le_la_ki63@yahoo.com
Novel tuk berbagi saling mengingatkan jadi lebih baik. Insya Allah. Tuk teman-teman di hijrah_euy dan teman-teman yang telah mau berteman. Semoga berkah . Amin.
HARYADI
DAFTAR ISI
BAYANGAN KERINDUAN KEBERSAMAAN MISTERIUS KESENDIRIAN YANG SEPI MENAHAN DIRI DARI GODAAN UJIAN DALAM GODAAN PESTA ITU TELAH BERAKHIR BALI DALAM KENANGAN LEE WONG COWOK SIMPANAN
BAYANGAN KERINDUAN
Gerimis kecil menyambut kami di Ngurah Rai. Bali belum begitu ramai sejak dua kali kena bom. Tapi beginilah, untuk pertama kali aku ke Bali, kesan pertama ada rasa senang. Aku banyak tau Bali hanya lewat internet dan cerita teman-teman saja. Perasaanku kadang masih terasa sepi dan sedih. Baru sekarang ini aku merasakan ini. Apalagi kalau melihat sesuatu yang memperlihatkan keakraban dua manusia. Aku merasa tak mungkin bisa seperti mereka. Galau saja hati ini. Sampai kapan ini? Ada saja orang yang mirip Andri menurut pandanganku. Tadi ketika naik pesawat di Jakarta, aku lihat ada cowok yang wajahnya seperti Andri, tapi sedikit lebih pendek. Trus tadi, ketika aku turun pesawat, ada lagi, tapi sangat cakep. Lebih ganteng dari Andri, lebih tinggi dan putih, dan sangat bule! Memang orang asing sih ...mungkin dari Eropa sana. Yang bikin kecewa, dia bersama dua anak perempuannya dan istrinya yang cantik banget. Kok bisa ya ... Fitri, Arman dan Dodi masih menunggu aku yang sedang mengambil beberapa lembar brosur yang ada di rak. Ada beberapa orang yang memperhatikanku, tapi .aku cuek aja. Lebih banyak brosur berbahasa Jepang. Aku nggak tau artinya, tapi dari brosur lokal dapatlah aku bandingkan, informasi apa yang sesungguhnya yang diberikan, lebih banyak penawaran sewa dan paket wisata. Aku selipkan apa yang kudapat di dalam tas sandangku. Hm, banyak juga. Sambil berjalan menuju pengambilan bagasi, kembali untuk menghubungi Bagus. Anak yang kukenal lewat chatting dan beberapa kali dia kirim email. Katanya dia tinggal di Denpasar, tapi dia tak mau beri alamat lengkap. Harapanku sih dia dapat jadi temanku nanti selama di Bali. Aku coba hubungi dia lagi. Ada nada panggil sampai tiga kali, kemudian putus. Ini sudah kualami sejak aku memberi tahu dia kalo aku jadi berangkat ke Denpasar kemarin sore. Aku heran saja. Kenapa? Aku cuekin bisa saja sih, cuma rasa penasaranku memang tak dapat diajak kompromi. Smsku pun terkirim tapi tak berbalas. Bagus, ada apa denganmu? batinku. "Yadi, tas lo!" Dodi sedikit berteriak. Tas pakaianku sedang meluncur di antara tas lain di eskalator bagasi itu. Segera aku kantongi hpku dan mengampil tas yang tak begitu besar. Aku memang tak banyak bawa pakaian. Rupanya mereka sudah mendapatkan bagasinya masing-masing. Dodi yang paling banyak bawaaannya, sebagian memang perlengkapan untuk kegiatan kami selama di Bali. "Maaf," kataku sambil berjalan menyusul mereka ke pintu keluar. Sebagai komandan, aku memang sedikit tidak konsentarasi. Semoga mereka tidak terganggu. "Aku jadi nggak sabar deh," Dodi menggerutu. Dia memang sudah beberapa kali ke Bali, dan harapanku dia memang sangat membantu. Dia bagian perlengkapan dan penata lapangan juga. Tubuh gempalnya memang pas dengan tugasnya. Kami berempat memang punya bagian kerja masing-masing. Dan banyak hal yang dirangkap. Sedikit serabutan. Yang aku suka lagi, semua dapat bekerja sama. Memang 3
nikmat kalau bersama. Arman, dapat tugas sebagai membantu kami bertiga. Anaknya memang banyak diam, tapi kalau disuruh tak pernah gagal. Inisiatifnya bagus sekali. Fitri bertugas yang mengurus administrasi dan keuangan. Dia yang memegang cek atau kartu kredit, dan semua kwitansi dia yang ngumpulin. Dia sepertinya sudah punya rambu-rambu kapan mengeluarkan duit, kapan perlu berhemat. Kalo nggak tau, Fitri dapat berkesan pelit. "Itu dia!" seru Dodi ketika melihat seorang bapak yang sedkit gemuk dan tinggi berdiri di balik railing pintu keluar. Dia membawa kertas bertuliskan : Ibu Fitri, Jakarta. Fitri yang datang mendekat dan mengulurkan tangan. Baju batik lelaki paruh baya itu sudah kelihatan lusuh. Wajahnya khas orang Bali, hidung bulat,bibir tebal, pipi tembem dan kulit gelap. "Selamat datang," sapanya ramah. Kami bersalaman bergantian. Dia melihat bawaan kami ada sekitar 7 koli. Lumayan. Dia bantu bawakan tas Dodi dan dan yang dibawa Fitri. Kamipun menuju areal parkir mengikuti dia. Suasana sore ini belum begitu ramai. Gerimis sudah berhenti, meninggalkan udara segar. *** Aku sms Bagus lagi. Aku katakan aku sudah mendarat di Bali dan sekarang sedang menuju Kuta. Aku berikan alamat tempat kami menginap. Setengah jam aku tunggu balasannya. Tak ada. Ah... Kulihat Fitri juga sibuk denga hpnya, Dodi juga. Hanya Arman yang duduk di depan yang diam sambil melihat lingkungan perjalanan kami. Di dashboard mobil ada janur dengan sesajen warna-warni. Barang yang indah, pikirku. Nanti aku akan tanyakan apa maksud sesajen itu. Mobil Kijang kami terus meluncur tenang. Kotanya bersih dan kelihatan sangat hijau. Motor bebek terasa mendominasi jalanan. Keramahan sudah terasa kental di sini. "Kita mau ke hotel dulu, atau ketemu Andika di Jimbaran?" tanya Fitri. Dia lihat jam ditangannya."Udah jam3 sekarang," tambahnya. Aku kaget. Lho? "Bukannya jam 2?" tanyaku. Perasaan perjalanan Jakarta - Bali tak lamalama amat deh. "Wah, payah deh. Bali kan lebih cepat sejam. Waktu Indonesia tengah tahu!" Dodi menyemprot. Kok nadanya dari tadi kencang terus sih? Aku tersadar. "Ya, baiknya jamnya sudah disesuaikan dengan waktu Bali," si Bapak yang merangkap jadi sopir menerangkan. Ketika kami sudah masuk wilayah Jimbaran, si Bapak menerima telpon. Sepertinya dari Andika yang mengkonfirmasi keberadaan kami. Tak lama mobil kami sudah membelok masuk wilayah parkir sebuah restoran. ***
"Saya pikir model dari Jakarta sudah ikut," Andika bercanda ketika bersalaman denganku. "Kalau perlu, bolehlah menggantikan,"balasku."Tapi biasanya honornya beda." "Apa?" Andika jadi serius ... "Nggak, canda ..." kataku tergelak." Kita tentu dapat model yang lebih baik." Andika selama ini hanya kenal suara. Bayanganku nggak jauh dari perkiraan. Usia sekitar 40-an, dah berkeluarga. Agak sedikit santai penampilannya tapi kalau bicara sangat tegas. Dia memperkenalkan lima orang timnya Katanya nanti malam akan datang tim yang lebih banyak. Jadi keseluruhan dari Bali ada 10 orang. Hanya dua ceweknya, Alika dan Putri yang datang sore itu. Cewek yang tomboi kupikir. Dari penampilannya dan sikapnya sebenarnya aku suka, tapi ya kurang feminin aja. Dan tiga cowok lainnya usianya tak jauh beda dengan Andika, mungkin lebih muda: Robby, Putu dan Nyoman. Kuharap tim kerja ini dapat bekerjasama dengan baik Ada sinyal aneh yang kudapat ketika makan ikan bakar. Sorot mata Robby melihatku. Sesekali aku dapat lihat dia mencuri pandang sambil menyuap nasinya. Tapi aku hanya sesekali memandangnya. Baru-baru udah pasang sinyal, sangatlah tak layak. Atau karena Robby bukan type aku? Halah! Robby orang jawa tengah, hitam sedikit gemuk dan pendek. Wajah sih tak begitu-begitu amatlah. Perutnya juga gendut. Wuih! kalo menilai orang aku memang keterlaluan juga ya. Menjelang sore, aku memotret keindahan matahari terbenam. Pantai Jimbaran sangat indah, walau pantainya tak begitu lebar dan pasirnya tak begitu putih. Anginnya sangat kencang. Di sepanjang garis pantai, deretan meja restoran menghiasi suasana pantai itu. Agak kurang bersih, apalagi bekas sesajen yang bertebaran di pasir pantai. Alas meja melambai-lambai memebri warna suasana pantai. Indah. Aku suka. Suasana menjelang malam di Jimbaran ini memang sangat romantis. Beberapa pasangan sedang makan dengan mesra, Ah, kalau saja ... desir hatiku kembali menyesakkan dadaku. Kerinduan itu, sentimentil itu, tiba-tiba hadir. Untunglah teman-teman di sisini mampu membuat aku senang. *** Aku sedang menyabuni tubuhku ketika bel kamar bunyi. Siapa sih ? Kubilas sekedarnya di pancuran. Aku keluar dari ruang shower dan meraih handuk yang masih terlipat rapi. Handuk yang lebar itu kulilitkan ke pinggang. Aku keluar kamar mandi dan segera membuka pintu kamar. Aku hanya buka daun pintu tak begitu lebar. Kulihat Robby di sana. Tersenyum. "Maaf, sedang mandi ya?" Aku harus jawab apa? Dah tau aku sedang basah begini. Dia menunggu aku mengatakan sesuatu. Kulihat jakunnya menelan liurnya. Nafsu kali dia melihat aku setengah telanjang 5
begini. Aku mengangguk saja. Berusaha ramah ... "Iya deh. Ditunggu di lobby aja," katanya setelah melihat kekakuanku. Tak mungkin aku mengajaknya masuk. Aneh! Aku bisa bersikap sombong begini. Entahlah, apa karena aku sudah tidak suka aja dari awalnya. Segera kututup pintu ketika dia sudah bergerak meninggalkan pintu kamarku. Aku masuk kamar mandi, dan meneruskan mandiku. Lama aku menikmati guyuran air hangat. Enak juga ya kalau punya kamar mandi begini. Lebih enak lagi .... membayangkannya, membuat ototku menegang.
