin juga menyukai