KEBERSAMAAN MISTERIUS
Tak biasanya aku mandi tanpa mempermainkan batangku. Apa karena doaku ketika masuk kamar mandi, atau karena aku udah kecapaian atau karena memang aku sudah sadar kalau masturbasi tak baik untuk diriku? Segera aku keluar kamar mandi dan berpakaian. Cermin kamar mandi berembun karena udara panas air hangat dan aku tak bisa menikmati keindahan tubuhku sambil melap diri dengan handuk. Sms dari Fitri membuat aku segera keluar kamar. Kupakai sendal aja. Acara malam ini, setelah makan malam ada rapat koordinasi awal untuk kerja kami selama dua minggu mendatang. Sore menjelang malam, udara hangat. Udara laut menghembus diriku yang berjalan menuju restoran. Beberapa orang pelayan menyapaku. Aku suka keramahan ini. "Ditunggu pak, di sana," pelayan menunjuk meja yang di pojok. "Terima kasih," kataku. Aku melangkah ke meja yang ada Andika. Meja telah penuh delapan orang. Ada orang baru yang kulihat. Fitri, Arman dan Dodi sudah duduk dan sedang menikmati makan malamnya. Ini nggak enaknya kalau datang terlambat. Andika berdiri menyambutku. Penampilannya sudah lebih segar dari ketika di Jombaran tadi siang. Aku salami semua yang di meja itu sambil memperkenalkan diri. Kemudian Andika mengajakku kemeja yang lain, udah ada empat orang disana, termasuk Putri dan Alika. Aku berkenalan lagi dengan dua orang yang baru. Anak-anak muda, dan kupikir mereka mahasiswa. Setelah perkenalan itu, aku mengambil makan malamku yang disajikan dengan prasmanan. Aku tak makan nasi yang banyak, tapi banyak sayurnya saja. "Saya pikir tadi Brandon Routh," komentar Yudi, anak yang baru kekenal itu berani. Aku duduk di sampingnya. Anaknya keren juga dengan rambut yang berjambul. Usia hampir sama denganku. Disamain dengan bintang Superman Returns itu, hampir membuat aku tersedak. Segera aku minum. Di samping dia, Arifin, yang tampilan biasa saja. Aku tak tahu dia bertugas sebagai apa. Tapi aku jadi curiga dengan hp dia. Rasanya mengarah ke aku sejak tadi, walau kesannya dia seperti sedang menulis sms. Aku memang tidak suka kalo ada orang yang mengambil fotoku, apalagi secara diam-diam begini. Celana jeans dan kaos panjang hitam yang sedikit ketat ini memang membuat aku tampil beda dari tadi siang. Tapi kenapa mereka memujuki? Rambutku yang sedikit panjang, memang rada mirip si bintang Supermen Returns itu. Wuih GR. Segera aku selesaikan makan malamku. Sesekali aku menimpali gurauan mereka. Setelah ini, kami akan menuju ruangan rapat yang telah kami sewa. "Nggak usah buru-buru. Pelan-pelan saja," Andika pamit di sampingku. "kami tunggu di ruang rapat ya. Mesti persiapkan peralatan dulu," tambahnya. Dia dikuti beberapa orang dari timnya. Kulihat Fitri dan Arman masih menyelesaikan makannya di meja sana. 7
"Ok," kataku mengangguk pelan, sambil melap mulutku. Kulihat teman satu mejaku juga sudah menyelesaikan makannya. Cowok yang tadi memujiku dan tiga temannya, juga pamit mengikuti rombongan Andika. Kulihat sekilas, sepertinya dia SSA juga. Ah, kenapa ada saja pikiran semacam itu. Aku jadi ingat dengan Robby yang tadi kekamarku. Apakah dia juga? Kuakhiri makanku dengan minum. Fitri dan Arman mendekati mejaku. Fitri duduk di sampingku yang kosong. Ada yang mau dibicarakannya. Arman meninggalkan kami berdua menuju ruang rapat. "Hotel minta uang muka. Cash," bisik Fitri di sampingku. Aku ingat, dalam pembicaraan awal tak ada bicara tentang uang muka. Yang diperlukan adalah meningalkan tanda pengenal saja. Dan lagi, ini kan sudah urusan pimpinan kami, ada kontrak khusus. "Coba konfirmasi lagi dengan bu Poppy," kataku.'Kalau ada, minta copy kontrak kerja sama kita dengan hotel. Sekalian kontrak kita dengan Andika," tambahku. Kemudian Fitri menjelaskan, kalau dengan pihak Andika tidak ada masalah. Aku juga mengingatkan rencana untuk rapat hari ini. Jangan terlalu pelitlah dengan bayaran, kataku. Fitri senyum aja. Sebagai penanggung jawab urusan keuangan, walau aku dapat saja mengaturnya, tapi Fitri lebih aku percaya saja. Dia orangnya tegas, tapi tidak kaku banget. Teman-teman lain pasti telah menunggu, kuajak Fitri untuk menuju ruang rapat juga. "Ntar malam, Andika dan teman-teman ngajak ke cafe di Legian. Ikut?" "Boleh juga, tapi lihat nantilah." jawabku. Kami berjalan ke ruang rapat, sebenarnya ruang serbaguna yang sudah disekat, yang tidak jauh dari resoran. Aku merasakan ada yang memperhatikanku. Sebelum meninggalkan ruangan restoran, aku sapu pandanganku ke dalam restoran. Hanya ada dua pasang keluarga di pojok sana dan seorang cowok dan cewek, dan kukira mereka sepasang kekasih. Entahlah, perasaanku membisikkanku kalau ada yang memperhatikan. Di ruang rapat sudah terkumpul semua. Ada meja panjang dan layar LCD yang sudah siap untuk presentasi. Ada tiga laptop di meja, termasuk satu yang dibawa Dodi. Ada makanan kecil juga. Kalau mau ada teh hangat di pojok ruangan, di meja kecil. "Mulai saja," kataku ke Andika, ketika sudah mengambil duduk. Aku duduk di samping Andika, dan di sampingku Fitri. Aku dan Fitri jadi seperti pasangan kekasih saja. Ada beberapa mata kurasakan menatapku, ada yang cemburu? Ini rapat hanya sekedar memberikan informasi rencana kerja, penanggung jawab dan mengingatkan kalo ada hal yang belum beres, semacam sewa peralatan, izin dan persiapan di tujuan lokasi. Yang seru adalah pemilihan model. Rencananya akan banyak menggunakan model cowok dan hanya dua model cewek. Model cewek yang dipilih yang penampilannya sangat lokal atau berkesan lugu. Tak begitu cantik, tapi berkesan menarik. 8
Tak susah kami memilihnya. Hari itu juga, Alika yang bertugas untuk memberitahu model terpilih. Sedang untuk model cowok, sebenarnya bukan model benaran, cuma cowok yang menarik saja. Tim kerjanya Andika memang hebat untuk memilih dan mendapatkan calon. Ada tiga puluh oang yang ditampilkan. Rencana awal kami akan memilih lima belas sampai duapuluh orang saja. Katanya yang ditampilkan juga telah terpilih dari lima puluh orang yang mendaftar. Seru juga, pikirku, kalau banyak cowok di pantai. Proyek pemulihan pariwisata Bali ini memang diserahkan konsepnya kepada masing-masing lembaga pariwisata untuk menyusun konsep sendiri. Dan kupikir dengan menampilkan banyak cowok begini, tampil seperti acara ManHunt, menarik juga. Kulirik Robby yang sedang melirik kearahku juga. Di layar, menampilkan model-model cowok yang mau dipilih secara bergantian. Hampir semua model dengan bertelanjang dada. Sebagin besar memang punya tubuh yang indah, bahu, dada, perut, pinggul, paha dan kaki yang ideal dan proporsional. Entahlah, aku jadi curiga dengan Arifin, sejak tadi di restoran, hpnya mengarah ke aku terus. Sekarang pun begitu. Ah, apa dia mau pamer hp n-seriesnya itu? "Keren abis!" bisik Fitri di sampingku. "Pilih aja salah satu, Fit," candaku."Kamu juga pegang data mereka kan?" Fitri tersipu. Dalam hatiku juga ada yang kupilih. Tak jauh dari yang mirip Andri. Hm, Andri lagi ... Aku sudah tandain namanya: Brahmanto. Kelahiran Bandung, kuliah di Udayana jurusan Arsitek. Tubuhnya atletis dan wajahnya tak jauh dengan Andri, cuma kalau dilihat lebih Anjasmara saja. Lho kok? Diputuskan kami menggunakan tigapuluh cowok. Aku konfirmasi soal anggaran honor, apakah masih cukup. Rupanya harga model di Bali tak semahal di Jakarta. Jadi tidak masalah dengan anggaran, masih cukup. "Dan lagi mereka bukan profesi model," jelas Andika." Kalau model yang profesional, kontraknya sedikit sulit, karena banyak juga yang agennya di Singapura atau Australia." Yang kami pilih memang punya tampang yang umum saja, nggak bule banget dan postur yang tak terlalu tinggi. Mereka kan hanya mau difoto sama-sama. Sebagian besar memeiliki warna kulit yang gelap. Ada empat orang yang keren banget dengan rambut gimbalnya dan kulit warna tembaga, coklat kemerahan. Kalau melihat ekspresinya, sepertinya mereka sudah biasa difoto.Tak sabar rasanya untuk mengikuti pemotretan. Rencana lusa pemotretan di Nusa Dua. Besok kami akan mengurus izinnya sekalian penyewaan peralatan water sport lokal. Kawasan perhotelan bintang lima ini memang banyak persyaratan. Perutku terasa panas. Tak nyaman sekali. Ada yang tidak cocok dengan sayuran tadi mungkin. Atau aku memang masuk angin. "Kenapa?" tanya Fitri melihat kegelisahanku. "Tau nih. Mules. Masuk angin atau apa. Nggak nyaman banget," kataku. 9
Entahlah. Keringat dingin mulai membasahi tubuhku. Aku minta izin kembali kekamar hotel lebih dulu. Perutku mules. Kukatakan ke Fitri kalau aku tak usah ikut ke Legian. Teman-teman lain menyesali ketidak ikutanku di acara malam ini. Tapi, kupikir aku perlu istirahat saja. Keringat dingin mulai mengucur. Sedikit pusing. Kukatakan tak perlu menemaniku. Mereka bisa pergi tanpa aku. Aku berjalan menuju kamarku. Kartu kunci segera aku keluarkan dan buru-buru masuk kamar mandi. Keluar semua isi perutku. Berbusa. Aku masuk angin. Kuhela nafas pelan dan konsentrasi di perut bawah. Aku berzikir untuk mengurangi rasa sakitku, seperti saran Elga kalau mengalami hal yang sama. Konsepnya sih, semua kan dari Allah, dan mesti dikembalikan juga kepada Allah. Ah, aku jadi ingat belum memberitahu Elga kalau aku sudah sampai di Bali. Besok ulang tahun dia. Aku belum dengar cerita dia setelah membaca novel Ayat-ayat Cinta, mungkin belum dibacanya. Kok dalam kondisi begini aku ingat dia? Bagus, dimana dia? Bayangan itu kembali mengingatkanku. Aneh memang, ada rasa rindu untuk bertemu dengan Bagus. Tapi seringkali ada wajah Elga yang menutupinya. Kenapa ini. Kuusap perutku dengan minyak kayu putih. Ah, jadi seperti anak-anak saja, batinku. Teman-temanku pasti sudah bersenang-senang.
10
kencang dan nafasku mulai mendengus...hah... Rangsangan itu masih saja kulakukan ... Nada sms masuk. "Takutlah karena Allah..." pesan dari Elga. Sepertinya dia belum selesai menulisnya. Tapi, entahlah. Tiga kata itu terasa cukup bagiku. Dia seperti menyadari apa yang sedang aku lakukan. Jakarta dan Bali cukup jauh, tapi masih saja dapat nyambung ... Haruskah aku melakukannya? Aku berbuat baik dan beribadah hanya karena ada orang lain. Pada saat tak ada orang, pada saat sendiri, aku jadi lupa. Kemaksiatan itu makin menggebu. Betapa malunya aku. Semua yang aku lakukan karena orang lain. Kalau saja aku menyadari kenikmatan Allah yang dititipkan padaku, masih mampukah aku melupakanNya? Jantungku berdetak keras. Pergolakan batin itu membuat aku gerah. Segera aku berpakaian lagi. Menuju kamar mandi. Berwudhu. Ada perasaan lega setelah itu. Kuganti celana batikku dengan celana yang bersih. Kaos kuganti dengan kemeja katunku. Kubuka pintu ke arah balkon kamarku. Deburan ombak terasa lagu yang syahdu. Daun pohon kelapa hanya melambai pelan. Angin tak begitu kencang, tapi hangat. Aku suka kenikmatan ini. Kubentangkan sajadah setelah menggeser posisi kursi dan meja. Dalam hati aku berniat, apa yang aku lakukan sekarang hanya karena-Nya. Baru rakaat pertama, entah kenapa dadaku terasa sesak, kerongkonganku terasa ada yang menyodok, mataku sudah mulai basah. Aku menangis. Sungguh aku terharu. Begitu besar nikmat Allah padaku. Sungguh terasa sekali cinta Allah padaku. Debur ombak membuat suasana makin syahdu saja. Semua kerinduan itu seperti tumpah. Aku ingat, saat perasaan pada Andri begitu menggebu, dan aku diberitahu jeleknya Andri setelah itu. Dengan kemarahannya, dengan kecemburuannya dan aku lihat sendiri penampilan dia dengan lelaki setengah baya. Semua aib itu Allah beritahu tanpa kuminta. Tanpa aku sadari, Allah telah membuka pikiranku seperti apa sesungguhnya hubungan aku dengan Andri. Pada saat aku galau dengan perasaanku, Allah memberi aku kesempatan menjauh dari Andri, dengan mendapat tugas ke Bali ini. Nikmat itu terasa besar sekali padaku. Ya Allah, bantu aku untuk dapat memahami apa yang Kau berikan padaku. Segala cobaan itu kadang aku tak dapat mengontrolnya. Kadang aku lalai, kadang aku lupa. Tiba-tiba aku ingat kematian. Kalau saja kematian itu sudah saatnya, aku ingin Kau mengambilnya dalam suasana cinta-Nya. Kalau saja hari ini ada stunami, kalau saja hari ini gempa bumi yang meluluhlantakkan isi bumi ini, aku ingin masih dalam dekapan cintaNya. Tak ingin aku mati dalam kemaksiatanku. Sungguh... Bahuku terguncang lagi, dadaku makin sesak, air mataku sudah membasahi dadaku, sajadahku. Lemah sekali aku, ringkih sekali aku.... Aku tak ingin beribadah kepadamu karena orang lain, karena ingin dipandang baik. Sungguh, aku memang tidak bisa menjaga imanku, kadang aku mengabaikannya. Maafkan aku ya Allah ... Deru ombak terasa kencang. Menderu dibalik bangunan utama hotel. Aku yang sedang di 12
balkon terus menyelesaikan sholatku. Dialog dengan Allah terasa nikmat. Kembali nikmat itu aku rasakan. Mampukah aku menjaga nikmat itu dengan terus berbuat baik, hanya karena-Nya? Satu persatu kartu nikmat itu terhampar. Dari nikmat yang ada pada diriku yang kata orang aku ganteng, belum lagi aku bisa menyelesaikan sekolahku, punya keluarga yang baik, punya teman-teman, punya pekerjaan, punya lingkungan ... ya Allah, aku tak bisa menghitungnya. Maafkan aku ... Aku tidak peduli kalau ada yang melihatku malam dini hari begini. Aku tak peduli. Sungguh ... "Yadi! Itu dia disana...!" suara itu mengagetkanku dari tidurku. Penampilanku terasa kacau. Aku tertidur di balkon beralaskan sajadah. Masih terasa lembab bagian dadaku karena air mata. Kamarku memang tidak dekat dengan kamarnya Fitri serta kamarnya Arman dan Dodi yang satu kamar. Aku di lantai dua, sedang mereka di lantai satu. Aku belum sholat subuh. Aku tertidur. Jam berapa sekarang? batinku. "Ada apa?" tanyaku. Mereka ada di balkon kamar sebelahku, dengan petugas hotel. Entah apa yang akan mereka lakukan berada di sebelah balkonku. Aku masih belum menyadari dengan keherananku. "Kamu tak apa-apa?"tanya Fitri. Ada nada khawatir di sana. Aku berdiri. Merapikan pakaianku, menyisisr rambutku dengan jariku. Mataku mungkin kelihatan sembab karena tangis tadi. Ah, betapa cengengnya. Mereka terus memperhatikanku seperti melihat makhluk aneh saja. "Nggak. Aku cuma tertidur di sini," kataku, suaraku parau. Ada apa sebenarnya? *** Setelah mandi dan sholat, aku turun ke kamar Fitri. Kembali aku pakai celana batik dan kaos. Hp dan dompet aku kantongi. "Kamu tidak menjawab telpon kami. Kami kuatir aja. Kamarmu yang kami bel juga tak ada jawaban. Terus kami ijin pada hotel untuk melihat atau masuk lewat balkon. Sebenarnya bisa saja masuk lewat pintu, tapi kan terpasang rantai. Rupanya kamu tidur di luar. Kenapa?" "Cuma mau tidur dialam bebas saja," bohongku. "Ada-ada saja." Masih ada waktu sekitar dua jam lagi sebelum pergi ke Nusa Dua. Aku masih bisa berjalan di pantai. Kutinggalkan sendalku ditempat Fitri. Aku berpapasan dengan cewek yang semalam aku lihat dengan cowok di restoran. Tak kuhiraukan sorot matanya yang kurasakan aneh. Entah marah atau kaget. Aku tak tau. Aku hanya mau berjalan di pantai. Enaknya posisi hotel kami yang di pinggir pantai Kuta ini. Akses kemana-mana tak begitu 13
jauh. Sudah banyak orang menikmati karunia Allah ini. Pantai yang panjang, landai walau tidak begitu bersih karena banyak bertebaran janur bekas sesajen. Aku sungguh suka suasana ini. Segala usia ada. Berjalan, berlari atau sekedar main pasir. Ada tiga cowok sedang bergurau, saling melumuri tubuh mereka dengan pasir di pantai. Satu sudah agak tua juga, sedang dua lainnya masih seusia aku. Mereka hanya memakai celana pendek dan telanjang dada. Ah, keramaian ini ....Aku mendadak merindukan kebersamaan seperti yang mereka lakukan. Ada lagi pemandangan lain. Lelaki Bali dengan tubuh lumayan bagus, dan tato di sekujur tubuhnya. Sibuk dengan tiang bendera yang mau di pasangnya. Dia rupanya pengawas pantai. "Bonjour, mister," Dia menyapaku ramah dengan bahasa perancis. Apa dia pikir aku orang perancis? Dia tertawa. Ketika aku menjawab dengan bahasa Indonesia. Dapat kulihat kulit tubuhnya dari dekat. Coklat kemerahan. Rambutnya di potong pendek. Aku ikut duduk di sampingnya yang sedang mengawasi laut. Aku dapat lihat pinggiran laut yang luas, gelombangnya sudah mulai tinggi. Ada juga yang sudah berenang atau berselancar di tengah sana. Nikmat sekali kelihatannya. Kemudian kami ngobrol. Dia tanya asalku, kerjaku. Aku juga balik tanya tentang kehidupannya, pendapatnya tentang Bali akhir-akhir ini. Anaknya ramah. Aku suka. Kutahan diri untuk meminta nomor hp dia. Entahlah, semua bisa saja terjadi kalau aku punya nomor dia. Aku masih mengharapkan Bagus untuk menemaniku di sini. Ada sms masuk. Aku sedang ditunggu sarapan.
14
Kurasakan ada yang memperhatikanku. Mataku langsung menoleh ke kiri, dekat meja resepsionis. Benar! Cowok dengan keren di sana bercelana jeans dan kaos tanpa lengan. Otot lengannya itu lho ...Jarak yang tak begitu jauh, dapat aku lihat senyumnya dan sorot matanya yang tak biasa. Aku mengalihkan pandanganku ke pintu masuk. Sisi hatiku berdialog yang membuat aku terasa mules. Ketika aku melihat cowok yang di resepsionis itu lagi, dia masih melihat ke arahku. Sorot matanya mengundang aku ... Perutku benar-benar tak bisa diajak kompromi, mulesnya seperti mau lahiran aja.... Akhirnya aku tanya Fitri, kamar panitia yang dapat aku gunakan tuk buang air besar. Huh! Setelah tahu, aku melangkah cepat, kok tiba-tiba mules begini sih... Masih sempat aku melihat ke cowok yang di resepsionis, entahlah ... "Nggak apa-apa. Masuk aja, " Bobby yang membukakan pintu. Dimatikannya sambungan pembicaraan dengan hpnya. Rupanya dia sudah diberitahu kalo aku mau ke kamar ini. Dia langsung menyuruhku ke kamar mandi. "Sedang ada yang mandi, tapi tak apa. Samasama cowok ini ..." Aku segera masuk. Setelah mengunci pintu, segera aku membuka tutup kloset dan melorotkan celanaku dan segera duduk. Celanaku di kaki di atas lantai. Huh! Telat sedikit aja, aku bisa-bisa...Yang jelas jorok banget. Sekilas aku lirik ke ruang mandi shower di sampingku. Ada yang sedang mandi, dan menyabuni tubuhnya. Darahku tersa mengalir kencang ke kepala, dan jantungku berdetak tak karuan. Dengan pelan memompa ke otot di selangkangku. Sebelum semakin mengeras, kudorong dengan jariku masuk diantara dua pahaku. Sengaja aku rapatkan pahaku, jadi batangku yang sedang menegang tidak mendongak. Dapat kurasakan ujung batangku menyentuh pinggiran kloset, aku makin merapatkan pahaku. Kulirik kembali ruang shower yang berdinidngkan kaca. Dinding kaca sudah berembun karena uap air panas. Bayang figur lelaki yang cukup tinggi di dalam memang tak terlihat jelas. Tapi bagiku cukup buat bernafsu aja ... Perutku sudah sedikit lega. Tapi aku masih menunggu tuntasnya bab aku. Aku menundukkan tubuhku dan aku bertumpu dengan sikuku di ujung pahaku. Dengan cara begini, batangku juga terasa tidak terlalu tertekan. Kupejamkan mataku ... aku berusaha untuk tidak melihat ke ruang shower. Gebrak! Pintu kamar mandi seperti ada yang berusaha untuk dibuka. Aku diam saja. "Masa sih nggak tau kalo lagi ada orang?" batinku. Cowok yang di shower kulihat sedang mematikan keran air. Tubuh telanjang itu membuat aku tak tahu harus ngapain ...Aku memandang ke lantai di depanku...Cowok itu sudah keluar dari ruang shower dan mengambil handuk yang tersampir di pintu ...Gila! Kenapa jadi begini amat sih? "Hai," sapanya. Aku tersenyum saja dan tak lama memandang tubuhnya. Aku kembali memandang lantai. 16
Kurasakan dia juga memperhatikanku yang sedang duduk ini. Tadi sekilas aku lihat batangnya yang setengah tegang itu. Lumayan besar dan panjang dengan warna kemerahan. Aku suka bulunya yang dicukur pendek, memperlihatkan keindahan yang ... ah! "Tubuhmu keren amat!" pijiku. Dia masih menghanduki tubuhnya. Sesekali tangannya menyentuh batangnya. Memutar tubuhnya membelakangiku dan ... menunduk, menghanduki kakinya. Ya Allah, aku dapat lihat jelas anusnya yang merekah itu ...memerah dan basah mengkilat. "Kenapa? Suka ya?" katanya ketika melihat aku memperhatikannya. Batangnya sudah menegang, dan berjalan ke arahku. Aroma wangi sabun mandi masih terasa. menyegarkan. Dia mempermainkan batangnya di depan wajahku. Mungkin dia merasakan dengus nafasku di batangnya itu. Jaraknya hanya beberapa mili di bibirku. Aku bisa saja ... Aku memandang ke atas. melihat ekspresi wajahnya yang seperti memaksa aku untuk menikmati batangnya itu. Dadanya yang bidang, perut atasnya, perut bawahnya dan bagian batangnya. Kembali aku susuri tubuhnya dengan pandangan mataku. Batangku makin menegang di bawah pahaku, seperti mau melompat keluar ...Posisi menunduk begini tak membantu batangku yang tertekan dan ingin mendongak keluar. Dia benar-benar sudah pasrah di depanku ... Ach! Teriakku pelan. Kugelengkan kepalaku dengan kencang. Cowok itu masih di depanku dengan handuk melilit di pinggangnya. Lamunanku langsung buyar. Dia melihat ke arahku. "Udah lega ya sekarang?" tanyanya ramah. Dari tadi, sejak dia keluar dari ruang shower aku memang tidak berani memandang ke arah dia. Dia juga tidak berusaha untuk memamerkan tubuh indahnya. Pandangkanku hanya ke lantai dan aku memang hanya melihat kakinya yang kekar itu ...Aku tak lihat punggungnya yang bidang dan kekar itu, atau bokongnya yang indah itu. "Iya nih." hanya itu yang kuucapkan. Memang perutku sudah lega sekarang. Dia meneruskan dengan menyemprotkan pewangi tubuh. Mengoleskan sesuatu di ketiaknya. Wajahnya, lehernya, rambutnya dan mengoleskan lipsgloss di bibirnya. Banyak sekali yang dilakukannya dan aku hanya lihat dari bayangan di kakinya ... Ingin aku tahu namanya, tinggal dimana, kerja atau kuliah. Sudah menikah atau belum ..wah, yang gini aku dah yakin kalau dia gay. Tidak! Aku tak menanyakan apa-apa. Kami hanya berdiam diri. Tak lama dia keluar setelah selesai dengan ritual menghias diri. Pintu segera aku kunci kembali. Sekarang aku sendiri. Aku regangkan pahaku, kuputar keran semprotan untuk cebok. Kuputar dengan kencang dan menggerak-gerakkan pantatku agar dapat 17
membersihkan anusku. Ada rasa nikmat, tapi aku tak mau berlama-lama. Kumatikan keran cebok dan segera mengambil tissu dan berdiri. Kulap anusku dan membuang bekas tissu. Kutekan tombol toilet untuk menghanyutkan babku. Aku kenakan celanaku. Kucuci tanganku dengan sabun kemudian aku melapnya dengan handuk yang tergantung dekat situ. Ketika keluar kamar mandi, kulihat cowok itu sedang bicara dengan Bobby di depan tv. "Kenalkan nih," kata Bobby ketika melihatku. "Yadi," kataku sambil menyambut tangan cowok itu. Salamannya begitu kencang. "Alvin," katanya menyebut namanya. Kemudian Bobby bilang kalau Alvin, baru datang dari Surabaya tadi pagi. Bekerja di bagian keuangan. Baru sekarang berani aku menatap wajahnya. Ganteng, dengan tubuh atletis. Rambutnya pendek rapi. Aku suka mata bulat dan bibirnya yang sedikit tebal itu. Giginya berbaris rapi, putih. Ada lesung pipitnya di pipi kanan ketika senyum. "Dia ikut pemotretan besok kok," kata Bobby menyadarkan. Alvin tertawa. Entahlah. Dia mungkin memperhatikan kebengonganku. "Kupikir kamu juga ikut jadi model," Kata Alvin." Taunya ... yang punya proyek ..." "Ah, nggak lah. Aku cuma bantuin mas Andika kok," kataku merendah. Akhirnya kami berbicara akrab bertiga. Aku sudah melupakan sakit perutku. Aku memang tak dapat menghindar dari sorot mata Bobby ke arahku. Aku banyak bicara dengan Alvin. Ada keriangan yang palsu di sana. Aku rasakan itu. Alvin adalah cowok dengan dunia gay yang ingin di tinggalkannya. Hpku berbunyi. Putri yang telpon. "Lagi ngobrol di sini, bertiga," kataku ketika Putri tanya aku lagi ngapain. Dia minta kami untuk turun dan bersama-sama ke pantai. Ke lokasi pemotretan. Bobby sepertinya tak mau membiarkan aku berdua dengan Alvin. Ada sorot cemburu di sana. Apalagi ketika Alvin membagi no telponnya ke aku, tanpa aku minta. Kami segera kleluar kamar. Aku berjalan duluan dengan Alvin. Bobby yang menutup pintu. "Menginap dimana?" tanya Alvin. "Di Kuta sama teman-teman." Entahlah, kenapa aku harus menambahkan 'dengan temanteman'. Padahal aku di kamar sendiri ... Ada sesal di sana."Oh.." Dia mungkin tahu kata-kata penolakanku. Ah, siapa yang nolak? Cuma aku ... Tak mungkin aku mengambil kesempatan begini, setelah kejadian semalam, 18
dengan doa penyesalanku. Kurasakan, makin menjauh dari kemaksiatan, kesempatan itu terasa terbentang gampang di depan mata. Tadi saja, saat Alvin mandi. Bisa saja aku menikmati sepuasnya. Tapi aku hanya menunduk, mengurangi mataku untuk menikmati tubuh indahnya. Hpku bunyi lagi. Hanya sekali bunyinya. Kulihat panggilan tak terjawab: Bagus! Orang yang sudah beberapa hari ini tak mau terima panggilanku, walau smsku terkirim. Segera aku telpon balik. Tak diangkat. Sampai nada tut-tut tak diangkat juga. Kuulangi sampai tiga kali. "Ada apa, kok cuma miscall?" akhirnya aku sms. Tak ada jawaban. Kami sudah sampai di lobby hotel. Beberapa pasang mata memperhatikan kedatangan kami. Aku masih kesal dengan miscall Bagus. Kenapa sih dia? Ada apa sebenarnya?
19
Beberapa gadis Jepang dgn cowok lokal melewati meja kami. Beginikah pariwisata Bali? Malam sudah menjelang tengah malam, Tubuh terasa bergetah, lengjket. Ingin segera mandi saja. Kusapu ke sekeliling. Masih saja ada orang berlalu lalang. Disana dua cowok remaja bertelanjang dada dan bersarung yang dililit di bawah pinggang kelihatan keren banget: tubuh ramping mereka yang berwarna gelap, perut yang tipis berkotak-kotak dan rambut yang awut-awutan. Sebentar kemudian mereka sudah berada di sampingku, asyik mereka ngobrol dan ketika mereka melirik ke arahku, mata kamipun beradu. Deg! Ingin aku mengikuti langkah mereka yang berjalan pelan, ngobrol dan ... Kembali kuminum cappucinoku. Sudah tak hangat lagi. Tapi masih enak aja. Segera kuhabiskan. Fitri dan Arman sudah bediri tuk pergi ke hotel. Segera aku ikuti. Bali di malam hari terasa hangat. Suara debur ombak memberi irama kehidupan malam. Sekilas aku melihat bayangan hitam di pantai: pasangan manusia yang asik memadu kasih. Setelah mandi dan sholat aku segera hubungi Elga. Sudah tengah malam memang. Semoga aku tidak mengganggu dia. Sambil tiduran, kami ngobrol banyak hal. Tentang pekerjaannya yang makin sibuk. Dan keluarganya yang sudah minta dia untuk menkah. Sedang aku balik cerita soal sakit perutku. Sambil bicara, aku mainkan remote tv dengan mengganti-ganti channel. Entahlah, otakku menginginkan ada siaran yang sedikit erotis atau porno sekalian. Tapi aku tidak menemukan apa yang aku inginkan. Tuhan masih memelihara diriku untuk hal-hal yang tidak dinginkan-Nya. Alhamdulillah. Padahal seharian tadi aku menemukan banyak kesempatan. Alvin, cowok keren aku lihat dia sedang mandi. Cowok yang di lobby hotel yang tidak sempat aku dekati. Entahlah, langkahku untuk bermaksiat, terasa berat dan terhalangi banyak pertimbangan. Elga mengingatkan aku untuk hati-hati. "Kapan balik ke Jakarta?" tanyanya. "Kenapa? kangen ya?" godaku. Kudengar dia dia tertawa kecil di sana. Tidak menjawab. Kulihat jam sudah hampir jam setengah dua keteika kami menghentikan pembicaraan. Mataku terasa berat. Aku ngantuk berat. Berarti kami bicara hampir dua jam. Aku bangkit dari tempat tidur, minum air putih. Hpku menyala lagi. Alvin! "Lagi telpon ya tadi?" tanyanya. Nadanya sedkit marah. "Ya." "Kok lama? Pacarnya ya?" Kok gitu amat nanyanya? Aku mesti jawab apa? Aku tak menjawabnya. Aku menguap dan tak sempat menjauhkan hpku dari mulutku. Mataku sampai berair. Dia pasti mendengarnya. Dari suara beratku mestinya dia tahu aku ngantuk sekali. Dia masih mau ngobrol. Mau nggak mau aku layani juga. Aku alihkan pembicaraan dengan bertanya tentang dirinya. Tentang keluarganya, pekerjaannya dan teman-temannya. Dia menceritakan pengalaman ml-nya yang membuat aku terangsang. Mungkin dia tahu aku sangat ngantuk dengan hanya merespon ceritanya dengan sekedarnya. Akhirnya 21
menghentikan pembicaraan, Kutaruh hpku di meja kecil di samping tempat tidurku. Sekalian mematikan lampu ruangan dan tv. Segera aku tidur. Aku ngantuk sekali ... Tak lama hpku bunyi lagi. Belum sempat aku angkat, seperti ada tangan yang merangkulku. Alvin! sekali lagi aku kaget. Ada dia disampingku, dan ketika kakinya merangkul, kurasakan aku juga telanjang. Pahanya menekan batangku yang menengang sedang kontolnya menyodok pinggulku. Hangat. Posisi miring dengan tangan merangkul dadaku dan leherku. Dia asik menikmati tubuhku, ketiakku, leherku, Tanganku mengangkat ke sisi kepala. Dengus nafasnya di bahuku membuat aku nafsu. Pahanya di atas kontolku membuat gerakan menggesek-gesek. Entahlah, siapa yang memulai. Yang jelas aku tak sepenuhnya menikmati. Ada satu sisi, aku menolak dan satu sisi lagi menikmati. Dia berusaha tuk mencium bibirku. Tapi aku menghindar, aku menoleh trus ke samping. lama-lama aku juga tak tahan. Akhirnya aku layani serangannya. Aku balas ciumannya, aku ikut mengelus barangnya yang mengeras itu dan menikmati pergumulan kami. Kami lakukan dalam kamar yang gelap dan di balik selimut. Apun itu, fantasiku lebih bebas. Aku bebas menikmati apa yang dilakukan dan aku juga bebas melakukan apapun. Aku tak peduli dengan siapa aku melakukannya sekarang, cuma bayanganku bergantiganti antara orang-orang yang pernah aku sukai. Ketika aku membayangkan main dengan Bagus, entah kenapa bayangan itu terasa aneh. Kelihatan dia lebih wanita, atau agak sissy gitu. Barang kami saling menekan dan akhirnya denyut kencang itu memuncratkan spermaku. Banyak sekali. Hangat. Hpku kembali berdering. Tak kuhiraukan, karena aku ingin terus menikmati denyut nafsuku. Ah .... kontolku berdenyut lagi dan memuncratkan lebih kencang. Aku sudah tidak peduli dengan basah dari lendir ini. Kembali Hpku berdering, dan kali ini terasa nyaring. Aku tersadar. Aku mimpi. Jantungku masih berdetak, dan ketika tanganku menyentuh bagian depan barangku, dapat aku raskan cairan yang banyak sekali di sana. Yah... aku mimpi basah. Kuhembuskan nafas kencang. Alhamdulillah, nikmat sekali. Semua nikmat ini pasti dari Allah walau aneh saja, kejadiannya sangat tidak normal. Huhhhh, kembali aku hembuskan nafasku. Kupejamkan mataku tuk mengingat apa yang aku lakukan dalam mimpiku. Kulihat di monitor hpku, panggilan tak terjawab dari Elga. Ada apa dia telpon? Dia menelpon jam 3 pagi. Belum sempat aku menekan tombol untuk menelpon Elga, ada sms masuk dari dia. "Yadi, bisa kembali ke Jakarta akhir minggu ini? Aku dilamar orang. Tapi aku ingin kamu yang melamarku. Tolonglah aku ..." tulisnya. Jantungku berdetak. Syaraf di otakku terasa kencang. Ada apa ini? Dalam situasi begini masalah yang terasa aneh ini menerpa aku. Bagaimana mingkin aku melamar Elga. Tak taukan dia kalau aku ...Astagfirullah! segera aku sadar. Apapun itu, diri kita memang sesuai prasangka. Bukan! Aku bukan gay! Batinku teriak. 22
Walau ada rasa itu, tapi itu hanyalah proses yang diberikan Tuhan untuk aku makin dewasa, untuk jadi manusia sesuai fitrah-Nya. Ya Allah ...aku tak tau , sungguh tak tahu bagaimana membangkitkan rasku ke Elga. Aku terasa sudah mati rasa dengan lawan jenis. " Yadi, hanya kamu yang dapat membantuku. Keluargaku menunggu kamu ..." kembali Elga sms. Apa yang harus aku lakukan? Batin dan otakku saling berdialog. Kupejamkan mataku. Kutraik nafas dalam. Aku ingin, apapun keputusan yang aku ambil, aku mengambilnya bukan karena terpaksa. Tapi aku ingin memaksa diri agar bisa membantu Elga. Sanggupkah aku? Gimana sih ... Aku terjaga. Wuah! Kamarku masih gelap, tapi sinar dari luar terasa sudah menandakan kalau sudah siang. Aku mimpi! Aku mimpi bertumpuk-tumpuk. Mimpi tidur bersama Alvin, mimpi menerima sms dari Elga. Kuambil hpku. Kuperiksa, tak ada file baru selain yang semalam sebelum aku tertidur. Mimpi yang aneh. Celanaku basah. Aroma sperma membuat aku segera merapikan tempat tidur dan segera mandi. nanti pasti Fitri dan Arman menyusul ke kamarku. Bagaimana kalau mereka masuk, dan mendapati kamarku beraroma aneh begini. Sebelum masuk kamar mandi, kusemprot tempat tidurku dengan pewangi ruangan. Spremaku yang tumah cukup banyak. Mungki ini efek dari makan malam seafood selama di Bali ini.
23
lumayan kreatif. Ada saja hal yang dapat kulihat, pasti hasilnya bagus. Hpku berbunyi. Dari kantor di Jakarta, Bu Poppy segera bicara. Dia menanyakan kegiatan kami hari ini dan rencana beberapa hari ke depan. Kubilang kegiatan lancar saja. Walau bagaimanpun, dia pasti juga sudah dapat laporan dari Fitri, seperti tiap hari kuingatkan dia tuk selalu buat laporan ke email bu Poppy. "Bisa kembali duluan ke Jakarta kan?" tanya bu Poppy. Sebelum aku bertanya lagi, dia seperti mendesak aku." Proporsal kerjasama kita dengan pihak Bangkok disetujui," tambahnya. Ya Allah. Begitu besar rahmat-Mu. Apapun, semua memang rezki yang tak perlu dihindari. Ada proyek tentu ada uang. Ada uang pasti tuk memudahkan untuk beribadah ke Pencipta. Belum sempat aku bicara lagi, aku kaget karena gembira. Berarti kerjaku selama ini dimudahkan. Benar kata temanku, semua sesuai dengan amal ibadah kita. Kalo ibadah kita baik, tentu Allah memudahkan usaha kita. Alhamdulillah. "Besok saja balik ke Jakarta. Nanti biar Fitri dan Arman yang urus tuk menyelesaikan kegiatan di Denpasar." Bu Poppy tak memberi aku kesempatan untuk berdalih. Segera aku turun ke pantai, ke tempat Fitri. Masih ada Ambar di sana. Kupikir tak apa halhal kantor diketahui oleh dia. Kubilang kalo aku besok balik ke Jakarta. Eh, taunya dia udah tau dan sudah pesan tiket pesawat untuk aku. Dia juga sudah siapkan semuanya. Rupanya sepeninggalku, dia sudah dihubungi bu Poppy. Fitri menawarkan aku untuk pulang ke Kuta sekarang. Aku ragu. Ambar yang segera bicara. "Biar aku yang ngantar, kalo mau." Deg! Kok aku jadi deg-degan begini? Kulihat Fitri. Dia hanya tersenyum saja. Sepertinya menyetujui penawaran Ambar. Aku masih diam ragu. Memang aku mesti merapikan barang-barangku saja, dan itu tak perlu waktu lama. Ntar sore ato malam aku bisa saja menyelesaikannya. Dalam hati aku ragu, mana mungkin aku bisa jalan dengan cewek? Disisi lain ada keinginanku diantar oleh salah satu model yang ada sekarang ... ah! Akhirnya aku sampaikan kalo aku mau pulang sendiri aja, agak sorean. Gak enak juga menolak tawaran Ambar tadi. Tapi kulihat Ambar tidak menunjukkan ketidaksenangannya. *** Pagi ini aku dikejutkan dengan sms. Sungguh mengejutkan. Identitas di phone book tertulis dari Bagus, tapi isinya tentang Ambar. Cewek yang aku kenal kemarin di Dreamland. Ada apa ini? "Maaf, selama ini aku mengenalkan diri sebagai Bagus. Aku sesungguhnya cewek. Aku Ambar. Nanti kita ketemu di airport aja. Maaf ya, selama ini sms kamu tidak aku balas. Aku tidak yakin kamu mau berteman dengan aku. Tapi selama di Bali, aku mengikuti 25
kegiatan kamu kok. Aku banyak dapat informasi dari Fitri. Dia teman yang baik." Ya Allah. Apa yang selama ini aku lamunkan ... Bagus ... Ambar ... ah. Mungkinkah dia tahu kalo aku ... Aku jadi was-was juga. Kembali aku mengingat percakapan kami sewaktu chatting, sms-an ketika aku di Jakarta dan beberapa kali aku menghubungi dia. Aku sungguh tidak yakin, apa aku pernah bilang sesuatu yang cenderung ke arah gay gitu. Ah ... kalo saja dia cerita ke Fitri? Kalau saja Allah membuka sedikit aibku sekarang, pasti Allah mau aku menyadarinya dan kembali insyaf dengan pikiran-pikiranku, dengan perilakuku yang tidak sesuai dengan fitrah-Nya. Maafkan ya Allah. Dunia tidak selebar dan luas seperti yang kita perkirakan. Allah punya kuasa untuk memperlihatkan aib kita sebagai rasa sayang-Nya pada kita. Masa sih kita mau terus bergelimang dalam dunia yang tidak di redhoi-Nya? Aku pasrah saja. Dan lagi kalo ada yang tahu dan membuka aibku, menceritakan apa yang aku pernah lakukan, aku pikir itu bukanlah suatu kehancuran. Justru itu sebagai pondasi untuk membangun kehidupan yang lebih baik dan lebih kuat. Ya Allah, berikanlah yang terbaik untukku sesuai dengan redho-Mu. Aku berdoa. Fitri mengantarkan aku ke mobil yang disewa dari hotel. Dia tidak mengatakan apa-apa tentang Ambar dan lagi aku juga tak mau tahu. Aku titip pada dia untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Aku tak banyak bawa barang. Satu ransel dan satu tas pakaian. Perjalan ke airport yang berangkat lebih cepat, 3 jam sebelum checkin, dengan pertimbangan kalo saja ada iringiringan upara apa gitu yang membuat perjalanan dapat jadi macet. Aku hanya berdua dengan sopir. Udara pagi yang cerah, pemandangan alam yang membuat aku yakin inilah titipan-Nya yang patut disyukuri. Seperti yang aku duga, perjalanan lancar, hanya ada satu iringan dengan upacara adat yang kami lewati. Aku sampai air port lebih cepat. Ketika aku sampai di teras airport yang sudah rame, Ambar sudah berada di sampingku. Dia kelihatan lebih cantik dan segar pagi ini. Entahlah. Aku merasa salah tingkah juga. Aku jadi kikuk. "Kita ngobrol di dunkindonat aja ya," ajaknya. Aku harus apa lagi? Aku ikuti dia menuju kursi restoran dekat pintu masuk itu. Aku pesan coklat panas dengan dua donat. Ambar pesan yang sama. Kami ngobrol seputar dunia cyber, tentang chatting dan banyak hal lagi. Entah kenapa, aku jadi membandingkan dia dengan Elga. Kok tega ya. Dia memang lebih cantik dari Elga. Bicaranya juga cepat nyambung. Dan aku yakin dia lebih cerdas dari Elga. Cuma bedanya, Elga dari keluarga yang jelas, sedang Ambar mengaku tidak tahu siapa bapaknya. Ibunya hanyalah wanita korban nafsu kotor lelaki. Dia adalah hasil dari kasus perkosaan. Itulah awal tidak percayadirinya. Itulah awal dia tidak percaya lelaki. Dia tidak yakin ada lelaki yang baik. Susah juga kalo dia sudah punya pikiran yang demikian. Cuma dia mengaku, setelah mengenal aku, dari chatting dan sms, dia mulai yakin ada cowok yang baik. Memang selama ini aku berteman dengan konsep mengajak kebaikan aja. Kalo ada yang ikut-ikutan untuk bermaksiat ... ah, memang aku merasa selama ini sebagai penggoda aja. 26
*** Aku segera masuk ke ruang tunggu. Kutinggal Ambar di luar. Walau selama ini aku mengharapkan Bagus, aku juga senang bertemu Bagus dengan wujud Ambar. Selama ini lamunankau telah diarahkan untuk kearah lebih baik. Semua atas ijin Allah. Di ruang tunggu sudah rame. Sudah banyak bulenya yang sudah mau meninggalkan Bali. Inilah bagian Bali yang terakhir.Penerbanganku belum bisa checkin. Aku masih menunggu setengah jam lagi. Ada penerbangan yang dibatalkan. Semoga penerbanganku tidak mengalami hal yang sama. Cuaca akhir-akhir ini memang mengkhawatirkan. Tapi aku juga khawatir dengan kondisi pesawat yang banyak menimbulkan kecelakaan. Ya Allah, lindungilah aku. Kalau saja Allah mengambilku dengan cara kecelakaan peasawat ... ah, kok aku jadi berpikiran tentang mati? Mendadak tubuhku terasa dingin. Ada rasa aneh. Entahlah. Ada rasa sedih, pasrah, dan tak tau apa. Ada rasa kematian semakin dekat saja. Ketika aku ke toilet, dan menuju urinoir untuk kencing, di sebelahku ada cowok juga kencing. pakainnya putih-putih. Celana jeans putih, sepatu reebok putih dan kaos joger. Rambut sedikit cepaknya, membuat wajahnya kelihatan ganteng banget. Dia menoleh ke arahku, melihat ke arah barangku. Aku juga menoleh ke barangnya yang setengah tegang. Dan aku melihat proses menegang barangnya sampai menyentuh bagian atas urinoir. Dia mesti memegangnya agar masuk lurus. Indah sekali. Bentuknya tidak seperti yang pernah aku lihat. Panjang, besar dan bagian kepala yang padat, besar, indah mengkilat. Dia membuiarkan aku menikmati memandang barangnya yang menegang kencang itu. Aku gak tahan juga. Barangku pelan menegang. Sengaja aku mundurkan pinggulku, agar dia juga bisa melihat punyaku. Sampai akhirnya aku masukkan barangku ke celana. Dah, cukup! batinku. Kutinggalkan dia yang sedang mengocok barangnya. Perasaan aku tidak karuan. Rasa bersalah itu timbul lagi. Kenapa ada perasaan begini? Saat aku galau dengan kematian, aku menemukan cowok ganteng dengan pakaian putih-putih, walau kejadiannya terasa aneh banget. Mungkinkah dia malaikat mau yang menjelma jadi cowok ganteng yang mau menggodaku? Kalau aku melayani dia, mungkinkah aku menemukan kematian di sisinya? Jantungku berdetak aneh. Inilah saatnya kematian itu .... Aku tak mendengar informasi untuk penumpang penerbangan. Semua titipan-Nya segera diambil. Kematian itu sudah datang ...Padahal aku belum menyelesaikan tugas-Nya yang diberikan padaku. Ya Allah, apa mesti sekarang ...?
27
Tangannya yang menjulur ke arahku kusambut. Gengagaman tangannya hangat dan padat kurasakan ketika kami saling bersalaman. "Lee," katanya. "Yadi," kataku. Gerak kepalanya seperti menyuruhlu untuk mengulang namaku. Kuulang namaku. "Haryadi," ulang aku dengan nyebut nama lengkapku. "Kupanggil mas Har aja ya," katanya. Matanya kulihat indah sekali dengan bulu matanya yang tebal. Meninjolkan matanya yang bulat. Wajahnya yang bersih, membuat jantungku berdetak lebih kencang. Segera aku duduk di depannya. Tas ku taruh di sisi dinding. Entahlah. Dengan cepat perasaanku merasa cocok banget dengan dia. Inikah rasa jatuh cinta itu? Padahal tadi dia kuanggap malaikat pencabut nyawaku... Restoran kecil ini belum terlihat ramai. Masih ada meja yang kososng. "Padahal tadi aku berharap mas Har nyusul aku, eh, nyatanya doaku dikabulkan," katanya. Senyumnya itu ... Cuma aku tak berani menatap dia lama. Kok aku jadi horny sih? Pelan ototku yang diselangkang menegang .. Kuperbaiki dudukku, celanaku terasa sesak aja. Teh hangat sudah tersedia di meja. Kuhirup pelan. Hangatnya teh terasa menjalar ke seluruh rongga tubuhku. Alhamdulillah. "Alhamdulillah, sekarang mas Har udah cerah lagi. tadi kelihatan pucat banget. Aku sedikit takut juga. Kupikir, reaksi dari aku menggoda tadi ..." katanya. Dia minum coklat hangatnya. Dari aromanya seperti ovaltin. Senyumnya memperlihatkan giginya yang tersusun rapi. Bibirnya berwarna cerah, bibir orang tak merokok. Aku tak dapat berbuat apa-apa. Sedikit grogi juga. Aku mesti melihat kemana nih. Ingin banget aku menikmati wajah keren di depanku. Dada bidangnya dan bahu lebarnya terbungkus kaos joger. Bagian pinggangnya tertutup meja. Gila kali ya. Masih berharap ajk mau liat yang dibawah pinggangnya. "Sebenarnya hari ini sedang kacau banget," aku memulai pembicaraan. "Kenapa," tanyanya penuh perhatian. Aku ceritakan saja semua. Dari beberapa hari lalu yang disibukkan dengan kerja pemotretan dan tadi galau dengan kematian. Dia memperhatikanku dengan seksama. Aku suka banget. Mata bulatnya kelihatan tidak biasa, sipit tapi bulat. Ah, entahlah. Kelihatan indah saja "Karena cape aja kali mas," katanya menghiburku setelah ceritaku berakhir. Kami bertemu di restoran kecil ini bandara ini untuk pertama kali, tapi terasa sudah akrab saja. Banyak hal yang ingin kuketahui tentang dirinya. Akhirnya, tanpa aku minta, dia juga balik cerita tentang dirinya. Jantungku entah kenapa 29
berdetak sudak tak normal. Dentamnya terasa menghentak. Aku bebas memperhatikannya. Gerak bibirnya,mimik wajahnya, lirikan matanya yang indah banget. Dimataku dia kulihat sedang telanjang. Sungguh. Kepolosan itu yang membuat aku nafsu banget. Aku gak tahu, apa dia lihat pupil mataku yang mengecil penuh nafsu. Aku memang tak fokus dengan ceritanya. Otakku membayangkan kami sedang bercumbu aja ... Namanya Lee Wong, nama yang yang tidak biasa. Tinggal di Cikarang dengan ibunya. Bapaknya orang Korea yang dulu pernah kerja di perusahaan di Cikarang. Dia hanya tau nama dan foto bapaknya. Tak banyak cerita dari ibunya tentang bapaknya yang meninggalkan dia dan ibunya setelah kontrak kerja di Indonesia selesai. Yang dia tahu dan selalu diingat adalah ketika istri pertama bapaknya yang menyusul ke Jakarta. Terjadi keributan di sana. Perebutan suami itu berakhir bapaknya kembali ke Korea, karena dia membela tak mau dipecat dari perusahaannya. Itu terjadi ketika dia berusia dua tahun. Sedih banget. Sudah begitu, ibunya tak diterima di keluarganya, karena memang sejak awal pernikahan keluarganya tidak setuju. Ibunya meninggalkan Indramayu, keluarganya dan mulai bekerja kembali di Cikarang. Ibunya masih tetap menjanda. Bagi dia itu lebih baik, jadi orang tua tunggal. Walau bagaimanapun, kekecewaan dengan bapaknya yang meninggalkan keluarganya itu, membuat dia ada rasa dendam dengan para lelaki. Entahlah, kenyataan maksud hati mau menyakiti lelaki yang dikencani, malah dia mendapatkan sebaliknya. Dia dapat hidup dari kebaikan lelaki yang dikencaninya. Gaya hidupnya sekarang adalah berpetualang mencari kesenangan dan harta. Itu dilakukannya setelah lulus SMU. Sampai akhirnya dia menambatkan hatinya dengan bule Australia yang telah beristri orang Vietnam. Hubungan yang aneh memang. Dia jadi anak angkat keluraga itu, sekalian mengurus bisnis garmen mereka yang di Jakarta dan Bali. Dilain pihak dia juga mesti melayani Bapak dan ibu angkatnya untuk urusan seks. Ceritanya membuat aku sedih dengan nasibnya. "Aku baru pulang dari Melborne setelah tiga bulan di sana. Baru dua hari di Denpasar. BT banget. Makanya aku minta tuk kembali ke Jakarta," katanya. Aku tarik nafas dalam setelah mendengar ceritanya. Dalam hati aku berpikir dia sebagai pelayan seks kelarga angkatnya itu ... Dengan tampang keren begitu, dia bisa berbuat banyak, bisa memilih. Dia mengaku meninggalkan Bali, untuk menghindar aja. Dia katakan ke keluarga angkatnya itu kalo dia perlu pulang ke Cikarang karena ibunya sakit. Padahal... Dari nada ceritanya, ada sesal di sana. "Gak mungkin aku begini terus," katanya. "Aku gak tau, kenapa cerita begini pada mas Har. rasanya nyaman aja." Aku sedikit tersanjung. Pesawat ke Jakarta tertunda lagi. Aku bisa sampai Jakarta malam. Lee juga ke Jakarta, tapi dengan peswat berbeda. Kami ngobrol cukup akrab. kamu sudah saling tukar nomor hp. Senang banget aku dapat kenalan dia. Aku jadi ingat Andri yang mejual dirinya untuk banyak orang. beda dengan Lee ini, dia setia hanya dengan satu orang. Kesannya dia 30
hanya jadi cowok simpanan. Sesekali dia memang bergaul dengan beberapa orang, itupun gak sembarang orang, dia orangnya memilih juga. "Aku memang ada bergaul dengan beberapa orang, tapi, ya gak lama. Sekedar menghilangkan BT saja.Yang penting tak mengikat aku. Dan aku sebenarnya tidak terbuka begini. Tidak mau cerita banyak tentang diri aku," katanya. Dia menatapku. Sorot matanya membuat aku salah tingkah juga. "Aku ingin mas Har jadi temanku. Mau ya?" Katanya akhirnya. Sorot matanya sangat berharap ... Permintaannya membuat kepalaku terasa mau meledak. "Lha iyalah! mau bangetttt!!" Cuma aku tak mengucapkan itu. Hanya gerak kepalaku menjawabnya. Rasanya ini permintaan berat. Aku bukannya siapa-siapa, kenapa dia begitu serius dengan pertemuan pertama ini. Terus terang aku tersanjung. *** Dia sudah tiba lebih dulu di Cengkareng, di depan Dunkin Donat dia menunggu. Sesuai dengan smsnya, aku susul dia kesana. "Mas, nanti ada bodyguard papa yang menjemput. Kamu biasa aja ya. Nanti aku antar pulang deh. Kita tunggu di sini aja." katanya sambil menggeser kursinya. Papa? Bodyguard? Semua pertanyaan itu berkelebat di otakku mencari jawab. Aku gak mau tanya, apalagi dia minta aku 'biasa saja'. Benar-benar dia sebagai cowok simpanan, sampai pake bodyguard segala. Aku jadi penasaran dengan kehidupannya. "Kalo boleh, sekarang aku ke tempat kamu aja. Besok aku pulang ke kontrakan."Kataku. Deg! Entahlah, aku jadi malu juga dengan ucapanku tadi. Gak ditawarin, kok malah menawarkan diri. Matanya berbinar senang."Ya ...ya... aku senang mas Har mau ikut ke rumahku," Rumah? "Tadinya aku mau nawarin, takut gak mau. Rasanya kita belum puas ngobrolnya," katanya lagi. Senang sekali dia kelihatannya. Dia menggenggam tanganku. Aku balik meremas tangannya. Sentuhan itu membuat getar yang gak tahu gimana mengungkapkannya. Beberapa mata melihat apa yang kami lakukan. Tapi Lee cuek aja meneruskan aksinya. Aku senang-senang aja.
31
aku. Tak lama, aku akhirnya bangkit mau mandi, kemudian aku sholat. Aku melaporkan diri. Betapa hina diri ini yang telah menzolimi cinta-Nya. Aku merasa telah berkhianat kepada sayangnya Allah. Entah apa yang Allah akan lakukan dengan lalainya aku ini. Aku menangis lagi. Aku merasakan perlindungan-Nya. Malam menjelang tidur, kami saling nasehat sambil menikmati pizza. Kami memang akan jadi teman, saudara. Dan berjanji tidak melakukan yang dilarang Tuhan. Sanggupkah ... Mudahkan ya Allah, kami berjalan dijalan lurus-Mu, ya Allah ... Amin. *** Pagi yang cerah. Untung ac di kamarku sudah mati ketika aku bangun, jadi aku tidak kedinginan seperti semalam. Sempat aku terbangun karena kedinginan semalam, dan berusaha menarik selimut yang menumpuk di kakiku. Sewaktu aku terjaga itulah aku tahu Lee sedang menerima telpon papanya. Pembicaraan yang sedikit kemarahan, bahasa indonesia dan inggris bercampur kudengar tanpa jelas. Karena rasa kantuk yang sangat berat, aku biarkan dia .. Mana mungkin aku ikut campur, walau sesekali namaku disebut ... Ada apa? Lee masih meringkuk di tempat tidurnya. Ada kelelahan terpancar di wajah gantengnya. Aku bebas menyaksikan keindahan bahu dan dadanya, wajahnya yang kulihat memang ganteng banget.Ada rasa ingin untuk menciumnya, tapi kutahan. Aku tak mungkin menodai pertemanan ini hanya karena soal kecil itu. Tapi mana mungkin aku bisa menahan diri? Dengan pelan kudekatkan wajahku ke wajahnya. Ada rasa bimbang, dengus nafasnya terasa kencang, dan dadaku juga sudah tidak karuan. Entah berapa detik wajahku tertahan. Sampai akhirnya aku beranikan menempelkan bibirku ke bibirnya. Pelan saja. Takut dia terbangun. Pelan kurasakan hangat bibirnya dan dengus nafasnya. Maksudnya sebentar, kenyataannya ciuman lembutku berbalas! Beberapa detik bibirku sempat dia kulum yang mebuat aku kaget luar biasa. "Maaf," kataku merasa bersalah. Aku berdiri. "Gak apa. Aku senang." Aku menggeleng pelan. Semalam kami sudah janji untuk tidak menodai persahabat ini dengan seks. Kenyataannya, aku memualainya lebih dulu. Aku keluar kamar. Aku minum air putih menenangkan diri. Setelah itu aku segera sholat subuh. Lee masih tidur ketika aku melangkah menuju dapur. Sarapan apa yang akan aku buat hari ini? Di lemari es kulihat ada buah kaleng, jus jeruk dan tomat. Hm, mau sarapan apa ya? Di lemari bahan makanan aku menemukan quakeroats, biskuit dan sereal sachet. Lengkap sekali isinya. Ato bikin nasi goreng, batinku ... Kebayang repotnya.
33
Aku akhirnya memutuskan mengolah qoakeroats. Kurebus campur susu. Dari aromanya enak juga. Kusiapkan dua mangkok. Kutambahkan buah kaleng. Ketika aku menungkan susu ke gelas, Lee masuk hanya mengenakan celana pendeknya. Dia tidak pake celana dalam! Dapat kulihat jelas juntaian batang yang setengah tegang itu di balik celananya. "Aku mau sarapan dulu boleh ya? Tadi wanginya membuat aku terbangun ... pasti enak." Katanya sambil mengambil mangkok berisi bubur qoakeroats yang sudah aku siapkan. Kami sarapan bersama. Dia memuji masakanku. *** Ketika aku mau pamit pulang, Lee kulihat sedang mandi. Pintu kamar mandinya dibiarkan terbuka. Aku bisa lihat jelas tubuhnya di atas bathtub berdiri. Shower Corten dibiarkan terbuka ...Dia memutar tubuhnya ke arahku. Batang yang mengkilat itu membuat mataku seperti tak percaya dengan pemandangan indah itu. Aku yakin dia melihat aku yang memperhatikannya. Mestinya aku bergerak untuk tidak melihat, tapi kenyaannya, aku menikmati pemandangan Lee yang sedang mandi itu. Tangan kirinya memegang selang shower ke atas sedang tangan kanannya membilas tubuhnya Aksi yang membuat syarafku menegang. Sesekali tangannya yang memegang shower turun dan naik. memperlihatkan ototnya yang mengkilat. Nafasku terasa sesak walau sudah bernafas lewat hidung dan mulut. Aaaacchh....! Dia seperti menari di mataku. Semua terlihat indah, dari bahunya yang kekar, dadanya yang padat, perutnya yang ramping, pinggangnya, pinggulnya, bokongnya yang sangat padat, pahanya yang kekar ... Matanya kulihat terpejam. Dia seperti menikmati siraman air ke tubuhnya. Haruskah aku terus berdiri di sini? Atau ikut gabung? Atau ... "Kenapa mas?" tiba-tiba dia bertanya sambil melangkah keluar bathtub. Tak ada perasaan risi. Aku yang jadi gelagapan. Ketahuan melihat dia mandi. "Aku mau pamit pulang dulu," kataku akhirnya. Kulihat dia sudah melingkarkan handuk ketubuhnya. Entahlah. Banyak keinginanku yang tertahan. Ada rasa malu, takut, deg-degan ... Kalu saja aku boleh memeluknya dengan kondisi seperti ini ... Aku melangkah ke ruang tamu. Sedang Lee berpakaian mengenakan celana pendek dan kaos oblong. Disisirnya rambutnya dengan sepuluh jarinya. Hm, praktis sekali. Kelihatan macho banget. "Agak siangan aja, ntar aku antar pulang," bujuk Lee. Ada nada sedih di sana. Aku menggeleng pelan. Yang jelas aku juga sedih meninggalkan dia. Kerongkonganku seperti ada yang mengganjal. Kok jadi begini sih ...? Pertemuan kami baru dua hari sejak di Ngurahrai dan Cikarang ini semua sangat berkesan. Kebaikan dia, kejujuran dia sama aku membuat aku terkesan sekali. Seringkali begini ... Sebenarnya aku tidak begitu suka dengan perasaan begini. Sedih, gembira dengan orang 34
yang baru kenal, yang aku suka. Sungguh aku suka banget sama dia. Entah sudah berapa orang yang membuat aku punya perasaan begini. Gampang banget rasanya aku jatuh cinta kepada orang-orang yang ganteng dan keren seprti dia. Ingin rasanya aku menahan perasaan yang begini, cinta terlarang, tapi bagaimana caranya ? Lee menawarkan mengantar aku sampai ke pool bus. Aku baru menyadari Toyota Camry yang di garasi mobilnya. Sedan abu-abu metalik itu tak lama kemudian meluncur melewati jalanan perumahan yang masih basah kena hujan semalam. Taman di kiri kanan jalan terlihat segar. Jalanan mulus dilewati dengan nyaman. "Tunggu dulu. Bisnya masih nunggu penumpang kok," katanya menahan aku yang sudah mau turun ketika sudah di pool bus. Sudah ada bus yang menunggu di sana yang jurusan Semanggi. Tangannya yang dibahuku kuraih. kami bergenggaman tangan lagi. Semua aksi itu sudah bicara. Betapa kami ... Ach, aku tak mau meneruskan itu. Mungkin dia melihat mataku yang berkaca-kaca. Kerongkonganku tercekat. Entah kenapa aku sedih dengan perpisahan ini. Perasaan kematian itu mulai menyerangku. Jantungku berdetak lagi dengan kencang. "Maaf lahir batin ya Lee. Terima kasih atas semuanya. kalau Allah berkenan, pasti kita diizinkan untuk bertemu," kataku pelan sambil menunduk. Aku tak mau dia tahu kalau aku sedih. Dia menarik bahuku. Kamu berpelukan. Ada tetes hangat di bahuku. Dia menangis juga. Tangis apa sih ini? Kalau tidak malu dengan pandangan orang yang dari bis, aku sudah membiarkan kami terus berpelukan. Pelukan makin erat. Ada rasa hangat dan nyaman kami rasakan. Kalau saja waktu dapat diperpanjang ... "Sama-sama mas. Makasih juga. Mas telah memberi banyak untuk aku," bisiknya. Gerimis mulai turun lagi ... Cikarang mendung lagi. Tak ada kata-kata yang sanggup mengungkapkan suasana begini. Aku buka pintu dan turun pelan. Kembali kami bersalaman. Erat sekali. "Hati-hati mas," katanya. Aku paksa tuk tersenyum. Mengangguk. Hanya ada gerak bibirku yang mengatakan terima kasih. Tanpa suara ... *** ctt: BAGIAN AKHIR CERITA INI SEDANG DALAM PROSES PRODUKSI. TUNGGU SAJA YA . SENANG BILA MAU BERBAGI KOMENTAR ATAU APA SAJA KE le_la_ki63@yahoo.com November 2008
35